Post on 22-Jul-2016
description
KEJANG DEMAM SEDERHANA
II.1 Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial.
Derajat tingginya suhu dianggap cukup untuk mendiagnosis kejang
demam ialah 38OC atau lebih.
Kejang terjadi akibat adanya loncatan listrik abnormal dari sekelompok
neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, meluas ke neuron
sekitarnya atau dari substansia grisea ke substansia alba yang disebabkan oleh
demam yang bersumber di luar otak, umumnya mengenai anak berusia 3 bulan
sampai 5 tahun.
II.2 KlasifikasiLivingstone (1970) membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu
kejang demam sederhana.
epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
Yang digolongkan kejang demam sederhana ialah :
kejang umum, b) waktu singkat, c) umur serangan pertama kurang dari
6 tahun, d) frekuensi serangan 1-4 kali per tahun, dan e) EEG normal.
Yang digolongkan epilepsi yang diprovokasi oleh demam ialah : a)
Kejang lama dan bersifat fokal, b) umur lebih dari 6 tahun, c) frekuensi
serangan lebih dari 4 kali per tahun, dan d) EEG setelah tidak demam
abnormal.
Sejak tahun 1995, pembagian golongan kejang demam yang
digunakan di sub-bagian Syaraf Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI terdiri
atas 3 jenis kejang demam yaitu : a) kejang demam kompleks ialah kejang
demam yang lebih dari 15 menit, fokal atau multipel (lebih dari 1 kali kejang per
episode demam), b) kejang demam sederhana ialah kejang demam yang bukan
kejang demam kompleks dan c) kejang demam berulang ialah kejang demam
yang timbul pada lebih dari satu episode demam (Soetomenggolo, 1995).
II.3 Epidemiologi Kejang demam jarang terjadi pada anak berumur kurang dari 6 bulan
ataupun lebih dari 5 tahun. Pada sejumlah 110 kasus kejang demam yang
diselidiki Millichap dkk, tahun 1973 ditemukan 2 penderita berumur kurang dari 6
bulan dan 6 penderita berumur lebih dari 5 tahun. Lumbantobing tahun 1975
mendapatkan insidensi tertinggi berkisar antara usia 6 bulan sampai 1 tahun
(Lumbantobing, 1995).
Kebanyakan penyelidik menemukan bahwa kejang demam lebih sering
terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan. Lumbantobing, pada tahun
1975 mendapatkan perbandingan penderita kejang demam anak laki-laki dan
perempuan sebesar 1,25 : 1 dari 165 anak yang diteliti (Lumban tobing, 1995).
II.4 EtiologiRiwayat keluarga kejang demam diteliti sebagai salah satu faktor risiko
kejang demam. Kejang demam diturunkan secara autosomal dominan
(Lumbantobing, 1995). Yang diturunkan ialah kemungkinan adanya defisiensi
enzim tertentu yang menyebabkan maturasi otak terhambat (Soetomenggolo,
1989). Riwayat lahir prematur, berat badan lahir rendah, trauma persalinan,
asfiksia neonatorum dan penyakit perinatal diduga juga sebagai faktor risiko
kejang demam (Hendarto, 1988: Soetomenggolo, 1989).
Bayi prematur dan bayi berat badan lahir rendah belum mempunyai
alat-alat tubuh sempurna seperti bayi aterm. Imaturitas susunan syaraf pusat
menyebabkan mudahnya terjadi perdarahan intrakranial. Tulang tengkorak
yang lunak dan jaringan otak imatur lebih rentan terhadap kompresi kepala dan
risiko perdarahan intrakranial adalah 5 kali lebih sering dibandingkan bayi
aterm. Trauma persalinan diartikan sebagai kelainan akibat trauma yang
disebabkan oleh persalinan yang ditolong dengan menggunakan alat seperti
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, persalinan dengan jalan operasi dan
persalinan bokong. Akibat dari trauma persalinan pada kepala umumnya
berupa hematoma dan perdarahan intrakranial. Perdarahan intrakranial dapat
menyebabkan kerusakan sel-sel otak yang permanen (Nawawi, 1996). Asfiksia
neonatorum berat akan mengakibatkan terjadinya gangguan pertukaran gas
dan oksigen tubuh. Ambilan oksigen yang menurun ini akan menyebabkan
berkurangnya saturasi oksigen darah atau hipoksemia. Hipoksemia ini akan
mengganggu fungsi jantung sehingga curah jantung menurun dan sirkulasi
darah ke otak berkurang yang akan menimbulkan iskemia otak. Hipoksemia
dan iskemia inilah yang dapat menimbulkan gangguan pada susunan syaraf
pusat berupa udema, kerusakan sel otak dan atrofi serebri (Nawawi, 1996).
Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan
kejang demam,misalnya:
1. demam itu sendiri
2. efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap
otak
3. respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui
atau ensefalopati toksik sepintas.
6. gabungan semua faktor tersebut diatas.
Lumbantobing, 1995 menentukan penyebab demam pada kejang
demam antara lain:
1. tonsilitis dan/atau faringitis
2. otitis media akut
3. enteritis/gastroenteritis
4. enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasi
5. bronkitis
6. bronkhopneumonia
7. morbili
8. varicella
9. dengue demam berdarah
10. tidak diketahui
II.5 Patofisiologi Demam akan menimbulkan kejang melalui mekanisme, yaitu:
a) Demam menurunkan nilai ambang rangsang sel yang belum matang,
b) Demam menyebabkan dehidrasi sehingga keseimbangan elektrolit
terganggu dan timbul perubahan potensial membran,
c) Demam menaikkan metabolisme basal, sehingga terjadi timbunan asam
laktat and CO2 yang menyebabkan kerusakan neuron,
d) Demam akan menaikkan CBF dan mengubah metabolisme sel sehingga
nilai ambang sel dan potensial membran otak menurun,
e) Demam menaikkan kebutuhan oksigen dan pemakaian energi (glukosa
dan ATP) sehingga mengganggu pengangkutan ion-ion keluar masuk sel
(Nawawi,1996).
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan energi dari metabolisme. Bahan utama metabolisme otak adalah
glukosa. Sifat prosesnya adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan
perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem
kardiovaskuler. Glukosa akan dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah Lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainya, kecuali ion klorida
(Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:
perubahan konsentrasi ion di ruang ekstrasekuler
rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit
atau keturunan.
Kenaikan suhu 10C mengakibatkan peningkatan metabolisme basal
10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada anak usia 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,dibandingkan dengan orang
dewasa hanya 15%. Jadi kenaikan suhu tubuh dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh
sel maupun ke membran sel tetangga dengan bantuan neurotransmiter dan
terjadilah kejang. Tiap anak juga punya ambang kejang yang berbeda.
Terulangnya kejang demam lebih dikarenakan ambang kejang yang rendah.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Namun, kejang yang
berlangsung lama biasanya terjadi apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
makin meningkat. Semua ini adalah faktor penyebab terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
menyebabkan permeabilitas kapiler dan timbul udema otak yang dapat
menyebabkan kerusakan neuron otak.
Kerusakan pada lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang lama akan dapat menimbulkan serangan epilepsi spontan (Hasan &
Alatas, 1985).
II.6 Diagnosis
Bangkitan kejang pada bayi dan anak biasanya bersamaan dgn
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat disebabkan oleh infeksi diluar
susunan syaraf pusat. Serangan kejang biasanya dalam 24 jam pertama
demam, berkangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi untuk sejenak, tetapi anak
akan terbangun kembali tanpa ada kelainan syaraf.
Livingstone membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2
golongan:
1. Kejang demam sederhana (‘simple febrile convulsion’)
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (‘epilepsy triggered off by
fever’)
Ciri-ciri kejang demam sederhana adalah:
1. kejang bersifat umum
2. lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. usia waktu kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun
4. frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun
5. EEG normal
Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri tersebut di atas tersebut
oleh Livingstone sebagai epilepsi yang dicetuskan oleh demam, contoh epilepsi yng
dicetuskan oleh demam menurut Livingstone, ialah:
1. kejang berlangsung lama atau bersifat fokal/setempat
2. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit
3. kejang bersifat umum
4. kejang timbul dalm 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. pemeriksaan syaraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. pemeriksaan EEG dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukkan kelainan
7. frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh
kriteria modifikasi tersebut digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh
demam. Biasanya kejang disebabkan kelainan sedangkan demam hanya faktor
pencetus.
Pada kejang demam sederhana tidak dijumpai kelainan fisik
neurologik, maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks dijumpai
kelainan fisik neurologik berupa hemiplegia, diplegia (Hasan & Alatas, 1985;
soetomenggolo, 1989). Namum EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk
menduga kemungkinan terjadinya epilepsi dikemudian hari (Nawawi, 1996).
II.7 Diagnosis Banding Demam dengan kejang, harus diperkirakan apakah penyebab dari
kejang itu di dalam atau di luar susunan syaraf pusat (otak). Kelainan didalam otak
biasanya terjadi akut sesaat dan kronik berulang. Pada kejadian akut sesaat
biasanya dikarenakan:
1.Infeksi
a. ekstrakranial
- ETOF
- KDS
b. intrakranial
-meningitis
- ensefalitis
- abses otak
2. gangguan metabolisme
3. gangguan elektrolit
4. gangguan kardiovaskular
5. keganasan
6. malformasi
7. keracunan
8. withdrawl obat
Sedangkan kronik berulang kali terdiri dari:
1. epilepsi
2. tak terklarifikasi
Penyebab dari kejang di luar otak biasanya karena tetanus dan tetani
(Hasan&Alatas, 1985; Haslam, 1996).
II.8 Penatalaksanaan Ada 4 hal yang perlu dikerjakan dalam perawatan dan pengobatan
kejang demam yaitu: a) pengobatan fase akut atau mengatasi kejang
secepatnya, b) mencari dan mengobati penyebab kejang, c) pengobatan
profilaksis terhadap terulangnya kejang, d) mempertahankan dan
menunjang kehidupan penderita (Goodrige, 1987; Hassan & Alatas, 1985;
Soetomenggolo, 1989).
a) Pengobatan fase akut
Pada kejang demam sederhana, biasanya kejang berlangsung
singkat dan akan berhenti sendiri. Pada waktu penderita kejang, buka
semua pakaian yang ketat. Untuk mencegah aspirasi penderita dimiringkan
dengan posisi kepala lebih rendah. Sangat penting agar jalan nafas bebas
dan oksigenasi terjamin, bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi
(Soetomenggolo, 1989). Pengisapan lendir dilakukan secara teratur dan
diberikan oksigen, awasi tanda-tanda vital seperti kesadaran, suhu, tekanan
darah, pernafasan dan fungsi jantung. Utnuk menurunkan suhu yang tinggi
penderita dapat dikompres air dingin. Dianjurkan pemberian antipiretik
parasetamol 10 mg/kgBB/hari (Ongkie, 1980; Good Ridge, 1987).
b) Pengobatan profilaksis terhadap terulangnya kejang demam
Pencegahan terhadap terulangnya kejang demam sangat perlu
oleh karena kejang berulang dan lama dapat menyebabkan kerusakan otak
menetap. Ada 3 cara pengobatan proliferasi yaitu :
1) Profilaksis
intermiten pada waktu demam
2) Profilaksis
terus menerus dengan anti konvulsan tiap hari
3) Pencegahan
kejang lama dengan pemberian anti konvulsan pada waktu kejang
(Good Ridge, 1987; Soetomenggolo, 1989)
1) Profilaksis
intermiten
Profilaksis intermiten diberikan pada waktu penderita sedang demam,
dapat diberikan oleh orang tua penderita atau pengasuh anak tersebut.
Obat anti kejang yang diberikan pada saat penderita kejang adalah
diazepam 5 mg untuk penderita umur 3 tahun, dan 7,5 mg untuk
penderita berumur di atas 3 tahun secara supositoria tiap jam
(Soetomenggolo, 1989; Hassan & Alatas, 1985; Haslam, 1996). Bila
diberikan per oral dosis 0,5 mg/kgBB pada waktu kejang (Goodrige,
1987; Hassan & Alatas, 1985; Haslam, 1996).
2) Profilaksis
terus menerus dengan anti konvulsan tiap hari
Untuk profilaksis terus menerus dengan anti konvulsan dapat
digunakan fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari, namun diperhatikan efek
samping dari fenobarbital berupa timbul kelainan watak yaitu iritabel,
hiperaktif, pemarah, dan agresif. Untuk menurunkan efek samping yang
mungkin timbul, dosis fenobarbital dapat diturunkan. Obat lain yang
sekarang mulai banyak dipakai dengan efek lebih baik dan efek
samping yang minimal adalah asam valproat dengan dosis 15-40
mg/kgBB/hari (Soetomenggolo, 1995).
3) Pencegahan
kejang lama dengan pemberian anti konvulsan pada waktu kejang
Penanganan penderita dengan kejang lama yaitu dengan
pemberian fenitoin/difenilhidantoin loading dose dengan dosis 10-15
mg/kgBB/hari, ditunggu 2-4 jam, bila masih kejang penderita dirawat di
ICU dan berikan anastesi umum. Bila kejang berhenti, maka diberikan
dosis rumatan fenitoin dengan dosis 5-8 mg/kgBB/hari atau fenobarbital
dengan dosis 5-8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis (Sunartini, 1991;
Ongkie, 1980).
c) Mempertahankan dan menunjang kehidupan
Pengobatan tambahan dan tindakan lain ditujukan untuk
mengatasi keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan kejang
bertambah hebat atau berlangsung lama seperti halnya hiperpireksia,
udema serebri dan hipoglikemia.
Pendidikan kepada orang tua perlu diberikan agar orang tua
memberikan pertolongan yang sebaik-baiknya bila anak kejang. Perlu
disarankan kepada orang tua agar segera membawa anak ke rumah
sakit bila: anak kejang pertama kali, umur anak 18 bulan atau kurang,
kejang berlangsung lebih dari 15 menit (Goodrige, 1987).
Dianjurkan untuk memberikan IVFD ringer laktat atau Dextrose
5% sebelum mengirim penderita kejang demam kompleks (Goodrige,
1987).
d). Mencari dan mengobati penyebab kejang
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada penderita
kejang demam yang pertama. Pada bayi sering gejala meningitis
tidak jelas, sehingga fungsi lumbal harus dilakukan pada bayi
berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu
dilakukan ialah EEG, USG, kultur dan elektrolit darah serta CT
Scan otak (Soetomenggolo, 1995).
II.9 KomplikasiKejang demam yang lama menyebabkan kebutuhan O2 meningkat,
metabolisme otak naik, terjadi kejang. Akhirnya spasme saluran
nafas sesak, apneu, hipoksia dan asidosis metabolik. Dengan
metabolisme anaerob terjadi asidosis laktat. Hipoksia
menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat, terjadi udema,
kerusakan sel otak dan sistem syaraf terganggu seperti
hemiparesis, epilepsi dan gangguan mental organik (Hasan &
Alatas, 1985).
II.10 Prognosis Kejang demam sederhana mempunyai prognosis yang baik, hanya
1-10% berkembang menjadi epilepsi. Pada kejang demam sederhana tidak
didapatkan gangguan intelektual dan belajar maupun kelainan fisik
neurologik (Nawawi, 1996).
Pada kejang kompleks, kecenderungan untuk menjadi epilepsi
sangat tinggi (30-50%), sedangkan kecenderungan untuk gangguan
intelektual, gangguan belajar dan retardasi mental 5 kali lebih besar
dibanding dari anak normal. Pada anak yang menderita kejang demam
pertama, kecenderungan akan menderita kejang demam berikutnya adalah
50%. Apabila ditemukan kelainan neurologis berupa hemiparesis dan EEG
berupa ‘epilepsi discharge’, maka kecenderungan menjadi epilepsi sangat
tinggi, lebih dari 75%. Hal-hal yang dapat mempengaruhi prognosis
penderita di kemudian hari menjadi epilepsi, biasanya mempunyai
karakteristik sebagai berikut: 1) sebelum kejang demam yang pertama
sudah ada kelainan neurologis atau gangguan tumbuh kembang, 2) ada
riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, 3) kejang
demam fokal, lebih lama dari 15 menit atau berkali-kali dalam sehari
(Halmas, 1996).
Dengan penatalaksanaan yang dini dan tepat, tidak akan terjadi
kematian. Apabila penanganan terhambat angka mortalitas 0,74% (Halmas,
1996).
BAB IIIKESIMPULAN
1. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh 38OC atau lebih oleh suatu proses
ekstrakranial.
2. Kejang demam dibagi 2 :
- Kejang demam sederhana
- Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
3. Kejang demam sering terjadi pada usia 6 bulan
sampai 5 tahun lebih sering menyerang laki-laki.
4. Etiologi:
a. Faktor genetik
b. Riwayat kehamilan dan persalinan yang kurang baik.
c. Sepuluh penyebab demam menurut Lumbantobing terdiri atas : radang liang
telinga tengah, radang saluran cerna, radang saluran nafas, radang paru dan
saluran nafas, campak, cacar air dsb.
d. Beberapa faktor yang menyebabkan kejang demam: demam itu sendiri, efek
produk toksik mikroorganisme, respon alergik/keadaan imun abnormal,
perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit ,ensefalitis viral dan gabungan
semua faktor diatas.
5. Patofisiologi: kenaikan suhu menyebabkan perubahan keseimbangan membran
berupa difusi K + + Na+ sehingga terjadi lepas muatan listrik, meluas ke seluruh sel
atau ke membran sel tetangga dengan bantuan neurotransmitter sehingga terjadi
kejang.
6. Diagnosis:
KDS menurut Livingstone: kejang umum, terjadi kurang dari 15 menit, usia kurang
dari 6 tahun, frekuensi serangan 1-4 kali setahun dan EEG normal.
ETOF menurut Livingstone: kejang lama, fokal ,usia diatas 6 tahun saat serangan
pertama, frekuensi diatas 4 kali dalam setahun dan EEG abnormal
7. Diagnosis Banding:
- Kelainan dalam otak : akut sesaat dan kronik berulang
- Kelainan diluar otak : tetanus dan tetani.
8.Penatalaksanaan:
a. pengobatan fase akut.
b. mencari dan mengobati penyebab kejang.
c. pengobatan profilaksis terhadap terulangnya kejang.
d. mempertahankan dan menunjang kehidupan penderita.
9. Komplikasi: hemiparesis, epilepsi dan gangguan mental organik.
10.Prognosis KDS baik, sedangkan KDK cenderung menjadi epilepsi dan gangguan
intelektual.
DAFTAR PUSTAKA
Asness, R. S., Novick, L. P., Nealis, J., Nguyen, M. L. 1975. The First Febrile Seizure : A Study of Current Pediatric Practice. Dalam Ongkie A. S., Kejang Demam Pada Anak. Majalah Kedokteran Indonesia Vol 30 : hal: 99, 1980.
Freeman, J. M. 1980. Febrile Seizure a Consessus of Their Significancy, Evaluation and Treatment. Dalam Nawawi, Idham, 1996. Faltor Risiko Kejang Demam pada Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, hal: 6, Yogyakarta.
Goodridge, D. M. G. 1987. Febrile Convulsions in Childhood. Dalam F> B. Gibber (ed): Medicine International Indonesian Edition Neurology, Vol 2 (16) hal: 1884-87.
Hasan, Rusepno dan Alatas, Husein (eds). 1985. Kejang Demam. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal: 847-54, Jakarta.
Hendarto, S. K. 1988. Kejang Pada Anak. Ed 1 dalam Nawawi, Idham; 1996. Faktor Risiko Kejang Demam pada Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, hal: 13, Yogyakarta.
Haslam, Robert H.A,1996 Kejang Demam Dalam Behrman,Richard E;Kleigmen, Robert M. & Arvin,Ann M. (eds),Nelson Text book of Pediatrics,15/E, WB. Sauders Company, pp: 2059-60, Philadelphia, Pennsylvania.
Lumbantobing, S. M. dan Sofhan Ismail: Pengobatan Status Convulsius Anak dengan Diazepam (Valium), Majalah Kedokteran Indonesia, 4; hal: 182, 1970.
Lumbantobing, S. M. 1995. Kejang Demam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Menkes, J. H. 1980. Textbook of Child Neurology, 2nd edition, dalam Nawawi, Idham, 1996. Faktor Risiko Kejang Demam pada Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, hal: 6, Yogyakarta.
Nawawi, Idham. 1996. Faktor Risiko Kejang Demam pada Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Ongkie, A. S., Kejang Demam pada Anak. Majalah Kedokteran Indonesia, 4: hal :182, 1970.
Pratiknya, A. W. 1986. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Penerbit CV Rajawali, Jakarta, hal. 190-1.
Soetomenggolo, T. S. 1989. Kejang Demam. Dalam S. M. Lumbantobing dan H. Sfyan Ismael (eds). Penatalaksanaan Mutakhir Kejang pada Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal: 41-9, Jakarta.
Sunartini. 1991. Pedoman Tata Laksana Medik Anak RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta.
BAGAN MEMBERANTAS KEJANG
1. Segera diberikan diazepam iv atau diazepam per rektal
(Dosis rata-rata 0, 3 mg/kgBB atau dosis <10 kg = 5 mg rektiol; >10 kg = 10 mg rektiol)
Bila kejang tidak berhenti tunggu 15 menit
Dapat di ulang dengan dosis/cara yang sama
Kejang berhenti
Berikan dosis awal fenobarbital
dosis neonatus: 30 mg/im
1 bln-1thn: 50 mg/im
> 1 thn: 75 mg/im
Pengobatan rumatan pada 4 jam kemudian
dosis: hari 1 + 2: Fenobarbital 8 – 10 mg/ kgBB dibagi 2 dosis
hari berikutnya: Fenobarbital 4-5 mg/kgBB dibagi 2 dosis
2. Bila diazepam tidak tersedia, maka:
Langsung memakai fenobabital dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan pengobatan rumatan.