Biodata pahlawan revolusi.docx
-
Upload
french-heroi -
Category
Documents
-
view
208 -
download
14
description
Transcript of Biodata pahlawan revolusi.docx
1. Jendral TNI Anumerta Ahmad Yani
BIODATA
Nama : AHMAD YANI
Lahir : 19 Juni 1922, Purworejo, Jawa
Tengah, Hindia Belanda
Meninggal : 30 September 1965 (umur 43)
Jakarta, Indonesia
Kebangsaan : Indonesia
Suami/istri : Yayu Rulia Sutowiryo Ahmad Yani
Anak : 5
Profesi : Tentara
Agama : Islam
Pendidikan
HIS (setingkat SD) Bogor, tamat tahun 1935
MULO (setingkat SMP) kelas B Afd. Bogor, tamat tahun 1938
AMS (setingkat SMU) bagian B Afd. Jakarta, berhenti tahun 1940
Pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di Malang
Pendidikan Heiho di Magelang
PETA (Tentara Pembela Tanah Air) di Bogor
Command and General Staff College di Fort Leaven Worth, Kansas, Amerika Serikat,
tahun 1955
Special Warfare Course di Inggris, tahun 1956
Bintang Kehormatan
Bintang RI Kelas II
Bintang Sakti
Bintang Gerilya
Bintang Sewindu Kemerdekaan I dan II
Satyalancana Kesetyaan VII, XVI
Satyalancana G: O.M. I dan VI
Satyalancana Sapta Marga (PRRI)
Satyalancana Irian Barat (Trikora)
Ordenon Narodne Armije II Reda Yugoslavia (1958)
Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi (Keppres No. 111/KOTI/1965)
BIOGRAFI
Jenderal TNI Anumerta AChmad Yani (Purworejo, 19 Juni 1922]]-Lubang Buaya,
Jakarta, 1 Oktober 1965) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Pendidikan formal
diawalinya di HIS (setingkat Sekolah Dasar) Bogor, yang diselesaikannya pada tahun 1935.
1
Kemudian ia melanjutkan sekolahnya ke MULO (setingkat Sekolah Menegah Pertama) kelas B
Afd. Bogor. Dari sana ia tamat pada tahun 1938, selanjutnya ia masuk ke AMS (setingkat
Sekolah Menengah Umum) bagian B Afd. Jakarta. Sekolah ini dijalaninya hanya sampai kelas
dua, sehubungan dengan adanya milisi yang diumumkan oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Achmad Yani kemudian mengikuti pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di
Malang dan secara lebih intensif di Bogor. Dari sana ia mengawali karir militernya dengan
pangkat Sersan. Kemudian setelah tahun 1942 yakni setelah pendudukan Jepang di Indonesia, ia
juga mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan selanjutnya masuk tentara Pembela Tanah Air
(PETA) di Bogor.
Berbagai prestasi pernah diraihnya pada masa perang kemerdekaan. Achmad Yani
berhasil menyita senjata Jepang di Magelang. Setelah Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
terbentuk, ia diangkat menjadi Komandan TKR Purwokerto. ketika Agresi Militer Pertama
Belanda terjadi, pasukan Achmad Yani yang beroperasi di daerah Pingit berhasil menahan
serangan Belanda di daerah tersebut. Maka saat Agresi Militer Kedua Belanda terjadi, ia
dipercayakan memegang jabatan sebagai Komandan Wehrkreise II yang meliputi daerah
pertahanan Kedu. Setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan, ia diserahi tugas untuk
melawan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yang membuat kekacauan di daerah Jawa
Tengah. Ketika itu dibentuk pasukan Banteng Raiders yang diberi latihan khusus hingga pasukan
DI/TII pun berhasil dikalahkan. Seusai penumpasan DI/TII tersebut, ia kembali ke Staf Angkatan
Darat.
Pada tahun 1955, Achmad Yani disekolahkan pada Command and General Staff College
di Fort Leaven Worth, Kansas, USA selama sembilan bulan. Pada tahun 1956, ia juga mengikuti
pendidikan selama dua bulan pada Spesial Warfare Course di Inggris. Tahun 1958 saat
pemberontakan PRRI terjadi di Sumatera Barat, Achmad Yani yang masih berpangkat Kolonel
diangkat menjadi Komandan Komando Operasi 17 Agustus untuk memimpin penumpasan
pemberontakan PRRI dan berhasil menumpasnya. Hingga pada tahun 1962, ia diangkat menjadi
Menteri/Panglima Angkatan Darat.
Achmad Yani selalu berbeda paham dengan PKI (Partai Komunis Indonesia). Ia menolak
keinginan PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani yang
dipersenjatai. Oleh karena itu, ia menjadi salah satu target PKI yang diculik dan dibunuh di antara
tujuh petinggi TNI Angkatan Darat melalui Pemberontakan G30S/PKI (Gerakan Tiga Puluh
September/PKI). Achmad Yani ditembak di depan kamar tidurnya pada tanggal 1 Oktober 1965
(dinihari). Jenazahnya kemudian ditemukan di Lubang Buaya, Jakarta Timur dan dimakamkan
secara layak di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Achmad Yani gugur sebagai
Pahlawan Revolusi. Pangkat sebelumnya sebagai Letnan Jenderal dinaikkan satu tingkat (sebagai
penghargaan) menjadi Jenderal.
2
2. Letnan Jenderal Anumerta Suprapto
BIODATA
Nama : Suprapto
Lahir : Purwokerto, 20 Juni 1920
Meningga l : Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan
Kalibata, Jakarta
Agama : Islam.
Pendidikan Umum :
MULO (setingkat SLTP)
AMS (setingkat SMU) Bagian B di Yogyakarta, tamat tahun
1941
Kursus Pusat Latihan Pemuda
Latihan Keibodan, Seinendan, dan Syuisyintai
Pendidikan Tentara : Koninklijke Militaire Akademie di Bandung, tapi tidak sampai tamat.
Pengalaman Pekerjaan : Kantor Pendidikan Masyarakat
Karier Militer :
Deputy II Menteri/ Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad), Jakarta
Deputy Kepala Staf Angkatan Darat untuk Wilayah Sumatera, Medan
Staf Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta
Staf Angkatan Darat, Jakarta
Kepala Staf Tentara & Teritorium (T&T) IV/Diponegoro, Semarang
Ajudan Panglima Besar Jenderal Sudirman
Anggota Tentara Keamanan Rakyat di Purwokerto
Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi
BIOGRAFILetnan Jenderal TNI Anumerta R. Suprapto lahir di Purwokerto, 20 Juni 1920, ini boleh
dibilang hampir seusia dengan Panglima Besar Sudirman. Usianya hanya terpaut empat tahun
lebih muda dari sang Panglima Besar. Pendidikan formalnya setelah tamat MULO (setingkat
SLTP) adalah AMS (setingkat SMU) Bagian B di Yogyakarta yang diselesaikannya pada tahun
1941. Sekitar tahun itu pemerintah Hindia Belanda mengumumkan milisi sehubungan dengan
pecahnya Perang Dunia Kedua. Ketika itulah ia memasuki pendidikan militer pada Koninklijke
Militaire Akademie di Bandung. Pendidikan ini tidak bisa diselesaikannya sampai tamat karena
pasukan Jepang sudah keburu mendarat di Indonesia. Oleh Jepang, ia ditawan dan dipenjarakan,
tapi kemudian ia berhasil melarikan diri. Selepas pelariannya dari penjara, ia mengisi waktunya
3
dengan mengikuti kursus Pusat Latihan Pemuda, latihan keibodan, seinendan, dan syuisyintai.
Dan setelah itu, ia bekerja di Kantor Pendidikan Masyarakat. Di awal kemerdekaan, ia
merupakan salah seorang yang turut serta berjuang dan berhasil merebut senjata pasukan Jepang
di Cilacap. Selepas itu, ia kemudian masuk menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat di
Purwokerto. Itulah awal dirinya secara resmi masuk sebagai tentara, sebab sebelumnya walaupun
ia ikut dalam perjuangan melawan tentara Jepang seperti di Cilacap, namun perjuangan itu
hanyalah sebagai perjuangan rakyat yang dilakukan oleh rakyat Indonesia pada umumnya.
Selama di Tentara Keamanan Rakyat (TKR), ia mencatatkan sejarah dengan ikut menjadi
salah satu yang turut dalam pertempuran di Ambarawa melawan tentara Inggris. Ketika itu,
pasukannya dipimpin langsung oleh Panglima Besar Sudirman. Ia juga salah satu yang pernah
menjadi ajudan dari Panglima Besar tersebut. Setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan,
ia sering berpindah tugas. Pertama-tama ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Tentara dan Teritorial
(T&T) IV/ Diponegoro di Semarang. Dari Semarang ia kemudian ditarik ke Jakarta menjadi Staf
Angkatan Darat, kemudian ke Kementerian Pertahanan. Dan setelah pemberontakan
PRRI/Permesta padam, ia diangkat menjadi Deputy Kepala Staf Angkatan Darat untuk wilayah
Sumatera yang bermarkas di Medan. Selama di Medan tugasnya sangat berat sebab harus
menjaga agar pemberontakan seperti sebelumnya tidak terulang lagi.
Pada pemberontakan yang dilancarkan oleh PKI tanggal 30 September 1965, dirinya
menjadi salah satu target yang akan diculik dan dibunuh. Dan pada tanggal 1 Oktober 1965
dinihari, Letjen. TNI Anumerta R. Suprapto bersama enam perwira lainnya yakni Jend. TNI
Anumerta Achmad Yani; Letjen. TNI Anumerta S. Parman; Letjen. TNI Anumerta M.T.
Haryono; Mayjen. TNI Anumerta D.I. Panjaitan; Mayjen. TNI Anumerta Sutoyo S; dan Kapten
CZI TNI Anumerta Pierre Tendean berhasil diculik kemudian dibunuh secara membabi buta dan
jenazahnya dimasukkan ke sumur tua di daerah Lubang Buaya tanpa prikemanusiaan.
R. Suprapto gugur sebagai Pahlawan Revolusi untuk mempertahankan Pancasila.
Bersama enam perwira lainnya ia dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata. Pangkatnya
yang sebelumnya masih Mayor Jenderal kemudian dinaikkan satu tingkat menjadi Letnan
Jenderal sebagai penghargaan atas jasa-jasanya. Untuk menghormati jasa para pahlawan tersebut,
oleh pemerintah Orde Baru ditetapkanlah tanggal 1 Oktober setiap tahunnya sebagai hari
Kesaktian Pancasila sekaligus sebagai hari libur nasional. Dan di daerah Lubang Buaya, Jakarta
Timur, di depan sumur tua tempat jenazah ditemukan, dibangun tugu dengan latar belakang
patung ketujuh Pahlawan Revolusi tersebut. Tugu tersebut dinamai Tugu Kesaktian Pancasila.
4
3. Letnan Jenderal TNI Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono
BIODATA
Nama : Letnan Jenderal Anumerta M.T. Haryono
Lahir : Srabaya, 20 Januari 1924
Gugur : Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan Kalibata,
Jakarta
Agama : Islam
Pendidikan Umum:
- ELS (setingkat Sekolah Dasar)
- HBS (setingkat Sekolah Menengah Umum)
- Ika Dai Gakko (Sekolah Kedokteran masa pendudukan
Jepang)
Karier Militer:
- Deputy III Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad)
- Direktur Intendans Angkatan Darat
- Atase Militer RI di Negara Belanda (tahun 1950)
- Sekretaris Delegasi Militer Indonesia pada Konferensi Meja Bundar (KMB)
- Sekretaris Delegasi RI dalam perundingan dengan Inggris dan Belanda
- Wakil Tetap pada Kementerian Pertahanan Urusan Gencatan Senjata
- Sekretaris Dewan Pertahanan Negara
- Bekerja di Kantor Penghubung
- Masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi]
BIOGRAFI
Letnan Jenderal TNI Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono lahir di Surabaya, 20 Januari 1924
merupakan salah satu dari dari Tujuh Pahlawan Revolusi, sebelumnya memperoleh pendidikan di
ELS (setingkat Sekolah Dasar) kemudian diteruskan ke HBS (setingkat Sekolah Menengah
Umum). Setamat dari HBS, ia sempat masuk Ika Dai Gakko (Sekolah Kedokteran masa
pendudukan Jepang) di Jakarta, namun tidak sampai tamat. Seorang perwira yang fasih berbicara
dalam bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman. Kemampuannya itu membuat dirinya menjadi
perwira penyambung lidah yang sangat dibutuhkan dalam berbagai perundingan.
Perwira kelahiran Surabaya ini pernah menjadi Sekretaris Delegasi Militer Indonesia pada
Konferensi Meja Bundar, Atase Militer RI untuk Negeri Belanda dan terakhir sebagai Deputy III
Menteri/ Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Ketika kemerdekaan RI diproklamirkan, ia
yang sedang berada di Jakarta segera bergabung dengan pemuda lain untuk berjuang
mempertahankan kemerdekaan. Perjuangan itu sekaligus dilanjutkannya dengan masuk Tentara
Keamanan Rakyat (TKR). Awal pengangkatannya, ia memperoleh pangkat Mayor.
5
Selama terjadinya perang mempertahankan kemerdekaan yakni antara tahun 1945 sampai
tahun 1950, ia sering dipindahtugaskan. Pertama-tama ia ditempatkan di Kantor Penghubung,
kemudian sebagai Sekretaris Delegasi RI dalam perundingan dengan Inggris dan Belanda. Suatu
kali ia juga pernah ditempatkan sebagai Sekretaris Dewan Pertahanan Negara dan di lain waktu
sebagai Wakil Tetap pada Kementerian Pertahanan Urusan Gencatan Senjata. Dan ketika
diselenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB), ia merupakan Sekretaris Delegasi Militer
Indonesia.
Tenaga M.T. Haryono memang sangat dibutuhkan dalam berbagai perundingan antara
pemerintah RI dengan pemerintah Belanda maupun Inggris. Hal tersebut disebabkan karena
kemampuannya berbicara tiga bahasa internasional yakni bahasa Inggris, Belanda, dan Jerman.
Terakhir ketika ia menjabat Deputy III Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad),
pengaruh PKI juga sedang marak di Indonesia. Partai yang merasa dekat dengan Presiden
Soekarno dan sebagian rakyat itu semakin hari semakin berani bahkan semakin merajalela.
Ide-ide yang tidak populer dan mengandung resikO tinggi pun sering dilontarkan oleh
partai komunis itu. Seperti ide untuk mempersenjatai kaum buruh dan tani atau yang disebut
dengan Angkatan Kelima. Ide tersebut tidak disetujui oleh sebagian besar perwira AD termasuk
oleh M.T. Haryono sendiri dengan pertimbangan adanya maksud
tersembunyi di balik itu yakni mengganti ideologi Pancasila menjadi komunis. Di samping itu,
pembentukan Angkatan Kelima tersebut sangatlah memiliki resiko yang sangat tinggi. Namun
karena penolakan itu pula, dirinya dan para perwira lain dimusuhi dan menjadi target
pembunuhan PKI dalam pemberontakan Gerakan 30 September 1965.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 dinihari, Letjen. TNI Anumerta M.T. Haryono bersama
enam perwira lainnya yakni: Jend. TNI Anumerta Achmad Yani; Letjen. TNI Anumerta
Suprapto; Letjen.TNI Anumerta S Parman; Mayjen. TNI Anumerta D.I. Panjaitan; Mayjen. TNI
Anumerta Sutoyo S; dan Kapten CZI TNI Anumerta Pierre Tendean berhasil diculik kemudian
dibunuh secara membabi buta dan jenazahnya dimasukkan ke sumur tua di daerah Lubang Buaya
tanpa prikemanusiaan. M.T. Haryono yang tewas karena mempertahankan Pancasila itu gugur
sebagai Pahlawan Revolusi. Ia kemudian dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata.
Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, pangkatnya yang sebelumnya masih Mayor Jenderal
kemudian dinaikkan satu tingkat menjadi Letnan Jenderal.
Untuk menghormati jasa para Pahlawan Revolusi sekaligus untuk mengingatkan bangsa
ini akan peristiwa penghianatan PKI tersebut, dengan demikian diharapkan peristiwa yang sama
tidak akan terulang kembali, maka oleh pemerintahan Soeharto ditetapkanlah tanggal 1 Oktober
setiap tahunnya sebagai hari Kesaktian Pancasila sekaligus sebagai hari libur nasional. Dan di
daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur di depan sumur tua tempat jenazah ditemukan, dibangunlah
Tugu Kesaktian Pancasila sebagai tugu peringatan yang berlatar belakang patung ketujuh
Pahlawan Revolusi tersebut.
6
4. Letnan Jenderal TNI Anumerta Siswondo Parman
BIODATA
Nama: Letnan Jenderal Anumerta S. Parman
Lahir: Wonosobo, Jawa Tengah, 4 Agustus 1918
Agama: Islam
Gugur : Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan: Taman Makam Pahlawan Kalibata,
Jakarta
Pendidikan Umum Terakhir: Sekolah Tinggi Kedokteran
(tidak tamat)
Pendidikan Lain: Kenpei Kasya Butai
Pendidikan Tentara: Military Police School, Amerika Serikat.
Pengalaman Pekerjaan: Jawatan Kenpeitai
Karier Militer:
- Tahun 1964, Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad)
- Tahun 1959, Atase Militer RI di London
- Staf di Kementerian Pertahanan
- Maret tahun 1950, Kepala Staf G
- Desember tahun 1949 Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya.
- Tahun 1945, Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta
- Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
Tanda Penghormatan: Pahlawan Revolusi
BIOGRAFI
Letjen. Anumerta Siswondo Parman lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, 4 Agustus 1918.
Dia merupakan salah satu dari tujuh pahlawan revolusi dan korban kebiadaban PKI. Pria
kelahiran Wonosobo, Jawa Tengah ini merupakan perwira intelijen, sehingga banyak tahu
tentang kegiatan rahasia PKI karena itulah dirinya termasuk salah satu di antara para perwira
yang menolak rencana PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani.
Penolakan yang membuatnya dimusuhi dan menjadi korban pembunuhan PKI. Pendidikan umum
yang pernah diikutinya adalah sekolah tingkat dasar, sekolah menengah, dan Sekolah Tinggi
Kedokteran. Namun sebelum menyelesaikan dokternya, tentara Jepang telah menduduki
Republik sehingga gelar dokter pun tidak sampai berhasil diraihnya.
Setelah tidak bisa meneruskan sekolah kedokteran, ia sempat bekerja pada Jawatan
Kenpeitai. Di sana ia dicurigai Jepang sehingga ditangkap, namun tidak lama kemudian
dibebaskan kembali. Sesudah itu, ia malah dikirim ke Jepang untuk mengikuti pendidikan pada
Kenpei Kasya Butai. Sekembalinya ke tanah air ia kembali lagi bekerja pada Jawatan Kempeitai.
7
Awal kariernya di militer dimulai dengan mengikuti Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yaitu
Tentara RI yang dibentuk setelah proklamasi kemerdekaan. Pada akhir bulanDesember, tahun
1945, ia diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta.
Selama Agresi Militer II Belanda, ia turut berjuang dengan melakukan perang gerilya.
Pada bulan Desember tahun 1949 ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta
Raya. Salah satu keberhasilannya saat itu adalah membongkar rahasia gerakan Angkatan Perang
Ratu Adil (APRA) yang akan melakukan operasinya di Jakarta di bawah pimpinan Westerling.
Selanjutnya, pada Maret tahun 1950, ia diangkat menjadi kepala Staf G. Dan setahun kemudian
dikirim ke Amerika Serikat untuk mengikuti pendidikan pada Military Police School.
Sekembalinya dari Amerika Serikat, ia ditugaskan di Kementerian Pertahanan untuk
beberapa lama kemudian diangkat menjadi Atase Militer RI di London pada tahun 1959. Lima
tahun berikutnya yakni pada tahun 1964, ia diserahi tugas sebagai Asisten I Menteri/Panglima
Angkatan Darat (Men/Pangad) dengan pangkat Mayor Jenderal. Ketika menjabat Asisten I
Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) ini, pengaruh PKI juga sedang marak di
Indonesia. Partai Komunis ini merasa dekat dengan Presiden Soekarno dan sebagian rakyat pun
sudah terpengaruh. Namun sebagai perwira intelijen, S. Parman sebelumnya sudah banyak
mengetahui kegiatan rahasia PKI. Maka ketika PKI mengusulkan agar kaum buruh dan tani
dipersenjatai atau yang disebut dengan Angkatan Kelima. Ia bersama sebagian besar Perwira
Angkatan Darat lainnya menolak usul yang mengandung maksud tersembunyi itu. Dengan dasar
itulah kemudian dirinya dimusuhi oleh PKI.
Maka pada pemberontakan yang dilancarkan oleh PKI tanggal 30 September 1965,
dirinya menjadi salah satu target yang akan diculik dan dibunuh. Dan pada tanggal 1 Oktober
1965 dinihari, Letjen. TNI Anumerta S. Parman bersama enam perwira lainnya yakni Jend. TNI
Anumerta Achmad Yani; Letjen. TNI Anumerta Suprapto; Letjen. TNI Anumerta M.T. Haryono;
Mayjen. TNI Anumerta D.I. Panjaitan; Mayjen. TNI Anumerta Sutoyo S; dan Kapten CZI TNI
Anumerta Pierre Tendean berhasil diculik kemudian dibunuh secara membabi buta dan
jenazahnya dimasukkan ke sumur tua di daerah Lubang Buaya tanpa prikemanusiaan.
S. Parman gugur sebagai Pahlawan Revolusi untuk mempertahankan Pancasila. Bersama
enam perwira lainnya ia dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata. Pangkatnya yang
sebelumnya masih Mayor Jenderal kemudian dinaikkan satu tingkat menjadi Letnan Jenderal
sebagai penghargaan atas jasa-jasanya.
Untuk menghormati jasa para pahlawan tersebut, oleh pemerintah Orde Baru
ditetapkanlah tanggal 1 Oktober setiap tahunnya sebagai hari Kesaktian Pancasila sekaligus
sebagai hari libur nasional. Dan di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur, di depan sumur tua
tempat jenazah ditemukan, dibangun tugu dengan latar belakang patung ketujuh Pahlawan
Revolusi tersebut. Tugu tersebut dinamai Tugu Kesaktian Pancasila.
8
5. Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan
BIODATA
Nama : Donald Isac Panjaitan
Lahir : Balige, Tapanuli, 9 Juni 1925
Gugur : Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan Kalibata
Agama : Kristen
Pendidikan Formal:
- Sekolah Dasar
- Sekolah Menengah Pertama
- Sekolah Menengah Atas
Pendidkan Militer : Latihan Gyugun
Pendidikan Lain:
- Kursus Militer Atase (Milat), tahun 1956
- Associated Command and General Staff College, di Amerika Serikat
Karier Militer:
- Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad), tahun 1962
- Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat
- Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) II/Sriwijaya di Palembang
- Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan
- Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
- Kepala Staf Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatera
- Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi, tahun 1948
- Komandan Batalyon Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
- Anggota Gyugun Pekanbaru, Riau
Prestasi :
- Salah seorang pembentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
- Membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina (RRC) untuk PKI
Tanda Kehormatan : Pahlawan Revolusi
BIOGRAFI
Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan lahir di Balige, Tapanuli, 9 Juni
1925. Pendidikan formal diawali dari Sekolah Dasar, kemudian masuk Sekolah Menengah
Pertama, dan terakhir di Sekolah Menengah Atas. Ketika ia tamat Sekolah Menengah Atas,
Indonesia sedang dalam pendudukan Jepang. Sehingga ketika masuk menjadi anggota militer ia
harus mengikuti latihan Gyugun. Selesai latihan, ia ditugaskan sebagai anggota Gyugun di
Pekanbaru, Riau hingga Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Ketika Indonesia sudah
9
meraih kemerdekaan, ia bersama para pemuda lainnya membentuk Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) yang kemudian menjadi TNI.
Di TKR, ia pertama kali ditugaskan menjadi komandan batalyon, kemudian menjadi
Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada tahun 1948. Seterusnya menjadi
Kepala Staf Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatera. Dan ketika Pasukan Belanda
melakukan Agresi Militernya yang Ke II, ia diangkat menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Seiring dengan berakhirnya Agresi Militer Belanda ke II, Indonesia pun memperoleh
pengakuan kedaulatan. Panjaitan sendiri kemudian diangkat menjadi Kepala Staf Operasi Tentara
dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan. Selanjutnya dipindahkan lagi ke Palembang
menjadi Kepala Staf T & T II/Sriwijaya.
Setelah mengikuti kursus Militer Atase (Milat) tahun 1956, ia ditugaskan sebagai Atase
Militer RI di Bonn, Jerman Barat. Ketika masa tugasnya telah berakhir sebagai Atase Militer, ia
pun pulang ke Indonesia. Namun tidak lama setelah itu yakni pada tahun 1962, perwira yang
pernah menimba ilmu pada Associated Command and General Staff College, Amerika Serikat
ini, ditunjuk menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Jabatan inilah
terakhir yang diembannya saat peristiwa G 30/S PKI terjadi.
Ketika menjabat Asisten IV Men/Pangad, ia mencatat prestasi tersendiri atas
keberhasilannya membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina (RRC)
untuk PKI. Dari situ diketahui bahwa senjata-senjata tersebut dimasukkan ke dalam peti-peti
bahan bangunan yang akan dipakai dalam pembangunan gedung Conefo (Conference of the New
Emerging Forces). Senjata-senjata itu diperlukan PKI yang sedang giatnya mengadakan
persiapan melancarkan pemberontakan.
Pada jam-jam awal 1 Oktober 1965, sekelompok anggota Gerakan 30 September
meninggalkan Lubang Buaya menuju pinggiran Jakarta. Mereka memaksa masuk pagar rumah
Panjaitan di Jalan Hasanudin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, lalu menembak dan menewaskan
salah seorang pelayan yang sedang tidur di lantai dasar rumah dua lantai dan menyerukan
Panjaitan untuk turun ke bawah. Dua orang pemuda yaitu Albert Naiborhu dan Viktor Naiborhu
terluka berat saat mengadakan perlawanan ketika D.I. Panjaitan diculik, tidak lama kemudian
Albert meninggal. Setelah penyerang mengancam keluarganya, Panjaitan turun.
Dia kemudian mencoba melarikan diri dan ditembak mati. mayatnya dimasukkan ke
dalam truk dan dibawa kembali ke markas gerakan itu di Lubang Buaya. Kemudian, tubuh dan
orang-orang dari rekan-rekannya dibunuh tersembunyi di sebuah sumur tua. Mayat ditemukan
pada tanggal 4 Oktober, dan semua diberi pemakaman kenegaraan pada hari berikutnya.
Panjaitan mendapat promosi anumerta kepada Jenderal Mayor dan diberi gelar Pahlawan
Revolusi.
10
6. Mayor Jenderal TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo
BIODATA
Nama : Sutoyo Siswomiharjo
Lahir : Kebumen, 23 Agustus 1922
Gugur : Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965
Agama : Islam
Pendidikan:
- HIS di Semarang
- AMS tahun 1942 di Semarang
- Balai Pendidikan Pegawai Negeri di Jakarta.
Karir:
- Pegawai Menengah/III di Kabupaten Purworejo
- Kepala Organisasi Resimen II PT (Polisi Tentara) Purworejo dengan pangkat Kapten (1946)
- Kepala Staf CPMD Yogyakarta (1948-1949)
- Komandan Batalyon I CPM (1950)
- Danyon V CPM (1951)
- Kepala Staf MBPM (1954)
- Pamen diperbantukan SUAD I dengan pangkat Letkol (1955-1956)
- Asisten ATMIL di London (1956)
- Pendidikan Kursus “C” Seskoad (1960)
- 1961 naik pangkat menjadi Kolonel dan menjabat sebagai IRKEHAD dan tahun 1964 naik
pangkat menjadi Brigjen
Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi
BIOGRAFI
Sutoyo Siswomiharjo dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1922 di Kebumen. Mulai
pendidikannya dari HIS, di AMS tahun 1942 di Semarang, lalu melanjutkan pendidikannya di
Balai Pendidikan Pegawai Negeri di Jakarta.
Pemuda Sutoyo sebelum mulai karirnya selaku seorang prajurit, bertugas di Kabupaten
Purworejo, sebagai Pegawai Menengah/III.
Tugas sebagai seorang Militer dimulai saat perjuangan kemerdekaan tahun 1945. Pada
tahun 1946 menjabat sebagai Kepala Organisasi Resimen II PT (Polisi Tentara) Purworejo
dengan pangkat Kapten dan di tahun 1948 menjadi Kepala Staf CPMD Yogyakarta hingga tahun
1949. Pada tahun 1950 Mayor Sutoyo menjabat sebagai Komandan Batalyon I CPM dan tahun
1951 Danyon V CPM. Sedang pada tahun 1954 menjabat sebagai Kepala Staf MBPM hingga 11
akhir tahun 1954. Mulai tahun 1955 sebagai Pamen diperbantukan SUAD I dengan pangkat
Letkol hingga tahun 1956. Sejak tahun ini diangkat menjadi Asisten ATMIL di London.
Setelah kembali di tanah air dan selesai mengikuti pendidikan Kursus "C" Seskoad tahun
1960. Pada tahun 1961 naik pangkat menjadi Kolonel dan menjabat sebagai IRKEHAD. Pada
tahun 1964 dinaikan pangkatnya menjadi Brigjen.
Menjelang pemberontakan G 30 S/PKI yang ternyata menculik dan membunuh beliau,
Pak Toyo mengalami beberapa hal yang dirasakan kurang enak seperti udara yang panas
walaupun ruang sudah ber-AC, dan bahkan memerintahkan untuk membuat rencana peringatan
Hari ABRI 5 Oktober 1965 secara cermat kepada Ajudannya. Terbukti bahwa semua firasat yang
dialami Brigjen TNI Sutoyo ini ada artinya yaitu tanggal 1 Oktober jam 04.00 Brigjen TNI
Sutoyo diculik dan dibunuh oleh gerombolan G 30 S/PKI.
Adapun gerombolan yang bertugas menculik Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo dipimpin
oleh Serma Surono dari Men Cakrabirawa dengan kekuatan 1 (satu) peleton. Dengan todongan
bayonet, mereka menanyakan kepada pembantu rumah untuk menyerahkan kunci pintu yang
menuju kamar tengah. Setelah pintu dibuka oleh Brigjen TNI Sutoyo, maka pratu Suyadi dan
Praka Sumardi masuk ke dalam rumah, mereka mengatakan bahwa Brigjen TNI Sutoyo dipanggil
oleh Presiden. Kedua orang itu membawa Brigjen TNI Sutoyo ke luar rumah sampai pintu
pekarangan diserahkan pada Serda Sudibyo. Dengan diapit oleh Serda Sudibyo dan Pratu
Sumardi, Brigjen TNI Sutoyo berjalan keluar pekarangan meninggalkan tempat untuk selanjutnya
dibawa menuju Lubang Buaya, gugur dianiaya di luar batas-batas kemanusiaan oleh gerombolan
G 30 S/PKI.
12
7. Kapten Czi (Anumerta.) Pierre Andreas Tendean
BIODATA
Nama : Kapten Peiere Andreas Tendean
Lahir : Jakarta, 21 Februari 1939
Agama : protestan
Gugur : Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan Kalibata,
Jakarta
Pendidikan Umum :
- SD di Magelang
- SMP B
- SMA B
pendidikan Militer : ATEKAD
Karier Militer :
- ikut dalam operasi Sapta Marga di Sumatera Utara. Beliau dilantik sebagai Letda Czi tahun
1962
- Danton Yon Zipur 2/Dam II Bukit Barisan
- Pendidikan Intelijen tahun 1963
- pernah menyusup ke Malaysia masa Dwikora sewaktu bertugas di DIPIAD
- 965 diangkat sebagai Ajudan Menko Hankam/Kasab Jenderal TNI A.H. Nasution ketika
pangkatnya masih Letda, kemudian naik menjadi Lettu.
Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi
BIOGRAFI
Kapten Anumerta Pierre Tendean lahir pada tanggal 21 Februari 1939 di Jakarta. Beliau
merupakan salah satu korban pada peristiwa Gerakan 30 September dan merupakan pahlawan
nasional Indonesia.
Putera dari DR. A.L Tendean yang berasal dari Minahasa, sedang ibunya seorang
berdarah Perancis bernama Cornel ME. Pierre adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak dan
adiknya semua wanita, sehingga sebagai satu-satunya anak lelaki dialah tumpuan harapan orang
tuanya.
Sesudah Pierre tamat dari SD di Magelang, meneruskan ke SMP bagian B dan kemudian
ke SMA bagian B di Semarang. Setelah tamat dari SMA orang tuanya menganjurkan agar Pierre
masuk Fakultas Kedokteran. Akan tetapi Pierre telah mempunyai pilihan sendiri, ingin masuh
Akademi Militer Nasional, dan bercita-cita menjadi seorang perwira ABRI.
13
Pierre memasuki ATEKAD Angkatan ke VI di Bandung tahun 1958 dan dilantik sebagai
Letda Czi tahun 1962. Setelah mengalami tugas, antara lain sebagai Danton Yon Zipur 2/Dam II
dan mengikuti Pendidikan Intelijen tahun 1963 serta pernah menyusup ke Malaysia masa
Dwikora sewaktu bertugas di DIPIAD, maka pada tahun 1965 diangkat sebagai Ajudan Menko
Hankam/Kasab Jenderal TNI A.H. Nasution dengan pangkat Lettu.
Dalam jabatan sebagai Ajudan Jenderal TNI A.H. Nasution inilah Pierre Tendean gugur
sebagai perisai terhadap usaha G 30 S/PKI untuk menculik/membunuh Jenderal TNI A.H.
Nasution.
Di saat gerombolan G 30 S/PKI masih dan berusaha menculik Pak Nas pada dini hari
tanggal 1 Oktober 1965, Pierre yang saat itu sedang tidur di paviliun rumah pak Nas, segera
bangun, karena mendengar kegaduhan di rumah pak Nas. Ketika ia keluar, ia ditangkap oleh
gerombolan penculik yaitu oleh Pratu Idris dan Jahurup. Ketika Pierre menjelaskan bahwa dialah
Ajudan Pak Nas, maka pihak gerombolan salah dengar bahwa dialah pak Nas. Kemudian dia
diikat kedua tangannya dan dibawa dengan truk ke Lubang Buaya.
Di lubang Buaya Pierre besama dengan Brigjen TNI Sutoyo dimasukan ke dalam rumah
yang terletak dekat sumur tua. Setelah disiksa secara kejam oleh anggota-anggota G 30 S/PKI
berdasarkan giliran paling akhir dibunuh dan dimasukan ke dalam Lubang Buaya bersama
Pimpinan TNI AD lainnya.
14
8. Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Karel Satsuit Tubun
Nama : Karel Satsuit Tubun
Lahir : 14 Oktober 1928
Tual, Maluku Tenggara
Meninggal : 1 Oktober 1965 (umur 36)
Jakarta
PENGHARGAAN Pahlawan Revolusi pada tanggal 5 Oktober 1965
KARIR Anggota Polri Polisi Brimob Pangkat Agen Polisi Kelas Dua Polisi Brimob Pangkat Agen Polisi Kelas Satu Polisi Brimob Brigadir Polisi Polisi Pangkat Ajun Inspektur Dua Polisi..
BIOGRAFI
Karel Satsuit Tubun lahir di Tual,Maluku Tenggara Pada Tanggal 14 Oktober 1928.ketika telah Dewasa ia memustuskan untuk masuk menjadi anggota POLRI.ia pun diterima,lalu mengikuti Pendidikan Polisi,setelah lulus,ia ditempatkan di Kesatuan Brimob Ambon dengan Pangkat Agen Polisi Kelas Dua atau sekarang Bhayangkara Dua Polisi.ia pun ditarik ke Jakarta dan Memiliki Pangkat Agen Polisi Kelas Satu atau sekarang Bhayangkara Dua Polisi.ketika Bung Karno mengumandangkan Trikora yang isinya menuntut Pengembalian Irian Barat kepada Indonesia dari tangan Belanda.seketika pula dilakukan Operasi Militer ia pun ikut serta dalam perjuangan itu.setelah Irian barat berhasil dikembalikan.ia diberi tugas untuk mengawal kediaman Wakil Perdana Menteri Dr.J. Leimena di Jakarta.Berangsur-angsur Pangkatnya naik menjadi Brigadir Polisi.
Karena mengganggap para Pimpinan Angkatan Darat,sebagai penghalang utama cita citanya.maka PKI merencenakan untuk melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap sejumlah Perwira Angkatan Darat yang dianggap menghalangi cita-citanya.salah satu sasaranya adalah Jenderal A.H. Nasution yang bertetangga dengan rumah Dr.J. Leimena.Gerakan itu pun dimulai,ketika itu ia kebagian tugas jaga pagi.maka,ia menyempatkan diri untuk tidur. para penculik pun datang, pertama-tama mereka menyekap Para Pengawal rumah Dr.J. Leimena.karena mendengar suara gaduh maka K.S.Tubun pun terbangun dengan membawa senjata ia mencoba menembak para gerombolan PKI tersebut. Malang, gerombolan itu pun juga menembaknya. Karena tidak seimbang K.S.Tubun pun tewas seketika setelah peluru penculik menembus tubuhnya.
Atas segala jasa-jasanya selama ini.serta turut menjadi korban Gerakan 30 September maka Pemerintah Memasukannya sebagai salah satu Pahlawan Revolusi Indonesia.bersama Jenderal Ahmad Yani,Letjen Suprapto,Letjen M.T.Haryono,Letjen S.Parman,Mayjen Sutoyo,Mayjen D.I.Pandjaitan.Brigjen Katamso,Kolonel Sugiono,Kapten C.Z.I.Pierre Tendean.selain itu pula Pangkatnya Dinaikan Menjadi Ajun Inspektur Dua Polisi.namanya juga kini diabadikan menjadi nama sebuah kapal perang republik indonesia dari fregat van speijk class dengan nama KRI Karel Satsuit Tubun
15
9. Brigjen Anumerta Katamso Darmokusumo
BIODATA
Nama Lengkap : Katamso Darmokusumo
Alias : Katamso
Agama : Islam
Tempat Lahir : Sragen, Jawa Tengah
Tanggal Lahir : Senin, 5 Februari 1923
Zodiac : Aquarius
Warga Negara : Indonesia
PENDIDIKAN
Sekolah Menengah Pendidikan Militer: Pembela Tanah Air (PETA), Bogor
KARIR
Shodanco Peta di Solo
Komandan Kompi di klaten
Komandan Kompi Batalyon 28 Divisi IV
Komandan Batalyon "A" Komando Operasi 17 Agustus
Kepala Staff Resimen Team Pertempuran (RTP) II Diponegoro
Kepala Staff Resimen Riau Daratan Kodam III/17 Agustus
Komando Pendidikan dan Latihan (Koplat) merangkap Komandan Pusat
Pendidikan Infanteri (Pusdikif) di Bandung
Komandan Resort Militer korem 072, Komando Daerah Militer (Kodam) VII Diponegoro
di Yogyakarta.
PENGHARGAAN
Gelar Pahlawan Revolusi (SK Presiden RI No. 118/KOTI/Tahun 1965, tanggal 19
Oktober 1965)
BIOGRAFI
Brigjen Anumerta Katamso Darmokusumo adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia
yang terbunuh dalam peristiwa G.30S/PKI, namun ia tidak mengalaminya bersama para jenderal
lainnya di Jakarta, melainkan di Jogjakarta, sekalipun dalam hari dan peristiwa yang sama.
Selama masa mudanya, beliau menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
setelah itu, beliau melanjutkan pendidikan tentara Peta di Bogor.
16
Sesudah proklamasi kemerdekaan, beliau mengikuti TKR yang perlahan lahan berubah
menjadi TNI. Selama masa agresi militer belanda, pasukan yang dipimpinnya sering bertempur
untuk mengusir Belanda dari Indonesia. Sesudah pengakuan Kedaulatan, beliau diserahi tugas
untuk menumpas pemberontakan Batalyon 426 di Jawa Tengah.
Pada tahun 1958, terjadilah peristiwa pemberontakan PRRI/Permesta waktu itu beliau
menjabat sebagai Komandan Batalyon “A” Komando Operasi 17 Agustus yang dipimpin oleh
Kolonel Ahmad Yani.
Pada tahun 1963, beliau menjabat sebagai Komandan Korem 072 Kodam VII/Diponegoro
yang berkedudukan di Yogkakarta. Untuk menghadapi kegiatan PKI di daerah Solo, beliau aktif
membina mahasiswa. Mahasiswa mahasiswa itu diberi pelatihan militer.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 di Yogyakarta, disaat terjadi upaya kudeta oleh Partai
Komunis Indonesia dengan penculikan para jenderal di Jakarta, G.30 S/PKI pun berhasil
menguasai RRI Jogjakarta, Markas Korem 072 dan mengumumkan pembentukan Dewan
Revolusi.
Pada sore harinya mereka menculik Komandan Korem 072, Kolonel Katamso dan Kepala
Staf Korem Letnan Kolonel Sugiono dan membawanya ke daerah Kentungan. Kedua perwira
tersebut dipukul dengan kunci mortar dan tubuhnya dimasukan dalam sebuah lubang yang sudah
disiapkan. Kedua jenazah baru ditemukan pada tanggal 21 Oktober 1965 dalam keadaan rusak,
setelah dilakukan pencarian secara besar-besaran.
Dan pada tanggal 22 Oktober 1965 beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Semaki Yogyakarta.
17
10.Kolonel Anumerta R. Sugiyono Mangunwiyoto
BIODATANama Lengkap : Sugiyono Mangunwiyoto
Tempat Lahir : Gedaren, Gunungkidul
Tanggal Lahir : Kamis, 12 Agustus 1926
Zodiac : Leo
Warga Negara : Indonesia
Istri : Supriyati
Anak : R. Erry Guthomo, R. Agung Pramuji, R. Agung
Pramuji, R. Danny Nugroho, R. Budi Winoto, R. Ganis
Priyono, Rr. Sugiarti Takarina
KARIR
Komandan Seksi 1 Kompi 2 Batalyon 10 Resimen 3 di Yogyakarta. Pangkat Letnan Dua.
Ajudan Komandan Batalyon 30 Resimen 22
Ajudan Komandan Brigade 10 Divisi III, Letnan Kolonel Suharto
Perwira Operasi Brigade C di Yogyakarta
Komandan Kompi 4 Batalyon 411 Brigade C di Purworejo
Wakil Komandan Batalyon 441 di Semarang. Saat ini pangkatnya sudah Kapten.
Komandan Batalyon 441/Banteng Raiders III. Pangkatnya sudah Mayor.
Komandan Komandi Distrik Militer (Kodim) 0718 di Pati.
Komandan Kodim di Yogyakarta sekaligus Pejabat Sementara Kepala Staf Korem 072.
Pangkatnya sudah Letnan Kolonel.
PENGHARGAAN
Bintang RI II
Bintang Gerilya
Bintang Sewindu ABRI
Satya Lencana Kesetiaan XVI Tahun
Satya Lencana Perang Kemerdekaan I
Satya Lencana Perang Kemerdekaan II
Satya Lencana Gerakan Operasi Militer I
Satya Lencana Gerakan Operasi Militer II
Satya Lencana Gerakan Operasi Militer IV
Satya Lencana Sapta Marga
Satya Lencana Satya Dharma
Pahlawan Revolusi
BIOGRAFI
18
Sugiyono Mangunwiyoto adalah salah satu pahlawan revolusi RI. Dia dilahirkan pada 12
Agustus 1926 di Gedaren, Gunungkidul. Ia adalah anak kesebelas dari 14 bersaudara.
Ayahnya, Kasan Sumitrorejo adalah petani sekaligus Kepala Desa Gedara. Sugiyono
pernah mengikuti Sekolah Guru di Wonosari. Namun selesai sekolah, ia tidak menjadi guru.
Dia kemudian memutuskan untuk masuk dalam militer setelah dia memahami Situasi penjajahan
Jepang malah memicu Sugiyono untuk terjun di dunia militer.
Setelah ikut serta dalam Peta (Pembela Tanah Air), Sugiyono diangkat sebagai Budanco
(Komandan Peleton) di Wonosari. Seperti para Pahlawan Revolusi lainnya, Sugiyono pun ikut
bergabung ketika Badan Keamanan Rakyat (BKR) dibentuk dan diganti menjadi Tentara
Keamanan Rakyat (TKR).
Sugiyono menikah dengan Supriyati. Mereka memiliki anak enam orang laki-laki; R. Erry
Guthomo (l. 1954), R. Agung Pramuji (l. 1956), R. Haryo Guritno (l. 1958), R. Danny Nugroho
(l. 1960), R. Budi Winoto (l. 1962), dan R. Ganis Priyono (l. 1963); serta seorang anak
perempuan, Rr. Sugiarti Takarina (l. 1965), yang lahir setelah ayahnya meninggal. Nama Sugiarti
Takarina diberikan oleh Presiden Sukarno.
Sugiyono meninggal pada 2 Oktober 1965 setelah terjadi peristiwa G30S PKI, Sugiyono
dipukul hingga tewas. Mayatnya dimasukkan ke dalam lubang. Lokasi lubang ini baru ditemukan
pemerintah tanggal 21 Oktober 1965.
Di dalam lubang yang sama pula, mayat Kolonel Katamso ditemukan. Berdasarkan Surat
Keputusan Presiden R.I No. 111/KOTI/1965, tanggal 5 Oktober 1965, beliau turut dianugerahi
gelar Pahlawan Revolusi.
19