Post on 24-Dec-2015
MORBILI
Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium
yaitu Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan
pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala,
Stadium prodromal yang menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan
batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik),
dan Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya ruam makulopapular yang
didahului dengan meningkatnya suhu badan.
EPIDEMIOLOGI
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan
seumur hidup. Usia puncak insidens penyakit ini adalah umur 5-10 tahun, di negara yang
belum berkembang insidens tertinggi pada umur 2 tahun. Wabah terjadi pada kelompok anak
yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah dengan populasi balita banyak mengidap gizi
buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5
tahun pernah terserang penyakit campak, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000
kasus pertahun.
Kejadian luar biasa campak lebih sering terjadi di daerah pedesaan terutama karena
akses pelayanan kesehatan yang sulit, khususnya dalam program imunisasi. Di daerah
transmigrasi sering terjadi terjadi wabah dengan angka kematian yang tinggi. Daerah urban
yang padat dan kumuh merupakan daerah rawan dan sumber kejadian luar biasa terhadap
penyakit yang sangat menular seperti campak1.
Etiologi
Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan genus Morbili virus.
Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip dengan virus Parainfluenza dan
Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring, darah dan urin paling tidak selama
masa prodromal hingga beberapa saat setelah ruam muncul. Virus campak adalah organisme
yang tidak memiliki daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur
kamar selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal
34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu
dalam temperatur 35˚C, beberapa hari pada suhu 0˚C, dan tidak aktif pada pH rendah.
PATOGENESIS
Manusia adalah satu-satunya inang asli untuk virus campak4. Penularan campak terjadi
secara droplet melalui udara, terjadi antara 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4
hari setelah timbul ruam. Infeksi dimulai di mukosa hidung/faring. Di tempat awal infeksi,
penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk ke
dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear mencapai kelenjar
getah bening lokal. Virus kemudian bermultiplikasi dengan sangat perlahan dan disitu
mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular (RES) seperti limpa, dimana virus
menyerang limfosit. Virus campak dapat bereplikasi dalam limfosit tertentu yang membantu
penyebaran ke seluruh tubuh4. 5-6 hari sesudah infeksi awal, fokus infeksi terbentuk yaitu
ketika ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah (viremia primer) dan menyebar ke
permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas, kulit, kandung kemih, dan usus. Pada
hari 9-10 fokus infeksi yang berada di epitel saluran napas dan konjungtiva, mengalami
nekrosis pada satu sampai dua lapisan. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk
kembali ke dalam pembuluh darah (viremia sekunder) dan menimbulkan manifestasi klinis
dari sistem pernafasan diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang
tampak merah.
PATOFISIOLOGI
Pada stadium prodromal terdapat hiperplasia jaringan limfe. Distribusi yang luas dari
giant cell multinuklear (sel retikuloendotel Warthin-Finkeldey) akibat fusi-fusi sel dan inklusi
intranuklear terlihat dalam jaringan limfoid di seluruh tubuh (limfoid, tonsil, terutama
appendix). Keadaan tersebut terjadi selama masa inkubasi, biasanya 9-11 hari4. Sebagai
reaksi terhadap virus, terjadi proses peradangan epitel saluran pernafasan, konjungtiva dan
kulit yang mana terbentuk eksudat yang serous dan proliferasi sel mononukleus dan beberapa
sel polimorfonukleus di sekitar kapiler. Respon imun ini diikuti dengan manifestasi klinis
berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan ruam yang menyebar ke seluruh tubuh,
tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, merupakan tanda
pasti untuk menegakkan diagnosis1. Ruam pada kulit terjadi sebagai akibat respon delayed
hypersensitivityterhadap antigen virus, sebagai hasil interaksi sel T imun dan sel yang
terinfeksi virus dalam pembuluh darah kecil dan berlangsung sekitar 1 minggu. Kejadian ini
tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel T 4. Pada kulit, reaksi terutama terjadi di
sekitar kelenjar sebacea dan folikel-folikel rambut 7.
MANIFESTASI KLINIS
1. Fase Prodromal
Fase ini berlangsung 2-4 hari, virus terdapat dalam air mata, sekresi hidung dan tenggorokan,
urin, serta darah. Pada stadium prodromal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi yang
merupakan tanda patognomonis campak yaitu bercak koplik, conjungtivitis, coryza,
dan cough (tanda 3C), disertai demam ringan sampai sedang. Bercak koplik adalah bintik-
bintik berwarna putih kelabu, berukuran sebesar butir pasir dikelilingi areola berwarna
kemerahan, kadang-kadang bercak tersebut bersifat hemoragis. Selain itu cenderung timbul
berhadapan dengan gigi molar bawah, tetapi dapat menyebar tidak teratur mengenai seluruh
permukaan mukosa pipi. Meski jarang, bercak dapat pula ditemukan pada bagian tengah bibir
bawah, langit-langit dan karunkula lakrimalis. Bercak koplik terdiri atas eksudat serosa dan
proliferasi sel-sel endotel, serupa dengan yang terdapat pada lesi-lesi kulit. Bercak tersebut
muncul dan menghilang dengan cepat dalam waktu 12-18 jam. Ketika menghilang pada
mukosa penderita masih ditemukan bercak diskolorisasi mukosa kemerahan7.
2. Fase Erupsi
Ruam makulopapular muncul 14 hari setelah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral
dapat dideteksi. Ruam–ruam kulit biasanya mulai sebagai makula tidak tegas, terdapat pada
bagian samping atas leher penderita, di belakang telinga, sepanjang batas rambut dan pada
bagian belakang pipi. Setiap lesi berubah menjadi makulopapular bersamaan dengan
penyebaran cepat ruam kulit di seluruh muka, leher, lengan atas dan bagian atas dada dalam
waktu kurang lebih 24 jam pertama, disertai panas tinggi. Dalam 24 jam berikutnya, lesi-lesi
menyebar menutupi punggung, abdomen, seluruh lengan dan paha. Proses menghilangnya
ruam kulit berlangsung dari atas ke bawah dengan urutan sesuai proses pemunculannya. Lesi
pada wajah mulai menghilang pada hari ke 2-3, yaitu pada saat lesi mencapai kaki. Derajat
penyakit berhubungan langsung dengan luas dan penyatuan ruam-ruam tersebut.
3. Fase Konvalesens
Pada fase akhir, ruam menjadi hiperpigmentasi dan kadang-kadang deskuamasi, gejala-
gejala lainnya menghilang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Jumlah leukosit cenderung menurun disertai limfositosis relatif 7.
2. Isolasi dan identifikasi virus : Swab nasofaring dan sampel darah yang diambil dari pasien
2-3 hari sebelum onset gejala sampai 1 hari setelah timbulnya ruam kulit (terutama
selama masa demam campak) merupakan sumber yang memadai untuk isolasi virus.
Selama stadium prodromal, dapat terlihat sel raksasa berinti banyak pada hapusan
mukosa hidung7.
3. Serologis: konfirmasi serologi campak berdasarkan pada kenaikan empat kali titer antibodi
antara sera fase akut dan fase penyembuhan atau pada penampakkan antibodi IgM
spesifik campak antara 1-2 minggu setelah onset ruam kulit. Bagian utama dari respon
imun ditujukan langsung pada protein NP. Hanya pada kasus campak yang tidak khas,
yang pasti bereaksi terhadap protein M yang ada4.
KOMPLIKASI
1. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas,
bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya, ditandai dengan distres
pernafasan, sesak, sianosis, dan stridor. Ketika demam menurun, keadaan akan
membaik dan gejala akan menghilang1.
2. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah komplikasi campak yang sering dijumpai (75,2%). yang
sering disebabkan invasi bakteri sekunder, terutama Pneumokokus, Stafilokokus, dan
Hemophilus influenza7. Pneumonia terjadi pada sekitar 6% dari kasus campak dan
merupakan penyebab kematian paling sering pada penyakit campak1.
3. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat
ruam keluar1.
4. Ensefalitis
Ensefalitis adalah penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi
pada hari ke 4-7 setelah timbul ruam, dan sejumlah kecil pada periode pra-erupsi.
Ensefalitis simptomatik timbul pada sekitar 1:1000. Diduga jika ensefalitis terjadi pada
waktu awal penyakit maka invasi virus memainkan peranan besar, sedangkan ensefalitis
yang timbul kemudian menggambarkan suatu reaksi imunologis. Gejala ensefalitis
dapat berupa kejang, letargi, koma, dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas
meningkat, twitching, disorientasi, juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan
serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear,
peningkatan protein ringan, sedangkan glukosa dalam batas normal1.
5. Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE)
SSPE (Dawson’s disease) merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh infeksi oleh virus campak yang persisten, suatu penyulit lambat
yang jarang terjadi. Semenjak penggunaan vaksin meluas, kejadian SSPE menjadi
sangat jarang. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah
campak adalah 0,6-2,2 per 100.000. Masa inkubasi timbulnya SSPE rata-rata 7 tahun1.
Sebagian besar antigen campak terdapat dalam badan inklusi dan sel otak yang
terinfeksi, tetapi tidak ada partikel virus matur. Replikasi virus cacat karena kurangnya
produksi satu atau lebih produk gen virus, seringkali adalah protein matrix. Keberadaan
virus campak intraseluler laten dalam sel otak pasien dengan SSPE menandakan
kegagalan sistem imun untuk membersihkan infeksi virus4.
Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku, iritabilitas dan penurunan
intelektual yang progresif serta penurunan daya ingat, diikuti oleh inkoordinasi motorik,
dan kejang yang umumnya bersifat mioklonik. Selanjutnya pasien menunjukkan
gangguan mental yang lebih buruk, ketidakmampuan berjalan, kegagalan berbicara
dengan komprehensi yang buruk, dysphagia, dapat juga terjadi kebutaan. Pada tahap
akhir dari penyakit, pasien dapat tampak diam atau koma. Aktivitas elektrik di otak
pada EEG menunjukkan perubahan yang progresif selama sakit yang khas untuk SSPE
dan berhubungan dengan penurunan yang lambat dari fungsi sistem saraf pusat.
Laboratorium : Peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibodi terhadap
campak dalam serum meningkat (1: 1280)11.
6. Otitis media
Invasi virus ke telinga tengah umumya terjadi pada campak. Gendang telinga
biasanya hiperemia pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri
menjadi otitis media purulenta1.
7. Enteritis dan diare persisten
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase
prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Diare persisten
bersifat protein losing enteropathy sehingga dapat memperburuk status gizi1.
8. Konjungtivitis
Ditandai dengan mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Kadang-
kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat
dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit. Konjungtivitis diperburuk
dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis yang dapat menyebabkan kebutaan.
9. Miokarditis
10. Hemorrhagic (black) measles
11. Reaktivasi atau memberatnya penyakit TB
12. Trombositopenia.
PENGOBATAN
Ø Supportif :
o Memperbaiki keadaan umum
o Istirahat cukup
o Mempertahankan status nutrisi dan hidrasi (cukup cairan dan kalori)
o Perawatan kulit dan mata
o Perawatan lain sesuai penyulit yang terjadi
Ø Simptomatik :
o Antipiretik, antitutif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan.
Ø Antibiotik bila ada infeksi bakteri sekunder.
Ø Vitamin A dosis tinggi (rekomendasi WHO dan UNICEF)
§ Usia 6 bln-1 thn : 100.000 unit dosis tunggal p.o
§ Usia >1 thn : 200.000 unit dosis tunggal p.o
Dosis tersebut diulangi pada hari ke-2 dan 4 minggu kemudian bila telah didapt tanda
defisiensi vitamin A. Apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari2.
PROGNOSIS
Biasanya campak sembuh dalam 7-10 hari setelah timbul ruam. Bila ada penyulit
infeksi sekunder/malnutrisi berat, maka penyakit menjadi berat. Kematian disebabkan karena
penyulit (pneumonia dan ensefalitis)2.
PENCEGAHAN
1. Imunisasi aktif
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi
berumur 9 bulan atau lebih. Pada tahun 1963 telah dibuat dua macam vaksin campak,
yaitu (1) vaksin yang berasal dari virus campak hidup yang dilemahkan (tipe
Edmonstone B), dan (2) vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (dalam
larutan formalin dicampur dengan garam alumunium). Namun sejak tahun 1967, vaksin
yang berasal dari virus campak yang telah dimatikan tidak digunakan lagi, oleh karena
efek proteksinya hanya bersifat sementara dan dapat menimbulkan gejala atypical
measles yang hebat1. Vaksin yang berasal dari virus campak yang dilemahkan
berkembang dari Edmonstone strain menjadi strain Schwarz (1965) dan
kemudian menjadi strain Moraten (1968). Dosis baku minimal pemberian vaksin
campak yang dilemahkan adalah 0,5 ml, secara subkutan, namun dilaporkan bahwa
pemberian secara intramuskular mempunyai efektivitas yang sama.
Vaksin campak sering dipakai bersama-sama dengan vaksin rubela dan parotitis
epidemika yang dilemahkan, vaksin polio oral, difteri-tetanus-polio vaksin dan lain-
lain. Laporan beberapa peneliti menyatakan bahwa kombinasi tersebut pada umumnya
aman dan tetap efektif 2.
2. Imunisasi pasif
Campak dapat dicegah dengan Immune serum globulin (gamma globulin) dengan
dosis 0,25 ml/kgBB intramuskuler, maksimal 15 ml dalam waktu 5 hari sesudah
terpapar, atau sesegera mungkin. Perlindungan yang sempurna diindikasikan untuk
bayi, anak-anak dengan penyakit kronis, dan para kontak di bangsal rumah sakit serta
institusi penampungan anak. Setelah hari ke 7-8 dari masa inkubasi, maka jumlah
antibodi yang diberikan harus ditingkatkan untuk mendapatkan derajat perlindungan
yang diharapkan7.
Kontraindikasi vaksin : reaksi anafilaksis terhadap neomisin atau gelatin,
kehamilan, imunodefisiensi (keganasan hematologi atau tumor padat, imunodefisiensi
kongenital, terapi imunosupresan jangka panjang, infeksi HIV dengan imunosupresi
berat2.
VARICELLA
Epidemiologi
Insiden terbanyak varisela terjadi pada usia 1-6 tahun dan hanya terjadi 10% pada
usia lebih dari 14 tahun. Angka mortalitas pada anak dengan immunocompromised
lebih besar. Kejadian varisela dapat menjadi lebih berat pada neonatus, tergantung
periode infeksi pada ibu.
Etiologi
Varisela merupakan penyakit infeksi akut, disebabkan oleh varicella zoster virus
(VZV). VZV adalah virus DNA yang tergolong dalam group herpesvirus, subfamily
Alphaherpesvirinae. VZV mempunyai DNA sekuens sendiri dan amplop
glikoprotein. VZV sulit diisolasikan pada kultur sel dan tumbuh paling baik tetapi
lambat pada human diploid fibroblast cells
PATOFISIOLOGI
Varicella primer disebabkan oleh virus varicella-zoster, yang merupakan herpes
virus. Penyebaran dapat melalui sekresi lendir pernafasan ke saluran nafas, ataupun
kontak dengan kulit penderita langsung.
Infeksi paling awal terjadi pada konjungtiva atau mukosa saluran pernafasan bagian
atas . Virus bereplikasi di kelenjar getah bening selama 2–4 hari dan disertai dengan
penyebaran virus melalui darah setelah 4–6 hari inokulasi. Virus akan bereplikasi di
hati, limpa, dan organ lainnnya. Penyebaran virus kedua melalui darah akan berakhir
di kulit setelah 14–16 hari pemaparan virus, dan menyebabkan kelainan kulit.
Beberapa kondisi berat yang mungkin terjadi adalah infeksi di otak, hati dan paru-
paru.
Masa inkubasi virus selama 10–21 hari, penderita dapat menularkan sejak 1–2 hari
sebelum kelainan kulit timbul sampai lesi kulit mengering (5–6 hari dari awal lesi
kulit pertama timbul ). Walaupun imunitas akan terbentuk setelah infeksi ini, dari
beberapa laporan ditemukan adanya infeksi kembali dari virus yang sama.
Faktor Resiko
Faktor resiko yang mendukung terjadinya varisela berat, meliputi Neonatus, terutama pada
ibu yang seronegatif.
Terapi steroid
Keganasan
Kondisi immunocompromised
Kehamilan
Manifestasi Klinis
Inkubasi : Berlangsung selama 10-14 hari
Prodromal :
Terjadi pada hari 1 hingga hari ke 3
Berupa nyeri perut, sakit kepala, anoreksia, batuk dan coryza, sakit tenggorokan,
perasaan lemah (malaise)
Kadang-kadang terdapat kelainan scarlatinaform atau morbiliform
Erupsi (rash):
Pada anak yang sehat terdapat sekitar 250-500 lesi.Dimulai dengan gejala-gejala
sistemik ringan diikuti dengan munculnya makula-makula merah (seperti embun di
atas mahkota mawar merah) yang kemudian dengan cepat berubah menjadi vesikel
kecil dengan tepi yang eritema, berisi cairan jernih, tidak memperlihatkan cekungan
di tengah (unumbilicated). Kemudian menjadi pustula, dan terakhir menjadi krusta.Isi
vesikel berubah menjadi keruh dalam 24 jam. Biasanya vesikel menjadi kering
sebelum isinya menjadi keruh.
Dalam 3-4 hari erupsi tersebar. Ruam pada umumnya muncul di kepala dan telinga,
kemudian menyebar secara sentrifugal ke wajah, leher, badan dan ekstremitas.Erupsi
ini disertai perasaan gatal. Pada suatu saat terdapat bermacam-macam stadium erupsi;
ini merupakan tanda khas penyakit varisela. Vesikel tidak hanya terdapat di kulit
melainkan juga di selaput lendir mulut, dan beberapa terlihat di orofaring.
Konvalescen:
Lesi biasanya pecah membentuk krusta setelah 6 hari (2-12 hari) dan sembuh
sempurna dalam 16 hari (7-34 hari). Erupsi yang berkepanjangan atau lamanya
pembentukan krusta dan penyembuhan dapat terjadi pada imunitas seluler yang tidak
cocok.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dibutuhkan untuk diagnosis karena varisela dapat terlihat
dari gejala klinis. Kebanyakan pada anak-anak dengan varisela terjadi leukopeni pada 3 hari
pertama, kemudian diikuti dengan leukositosis. Leukositosis mengindikasikan adanya infeksi
bakteri sekunder, tetapi tidak selalu. Kebanyakan pada anak-anak dengan infeksi bakteri
sekunder tidak terjadi leukositosis.
Radiologi
Foto toraks : Anak-anak dengan suhu yang tinggi dan gangguan respirasi seharusnya
dilakukan foto toraks untuk mengkonfirmasi atau menyingkirkan adanya pneumonia.
Penanganan
Karena cacar air pada umumnya ringan dan sembuh dengan sendirinya, penanganan cacar air
terutama ditujukan untuk meringankan gejala.1 Yang dapat dilakukan adalah:1
Tirah baring secukupnya
Parasetamol untuk menurunkan demam
Calamine dan mandi dengan air suam-suam kuku untuk meringankan rasa gatal
Sarung tangan untuk mencegah anak menggaruk ruam mungkin dibutuhkan pada anak-
anak yang sangat kecil.
Makanan yang lebih lembut dan menyejukkan jika ada ruam di dalam mulut.
Pencegahan
Cacar air dapat dicegah dengan beberapa cara:
Vaksinasi.7 Vaksinasi memberikan perlindungan penuh dari cacar air pada 8 – 9 dari 10
orang. Pada orang yang tetap mengalami cacar air setelah vaksinasi, cacar air yang dialami
sangat ringan, dengan jumlah ruam di bawah 50, demam ringan atau tanpa demam, dan
hanya berlangsung beberapa hari. Vaksinasi diberikan pada kelompok-kelompok berikut:7
Prognosa
Anak-anak sehat dengan varisela mempunyai prognosa baik. Sedangkan anak-anak
yang imunocompremise mempunyai resiko yang lebih besar untuk menjadi parah dan
meninggal. Angka mortalitas pada varisela neonatus mencapai 30%. Episode ulangan
varisela jarang terjadi oleh karena imunitasnya yang bertahan seumur hidup