Post on 14-Apr-2018
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
1/19
1
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Az Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 12 tahun Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar Pendidikan : SD
Alamat : Jl. Udowo No.53 Dirgantara
ANAMNESA
Diambil Secara : auto-allo anamnesa
Pada tanggal : 18 September 2012 Jam : 11.00 WIB
Keluhan Utama : Nyeri menelan
Keluhan tambahan: tidur mendengkur, rasa mengganjal ditenggorokan
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien datang ke poliklinik THT RSPAU dengan keluhan nyeri menelan yang
dirasakan sejak 5 bulan yang lalu. Nyeri menelan dirasakan terus menerus dan
semakin berat sejak 3 hari terakhir hingga pasien sulit menelan makanan. Pasien juga
mengeluh rasa mengganjal ditenggorokan, dan saat tidur pasien mendengkur. Setiap
bulan pasien merasakan demam terutama saat serangan. Kadang disertai batuk pilek.
Saat ini pasien batuk pilek, tidak demam. Sebenarnya pasien pernah menderita
penyakit amandel sejak usia 10 tahun. Keluhannya hilang timbul. Keluhan sering
berulang 3-4 kali setahun. Keluhan hilang walaupun tanpa diberi obat.
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
2/19
2
Ibu pasien mengatakan keluhan-keluhan yang dirasakan saat serangan tersebut
terutama setelah pasien mengkonsumsi es dan minuman dingin lainnya.
Keluhan nyeri pada telinga, rasa penuh pada telinga, keluhan suara serak, sulit
membuka mulut disangkal oleh pasien.
Bila serangan, ibu pasien memberikan obat penurun panas, obat batuk pilek dan
antibiotic yang didapatkan dari dokter spesialis anak. Spesialis anak pernah
menganjurkan pasien untuk ke dokter spesialis THT tetapi baru saat ini pasien datang
ke dokter spesialis THT.
Riwayat Penyakit Dahu lu :
Riwayat Asthma disangkal oleh pasien. Riwayat alergi obat, makanan,
debu/udara dingin disangkal oleh pasien. Riwayat operasi sebelumnya disangkal oleh
pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
KEADAAN UMUM :
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital : TD : 110/80 mmHg Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36,3C
Berat Badan : 37 Kg
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
3/19
3
TELINGA
KANAN KIRI
Bentuk daun telinga Normal Normal
Kelainan congenital Tidak ada Tidak ada
Radang, Tumor Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Penarikan daun telinga Tidak ada Tidak ada
Kelainan Pre- , dan Infra-
aurikuler
Tidak ada Tidak ada
Region Mastoid /
retroaurikuler
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Liang Telinga Lapang, serumen (+)
sedikit
Lapang, serumen (+)
sedikit
Membran tympani Intak, hiperemis(-), reflex
cahaya (+) jam 5
Intak, hiperemis(-), reflex
cahaya (+) jam 7
TES PENALA
KANAN KIRI
Rinne Positif Positif
Weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
Swabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
Penala yang dipakai 512 Hz 512 Hz
Kesan : ADS dalam batas normal
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
4/19
4
HIDUNG
Bentuk : Normal
Tanda peradangan : tidak ada
Daerah sinus Frontalis dan Maxillaris : Nyeri tekan (-/-)
Vestibulum : Hiperemis (-/-), sekret (-/-)
Cavum nasi : Lapang (+/+), edema (-/-)
Konka inferior : Eutrofi / Eutrofi
Meatus nasi inferior : secret (-/-).hiperemis (-/-), edema (-/-)
Konka medius : Eutrofi / Eutrofi
Meatus nasi medius : secret (-/-).hiperemis (-/-), edema (-/-)
Septum nasi : Deviasi (-/-)
RHINOPHARYNX(Rhino sko pi po sterior)
Koana : tidak dilakukan pemeriksaan
Septum nasi posterior : tidak dilakukan pemeriksaan
Muara tuba Eustachius : tidak dilakukan pemeriksaan
Tuba Eustachius : tidak dilakukan pemeriksaan
Torus tubariu s : tidak dilakukan pemeriksaan
Post nasal drip : tidak dilakukan pemeriksaan
TENGGOROKAN
PHARYNX
Dinding pharynx : merah muda, hiperemis (-)
Arcus pharynx : Simetris, hiperemis (-), edema (-)
Tonsil : T2B/T2B, hiperemis (+/+), kripta melebar (+/+),
Detritus (+/+), perlengketan (-/-).
Uvula : letak ditengah, hiperemis (-)
Gigi : gigi geligi lengkap, caries (-)
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
5/19
5
LARYNX(lar ingoskopi)
Epiglottis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Plica aryepiglottis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Arytenoids : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ventricular band : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pita suara : Tidak dilakukan pemeriksaan
Rima glotidis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Cincin trachea : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sinus piriformis : Tidak dilakukan pemeriksaan
LEHER : KGB tidak teraba membesar
MAKSILO FACIAL : Deformitas (-), hematom (-), Parese Nervus cranial (-).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium darah :
Hb : 11,8 mg/dl Ht : 40 g%
Leukosit : 8800/uL Trombosit : 273.000/uL
Masa Perdarahan : 230 Masa Pembekuan : 510
Kesan : Dalam batas normal
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
6/19
6
RESUME
Pasien perempuan usia 12 tahun datang dengan keluhan nyeri menelan yang
dirasakan sejak 5 bulan yang lalu, dirasakan terus menerus dan semakin berat sejak
3 hari terakhir hingga pasien sulit menelan makanan. Rasa mengganjal
ditenggorokan(+), dan tidur mendengkur(+), Demam sekali dalam sebulan, kadang
disertai batuk pilek. Riwayat penyakit amandel (+) sejak usia 10 tahun. Keluhan sering
berulan 3-4 kali dalam setahun. Pasien sering mengkonsumsi es dan minuman dingin
lainnya. Riwayat pengobatan sebelumnya : antipiretik, obat batuk pilek dan antibiotic.
Pada Pemeriksaan Fisik didapatkan Tonsil hipertrofi dengan ukuran T2B/T2B,
hiperemis (+/+), kripta melebar (+/+), Detritus (+/+), perlengketan (-/-). Dari
pemeriksaan laboratorium darah didapatkan hasil dalam batas normal.
DIAGNOSA KERJA ( WD/ ) :
Tonsilitis hipertrofi kronis
DIAGNOSA BANDING ( DD/ ) : tidak ada
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
1. Antibiotik : Cefixime syrup 2x1 cth , selama 7-10 hari
2. Anti-inflamasi : methylprednisolon 3x 2 mg, selama 5 hari
3. Analgetik : Asam mefenamat 3 x 500mg selama 5 hari bila nyeri
4. Vitamin C : 2x 200 mg
Diberikan sebelum pasien menjalani operasi
Operatif : Tonsiloadenoidektomi
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
7/19
7
ANJURAN / EDUKASI
Sebelum operasi disarankan untuk menghindari makan gorengan, minuman dingin/ es.
Setelah dilakukan operasi, pasien di sarankan untuk :
- Jaga kebersihan mulut
- Makan makanan lunak bertahap
- Makan makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan
mempercepat penyembuhan
- Kontrol ke poliklinik THT
PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Functionam : Ad malam
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
8/19
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGI TONSIL
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin
Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri
dari tonsil palatine, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tuba Eustachius.2
A. TONSIL PALATINA 1,2
Tonsil palatine adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fose
tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus)
dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5
cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan
tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fose tonsilaris, daerah yang kosong
diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di rateral orofaring.
Dibatasi oleh:
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
9/19
9
- Lateral muskulus konstriktor faring superior
- Anterior muskulus palatoglosus
- Posterior muskulus palatofaringeus
- Superior palatum mole
- Inferior tonsil lingual
Permukaan tonsil palatine ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi
kripti tonsil. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar
sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan
jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme
pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjangjalur pembulu limfatik.
Fosa Tonsil1,2
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah
otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral
atau dingsing luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan
dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX
yaitu nervus glosofaringeal.
Pendarahan 1,2,3
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,
yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri
tonsilaris dan arteri palatine asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan
cabangnya arteri palatine desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya
lingualisdorsal; 4) arteri faringeal asende. Kutub bawah tonsil bagian anterior
diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatine
asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub
atas tonsil diberdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatine desenden.
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
10/19
10
daring faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah
dan pleksus faringeal.
Aliran getah bening 1,2
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening
servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus
sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju
duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.
Persarafan 1,2
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus
glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B
membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limposit T pada
tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B
berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen
komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasidi jaringan tonsilar. Sel
limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel
reticular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal
pada folikel ilmfoid,
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama
yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai
organ utama produksi antibody dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen
spesifik.
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
11/19
11
B. Tonsil Faringeal (Adenoid)1
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid
yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun
teraturseperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong
diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian
tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid
terletak di dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller
dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak.
Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun
kemudian akan mengalami regresi.
C. Tonsil Lingual1,2
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen
sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata.
TONSILITIS KRONIK
A. DEFINISI
Tonsillitis kronis adalah peradangan kronis tonsila palatine lebih dari 3 bulan,
setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis.
Terjadinya perubahan histology pada tonsil, dan terdapat jaringan fibrotic
yang menyelimuti mikroabses dan dikelilingi oleh zona sel-sel radang.2
Mikroabses pada tonsillitis kronik menyebabkan tonsil dapat menjadi fokal
infeksi bagi organ-organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain-lain. Fokal
infeksi adalah sumber bakteri / kuman di dalam tubuh dimana kuman atau
produk-produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan
dapat menimbulkan penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
12/19
12
atau bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi
atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi.
B. ETIOLOGI
Tonsilitis kronik yang mungkin terjqadi pada anak disebabkan oleh karena
sering menderita ISPA atau karena tronsilitis akut yang tidak diobati dengan
tepat atau dibiarkan saja. Tonsillitis kronik disebabkan oleh bakteri yang
sama yang terdapat pada tonsillitis akut, dan yang paling sering adalah
bakteri gram positif.1
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa factor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu :1
Rangsangan kronis (rokok, makanana)
Hygiene mulut yang buruk
Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)
Alergi (iritasi kronis dari allergen)
Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)
Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat
D. PATAFISIOLOGI
Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke
tubuh baik melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk di situ akan
dihancurkan oleh makrofag yang merupakan sel-sel polimorfonuklear. Jika
tonsil berulang kali terkena infeksi akibat dari penjagaan hygiene mulut yang
tidak memadai serta adanya factor-faktor lain, maka pada suatu waktu tonsil
tidak bisa membunuh kuman-kumansemuanya, akibat kuman yang bersarang
di tonsil dan akan menimbulkan peradangan tonsil yang kronis. Pada
keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang
infeksi atau fokal infeksi.4
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
13/19
13
Proses peradangan di mulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena
proses radang berulang, makan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis,
sehingga pada proses penyembuhanjaringan limfoid akan diganti oleh
jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripta akan melebar.
Secara krinis kripta ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang
mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripta berupa eksudat
berwarna kekuning kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul
dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris.
Sewaktu-waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada
keadaan imun yang menurun.1
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan
tonsillitis akut yang berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-
menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelen atau ada
sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan
pernafasan berbau.1
Tonsila akan memperlihatkan berbagai derajat hipertrofi dan dapat
bertemu di garis tengah. Nafas penderita bersifat ofensif dan kalau terdapat
hipertrofi yang hebat, mungkin terdapat obstruksi yang cukup besar pada
saluran pernafasan bagian atas yang dapat menyebabkan hipertensi
pulmonal.
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
14/19
14
F. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan pada tonsil
akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi kadang-kadang atrofi, hiperemi dan
odema yang tidak jelas. Didapatkan detritus atau detritus baru tampak jika
tonsil ditekan dengan spatula lida. Kelenjar leher dapat membesar tetapi tidak
terdapat nyeri tekan.1,2
Ukuran tonsil pada tonsillitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau atrofi.
Pembesaran tonsil dapat dinyatakan dalam ukuran T1 T4 Cody & Thane
(1993) membagi pembesaran tonsil dalam ukuran berikut :
T1 = batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai jarak pilar anterior
uvula
T2 = batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai 1/2
jarak pilar anterior-uvulaT3 = batas medial tonsil melewati
jarak pilar anterior-uvula
T4 = batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula atau lebih.
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
15/19
15
G. DIAGNOSIS
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hamper
50% diagnose dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering
datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus,
sakit waktu menelan, rasa mengganjal di tenggorok, nafas bau, malaise,
sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.
2. Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan
parut, permukaan tonsil tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti
terisi oleh detritus. Sebagian kripta mengalami stenosis, tepi eksudat
(purulent) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Gambaran klinis
yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat
lekukan, tepinya hiperemis dan jumlah kecil secret purulen yang tipis
terlihat pada kripta.
3. Pemeriksaan penu njang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari
sedianapus tonsil. Biarkan swab sering menghasilkan beberapa macam
kuman dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptococcus
haemolitikus, Streptokokus viridians, Stafilokokus, atau Pneumokokus.
H. DIAGNOSIS BANDING
Terdapat beberapa diagnose banding dari tonsillitis kronis adalah sebagai
berikut : 1,2,3
1. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsillitis Difteri
b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)
c. Mononucleosis Infeksiosa
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
16/19
16
2. Penyakit Kronik Faring Granulomatus
a. Faringitis Tuberkulosa
Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum
pasien adalah buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien juga
mengeluh nyeri hebat di tenggorokan, nyeri di telinga (otalgia) dan
pembesaran kelenjar limfa leher.
b. Faringitis Luetika
gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, skunder atau
tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superficial yang sembuh
disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa
mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil
c. Lepra (Lues)
Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian
menyebuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan
timbulnya jaringan ikat.
d. Aktinomikosis Faring
Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa
mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat
mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superficial, dengan dasar
jaringan granulasi yang lunak.
Penyakit-penyakit diatas umumnya memiliki keluhan berhubungan dengan
nyeri tenggorokan (odinofagi) dan kesulitan menelan (disfagi). Diagnose pasti
berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, foto X-ray
dan biopsy jaringan.
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
17/19
17
I. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Tonsillitis yang disebabkan oleh virus harus ditangani secara simptomatik.
Obat kumur, analgetik, dan antipiretik biasanya dapat membantu. Gejala-
gejala yang timbul biasanya akan hilang sendiri. Tonsilitis yang disebabkan
oleh streptokokus perlu diobati dengan penisilin V secara oral, cephalosporin,
makrolid, klindamicin, atai injeksi secara intramuscular penisilin benzatin
antibiotic tambahan mungkin akan berguna.1,2,3
Operati f
Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan
pasa pasien dengan tonsilaris kronik, yaitu berupa tindakan pengangkatan
jaringan tonsila palatine dari fossa tonsilaris Tetapi tonsilektomi dapat
menimbulkan berbagai masalah dan berisiko menimbulkan komplikasi seperti
perdarahan, syok, nyeri pasca tonsilektomi, maupun infeksi.2
Indikasi Tonsilektomi
Menurut Americn Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery
(AAO-HNS) (1995), Indikator klinis untuk prosedur surgical adalah seperti
berikut:
Indikasi Abs olut
o Pembengkakakn tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas,
disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner
o Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan
drainase
o Tonsillitis yang menimbulkan kejang demam
o Tonsillitis yang membutuhkan biopsy untuk menetukan patologi anatomi
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
18/19
18
Indikasi Ralati f
o Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotic adekuat
o Halitosis akibat tonsillitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis
o Tonsillitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotic beta-laktamase resisten
o Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan
o Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus
dibedakan apakah mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau
hanya sebagai kandidat. Dugaan keganasan dan obstruksi saluran napas
merupakan indikasi absolute untuk tonsilektomi.
o Obstruksi nasofaringeal yang berat sehingga boleh mengakibatkan
terjadinya gangguan apnea ketika tidur merupakan indikasi absolute untuk
surgery.
7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi
19/19
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi.E.A, et all. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan
Kepala & Leher. Edisi Ke-6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007. Pg: 212-225.
2. Adams.G.L, Boies.L.R, Higler.P.A. Boies Fundamentals Of Otolaryngology a
Textbook of Ear, Nose and Throat Diseases. 6th Edition.Philadelphia : WB
Sunders Company.1989. pg: 340-355.
3. Ballenger Jacob John. Penyakit Telinga,Hidung,Tenggorokan, Kepala,& Leher.
Jilid Satu.Edisi 13. Jakarta : Staf Ahli Bagian THT RSCM-FKUI Indonesia.1994.
pg: 346-357
4. Pracy.R, Siegier.J, Stell.P.M. Pelajaran Ringkasan Telinga, Hidung, &
Tenggorokan. Cetakan ke-3. Jakarta : PT.Gramedia Indonesia. 1989. pg: 114-
125.
5. Feenstra.L, Van den Broek.P. Buku Saku Ilmu Kesehatan Telinga,Hidung,&
Tenggorokan. Edisi 12. Jakarta : EGC Indonesia. 2010. Pg: 181-188.