Post on 05-Jan-2016
description
cerita pahlawan
cerita soekarno
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir
di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya
bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa
hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati
mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri
Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita
turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika..
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar.
Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar
Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan
sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah
menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke
Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi
yang sekarang menjadi IT. Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai
Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya,
Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929.
Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia
Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih
maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun
dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo
dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang
ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta
memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI
tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang
disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad
Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus
1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang
pertama.
Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi
dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan
nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika,
dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang
kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.Pemberontakan G-30-S/PKI
melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas
pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat
Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia
meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan
dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai.
Pemerintah menganugerahkannya sebagai “Pahlawan Proklamasi”.
Nama:Ir. SoekarnoNama Panggilan:Bung KarnoNama Kecil:Kusno.Lahir:Blitar, Jatim, 6 Juni 1901Meninggal:Jakarta, 21 Juni 1970Makam:Blitar, Jawa TimurGelar (Pahlawan):ProklamatorJabatan:Presiden RI Pertama (1945-1966)Isteri dan Anak:Tiga isteri delapan anakIsteri Fatmawati, anak: Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan GuruhIsteri Hartini, anak: Taufan dan BayuIsteri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto, anak: Kartika.
Ayah:Raden Soekemi SosrodihardjoIbu:Ida Ayu Nyoman RaiPendidikan:HIS di Surabaya (indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam)HBS (Hoogere Burger School) lulus tahun 1920THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB) di Bandung lulus 25 Mei 1926
Ajaran:MarhaenismeKegiatan Politik:Mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia) pada 4 Juli 1927Dipenjarakan di Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929Bergabung memimpin Partindo (1931)Dibuang ke Ende, Flores tahun 1933 dan Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.Merumuskan Pancasila 1 Juni 1945Bersama Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945
cerita pahlawan
cerita bung hatta
Salah satu proklamator kita, Bung Hatta, jika beliau masih hidup, tanggal 12 Agustus
2008 ini akan memasuki usia 106 tahun. Berprinsip Teguh Dua kali kejadian dimana
terjadi pertentangan antara bung Hatta dan bung Karno yg ternyata memberi dampak
sangat besar terhadap perjalanan bangsa ini, dimana dalam kedua hal tsb bung Hatta
memilih utk mengalah. Saat mundurnya bung Hatta desember 1956 , karena tak setuju
dengan cara bung Karno memimpin negara , serta perdebatan mereka sebelumnya
saat Indonesia belum merdeka. Sebelumya dalam buku sejarah ada dinyatakan bahwa
belia berdua pernah berbeda pendapat mengenai bagaimana bangsa ini hendak
dibangun, bagaimana kemerdekaan hendak diraih, beberapa tahun sebelum indonesia
merdeka. Bung Karno bilang kita perlu bangsa yang berani, revolusioner, penuh
semangat utk meraih kemerdekaan, sedangkan bung Hatta berpendapat bahwa kita
perlu mencerdaskan, memberi pencerahan pada bangsa Indonesia utk menyongsong
kemerdekaan nya, intinya bung Hatta menyatakan pentingnya pendidikan. Namun saat
itu, bung Karno tetap bersikukuh dengan pendapatnya, dan dengan gentleman nya ,
bung Hatta pun mengalah .... Bukti sejarah kemudian menyatakan , bahwa apa yg
dinyatakan bung Hatta benar adanya , memang benar pada masa kemerdekaan th 45,
bangsa yg bersemangat tinggi, revolusioner bisa meraih kemerdekaan, tapi untuk
selanjutnya mereka melupakan pendidikan / pencerdasan. Dari sejarah kita belajar, ada
2 ide besar bung Hatta yg tak terwujud, karena ia mengalah pada bung Karno , dan
sampai saat ini kemajuan bangsa ini masih terbelenggu karena 2 hal tsb (pendidikan yg
kurang dan demokrasi yg kurang baik ) Berkarya Nyata Bung Hatta merupakan tokoh
yang selalu berkarya nyata. Salah satu karya monumental beliau adalah bentuk
koperasi. Pemikiran ini dituangkan pada pembentukkan koperasi pengusaha batik,
yang akhirnya sukses sampai saat ini. Koperasi tersebut berhasil mendorong
kemajuan bagi pengusaha batik dan memberi mereka kesempatan untuk memperluas
usaha dengan ekspor. Karya-karya lainnya adalah berbentuk tulisan. Dalam
pembuangan pun, Hatta secara teratur menulis artikel-artikel untuk surat kabar.
Honorariumnya cukup untuk biaya hidup di Tanah Merah (Digoel-Papua) dan dia dapat
pula membantu kawan-kawannya. Rumahnya di Digoel dipenuhi oleh buku-bukunya
yang khusus dibawa dari Jakarta sebanyak 16 peti.
cerita pahlawan
cerita soedirman
SOEDIRMAN, salah seorang pahlawan nasional dan simbol Tentara Nasional
Indonesia (TNI) bukanlah nama yang asing di telinga. Ia mendapat tempat istimewa
dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia karena menjabat panglima angkatan
bersenjata pada awal berdirinya republik ini. Namun, pengetahuan tentang Soedirman
yang diberikan bangku sekolah tidak pernah cukup mendalam. Sementara ketersediaan
literatur yang membahas Soedirman secara khusus jumlahnya tidak memadai.
Dalam kurun waktu 25 tahun pertama pascakemerdekaan, tercatat hanya ada satu
buku saja yang menempatkan Soedirman sebagai pokok bahasan, yaitu "Djenderal
Soedirman Pahlawan Kemerdekaan" (1963) yang ditulis Solichin Salam. Selebihnya
pembahasan tentang Soedirman selalu hanya merupakan pelengkap bagi kerangka
bahasan lain seperti tentang gerakan Pemuda Muhammadiyah, kepanduan Hizbul
Wathan, perang revolusi kemerdekaan, tentara, politik militer, hingga tentang Tan
Malaka.
Baru sekitar tahun 1980-an mulai bermunculan buku yang membahas Soedirman
secara lebih spesifik, seperti "Perjalanan Bersahaja Jenderal Sudirman" karya SA
Soekanto (1981), "Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman: Pemimpin Pendobrak
Terakhir Penjajahan di Indonesia, Kisah Seorang Pengawal" (1992) yang ditulis
Tjokropranolo, mantan Gubernur DKI Tahun 1977-1982, atau "Panglima Besar Jenderal
Sudirman Kader Muhammadiyah" (2000) karya Sardiman AM. Meskipun cukup banyak
kuantitasnya, namun sebagian besar buku yang hadir tersebut cenderung mengaitkan
tokoh ini dengan dunia ketentaraan dan lebih berupa memoar atau biografi Soedirman
sebagai seorang tokoh.
Sedikit saja buku seperti "Genesis of Power General Sudirman and the Indonesian
Military in Politics 1945-49" (1992) yang ditulis Salim Said, yang mengupas sikap dan
pandangan politik Soedirman secara lebih mendalam, baik menyangkut penentangan
Soedirman terhadap langkah politik pemerintah yang menjalin kerja sama dengan
Belanda, tentang langkah-langkah politis yang diambil Soedirman dalam rangka
mengedepankan sikap politiknya, dan keterkaitan Soedirman dengan Peristiwa 3 Juli
1946. Umumnya jika sampai pada pembahasan tentang hal tersebut, penulis-penulis
cenderung "melindungi" keterlibatan Soedirman dalam peristiwa yang diyakini sebagai
upaya coup d' ètat dan "membersihkan" kecenderungan ideologi kiri Soedirman dengan
berbagai alasan.
Fakta sejarah tersebut memang rawan dibicarakan ketika rezim yang berkuasa
bersandar pada kekuatan militer yang mengangkat Soedirman sebagai panglima
besarnya. Tak ayal lagi, ketika buku yang menganalisis Peristiwa 3 Juli 1946 terbit,
pemerintah Orde Baru langsung membelenggu peredarannya lewat daftar cekal
Kejaksaan Agung (Kejagung). "Tingkah Laku Politik Panglima Besar Soedirman", buku
yang mengangkat Peristiwa 3 Juli 1946 sebagai fokus bahasan, memaparkan
pergolakan internal para elite politik Indonesia pada awal kemerdekaan dengan titik
berat telaah pada pandangan dan sikap politik yang diambil Soedirman selaku panglima
besar dalam menanggapi berbagai situasi politik yang berkembang saat itu.
Panglima Besar Soedirman" merupakan kumpulan beberapa tulisan, di antaranya
tulisan dua pelaku sejarah bangsa ini yaitu Abdul Haris Nasution dari kalangan militer
dan Roeslan Abdulgani yang mewakili unsur sipil yang turut berjuang dalam perang
kemerdekaan. Selain itu, termaktub pula analisis terhadap Peristiwa 3 Juli 1946 dari SI
Poeradisastra, sejarawan dan Guru Besar UI, dan rangkuman dari Sides Sudyarto DS,
pemenang sayembara puisi Prasasti Ancol tahun 1977 dan mantan wartawan yang
pernah bergabung di Kompas tahun 1974-1981.
Buku yang pertama kali dicetak sebanyak 5.000 eksemplar dan diluncurkan sekitar
awal tahun 1984, ini tamat riwayat peredarannya di masyarakat kurang lebih enam
bulan kemudian, tepatnya tanggal 28 Agustus 1984, setelah diharamkan oleh
Kejaksaan Agung (Kejagung) lewat fatwa No 167/JA/8/1984. Menurut Sides, editor
buku itu yang sempat diinterogasi Kejagung sebanyak sembilan kali, tidak ada alasan
formal yang menjadi landasan pencekalan buku yang bermuatan fakta sejarah tersebut.
Dalam "Tingkah Laku Politik Panglima Besar Soedirman", Nasution menuangkan
pengalaman pribadi sebagai prajurit di lapangan yang langsung menerima perintah
Soedirman. Sebagai seorang bawahan, ia lebih banyak menyoroti kepemimpinan
Soedirman sebagai panglima besar dalam menyikapi berbagai kondisi politik bangsa
dan menghindari pembahasan tentang Peristiwa 3 Juli 1946. Meskipun begitu, ia
mengakui bahwa dirinya berseberangan pendapat dengan Soedirman dalam persoalan
"Reorganisasi-Rasionalisasi" (Re-Ra) tentara yang merupakan imbas dari Perjanjian
Renville tahun 1948.
Dalam mengulas Soedirman, Abdulgani menempatkan panglima besar tersebut dalam
konteks pertikaian ideologi yang mendominasi kala itu. Meskipun dalam Peristiwa 3 Juli
1946 di Yogyakarta Soedirman dituduh membantu upaya coup d' ètat terhadap duet
Soekarno-Hatta, dengan membebaskan orang-orang dari kelompok Marxisme-
Leninisme independen (Tan Malaka) yang ditahan di Penjara Wirogunan, namun
menurut Abdulgani tekad untuk mempertahankan kemerdekaan dan loyalitas terhadap
negara tetap dipegang teguh Soedirman yang secara historis masuk dalam kelompok
Islamisme, namun bukan aliran yang fanatik dan intoleran. Walaupun sempat
berseberangan pandangan politik dengan pemerintah yang saat itu dikuasai kelompok
Marxisme-Liberalisme moderat (Amir Sjarifuddin dan Sjahrir), Soedirman tidak
memanfaatkan posisi panglima besar yang strategis untuk menggulingkan pemerintah
resmi Soekarno-Hatta.
Poeradisastra sebagai seorang sejarawan berupaya obyektif dalam melihat fakta
Peristiwa 3 Juli 1946. Analisis terhadap rangkaian kejadian, proses sidang di
Mahkamah Agung, kesaksian Soedirman, serta pernyataan dan pembelaan dari para
pelaku yang terlibat dalam peristiwa itu, seperti Iwa Koesoema Soemantri, Ahmad
Soebardjo, dan M Yamin dari kubu Persatuan Perjuangan yang berafiliasi pada Tan
Malaka, melahirkan satu kesimpulan bahwa telah terjadi tawar-menawar antara
Soedirman dengan para anggota Kabinet Sjahrir yang secara coute que coute
membentuk pra-anggapan peristiwa tersebut sebagai suatu coup d' ètat.
Meskipun Poeradisastra tidak mengingkari keterlibatan Soedirman dalam Peristiwa 3
Juli 1946, namun ia yakin Soedirman melakukan negosiasi tersebut untuk
menyelamatkan keutuhan komando tentara saat itu. Sejarah membuktikan, Soedirman
tetap menjaga manunggalnya tentara dengan pemerintah. Ia mengorbankan hati
nuraninya yang tidak setuju dengan keputusan pemerintah untuk berkompromi dengan
Belanda demi persatuan negara dan membayar beban psikologisnya dengan
kesehatan yang kian hari semakin memburuk.
Upaya meminta Soekarno mengubah susunan Kabinet Sjahrir dan menerima minimum
program Persatuan Perjuangan 7 pasal yang dikenal dengan Peristiwa 3 Juli 1946,
memang tidak dibahas secara mendalam dalam wacana sejarah Indonesia selama ini.
Padahal, peristiwa tersebut jelas melibatkan Soedirman yang disinyalir mendukung
Persatuan Perjuangan yang berada di bawah komando Tan Malaka. Kedekatan dan
kesamaan visi Soedirman dengan Tan Malaka yang oleh Orde Baru dituding sebagai
komunis mengindikasikan ideologi yang dianut Soedirman.Hal inilah yang coba ditutupi
rezim Orde Baru yang berdiri di atas kekuatan militer. Bagaimana publik akan bereaksi
jika menyadari fakta bahwa Panglima Besar TNI adalah seorang sosialis!
cerita pahlawan
sisingamangaraja XII
Ketika Sisingamangaraja XII dinobatkan menjadi Raja Batak, waktu itu umurnya baru
19 tahun. Sampai pada tahun 1886, hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda
kecuali Aceh dan tanah Batak yang masih berada dalam situasi merdeka dan damai di
bawah pimpinan Raja Sisingamangaraja XII yang masih muda. Rakyat bertani dan
beternak, berburu dan sedikit-sedikit berdagang. Kalau Raja Sisingamangaraja XII
mengunjungi suatu negeri semua yang “terbeang” atau ditawan, harus dilepaskan.
Sisingamangaraja XII memang terkenal anti perbudakan, anti penindasan dan sangat
menghargai kemerdekaan. Belanda pada waktu itu masih mengakui Tanah Batak
sebagai “De Onafhankelijke Bataklandan” (Daerah Batak yang tidak tergantung pada
Belanda.
Tahun 1837, kolonialis Belanda memadamkan “Perang Paderi” dan melapangkan jalan
bagi pemerintahan kolonial di Minangkabau dan Tapanuli Selatan. Minangkabau jatuh
ke tangan Belanda, menyusul daerah Natal, Mandailing, Barumun, Padang Bolak,
Angkola, Sipirok, Pantai Barus dan kawasan Sibolga.
Karena itu, sejak tahun 1837, Tanah Batak terpecah menjadi dua bagian, yaitu daerah-
daerah yang telah direbut Belanda menjadi daerah Gubernemen yang disebut
“Residentie Tapanuli dan Onderhoorigheden”, dengan seorang Residen berkedudukan
di Sibolga yang secara administratif tunduk kepada Gubernur Belanda di Padang.
Sedangkan bagian Tanah Batak lainnya, yaitu daerah-daerah Silindung, Pahae,
Habinsaran, Dairi, Humbang, Toba, Samosir, belum berhasil dikuasai oleh Belanda dan
tetap diakui Belanda sebagai Tanah Batak yang merdeka, atau ‘De Onafhankelijke
Bataklandan’.
Pada tahun 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh dan tentaranya mendarat
di pantai-pantai Aceh. Saat itu Tanah Batak di mana Raja Sisingamangaraja XII
berkuasa, masih belum dijajah Belanda.
Tetapi ketika 3 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1876, Belanda mengumumkan
“Regerings” Besluit Tahun 1876” yang menyatakan daerah Silindung/Tarutung dan
sekitarnya dimasukkan kepada kekuasaan Belanda dan harus tunduk kepada Residen
Belanda di Sibolga, suasana di Tanah Batak bagian Utara menjadi panas.
Raja Sisingamangaraja XII yang kendati secara clan, bukan berasal dari Silindung,
namun sebagai Raja yang mengayomi raja-raja lainnya di seluruh Tanah Batak, bangkit
kegeramannya melihat Belanda mulai menganeksasi tanah-tanah Batak.
Raja Sisingamangaraja XII cepat mengerti siasat strategi Belanda. Kalau Belanda mulai
mencaplok Silindung, tentu mereka akan menyusul dengan menganeksasi Humbang,
Toba, Samosir, Dairi dan lain-lain.
Raja Sisingamangaraja XII cepat bertindak, Beliau segera mengambil langkah-langkah
konsolidasi. Raja-raja Batak lainnya dan pemuka masyarakat dihimpunnya dalam suatu
rapat raksasa di Pasar Balige, bulan Juni 1876. Dalam rapat penting dan bersejarah itu
diambil tiga keputusan sebagai berikut :
1. Menyatakan perang terhadap Belanda
2. Zending Agama tidak diganggu
3. Menjalin kerjasama Batak dan Aceh untuk sama-sama melawan Belanda.
Terlihat dari peristiwa ini, Sisingamangaraja XII lah yang dengan semangat garang,
mengumumkan perang terhadap Belanda yang ingin menjajah. Terlihat pula,
Sisingamangaraja XII bukan anti agama. Dan terlihat pula, Sisingamangaraja XII di
zamannya, sudah dapat membina azas dan semangat persatuan dan suku-suku
lainnya.
Tahun 1877, mulailah perang Batak yang terkenal itu, yang berlangsung 30 tahun
lamanya.
Dimulai di Bahal Batu, Humbang, berkobar perang yang ganas selama tiga dasawarsa,
30 tahun.
Belanda mengerahkan pasukan-pasukannya dari Singkil Aceh, menyerang pasukan
rakyat semesta yang dipimpin Raja Sisingamangaraja XII.
Pasukan Belanda yang datang menyerang ke arah Bakara, tempat istana dan markas
besar Sisingamangaraja XII di Tangga Batu, Balige mendapat perlawanan dan berhasil
dihempang.
Belanda merobah taktik, ia menyerbu pada babak berikutnya ke kawasan Balige untuk
merebut kantong logistik Sisingamangaraja XII di daerah Toba, untuk selanjutnya
mengadakan blokade terhadap Bakara.
Tahun 1882, hampir seluruh daerah Balige telah dikuasai Belanda, sedangkan Laguboti
masih tetap dipertahankan oleh panglima-panglima Sisingamangaraja XII antara lain
Panglima Ompu Partahan Bosi Hutapea. Baru setahun kemudian Laguboti jatuh setelah
Belanda mengerahkan pasukan satu batalion tentara bersama barisan penembak-
penembak meriam.
Tahun 1883, seperti yang sudah dikuatirkan jauh sebelumnya oleh Sisingamangaraja
XII, kini giliran Toba dianeksasi Belanda. Domino berikut yang dijadikan pasukan
Belanda yang besar dari Batavia (Jakarta sekarang), mendarat di Pantai Sibolga. Juga
dikerahkan pasukan dari Padang Sidempuan.
Raja Sisingamangaraja XII membalas menyerang Belanda di Balige dari arah Huta
Pardede. Baik kekuatan laut dari Danau Toba, pasukan Sisingamangaraja XII
dikerahkan. Empat puluh Solu Bolon atau kapal yang masing-masing panjangnya
sampai 20 meter dan mengangkut pasukan sebanyak 20 x 40 orang jadi 800 orang
melaju menuju Balige. Pertempuran besar terjadi.
Pada tahun 1883, Belanda benar-benar mengerahkan seluruh kekuatannya dan
Sisingamangaraja XII beserta para panglimanya juga bertarung dengan gigih. Tahun
itu, di hampir seluruh Tanah Batak pasukan Belanda harus bertahan dari serbuan
pasukan-pasukan yang setia kepada perjuangan Raja Sisingamangaraja XII.
Namun pada tanggal 12 Agustus 1883, Bakara, tempat Istana dan Markas Besar
Sisingamangaraja XII berhasil direbut oleh pasukan Belanda. Sisingamangaraja XII
mengundurkan diri ke Dairi bersama keluarganya dan pasukannya yang setia, juga ikut
Panglima-panglimanya yang terdiri dari suku Aceh dan lain-lain.
Pada waktu itulah, Gunung Krakatau meletus. Awan hitam meliputi Tanah Batak. Suatu
alamat buruk seakan-akan datang. Sebelum peristiwa ini, pada situasi yang kritis,
Sisingamangaraja XII berusaha melakukan konsolidasi memperluas front perlawanan.
Beliau berkunjung ke Asahan, Tanah Karo dan Simalungun, demi koordinasi
perjuangan dan perlawanan terhadap Belanda.
Dalam gerak perjuangannya itu banyak sekali kisah tentang kesaktian Raja
Sisingamangaraja XII.
Perlawanan pasukan Sisingamangaraja XII semakin melebar dan seru, tetapi Belanda
juga berani mengambil resiko besar, dengan terus mendatangkan bala bantuan dari
Batavia, Fort De Kok, Sibolga dan Aceh. Barisan Marsuse juga didatangkan bahkan
para tawanan diboyong dari Jawa untuk menjadi umpan peluru dan tameng pasukan
Belanda.
Regu pencari jejak dari Afrika, juga didatangkan untuk mencari persembunyian
Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh
pasukan Sisingamangaraja XII barisan musuh ini dijuluki “Si Gurbak Ulu Na Birong”.
Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun terus bertarung. Panglima Sarbut
Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar, sedang Belanda menyerbu Lintong
dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat Situmorang. Tetapi Sisingamangaraja XII
menyerang juga ke Lintong Nihuta, Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung,
Parsingguran dan Pollung. Panglima Sisingamangaraja XII yang terkenal Amandopang
Manullang tertangkap. Dan tokoh Parmalim yang menjadi Penasehat Khusus Raja
Sisingamangaraja XII, Guru Somaling Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi pada
tahun 1889.
Tahun 1890, Belanda membentuk pasukan khusus Marsose untuk menyerang
Sisingamangaraja XII. Pada awal abad ke 20, Belanda mulai berhasil di Aceh.
Tahun 1903, Panglima Polim menghentikan perlawanan. Tetapi di Gayo, dimana Raja
Sisingamangaraja XII pernah berkunjung, perlawanan masih sengit. Masuklah pasukan
Belanda dari Gayo Alas menyerang Sisingamangaraja XII.
Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade Setan
mengepung Sisingamangaraja XII. Tetapi Sisingamangaraja XII tidak bersedia
menyerah. Ia bertempur sampai titik darah penghabisan. Boru Sagala, Isteri
Sisingamangaraja XII, ditangkap pasukan Belanda. Ikut tertangkap putra-putri
Sisingamangaraja XII yang masih kecil. Raja Buntal dan Pangkilim. Menyusul Boru
Situmorang Ibunda Sisingamangaraja XII juga ditangkap, menyusul Sunting Mariam,
putri Sisingamangaraja XII dan lain-lain.
Tahun 1907, di pinggir kali Aek Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si Onom
Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang,
gugurlah Sisingamangaraja XII oleh peluru Marsuse Belanda pimpinan Kapten
Christoffel. Sisingamangaraja XII gugur bersama dua putranya Patuan Nagari dan
Patuan Anggi serta putrinya Lopian. Konon Raja Sisingamangaraja XII yang kebal
peluru tewas kena peluru setelah terpercik darah putrinya Lopian, yang gugur di
pangkuannya.
Pengikut-pengikutnya berpencar dan berusaha terus mengadakan perlawanan,
sedangkan keluarga Sisingamangaraja XII yang masih hidup ditawan, dihina dan
dinista, mereka pun ikut menjadi korban perjuangan.
Demikianlah, tanpa kenal menyerah, tanpa mau berunding dengan penjajah, tanpa
pernah ditawan, gigih, ulet, militan, Raja Sisingamangaraja XII selama 30 tahun, selama
tiga dekade, telah berjuang tanpa pamrih dengan semangat dan kecintaannya kepada
tanah air dan kepada kemerdekaannya yang tidak bertara.
Itulah yang dinamakan “Semangat Juang Sisingamangaraja XII”, yang perlu diwarisi
seluruh bangsa Indonesia, terutama generasi muda.
Sisingamangaraja XII benar-benar patriot sejati. Beliau tidak bersedia menjual tanah air
untuk kesenangan pribadi.
Sebelum Beliau gugur, pernah penjajah Belanda menawarkan perdamaian kepada Raja
Sisingamangaraja XII dengan imbalan yang cukup menggiurkan. Patriotismenya digoda
berat. Beliau ditawarkan dan dijanjikan akan diangkat sebagai Sultan. Asal saja
bersedia takluk kepada kekuasaan Belanda. Beliau akan dijadikan Raja Tanah Batak
asal mau berdamai. Gubernur Belanda Van Daalen yang memberi tawaran itu bahkan
berjanji, akan menyambut sendiri kedatangan Raja Sisingamangaraja XII dengan
tembakan meriam 21 kali, bila bersedia masuk ke pangkuan kolonial Belanda, dan akan
diberikan kedudukan dengan kesenangan yang besar, asal saja mau kompromi, tetapi
Raja Sisingamangaraja XII tegas menolak. Ia berpendirian, lebih baik berkalang tanah
daripada hidup di peraduan penjajah.
Raja Sisingamangaraja XII gugur pada tanggal 17 Juni 1907, tetapi pengorbanannya
tidaklah sia-sia.
Dan cuma 38 tahun kemudian, penjajah betul-betul angkat kaki dari Indonesia. Pada
tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamirkan Sukarno-Hatta.
Kini Sisingamangaraja XII telah menjadi sejarah. Namun semangat patriotismenya, jiwa
pengabdian dan pengorbanannya yang sangat luhur serta pelayanannya kepada rakyat
yang sangat agung, kecintaannya kepada Bangsa dan Tanah Airnya serta kepada
kemerdekaan yang begitu besar, perlu diwariskan kepada generasi penerus bangsa
Indonesia.
Dalam upaya melestarikan system nilai yang melandasi perjuangan Pahlawan Nasional
Raja Sisingamangaraja XII dengan menggali khasanah budaya dan system nilai masa
silam yang dikaitkan dengan keinginan membina masa depan yang lebih baik, lebih
bermutu dan lebih sempurna, maka Lembaga Sisingamangaraja XII yang didirikan dan
diketuai DR GM Panggabean pada tahun 1979, telah membangun monumen Pahlawan
Nasional Raja Sisingamangaraja XII di kota Medan yang diresmikan oleh Presiden
Republik Indonesia Soeharto di Istana Negara dalam rangka peringatan Hari Pahlawan
10 Nopember 1997 dan Pesta Rakyat peresmian monumen tersebut di Medan dihadiri
sekitar seratus ribu orang, dengan Pembina Upacara Menko Polkam Jenderal TNI
Maraden Panggabean.
Kemudian oleh Yayasan Universitas Sisingamangaraja XII pada tahun 1984 telah
didirikan Universitas Sisingamangaraja XII (US XII) di Medan, pada tahun 1986
Universitas Sisingamangaraja XII Tapanuli (UNITA) di Silangit Siborong-borong
Tapanuli Utara dan pada tahun 1987 didirikan STMIK Sisingamangaraja XII di Medan.
Contoh Kata Sambutan Ketua PanitiaPeringatan Hari Besar Islam
Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh..Alhamdulillahirobbil 'alamin, wabihi nasta'in 'ala umuriddunya waddin, ashsholatu wassalamu'ala asrofil ambiyaa iwal mursalin wa'ala alihi washohbihi ajma'in. Robbisrohli sodri, wayassrili amri, wahlul uqdatammilisani yafqohu qouli, amma ba'du.
Bapak-bapak, ibu-ibu dan para hadirin yang dirahmati Allah..Terutama sekali marilah kita bersyukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga kita dapat bersama-sama memperingati (Maulid Nabi Muhammad SAW / Isra' Mi'raj) 1433 H dalam keadaan sehat, tanpa suatu halangan apapun
Salawat serta salam marilah senantiasa kita haturkan keharibaan Nabi besar Muhammad SAW dengan mencupakan sholawat "Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa'ala alihi sayyidina Muhammad". Mudah-mudahan dengan memperbanyak sholawat kepada beliau, bekenan beliau menolong kita di Yaumil Mahsyar kelak. Amin...
Bapak-bapak, ibu-ibu dan para hadirin yang dirahmati Allah..Pertama, saya mengucapkan ribuan terima kasih atas waktu yang diberikan kepada saya untuk dapat menyampaikan laporan panitia atau sambutan dari panitia pelaksana peringatan (Isra' Mi'raj / Maulid Nabi Muhammad SAW) 1433 H yang bertepatan dengan tahun 2012 Masehi.
Bapak-bapak, ibu-ibu dan para hadirin yang dirahmati Allah..Dalam kesempatan ini pula kami ucapkan terima kasih kepada para undangan yang telah sudi menghadiri acara yang kami selenggarakan ini. Selanjutnya ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak ustadz Al-Hafidz Masrohan atas kesediaannya memenuhi harapan kami untuk dapat memberikan tausiah pada acara yang kami selenggarakan ini. Mudah-mudahan apa yang akan disampaikan nanti bermanfaat guna bagi kita semua.
Selanjutnya perlu kami sampaikan bahwa, terselenggaranya acara kita pada saat ini, berkat dukungan dari seluruh masyarakat yang berada di lingkungan Masjid Al-Muqorrobin. Adapun penggalangan dana dilakukan dengan menarik iuran dari rumah ke rumah yang tidak kami tentukan batas minimalnya.