Bintan puisi

Post on 20-Jul-2015

60 views 0 download

Transcript of Bintan puisi

Analisis Puisi Kesabaran Karya Chairil Anwar

Kesabaran

Karya Chairil Anwar

Aku tak bisa tidur

Orang ngomong, anjing nggonggong

Dunia jauh mengabur

Kelam mendinding batu

Dihantam suara bertalu-talu

Di sebelahnya api dan abu

Aku hendak bicara

Suaraku hilang, tenaga terbang

Sudah! Tidak jadi apa-apa!

Ini dunia enggan disapa, ambil perduli

Keras membeku air kali

Dan hidup bukan hidup lagi

Kuulangi yang dulu kembali

Sambil bertutup telinga, berpicing mata

Menunggu reda yang mesti tiba

ANALISIS PUISI MENGGUNAKAN TEORI STRUKTURAL

1. Struktur Bathin

a. Tema

Herman J. Waluyo (1987:106) mengatakan “Tema merupakan pokok atau subject-

matter yang dikemukakan oleh penyair”. Ungkapan tersebut mengindikasikan bahwa tema

merupakan sebuah atmosfer dari sebuah puisi, sebuah puisi pasti memiliki sebuah tema

(umumnya satu) yang melingkupi keseluruhan puisi. Oleh sebab itu dalam menafsirkan tema

dalam puisi, puisi tersebut harus ditafsirkan secara utuh.

Tema di dalam puisi ‘Kesabaran’ karya Chairil Anwar yaitu tema sosial, karena

menceritakan kehidupan sosial penyair yang kemugkinan besar berusaha sabar dalam

menghadapi orang lain.

b. Perasaan (Feeling)

Herman J. Waluyo (1987:121) bahwa perasaan adalah “ suasana perasaan penyair

yang ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca”.

Di dalam puisi ‘Kesabaran’ karya Chairil Anwar perasaannya yaitu perasaan penyair

yang berusaha sabar dalam menghadapi hidup, ia tidak memperdulikan apapun yang orang

katakan tentang dirinya. Ia lebih baik diam dan tidak berkomentar.

c. Nada dan Suasana

Nada adalah sikap penyair dalam menyampaikan puisi terhadap pembaca, beraneka

ragam sikap yang sering digunakan oleh penyair, seperti yang dikemukakan oleh Herman J.

Waluyo (1987:125) “…apakah dia ingin bersikap menggurui, menasihati, menyindir, atau

bersikap lugas…”. Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu, atau

akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca.

Nada di dalam puisi ‘Kesabaran’ karya Chairil Anwar Penulis berpendapat bahwa

puisi tersebut bernada lugas, sebab penyair begitu lugas dalam mengemukakan bagaimana

pengalamannya dalam bersabar. Puisi yang berjudul ‘Kesabaran’ mencerminkan bagaimana

kelugasan penyair dalam mengemukakan pengalamannya, tidak bersikap menggurui. Hal ini

disebabkan bahwa kesabaran adalah sesuatu yang sangat sakral, ada di dalam setiap diri

manusia.

Suasana di dalam puisi ‘Kesabaran’ karya Chairil Anwar memberikan suasana pada

pembaca, bahwa perasaan penyair sangat kuat dan ia tidak memikirkan apapun yang

membuat ia sakit hati, ia akan bersabar dan tidak akan banyak berkomentar. Hal ini penulis

rasakan setelah membaca puisi tersebut, memberikan kesadaran bahwa apabila kita

menghadapi masalah harus bersikap sabar dan yakin bahwa cobaan itu akan berlalu seiring

berjalannya waktu.

d. Amanat atau pesan

Setelah memahami tentang tema, nada,dan perasaan yang terdapat dalam puisi

tersebut, penulis menyimpulkan bahwa pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam

puisinya adalah tentang kesabaran, penyair ingin mengamanatkan bahwa kita harus bersabar

dalam menghadapi masalah, sebab masalah pasti akan selalu datang. Maka dari itu, kita harus

bersabar dan yakin bahwa suatu saat cobaan itu akan berlalu.

2. Struktur fisik (Metode Puisi)

a. Diksi (Pemilihan Kata)

Penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus

dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di

tengah konteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. Oleh sebab itu,

disamping memilih kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan katanya dan

kekuatan atau daya magis dari kata-kata tersebut. Kata-kata diberi makna baru dan yang tidak

bermakna diberi makna menurut kehendak penyair. Karena begitu pentingnya kata-kata

dalam puisi, maka bunyi kata juga dipertimbangkan secara cermat dalam pemilihannya.

Karena pemilihan kata-kata mempertimbangkan berbagai aspek estetis, maka kata-kata yang

sudah dipilih oleh penyair untuk puisinya bersifat absolut dan tidak bisa diganti dengan padan

katanya, sekalipun maknanya tidak berbeda. Bahkan sekalipun unsur bunyinya hampir mirip

dan maknanya sama, kata yang sudah dipilih itu tidak dapat diganti. Jika kata itu diganti akan

mengganggu komposisi dengan kata lainnya dalam konstruksi keseluruhan puisi itu.

Di dalam puisi ‘Kesabaran’ karya Chairil Anwar diksi atau pemilihan kata

menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh pembaca meskipun dalam struktur kata

tidak beraturan dan kurang sesuai dengan struktur kata pada umumnya. Misalnya: kata

‘nggonggong’ dalam struktur kata pada umumnya bukan ‘nggonggong’ tetapi

‘menggonggong’, namun penyair lebih memilih kata ‘nggonggong’ sebagai kata yang

memiliki unsur orisinalitas atau private symbol sehingga menghasilkan poetic power.

b. Pengimajian

Ada hubungan erat antara diksi, pengimajian, dan kata kongkret. Diksi yang dipilih

harus menghasilkan pengimajian oleh karena itu kata-kata menjadi lebih kongkret seperti kita

hayati melalui penglihatan, pendengaran, atau cita rasa. Pengimajian dapat dibatasi dengan

pengertian: kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris,

seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Baris atau bait puisi itu seolah mengandung

gema suara (imaji auditif), benda yang nampak (imaji visual), atau sesuatu yang bisa kita

rasakan, raba, atau sentuh (imaji taktil).

Pengimajian di dalam puisi ‘Kesabaran’ karya Chairil Anwar yaitu sebagai berikut:

- Aku tak bisa tidur (imaji taktil)

- Orang ngomong, anjing nggonggong (imaji auditif)

- Dunia jauh mengabur (imaji taktil)

- Kelam mendiding batu (imaji taktil)

- Dihantam suara bertalu-talu (imaji auditif)

- Di sebelahnya api dan abu (imaji visual)

- Aku hendak bicara (imaji taktil)

- Suaraku hilang, tenagaku terbang (imaji taktil)

- Sudah! tidak jadi apa-apa! (imaji taktil)

- Ini dunia enggan disapa, ambil perduli (imaji taktil)

- Keras membeku air kali (imaji visual)

- Dan hidup bukan hidup lagi (imaji taktil)

- Kuulangi yang dulu kembali (imaji taktil)

- Sambil bertutup telinga, berpicing mata (imaji visual)

- Menunggu reda yang mesti tiba (imaji taktil)

c. Kata Kongkret

Untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca, maka kata-kata harus

diperkongkret, maksudnya ialah bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada arti yang

menyeluruh. Seperti halnya pengimajian, kata yang diperkongkret ini juga erat hubungannya

dengan penggunaan kiasan dan lambang. Jika penyair mahir memperkongkret kata-kata,

maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan oleh

penyair. Dengan demikian pembaca terlibat penuh secara bathin kedalam puisinya. Jika imaji

pembaca merupakan akibat dari pengimajian yang diciptakan penyair, maka kata kongkret ini

merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian itu. Dengan kata yang diperkongkret,

pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh

penyair.

Di dalam puisi ‘Kesabaran’ karya Chairil Anwar kata kongkret yang dipilih untuk

melukiskan ia berusaha sabar dan mengabaikan orang-orang yang menggunjingnya atau

membicarakannya ia menggunakan kata ‘Aku tak bisa tidur/Orang ngomong, anjing

nggonggong/Dunia jauh mengabur/Kelam mendinding batu/Dihantam suara bertalu-talu/Di

sebelahnya api dan abu’, kata kongkret yang dipilih untuk melukiskan ia berusaha berbicara

namun ia tidak dapat berbicara dan akhirnya berusaha untuk tidak perduli ia menggunakan

kata ‘Aku hendak bicara/Suaraku hilang, tenaga terbang/Sudah! tidak jadi apa-apa!/Ini

dunia enggan disapa, ambil perduli’, kata kongkret yang dipilih untuk melukiskan ia sudah

tahan dan kuat untuk menjalani hidup ia menggunakan kata ‘Keras membeku air kali/Dan

hidup bukan hidup lagi’, kata kongkret yang dipilih untuk melukiskan bahwa ia akan terus

bersabar dan yakin bahwa suatu saat nanti cobaan itu akan berlalu seiring berjalannya waktu

ia menggunakan kata ‘Kuulangi yang dulu kembali/Sambil bertutup telinga, berpicing

mata/Menunggu reda yang mesti tiba’.

d. Bahasa Figuratif (Majas)

Penyair menggunakan bahasa yang bersusun-susun atau berpigura sehingga disebut

bahasa figuratif. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis artinya memancarkan

banyak makna atau kaya akan makna. Bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair

untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung

mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya bermakna kias atau makna lambang.

Bahasa figuratif dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang dimaksudkan

penyair karena: 1) bahasa figuratif mampu menghasilkan kesenangan imajinatif, 2) bahasa

figuratif adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi sehingga yang abstrak

menjadi kongkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca, 3) bahasa figuratif adalah cara

menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair, 4)

bahasa figuratif adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan

cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat (Perrine,

1974:616-617).

Di dalam puisi ‘Kesabaran’ karya Chairil Anwar menggunakan majas hiperbola

yakni kiasan yang berlebih-lebihan. Misalnya dalam kata ‘Dunia jauh mengabur’, ‘Kelam

mendinding batu’, ‘Suaraku hilang, tenaga terbang’, ‘Keras membeku air kali’, ‘Dan hidup

bukan hidup lagi’. Selain itu puisi tersebut juga menggunakan majas personifikasi seperti

dalam kata ‘Ini dunia enggan disapa, ambil perduli’.

e. Rima dan Ritma

Bunyi di dalam puisi menghasilkan rima dan ritma. Rima adalah pengulangan bunyi

di dalam puisi. Dalam ritma pemotongan-pemotongan baris menjadi frasa yang berulang-

ulang, merupakan unsur yang memperindah puisi itu.

1. Rima

Pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi.

Dengan pengulangan bunyi itu puisi menjadi merdu jika dibaca. Untuk mengulang bunyi ini

penyair juga mempertimbangkan lambang bunyi. Dengan cara ini pemilihan bunyi-bunyi

mendukung perasaan dan suasana puisi.

Rima di dalam puisi ‘Kesabaran’ karya Chairil Anwar adalah sebagai berikut:

Aku tak bisa tidur (pengulangan bunyi fonem /a/ dan /i/)

Orang ngomong, anjing nggonggong (pengulangan bunyi fonem /o/ dan /ng/)

Dunia jauh mengabur (pengulangan bunyi fonem /u/)

Kelam mendinding batu (pengulangan bunyi fonem /e/ dan /m/)

Dihantam suara bertalu-talu (pengulangan bunyi fonem /a/)

Di sebelahnya api dan abu (pengulangan bunyi fonem /a/)

Aku hendak bicara (pengulangan bunyi fonem /a/)

Suaraku hilang, tenaga terbang (pengulangan bunyi fonem /a/ dan /ng/)

Sudah! tidak jadi apa-apa! (pengulangan bunyi fonem /a/)

Ini dunia enggan disapa, ambil perduli (pengulangan bunyi fonem /i/ dan /a/)

Keras membeku air kali (pengulangan bunyi fonem /k/, /e/, dan /a/)

Dan hidup bukan hidup lagi (pengulangan bunyi fonem /a/, /i/ dan kata ‘hidup’)

Kuulangi yang dulu kembali (pengulangan bunyi fonem /u/ dan /a/)

Sambil bertutup telinga, berpicing mata (pengulangan bunyi fonem /a/,/i/ dan /u/)

Menunggu reda yang mesti tiba (pengulangan bunyi fonem /e/ dan /a/)

2. Ritma

Ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan juga berhubungan dengan

pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Ritma dapat dikatakan sebagai irama namun

berbeda dengan metrum (matra). Dalam puisi karya-karya Chairil Anwar, irama sudah

diciptakan secara kreatif artinya tidak hanya berupa pemotongan baris-baris puisi menjadi

dua frasa, namun dapat berupa pengulangan kata-kata tertentu untuk mengikat beberapa baris

puisi.

Ritma di dalam puisi ‘Kesabaran’ karya Chairil Anwar adalah kata ‘aku’ yang

merupakan pengikat beberapa baris, sehingga baris-baris itu seolah bergelombang

menimbulkan ritma.

Aku tak bisa tidur Orang ngomong, anjing nggonggong Dunia jauh mengabur Kelam mendinding batu Dihantam suara bertalu-talu Di sebelahnya api dan abu Aku hendak bicara Suaraku hilang, tenaga terbang Sudah! Tidak jadi apa-apa! Ini dunia enggan disapa, ambil perduli Keras membeku air kali Dan hidup bukan hidup lagi Kuulangi yang dulu kembali Sambil bertutup telinga, berpicing mata Menunggu reda yang mesti tiba