Post on 07-Aug-2015
BAB 15
FAKTOR-FAKTOR KESUKSESAN BAGI JAMINAN KUALITAS DALAM ORGANISASI
PERAWATAN KESEHATAN
(Critical Success Factors for Quality Assurance in Healthcare Organizations)
1. Pendahuluan
Di beberapa tahun ini dalam layanan kesehatan, kebutuhan telah menekankan
untuk menggunakan alat manajemen yang meyoroti peran utama professional dan yang
mendukung implementasi kepemimpinan klinis berdasarkan pada otonomi lebih besar
dan pembuatan keputusan dalam manajemen. Ada banyak pendekatan konsep dalam
bidang manajemen klinis: realisasinya dalam ruang organisasi yang ditentukan (Unit
Kliis); sinergi dengan alat manajemen seperti pendekatan proses atau klinis dan definisi
kompetensi; penggunaan pedoman klinis atau penggunaan bukti ilmiah sebagai jaminan
keefektifan klinis; hubungan antara professional dan pasien dimana model yang lebih
proaktif mendukung gunanya bantuan keputusan pasien yang mendorong partisipasi
dalam pembuatan keputusan bersama, dimana dimensi-dimensi inti kualitas perawatan
kesehatan seperti keberlanjutan dan keamanan dijamin.Manajemen klinis dapat
didefinisikan sebagai kemampuan professional kesehatan untuk mengatur sumber daya
yang mereka gunakan dalam praktek klinis secara efisien dan efektif (Torres-Olivera&
Reyes-Alcazar, 2011).
2. Critical Success Factors
Critical Success Factors(CSF) adalah fitur khusus lingkungan internal atau eksternal
yang penting bagi hal tersebut untuk mencapai tujuan. Faktor itu sangat kritis jika
pemenuhannya penting untuk mencapai tujuan-tujuan ini, sehingga membutuhkan
tindakan dari sector-sektor yang termasuk di dalamnya. Faktor kesuksesan kritis yang
dapat menentukan perkembangan manajemen klinis yang sesuai dapat dirangkum
sebagai berikut:
2.1 Perawatan yang berpusat pada pasien.
Fokus perawatan kesehatan adalah warga Negara, sehingga pendekatan
terhadap intervensi harus didasarkan pada kebutuhan dan harapan mereka. Untuk
mencapai ini, kebutuhan dan harapan ini harus dicari dan dipahami.
Saat ini, pengaturan klinis lebih terbuka. Kepercayaan tradisional organisasi jasa
mengenai perubahan dalam lingkungan mereka tidak dapat diterapkan pada layanan
kesehatan yang diilhami dengan kepentingan diri teknis, penjagaan proses informasi dan
komunikasi satu sisi. Dari pandangan manajemen klinis, model perawatan yang
berpusat pada pasien membawa elemen-elemen tertentu mengenai tanggung jawab
bagi pasien. Elemen-elemen tersebut memutuskan dengan sempurna perubahan arah
yang harus diambil unit klinis atau departemen klinis untuk mengembangkan rencana
manajemen klinis, yang pada dasarnya meliputi:
Mengetahui pengguna dan pengguna potensial layanan kesehatan.
Mengetahui tingkat kepuasan antar pasien yang telah menggunakan unit klinis
atau departemen klinis dan menggunakan informasi ini untuk mendeteksi area
peningkatan dan pengembangan.
Dengan memberikan informasi yang cukup dan akurat, mempromosikan
kesempatan partisipasi dan pembuatan keputusan bersama, dan dengan sesuai
menangani prosedur bagi bantuan persetujuan yang diinformasikan dan bantuan
keputusan pasien.
Kelemahan, untuk menbawa hasil unit atau departemen klinis terhadap
perhatian masyarakat, channel komunikasi terbuka yang mendukung transmisi
informasi danpengetahuan, dan mendorong partisipasi melalui jaringan social,
forum pasien, dll.
2.2. Kepemimpinan
Kepemimpinan klinis terpusat pada strategi manajemen klinis. Pentingnya peran
yang dimainkan dengan kepemimpinan klisnis dikenali oleh agensi pemerintah
yang bertanggung jawab untuk memastikan kualitas perawatan. Joint Comission
berbicara mengenai “kepemimpinan efektif” yang menentukan kelebihan dan
konsistensi kinerja di area-area seperti perencanaan, manajemen, koordinasi,
ketentuan dan peningkatan layanan kesehatan (Joint Comission Resources, 2009).
Akan tetapi, kepemimpinan ini bukanlah factor isolasi dan membutuhkan
dukungan lain. Kedua aspek pemberdayaan, structural dan psikologis, memberikan
kepemimpinan dengan alat kinerja yang meningkatkan pekerjaan individu dan
konteks kerja dimana mereka berada.
Sehingga, para pemimpin professional harus didorong dalam semua aspek,
sehingga membuatkan para stakeholder para dokter dengan tujuan-tujuan
organisasi, memperjuangkan komitmen bagi mereka dan menyediakan
kemepimpinan efektif dengan alat dari struktur manajemen. Proses ini melibatkan
kebutuhan menentukan peta kompetensi, sikap dan/atau pengetahuan dan
kemampuan, professional perawatan kesehatan harus bergabung.
Alat bagi Manajemen Rencana Perkembangan Individu telah didisain dan
diimplementasikan yang membiarkan perbedaan kompetensi dikenal antar
professional unit klinis. Interaksi dengan manajer pusat perawatan kesehatan lain
dan struktur politik system perawatan kesehatan ditekankan sebagai salah satu
atribut inti yang menentukan kepemimpinan klinis, menurut Christian dan Norman
(1998).
Dalam topic ini, harus diingat bahwa Observatorium untuk Kualitas Pelatihan
Kesehatan-Spanyol, dengan menggunakan alat bagi Manajemen Rencana
Pengembangan Individual, telah menentukan peta kompetensi manajer atau
direktur Unit Klinis Sistem Kesehatan Masyarakat Andalusian. Peta ini berisi 26
praktek spesifik dan 106 syarat dengan tingkat pencapaian berbeda (dari penting ke
strategis) dalam 12 kompetensi kunci: (1) Sikap pembelajaran dan peningkatan
berkelanjutan (2) kapasitas Ilmiah dan klinis, (3) Kapasitas pembuatan keputusan,
(4) komunikasi, (5) Manajemen dan Perencanaan, (6) Promosi pengembangan
professional, (7) Manajemen Kualitas keamanan klinis, (8) Manajemen Sumber daya
efisien, (9) Inovasi dan Kepemimpinan, (10) Promosi penelitian dan pengajaran,
(11) Pedoman bagi warga Negara, (12) Hasil-orientasi.
2.3. Kerja Tim
Kepentingan dan keefektifan dalam proses perawatan kesehatan telah dipelajari
secara luas dalam decade terakhir. Dalam pandangan penulis bab ini, kerja tim akan
memainkan peran penting dalam keefektifan hasil yang diperoleh dalam praktek
klinis. Dengan kata lain, kapasitas professional kesehatan dalam unit klinis khusus
untuk mengintegrasi akan secara langsung dikaitkan dengan keefektifan klinis
mereka dan kemampuan pembuatan keputusan. Kerja tim mendorong rasa
kepemilikan dan perbedaan sebagai elemen memotivasi.
2.4. Otonomi dan Tanggung Jawab
Kemampuan untuk membuat keputusan mengenai sumber daya dalam praktek
klinis adalah konsep utama manajemen klinis. Permintaan otonomi dan tanggung
jawab bagi unit klinis brakar dari keuntungan yang telah secara empiris
didemonstrasikan dalam bidang professional (Schulz dkk. 1991, Akre dkk. 1997,
Kapur dkk. 1999). Focus utama analisis ini telah mengenai kemampuan professional
dan unit klinis untuk menentukan atau membentuk strategi klinis mereka sendiri
dan pengujian kinerja mereka sendiri.
Ada tradisi manajer yang mendelegasikan tugas dan tanggung jawab kepada
professional perawatan kesehatan, walaupun ini keputusan klinis yang memiliki
lebih banyak pengaruh langsung pada konsumsi sumber daya. Sehingga, penting
menggabungkan gaya manajemen baru dimana peran utama manajer adalah
memfasilitasi proses perawatan kesehatan dan mendukung operasi unit klinis.
Dilain pihak, professional harus diperkenalkan dan dilatih dalam berbagai berbagai
kompetensi yang mendukung partisipasi mereka dan keterlibatan mereka dalam
pembuatan keputusan pada penggunaan sumber daya.
2.5. Perhatian dari Pandangan Proses Terpadu
Dalam masyarakat informasi saat ini, warga Negara memainkan peran utama
bahwa harapan mereka berdampak pada mode tindakan organisasi pemberian layanan.
Kemungkinan menerima perawatan kesehatan komprehensif dan berkelanjutan
menghadapi sejumlah kesulitan, sangat disebabkan oleh bagaimana layanan kesehatan
diatur.
Segmentasi departemental mungkin seharusnya lebih pada minat para manajer
dan professional dari pada kebutuha para pengguna. Dilain pihak, jika harapan warga
Negara mengenai apa yang mereka minta dari organisasi perawatan kesehatan,
khususnya jika mereka masyarakat umum, diteliti secara mendalam, ini dilihat bahwa
mereka mengekspresikan keinginan perawatan kualitas lebih tinggi dalam hal akses,
keefektifan, keamanan dan informasi.
Pendekatan terintegrasi terhadap proses perawatan ini harus mengejar tujuan
berikut: (1) memastikan keberlanjutan perawatan melalui visi perawatan kesehatan
berkelanjutan dan visi bersama. (2) mengadaptasi struktur fungsional layanan terhadap
kebutuhan dan permintaan warga Negara, (3) menghubungkan usaha professional bagi
tujuan akhir, hasil pasien, tanggung jawab bersama, (4) menempatkan Sumber daya
(biaya) di tempat yang tepat (keuntungan lebih besar).
Manajemen proses diatur melalui sejumlah elemen kunci, seperti: (1)
pendekatan berpusta pada pengguna, (2) keterlibatan lebih besar mengenai
professional perawatan kesehatan, (3) dukungan dari bukti ilmiah terbaik yang tersedia,
dan (4) penggunaan system informasi terpadu. Manajemen proses berusaha untuk
memastikan keberlanjutan perawatan di sepanjang waktu dan diharapkan mencari
layanan khas dan terkoordinasi, menghindari fragmentasi perawatan pada tingkat ganda
(Consejería de Salud - Regional Ministry of Health, 2001).
Manajemen proses terintegrasi merupakan pendekatan terhadap perawatan
kesehatan yang mengkoordinasi sumber daya lintas system kesehatan (Fernández,
2003). Proses yang memetakan unit klinis atau departemen klinis akan menentukan
portfolio layanan dan karakteristik kualitasnya, dan juga membentuk roadmap bagi
pasien dalam pengaturan perawatan kesehatan dan membentuk kompetensi yang harus
dikembangkan oleh para professional (Mora Martínez, 2002).
2.6. Kompetensi Profesional
Istilah competence atau kompetensi dalam pengertian ini berdasarkan David
McClelland, seorang psikolog di Universitas Harvard, ahli dalam teori motivasi, yang
menerbitkan artikel di tahun 1973 yang menyebabkan perubahan radikal saat itu. Dari
perspektif ini, penentuan kompetensi professional dan generasi pelengkap yang
mengatur mereka, menjadi kunci melanjutkan perkembangan professional (Reyes-
Alcázar et al., 2011).
Peta kompetensi professional perawatan kesehatan harus diatur sebagai Standar
Emas yang berisi pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diinginkan untuk
mengembangkan praktek klinis yang unggul. Kompetensi tipikal mungkin berisi
seperangkat kompetensi kunci untuk pekerjaan khusus dan praktek-praktek terbaik
yang harus dikembangkan untuk kinerja optimal dalam pekerjaan itu. Sehingga,
kompetensi harus bertemu dengan kriteria tertentu: (1) mempertimbangkan konsep, (2)
mengenali hasil yang diinginkan dalam tingkat perkembangan, pencapaian atau
keunggulan tugas atau fungsi, (3) menghubungkan tingkat perkembangan setiap tugas
atau fungsi dengan kinerja, syarat atau kriteria bukti, (4) memasukkan area-area
tanggung jawab professional.
Dengan pertimbangan dengan peta kompetensi, professional unit perawatan
kesehatan dapat melaksanakan proses penilaian diri untuk membentuk perbedaan
kompetensi, dan menghasilkan rencana perkembangan professional individu yang akan
menentukan proses pelatihan dan pembelajaran yang dibutuhkan bagi perkembangan
mereka.
Salah satu proyek terpenting saat ini dibawah perkembangan dalam bidang
manajemen kompetensi dilaksanakan di Andalusia (Spanyol) oleh Agensi Andalusian
bagi Kualitas Perawatan Kesehatan bagi Pelayanan Kesehatan Masyarakat sejak tahun
2006. Dalam Model Manajemen Kompetensi Sistem Kesehatan Masyarakat,
Accreditation atau Akreditasi didefinisikan sebagai pengenalan, eksplisit dan public
menemukan syarat penting bagi perawatan kesehatan, dan juga awal garis peningkatan
berkelanjutan oleh professional (Almuedo-Paz et al, 2011).
2.7. Orientasi Hasil
Perhatian yang berorientasi hasil dalam manajemen klinis adalah bahwa para
penulis telah menyatakan bahwa “manajemen perawatan kesehatan tidak dapat
digambarkan tanpa pengukuran hasil” (Marín-León,2011: 90). Dalam hal ini, unit
perawatan kesehatan harus memiliki Balanced Scorecard untuk mengumpulkan
informasi dalam bentuk ringkasan, mengenali area-area peningkatan dan membiarkan
unit untuk membentuk proses benchmarking.
Menurut Keller dkk (2002), program evaluasi terintegrasi dan perencanaan
berorientasi pada hasil terdiri dari dua elemen mendasar. Pertama, melibatkan
pemilihan tujuan, yang akan menjelaskan tujuan yang akan dicapai. Kedua, melibatkan
pendisainan strategi khusus untuk memudahkan pencapaian tujuan yang dikenali.
Balanced Scorecard yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton di tahun 1992
telah memperoleh popularitas besar baru-baru ini. BSC merupakan system hubungan
penyebab antara indicator gabungan (area kinerja inti) yang memadukan sejumlah
besar informasi (Indikator kierja kunci) ke dalam metric tunggal yang dipahami dengan
mudah (Lovaglio, 2011).
Keberadaan indicator tingkat strategis dan operasional dalam fasilitas unit klinis
yang mendisain orientasi hasil yang lebih akurat, dan sehingga struktur manajemen
dapat mendasari Misi tersebut, Visi dan Nilai unit dengan hasil yang diinginkan.
Singkatnya, dengan mendukung orientasi hasil dalam unit perawatan ksehatan
memberikan empat hasil dasar yang berfokus pada peningkatan kualitas: 1) Seperangkat
indicator yang dapat disubyekkan pada perbandingan longitudinal sepanjang waktu; 2)
Seperangkat indicator lain mengenai kualitas dengan perawatan yang diberikan bagi
pengguna/pasien; 3) Peta area yang membutuhkan peningkatan; 4) Kemungkinan
membentuk proses standar perbandingan dengan unit terbaik, atau dengan kata lain,
memonitor kinerja dengan menggunakan kriteria benchmarking atau pentolokukuran.
2.8. Kapasitas Penilaian diri dan penilaian eksternal
Konsep Peningkatan Kualitas Berkelanjutan (CQI) harus menyerap seluruh
perkembangan manajemen klinis. Beberapa organisasi dan agensi internasional,
nasional dan regional terpenting yang didedikasikan pada akreditasi unit perawatan
kesehatan dan pusat-pusat perawatan kesehatan adalah berikut ini. Pertama,
Masyarakat Internasional bagi Kualitas dalam Perawatan Kesehatan (ISQua) yang
merupakan organisasi non-profit yang muncul di tahun 1986.
Pendeknya, penilaian eksternal unit perawatan kesehatan melalui akreditas
berarti sertifikasi pemenuhan dengan standar kualitas yang ditentukan sebelumnya oleh
organisasi eksternal. Seperti yang dibahas sebelumnya, ada sejumlah kualitas signifikan
yang mengakreditasikan atau mensertifikasikan agensi atau organisasi di Negara-negara
berbeda, beberapa masyarakat umum tapi sebagian besar entitas pribadi mereka.
Pendekatan mereka berbeda walaupun berbeda walaupun istilah referensi (standar)
sangat sama. Perbedaan mendasari terutama dalam bidang akreditas, (a) mengenai
bagaimana proses penilaian diri diatur, (b) mengenai apakah proses penilaian itu
sistemis atau terfragmen, (c) dalam kemungkian menggunakan informasi yang
dihasilkan dari proses sertifikasi.
3. Kesimpulan
Manajemen klinis mendorong kapasitas organisasi diri dan otonomi professional,
ini menstimulasi akuntabilitas dalam manajemen sumber daya yang digunakan dalam
praktek klinis, dan ini menanamkan budaya peningkatan dan orientasi hasil
berkelanjutan. Sehingga memfasilitasi disain organisasional yang lebih dapat diadaptasi
bagi kebutuhan professional dan warga Negara.
Faktor-Critical Success Factorsyang dapat menentukan perkembangan
manajemen klinis yang sesuai dapat dirangkum berikut ini:
1. Mengorientasikan layanan kesehatan bagi warga Negara dan pasien, meneliti
kebutuhan dan harapan mereka, mendukung partisipasi mereka dengan
menyediakan informasi akurat dan berkualitas.
2. Membentuk tim multidisiplin yang memberikan respon terintegrasi dan
berbagi tujuan bersama
3. Membentuk persetujuan procedural dengan manajemen korporat yang
dengan jelas mengatur komitmen kedua pihak, perjanjian yang menandai
kapasitas lebih besar untuk pembuatan keputusan dan akuntabilitas lebih
besar pada bagian unit klinis dan departemen klinis.
4. Menentukan seperangkat proses perawatan kesehatan unit klinis dan
departemen klinis yang mengarahkan karakteristik kualitas mereka dan poin
keamanan kritis mereka.
5. Menentukan peta kompetensi professional bagi anggota perawatan
kesehatan, departemen dan organisasi, yang membiarkan rencana
perkembangan individu dan rencana pelatihan khusus untuk dibentuk.
6. Mengatur indicator sehingga hasil perawatan kesehatan, kepuasan,
manajemen sumber daya efisien dan benchmarkin dapat diukur.
7. Mendukung penilaian diri dan menyampaikannya pada proses akreditasi
periodic dan/atau penilaian kualitas eksternal.
Dengan mempertimbangan factor kesuksesan kritis yang diuraikan diatas,
rencana manajemen bagi departemen atau unit klinis dapat didekati dengan jaminan
kesuksesan. Ini melibatkan: optimisasi pengetahuan yang ada dalam organisasi dan
menempatkannya pada pelayanan warga Negara. Dengan meningkatkan kualitas dalam
proses perawatan kesehatan melalui perkembangan kompetensi professional selanjutnya
dalam diri mereka. Dan akhirnya, menggunakan visi organisasi berbeda untuk
mengorientasikannya pada proses, dengan mendesentralisasikan pembuatan keputusan
dan mendukung keterlibatan professional lebih besar dalam tujuan korporat.