Post on 30-Jan-2018
Tugas MK Masalah kebijakan dan pembangunan
Trend Perubahan kependudukan di Indonesia
Oleh:
Deni Rika Fransiska
( 110231100038)
Ekonomi Pembangunan/B
Fakultas Ekonomi
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2013
Trend Perubahan Penduduk di Indonesia
Pada Tabel di bawah ini disajikan contoh perhitungan Angka Kelahiran Menurut Umur
(ASFR) untuk Indonesia berdasarkan data Susenas 1999 dan 2004.
Jumlah Perempuan, Jumlah Kelahiran, dan Angka Kelahiran Menurut Kelompok Umur
(ASFR), Indonesia, Susenas 1999 dan 2004.
Kelompok Umur
(1)
Jumlah perempuan*
(2)
Jumlah
kelahiran*
(3)
Angka Kelahiran
Menurut Umur (ASFR)
(4) = [(3) : (2)] x 1000
15-19 9.794.093 381.970 39
20-24 10.110.367 1.364.900 135
25-29 9.601.442 1.324.999 138
30-34 9.132.513 913.251 100
35-39 8.587.142 352.073 41
40-44 7.459.538 89.514 12
45-49 5.870.372 29.352 5
* )Angka ini merupakan angka rata-rata untuk tahun 1999 dan 2004.
Dari Tabel di atas terlihat bahwa pola ASFR mengikuti huruf U terbalik, rendah
pada kelompok umur 15-19 tahun dan umur 40-49 tahun, dan tinggi pada perempuan
kelompok umur 20-34 tahun, dengan puncaknya pada perempuan kelompok umur 25-29
tahun, yaitu sebesar 138. Hal ini berarti dari 1000 perempuan yang berusia antara 25-29
tahun terdapat 138 kelahiran hidup pada tahun 1999 dan 2004.
Puncak ASFR yang terletak pada kelompok umur 25-29 tahun dapat
mengindikasikan bahwa kelahiran pada tahun 1999 dan 2004 paling banyak
dikontribusi oleh perempuan pada kelompok umur 25-29 tahun. Hal ini juga dapat
berarti bahwa anjuran pemerintah untuk "tidak melahirkan pada usia yang terlalu muda"
sudah mencapai sasaran secara nasional. Fenomena ini bisa juga dikaitkan lebih jauh
dengan suksesnya program wajib belajar sembilan tahun yang menyebabkan semakin
banyaknya perempuan muda yang bersekolah lebih tinggi, dan semakin terbukanya
kesempatan bagi perempuan di pasar kerja. Pada akhirnya, hal ini akan membuat
banyak perempuan menunda untuk menikah dan melahirkan karena pada umumnya
mereka yang menikah dan melahirkan pada usia muda secara fisik dan emosional
sebetulnya belum matang.
Faktor yang mempengaruhi tingkat kelahiran:
Tingkat kemiskinan
Angka kematian bayi
Kebijakan pro natalis dan anti natalis dari pemerintah
Tingkat aborsi
Struktur usia-jenis kelamin yang ada
Kepercayaan sosial dan religius
Tingkat buta aksara pada wanita
Kemakmuran secara ekonomi
Urbanisasi
Homoseksualitas
Usia pernikahan
Tersedianya pensiun
Konflik
Angka kematian bayi merupakan indikator yang di akui sangat sensitif untuk menilai
keberhasilan pembangunan kesehatan. Angka kematian bayi dan angka kematian anak
Balita dapat di pergunakan sebagai dasar untuk membuat proyeksi penduduk. Angka
kematian bayi dan Balita sampai saat ini menunjukkan adanya kecenderungan
penurunan. Ada keterkaitan antara derajat perkembangan ekonomi suatu negara dengan
tingkat kematian. Penurunan pertumbuhan ekonomi suatu negara akan mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakatnya, yang di tandai dengan keterlambatan penurunan atau
bahkan meningkatkan angka kematian. Secara tidak langsung krisis ekonomi akan
memperburuk status gizi karena mahalnya harga pangan dan obat-obatan sehingga
penduduk dan rentan terhadap kesakitan dan kematian.
Angka Kematian Bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir
sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan
kematian bayi. Secara garis besar penyebab kematian bayi ada dua macam yaitu
endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen (neonatal) adalah kematian bayi yang
terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-
faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat
konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian bayi eksogen (post neo-natal) adalah
kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun
yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan luar. Di
bawah ini adalah tabel angka kematian bayi Indonesia.
Kondisi angka kematian Neonatal, Bayi dan Balita di Indonesia
Di tahun 2012 Angka kematian Neonatal di Indonesia sebesar 19 kematian/1000
kelahiran hidup, Angka kematian Bayi sebesar 32 kematian/1000 kelahiran hidup,
Angka kematian Balita sebesar 40 kematian/1000 kelahiran hidup. Angka-angka ini
turun sedikit dan stagnan di bandingkan angka lima tahun sebelumnya (2007)
Trend jumlah penduduk
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah
tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya. Penduduk Indonesia
terus bertambah dari waktu ke waktu. Ketika pemerintah Hindia Belanda mengadakan
sensus penduduk tahun 1930 penduduk nusantara adalah 60,7 juta jiwa. Pada tahun
1961, ketika sensus penduduk pertama setelah Indonesia merdeka, jumlah penduduk
sebanyak 97,1 juta jiwa. Pada tahun 1971 penduduk Indonesia sebanyak 119,2 juta jiwa,
tahun 1980 sebanyak 146,9 juta jiwa, tahun 1990 sebanyak 178,6 juta jiwa, tahun 2000
sebanyak 205,1 juta jiwa, dan pada tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa.
Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua
puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada tahun 2000
menjadi 273,2 juta pada tahun 2025 (Tabel 3.1). Walaupun demikian, pertumbuhan
rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama periode 2000-2025 menunjukkan
kecenderungan terus menurun. Dalam dekade 1990-2000, penduduk Indonesia
bertambah dengan kecepatan 1,49 persen per tahun, kemudian antara periode 2000-2005
dan 2020-2025 turun menjadi 1,34 persen dan 0,92 persen per tahun. Turunnya laju
pertumbuhan ini ditentukan oleh turunnya tingkat kelahiran dan kematian, namun
penurunan karena kelahiran lebih cepat daripada penurunan karena kematian. Crude
Birth Rate (CBR) turun dari sekitar 21 per 1000 penduduk pada awal proyeksi menjadi
15 per 1000 penduduk pada akhir periode proyeksi, sedangkan Crude Death Rate
(CDR) tetap sebesar 7 per 1000 penduduk dalam kurun waktu yang sama.
Salah satu ciri penduduk Indonesia adalah persebaran antar pulau dan provinsi
yang tidak merata. Sejak tahun 1930, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di
Pulau Jawa, padahal luas pulau itu kurang dari tujuh persen dari luas total wilayah
daratan Indonesia. Namun secara perlahan persentase penduduk Indonesia yang tinggal
di Pulau Jawa terus menurun dari sekitar 59,1 persen pada tahun 2000 menjadi 55,4
persen pada tahun 2025. Sebaliknya persentase penduduk yang tinggal di pulau pulau
lain meningkat seperti, Pulau Sumatera naik dari 20,7 persen menjadi 22,7 persen,
Kalimantan naik dari 5,5 persen menjadi 6,5 persen pada periode yang sama. Selain
pertumbuhan alami di pulau-pulau tersebut memang lebih tinggi dari pertumbuhan
alami di Jawa, faktor arus perpindahan yang mulai menyebar ke pulau-pulau tersebut
juga menentukan distribusi penduduk
Tabel 3.1 Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Provinsi 2000-2025
Propinsi 2000 2005 2010 2015 2020 2025
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
11. NANGGROE ACEH
DARUSSALAM3,929.3 4,037.9 4,112.2 4,166.3 4,196.5 4,196.3
12. SUMATERA UTARA 11,642.612,452.813,217.613,923.614,549.615,059.3
13. SUMATERA BARAT 4,248.5 4,402.1 4,535.3 4,693.4 4,785.4 4,846.0
14. RIAU 4,948.0 6,108.4 7,469.4 8,997.710,692.812,571.3
15. JAMBI 2,407.2 2,657.3 2,911.7 3,164.8 3,409.0 3,636.8
16. SUMATERA SELATAN 6,210.8 6,755.9 7,306.3 7,840.1 8,369.6 8,875.8
17. BENGKULU 1,455.5 1,617.4 1,784.5 1,955.4 2,125.8 2,291.6
18. LAMPUNG 6,730.8 7,291.3 7,843.0 8,377.4 8,881.0 9,330.0
19. KEPULAUAN BANGKA
BELITUNG900.0 971.5 1,044.7 1,116.4 1,183.0 1,240.0
31. DKI JAKARTA 8,361.0 8,699.6 8,981.2 9,168.5 9,262.6 9,259.9
32. JAWA BARAT 35,724.039,066.742,555.346,073.849,512.152,740.8
33. JAWA TENGAH 31,223.031,887.232,451.632,882.733,138.933,152.8
34. D I YOGYAKARTA 3,121.1 3,280.2 3,439.0 3,580.3 3,694.7 3,776.5
35. JAWA TIMUR 34,766.035,550.436,269.536,840.437,183.037,194.5
36. BANTEN 8,098.1 9,309.010,661.112,140.013,717.615,343.5
51. B A L I 3,150.0 3,378.5 3,596.7 3,792.6 3,967.7 4,122.1
52. NUSA TENGGARA BARAT 4,008.6 4,355.5 4,701.1 5,040.8 5,367.7 5,671.6
53. NUSA TENGGARA TIMUR 3,823.1 4,127.3 4,417.6 4,694.9 4,957.6 5,194.8
61. KALIMANTAN BARAT 4,016.2 4,394.3 4,771.5 5,142.5 5,493.6 5,809.1
62. KALIMANTAN TENGAH 1,855.6 2,137.9 2,439.9 2,757.2 3,085.8 3,414.4
63. KALIMANTAN SELATAN 2,984.0 3,240.1 3,503.3 3,767.8 4,023.9 4,258.0
64. KALIMANTAN TIMUR 2,451.9 2,810.9 3,191.0 3,587.9 3,995.6 4,400.4
71. SULAWESI UTARA 2,000.9 2,141.9 2,277.2 2,402.8 2,517.2 2,615.5
72. SULAWESI TENGAH 2,176.0 2,404.0 2,640.5 2,884.2 3,131.2 3,372.2
73. SULAWESI SELATAN 8,050.8 8,493.7 8,926.6 9,339.9 9,715.110,023.6
74. SULAWESI TENGGARA 1,820.3 2,085.9 2,363.9 2,653.0 2,949.6 3,246.5
75. GORONTALO 833.5 872.2 906.9 937.5 962.4 979.4
81. M A L U K U 1,166.3 1,266.2 1,369.4 1,478.3 1,589.7 1,698.8
82. MALUKU UTARA 815.1 890.2 969.5 1,052.7 1,135.5 1,215.2
94. PAPUA 2,213.8 2,518.4 2,819.9 3,119.5 3,410.8 3,682.5
Jumlah penduduk di setiap provinsi sangat beragam dan bertambah dengan laju
pertumbuhan yang sangat beragam pula. Bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan periode
1990-2000, maka terlihat laju pertumbuhan penduduk di beberapa provinsi ada yang naik pesat
dan ada pula yang turun dengan tajam (data tidak ditampilkan). Sebagai contoh, provinsi-
provinsi yang laju pertumbuhan penduduknya turun tajam minimal sebesar 0,50 persen
dibandingkan periode sebelumnya (1990-2000) adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera
Selatan, Bengkulu, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Papua. Sementara, provinsi
yang laju pertumbuhannya naik pesat minimal sebesar 0,40 persen dibandingkan periode
sebelumnya adalah Lampung, Kep. Bangka Belitung, DKI Jakarta dan Maluku Utara.
Tabel 3.2 Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Provinsi 2000-2025
Propinsi2000-
2005
2005-
2010
2010-
2015
2015-
2020
2020-
2025
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
11. NANGGROE ACEH
DARUSSALAM0.55 0.37 0.26 0.14 -0.00
12. SUMATERA UTARA 1.35 1.20 1.05 0.88 0.69
13. SUMATERA BARAT 0.71 0.60 0.69 0.39 0.25
14. RIAU 4.30 4.11 3.79 3.51 3.29
15. JAMBI 2.00 1.85 1.68 1.50 1.30
16. SUMATERA SELATAN 1.70 1.58 1.42 1.32 1.18
17. BENGKULU 2.13 1.99 1.85 1.69 1.51
18. LAMPUNG 1.61 1.47 1.33 1.17 0.99
19. KEPULAUAN BANGKA
BELITUNG1.54 1.46 1.34 1.17 0.95
31. DKI JAKARTA 0.80 0.64 0.41 0.20 -0.01
32. JAWA BARAT 1.81 1.73 1.60 1.45 1.27
33. JAWA TENGAH 0.42 0.35 0.26 0.16 0.01
34. D I YOGYAKARTA 1.00 0.95 0.81 0.63 0.44
35. JAWA TIMUR 0.45 0.40 0.31 0.19 0.01
36. BANTEN 2.83 2.75 2.63 2.47 2.27
51. B A L I 1.41 1.26 1.07 0.91 0.77
52. NUSA TENGGARA BARAT 1.67 1.54 1.41 1.26 1.11
53. NUSA TENGGARA TIMUR 1.54 1.37 1.23 1.09 0.94
61. KALIMANTAN BARAT 1.82 1.66 1.51 1.33 1.12
62. KALIMANTAN TENGAH 2.87 2.68 2.48 2.28 2.04
63. KALIMANTAN SELATAN 1.66 1.57 1.47 1.32 1.14
64. KALIMANTAN TIMUR 2.77 2.57 2.37 2.18 1.95
71. SULAWESI UTARA 1.37 1.23 1.08 0.93 0.77
72. SULAWESI TENGAH 2.01 1.89 1.78 1.66 1.49
73. SULAWESI SELATAN 1.08 1.00 0.91 0.79 0.63
74. SULAWESI TENGGARA 2.76 2.53 2.33 2.14 1.94
75. GORONTALO 0.91 0.78 0.67 0.53 0.35
81. M A L U K U 1.66 1.58 1.54 1.46 1.34
82. MALUKU UTARA 1.78 1.72 1.66 1.53 1.37
94. PAPUA 2.61 2.29 2.04 1.80 1.54
Data di atas memperlihatkan dua provinsi dengan rata-rata laju pertumbuhan
penduduk minus yaitu, Nanggroe Aceh Darussalam dan DKI Jakarta. Kondisi ini
kemungkinan akibat dari asumsi migrasi yang digunakan, yaitu pola migrasi menurut
umur selama periode proyeksi dianggap sama dengan pola migrasi periode 1995-2000,
terutama untuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pola net migrasi provinsi ini pada
periode 1995-2000 adalah minus di atas 10 persen, jauh lebih tinggi dari provinsi-
provinsi pengirim migran lainnya.