Post on 01-Jan-2016
description
1. Memahami dan menjelaskan tentang demamDemam adalah kenaikan suhu tubuh yang ditngahin kenaikan titik-ambang
regulasi panas hipotalamus. (Behrman RE, et. al. 2000). Demam pada umumnya diartikan suhu tubuh di atas 37,2oC. (Nelwan, R.H.H. 2009)
Demem terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi immunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Pirogen adalah suatu protein yang identik dengan interleukin-1. Didalam hipothalamus zat ini merngsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis postaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia.
Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2oC. Suhu subnormal dibawah 36oC. Hiperpireksia adalah suatu keadaan kenaikan suhu tubuh sampai setinggi 41,2oC atau lebih. Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 35oC. (Nelwan, R.H.H. 2009).
Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:1,2,6-8
Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.
Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)
Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.
Gambar 2. Demam remiten
Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.
Gambar 3. Demam intermiten
Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.
Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap hari.
Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)
Gambar 4. Demam quotidian
Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).
Relapsing fever dan demam periodik:o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval
regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan brucellosis.
Gambar 5. Pola demam malaria
o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).
Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)
Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba berlangsung selama 3 – 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 – 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.
o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.
o Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 – 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.
Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).
Toksin bakteri seperti endotoksin bekerja pada monosit, makrofag, dan sel sel kuffer untuk menghasilkan berbagai macam sitoksin yang bekerja sebagai pirogen endogen. Hal ini kemudian mengaktifkan darah praoptik hipothalamus. Sitokin juga dihasilkan oleh sel – sel d SSP apabila terjadi rangsangan oleh infeksi dan sitokin tersebut mungkin bekerja secara langsung pada pusat pengaturan suhu. Demam yang ditimbulkan oleh sitokin mungkin disebabkan oleh pelepasan prostaglandin lokal di hipothalamus. Penyuntikan prostaglandin ke dalam hipothalamus tebukti menyebabkan demam.
Endoktosin peradangan rangsangan pirogenik lain
Monosit makrofag sel kuffer
Sitokin
Daerah praoptik hipothalamus
Prostaglandin
Peningakta titik patokan suhu
Demam
2. Memehami dan menjelaskan tentang salmonella enterica
Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif berbentuk tongkat
yang menyebabkan tifus, paratifus, dan penyakitfoodborne. Spesies-
spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen
sulfida. Salmonella dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika,
walaupun sebenarnya, rekannya Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya
pada anafilaksis) yang pertama kali menemukan bakterium tahun 1885 pada tubuh
babi. Patogenitas
Salmonella adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan melalui makanan
(foodborne diseases). Pada umumnya, serotipeSalmonella menyebabkan penyakit
pada organ pencernaan. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella
disebut salmonellosis. Ciri-ciri orang yang mengalami salmonellosis adalah diare,
keram perut, dan demam dalam waktu 8-72 jam setelah memakan makanan yang
terkontaminasi oleh Salmonella. Gejala lainnya adalah demam, sakit
kepala, mual dan muntah-muntah. Tiga serotipe utama dari jenisS. enterica adalah S.
typhi, S. typhimurium, dan S. enteritidis. S. typhi menyebabkan penyakit demam tifus
(Typhoid fever), karena invasibakteri ke dalam pembuluh darah dan gastroenteritis,
yang disebabkan oleh keracunan makanan/intoksikasi. Gejala demam tifus meliputi
demam, mual-mual, muntah dan kematian. S. typhi memiliki keunikan hanya
menyerang manusia, dan tidak ada inang lain. InfeksiSalmonella dapat berakibat fatal
kepada bayi, balita, ibu hamil dan kandungannya serta orang lanjut usia. Hal ini
disebabkan karena kekebalan tubuh mereka yang menurun. Kontaminasi Salmonella
dapat dicegah dengan mencuci tangan dan menjaga kebersihan makanan yang
dikonsumsi.
Media tumbuh
Untuk menumbuhkan Salmonella dapat digunakan berbagai macam media, salah
satunya adalah media Hektoen Enteric Agar (HEA). Media lain yang dapat digunakan
adalah SS agar, bismuth sulfite agar, brilliant green agar, dan xylose-lisine-
deoxycholate (XLD) agar. HEA merupakan media selektif-diferensial. Media ini
tergolong selektif karena terdiri dari bile salt yang berguna untuk menghambat
pertumbuhan bakteri gram positif dan beberapa gram negatif, sehingga
diharapkan bakteri yang tumbuh hanya Salmonella. Media ini digolongkan menjadi
media diferensial karena dapat membedakan bakteri Salmonella dengan bakteri
lainnya dengan cara memberikan tiga jenis karbohidrat pada media,
yaitu laktosa,glukosa, dan salisin, dengan komposisi laktosa yang paling
tinggi. Salmonella tidak dapat memfermentasi laktosa, sehingga asam yang dihasilkan
hanya sedikit karena hanya berasal dari fermentasi glukosa saja. Hal ini
menyebabkan koloni Salmonella akan berwarna hijau-kebiruan karena asam yang
dihasilkannya bereaksi dengan indikator yang ada pada media HEA, yaitu fuksin
asam dan bromtimol blue.
3. Memehami dan menjelaskan pemeriksaan widal
Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak
tahun 1896. Prinsipuji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam
serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen
somatik (O) dan flagela (H) yangditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga
terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi
menunjukkan titer antibodi dalam serum.
Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide
test) atau uji tabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat dan
digunakan dalam prosedur penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan teknik yang
lebih rumit tetapi dapat digunakanuntuk konfirmasi hasil dari uji hapusan.
Penelitian pada anak oleh Choo dkk (1990) mendapatkan sensitivitas dan
spesifisitasmasing-masing sebesar 89% pada titer O atau H >1/40 dengan nilai
prediksi positif sebesar34.2% dan nilai prediksi negatif sebesar 99.2%. Beberapa
penelitian pada kasus demam tifoid anak dengan hasil biakan positif, ternyata hanya
didapatkan sensitivitas uji Widal sebesar 64-74%dan spesifisitas sebesar 76-83%.
Interpretasi dari uji Widal ini harus memperhatikan beberapa faktor antara lain
sensitivitas,spesifisitas, stadium penyakit; faktor penderita seperti status imunitas dan
status gizi yang dapatmempengaruhi pembentukan antibodi; gambaran imunologis
dari masyarakat setempat (daerahendemis atau non-endemis); faktor antigen; teknik
serta reagen yang digunakan.
Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta
sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam
penatalaksanaan penderita demamtifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif akan
memperkuat dugaan pada tersangka penderitademam tifoid (penanda infeksi). Saat ini
walaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia,manfaatnya masih
diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada kesepakatanakan nilai
standar aglutinasi (cut-off point). Untuk mencari standar titer uji Widal
seharusnyaditentukan titer dasar (baseline titer) pada anak sehat di populasi dimana
pada daerah endemisseperti Indonesia akan didapatkan peningkatan titer antibodi O
dan H pada anak-anak sehat.Penelitian oleh Darmowandowo di RSU Dr.Soetomo
Surabaya (1998) mendapatkan hasil ujiWidal dengan titer >1/200 pada 89%
penderita.Beberapa hal yang sering disalahartikan :1. Pemeriksaan widal positif dianggap ada kuman dalam tubuh, hal ini pengertian yang salah. Uji widal hanya menunjukkan adanya antibodi terhadap kuman Salmonella.2. Pemeriksaan widal yang diulang setelah pengobatan dan menunjukkan hasil positifdianggap masih menderita tifus, ini juga pengertian yang salah.Setelah seseorang menderita tifus dan mendapat pengobatan, hasil uji widal tetap positif untuk waktu yang lama sehingga uji widal tidak dapat digunakan sebagai acuan untukmenyatakan kesembuhan.Hasil ulang pemeriksaan widal positif setelah mendapat pengobatan tifus, bukan indikasi untuk mengulang pengobatan bilamana tidak lagi didapatkan gejala yang sesuai.Hasil uji negatif dianggap tidak menderita tifus :Uji widal umumnya menunjukkan hasil positif 5 hari atau lebih setelah infeksi. Karenaitu bila infeksi baru berlangsung beberapa hari, sering kali hasilnya masih negatif danbaru akan positif bilamana pemeriksaan diulang. Dengan demikian,hasil uji widal negatif,terutama pada beberapa hari pertama demam belum dapat menyingkirkankemungkinan tifus.Untuk menentukan seseorang menderita demam tifoid :1. Tetap harus didasarkan adanya gejala yang sesuai dengan penyakit tifus.2. Uji widal hanya sebagai pemeriksaan yang menunjang diagnosis.Seorang tanpa gejala,dgn uji widal positif tidak dapat dikatakan menderita tifus.Memang terdapat kesulitan dalam interpretasi hasil uji widal karena kita tinggal di daerahendemik,yang mana sebagian besar populasi sehat juga pernah kontak atau
terinfeksi,sehingga menunjukkan hasil uji widal positif. Hasil survei pada orang sehat di Jakartapada 2006 menunjukkan hasil uji widal positif pada 78% populasi orang dewasa. Untukitu perlu kecermatan dan kehatihatian dalam interpretasi hasil pemeriksaan widal.PENILAIANTiter widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640.- Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+).- Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan titer. Jikaada,maka dinyatakan(+).- Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada pasien dengan gejala klinis khas.Uji Widal didasarkan pada :- Antigen O ( somatic / badan )- Antigen H ( flagel/semacam ekor sebagai alat gerak )Jika masuk ke dalam tubuh kita, maka timbul reaksi antigen-antibodi.ANTIBODI terhadap Antigen O : setelah 6 sampai 8 hari dari awal penyakit.AntigenH :10-12 Hari dari awal penyakit.Uji ini memiliki tingkat sensitivitas dan spesifitas sedang (moderate).Pada kultur yangterbukti positif, uji Widal yang menunjukkan nilai negatif bisamencapai 30 persen.Beberapa keterbatasan uji Widal ini adalah:1. Negatif PalsuPemberian antibiotika yang dilakukan sebelumnya (ini kejadian paling sering di negarakita, demam –> kasih antibiotika –> nggak sembuh dalam 5 hari –> tes Widal)menghalangi Respon antibodi.Padahal sebenarnya bisa positif jika dilakukan kultur darah.2. Positif Palsu- Beberapa jenis serotipe Salmonella lainnya (misalnya S. paratyphi A, B, C) memilikiantigen O dan H juga, sehingga menimbulkan reaksi silang dengan jenis bakteri lainnya, danBisa menimbulkan hasil positif palsu (false positive).Padahal sebenarnya yang positif kuman non S. typhi (bukan tifoid).-Beberapa penyakit lainnya : malaria, tetanus, sirosis, dll.Pada daerah yang endemik seperti Indonesia (apalagi Jakarta, bagi yang hobi makangado-gado, ketoprak ) ditentukan nilai batas minimal pada populasi normal.Sehingga kemungkinan seseorang menderita demam tifoid sangat besar pada nilaiminimal titer tertentu.Diagnosa Pasti : GAL CULTURE ( waktu yg dibutuhkan : +/- 1 minggu ).CARIERSulit untuk menghilangkan sifat ‘carrier’ (titer antibodi dalam darah kita menjadinegatif), mengingat Indonesia Endemik tifoid.Tapi ini tidak masalah. Yang penting tidak jatuh sakit
4. Memehami dan menjelaskan demem tifoid
Definisi
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebkan oleh
salmonella typhi.
Epidemiologi
Demam tifoid menyerang penduduk di semia negara. Seperti penyakit menular lainya,
tifoid banyak ditemukan di negara berkembang yang higiene pribadi dan sanitasi
lingkungan yang kurang baik. Prevalansi kasus bervariasi tergantung dari lokasi,
kondisi lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat.
Etiologi
Penyebab demam tifoid adalah bakteri salmonella thypi. Salmonela adalah bakteri
gram – negatif, tida berkapsul, mempunyai flagela, dan tidak membentuk spora.
Kuman ini mempunyai tiga antigen yang penting untuk pemeriksaan labolatorium,
yaitu :
Antigen O (somatik)
Antigen H (flagela)
Antigen K ( selaput)
Bakteri ini mati pada pemanasan 57MC selama beberapa menit
Penularan
Penularan penyakit adalah melalui air dan makanan. Vektor berupa serangga jug a
berperan dalam penularan penyakit.
Gejala dan tanda
Demam lebih dari tujuh hari adalah gejala yang paling menonjol. Demem ini bisa di
ikuti oleh gejala tidak khas lainya seperti diare, anoreksia, atau batuk. Pada keadaan
yang parah bisa disertai dengan gangguan kesadaran. Komplikasi yang bisa terjadi
adalah perforasi usus, perdarahan usus, dan koma. Diagnosisi ditegakan berdasarkan
adanya salmonela dalam darah melalui kultur.
Pencegahan
Kebersihan makanan dan minuman sangat penting untuk mencegah demam tifoid.
Merebus air minum sampai mendidih dan memasak makanan sampai matang juga
sangat membantu. Selain itu juga perlu dilakukan sanitasi lingkungan termasuk
membuang sampah di tempatnya dengan baik dan pelaksanaan program imunisasi.
5. Memehami dan menjelaskan tentang antibiotika untuk kuman penyebab demam tifoid Pemberian kloramfenikol 100 mg/kg/hari, dibagi 4 dosis, selama 14 hari
FarmakodinamikKloramfenikol bekerja dengan mengahambt sintesis protein kuman. Obat ini terikat pada ribososm subunit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman. FarmakikinetikSetelah pemberian obat oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Jadar puncak dalam darah tercapai dalam 2 jam. Untuk anak biasanya diberikan bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat yangrasanya tidak pahit. Betuk ester ini akan mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol. Pengguanaan klinikDemam tifoid. kloramfenikol tidak lagi menjadi pilihan utama untuk mengibati penyakit tersebut karena tekalah tersedia obat 0obat yang lebih aman sperti siprofloksasin dan seftriakson. Walawpun demikian, pemakaianya sebagai liniu pertama masih dapat dibenarkan bila restitensi belum merupakan masalah.Efek sampingReaksi hematologik. reaksi toksik dengan manifestasi depresi susmsum tulang dan anemia apastik dengan pansitopenia yang ireversibl dan memiliki prognosis sangat buruk.Reaksi saluran ceran. Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan enterokolitisSindrom gay.( dosis tinggi 200mg/kgBB)-mula – mula bayi muntah, tidak mau menyusi, pernafasan cepat dan tidak teratur, perut kembung, sianosis dan diare dengan tinja berwaran hijau dan bayitampak sakit berat.
Pemberian tiamfenikol dewasa 1-2 g sehari dibagi dalam 4 dosis, anak 25-50mg/kgBB sehari dibagi dalam 4 dosisDosis 50mg/kgBB sehari pada minggu pertama , lalu diteruskan 1-2 minggu lagi dengan dosis separuhnya. Tiamfenikol digunakan untuk indikasi yang sama dengan kloramfenikol. Selain itu juga telah diberikan untuk infeksi saluran empedu. Obat ini sebagian besar di eksresikan utuh dalam urin,. Oleh karena itu dosis harus dikurangi pada pasien payah ginjal.Efek samping yang timbul ialah depresi susmsum tulang yang reversibel dan berhubungan dengan besarnya dosisi yang diberikan. Efeksamping yang sering dijumpai ialah depresi eritropoesis. Efek hematologik lainya ialah leukopoenia, trombositipenia dan peningaktan kadar serum iron.
Pemberian amoksilin 100 mg/kg/hari dibagi atas 4 dosisReaksi alergi merupakan bentuk efek samping yang tersering dijumpai pada golongan penisilin .
Pemberian kontrimoksazolDosis pada anak ialah trimetropin 8 mg/kgBB/hari dan sulfametoksazol 40 mg/kgBB/hari yang diberikan dalam 2 dosis. Pemberian pada anak dibawah usia 2 tahun dan pada ibu hamil atau menyusui tidak dianjurkan.Reaksi susunan saraf pusat berupa sakit kepala, depresi, halusinasi, disebabkan oleh sulfonamid.reaksi hematologik lainya ialah berbagai macam anemia ( aplastik,hemolitik dan makrositik),gangguan koagulasi granulositopenia, agranulositosis, purpura dan sulfhemoglobinemia.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Idrus. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Ed 5. Interna Publishing. Jakarta. 2009
Dorlan. Kamus kedokteran edisi 31. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2007
Ganong , W.F. Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2008
Gunawan, Sulistia G. Farmakologi dan Terapi. Ed 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta .2009
Widoyono. Penyakit Tropis. Penerbit erlangga. Jakarta. 2008
http://www.scribd.com/doc/28849028/Widal
xa.yimg.com/kq/groups/15854266/766761054/name/Monograf