Post on 27-Apr-2019
Citra Niaga terletak di Samarinda ibukota propinsi Kalimantan Timur
Samarinda terletak ditepi sungai Mahakam. Pendapatan utama daerah
Samarinda diperoleh dari eksplorasi minyak dan penghasil utama kayu
di Indonesia.
Adanya kegiatan perekonomian tersebut menyebabkan migrasi yang
tinggi dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Kalimantan
Selatan.
Populasi tahun 1971 137.918 jiwa sedangkan populasi tahun 1987
343.198 jiwa. Para pendatang bermata pencaharian sebagai PKL
(Pedagang Kaki Lima). Perkembangan PKL tahun 1983 berjumlah 1000
PKL. Tahun 1985 berjumlah 5000 PKL dan akhir tahun 1985 berjumlah
6000 PKL
Kota Samarinda tidak mempunyai persediaan perumahan yang dapat
mencukupi kebutuhan bagi kaum migran. Sehingga muncul slum dan
squater.
Kondisi iklim panas 290 C kelembaban tinggi 80% dengan curah hujan
1750-2000mm/tahun menyebabkan kondisi daerah slum tidak bersih dan
tidak nyaman.
LOKASI
Luas lahan : 2,7 hektar
Status lahan : Milik pemerintah
Peruntukkan : Fasilitas publik (Taman Hiburan Gelora
dan Pasar) dibangun tahun 1968 kemudian
terbakar
Kondisi lahan : Permukiman kumuh masyarakat
pendatang dan kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah
Topografi datar
Berada pada kawasan komersial urban development
Dekat dengan Jalan raya yang relatif ramai
KONDISI EKSISTING
• Munculnya daerah slum menyebakan kawasan
tersebut menjadi kumuh dan tidak teratur
• Pemerintah ingin menata kawasan namun
pedagang kaki lima ingin tetap tinggal dilokasi
• Tidak ada dana pemerintah untuk membangun
PERMASALAHAN
RENEWAL PROJECTDeveloper: P.T. Pandurata Indah (Didik Soewandi, Director)
Arsitek: Antonio Ismael Risianto, PT Triaco
PT Griyantara Architects
Users: Koperasi Pedagang Pasar
Client: Pemerintah Daerah Samarinda
Sponsor: Institute for Development Studies, Jakarta
Waktu: 1984-1986
Total biaya: Rp. 7,5 milyar
RENEWAL PROJECT• Pembangunan terpadu : perumahan, komersial, rekreasi dan fasilitas
umum
• Rehabilitasi dengan struktur baru yang memperhatikan :
1. Keberlangsungan lokasi
2. Mencegah kerusakan lebih meluas
3. Kelompok-kelompok masyarakat yang harmonis tidak ada
segregasi.
4. Meningkatkan ekonomi masyarakat
• Kerjasama antara developer swasta, pemerintah, LSM dan
komunitas masyarakat setempat (hak kelola tanah THG diserahkan
pada pemerintah Kodya Dati. II Samarinda. Selanjutnya, pihak
Pemda memberi kesempatan kepada swasta untuk membangun
pertokoan di atas sebagian lahan tersebut dan pihak swasta
bersedia menyisihkan sebagian keuntungannya untuk membangun
tempat permanen bagi pedagang kaki lima di sekitarnya)
TAHAPAN PROYEK
Tahap I Tahap II Tahap III Total
Ruko 58 27 56 141
Kios - 25 54 79
PKL - 224 - 224
Sedangkan fasilitas pendukung seperti tower (sebagai focal
point), WC umum, bale-bale (open space), parkir dan
pengaturan lalu lintas dilakukan pada tahap II dan III
PENDANAANDana berasal dari pihak swasta. Dari hasil penjualan ruko dilakukan subsidi
silang untuk pembangunan kios PKL yang diberikan gratis kepada para PKL
HASIL• 224 kios pedagang kaki lima
• 25 toko kecil untuk kelompok
masyarakat menengah kebawah
• 54 plaza shops untuk kelompok
masyarakat menengah keatas
• 141 rumah toko/ruko
• Infrastruktur yang memadai
• adanya facility sharing untuk mengelola
fasilitas bersama secara gotong royong.
• 1 panggung hiburan dan area terbuka,
kantor badan pengelola yang berbentuk
menara.
HASIL
Ruko
PertokoanKios PKL
CITRA NIAGA
CITRA NIAGA
RUMAH TOKO
KIOS KERAJINAN
KIOS KERAJINAN
PEDAGANG KAKI LIMA
SHOPING CENTRE
SUASANA CITRA NIAGA (pada malam hari)
EFEK PROGRAM• Contoh keberhasilan proyek land sharing bagi kelompok
sosial dan tingkat pendapatan masyarakat yang berbeda
• Memberi hak kepada PKL untuk memiliki properti
• Mengelola kesemrawutan permukiman kumuh
• Membangun ruang terbuka dan pusat belanja ditengah kota
• kemacetan lalu lintas dapat diatasi
• barang komoditi yang diperdagangkan bertambah (sehingga
penghasilan PKL bertambah pula)
• terwujud suatu konsep perdagangan yang menumbuhkan
daya tarik yang lebih merakyat, informal, spontan, adanya
rasa memiliki dan terbuka, sehingga tempat ini banyak
dikunjungi oleh berbagai golongan, mulai dari menengah ke
bawah sampai menengah ke atas.
KESIMPULAN• Kemungkinan untuk membangun tanpa merelokasi
populasi asli
• Pembangunan bukan kewajiban pemerintah, tetapi perlu
partisipasi dari seluruh masyarakat
Citra Niaga 2004