Post on 07-Nov-2020
i
DUL PENELITIAN
Laporan Akhir Penelitian
MENGEVALUASI EFEKTIFITAS LEBIH LANJUT DihydroartemisinPiperaquine (DHP) PADA PENDERITA MALARIA Plasmodium falciparum danPlasmodium vivax TANPA KOMPLIKASI DI PROVINSI GORONTALO DAN
PROVINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2016
Junus WidjajaHayani Anastasia
Phetisya Pamela Frederika SumolangMuchlis Syahnuddin
NelfitaTri Juni WijatmikoCathrine Lameanda
Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber
Binatang (Balai Litbang P2B2) Donggala
Jln.Masitudju No.58 Labuan Panimba Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala
2016
ii
iii
iv
v
vi
SUSUNAN TIM PENELITI
1. Junus Widjaja,SKM.,M.Sc sebagai Ketua Tim Penelitian
2. Hayani Anastasia, SKM., MPH sebagai Anggota Tim Penelitian
3. Pamela Phetisya F.S., S.Si sebagai Anggota Tim Penelitian
4. dr.Muchlis Sunudin sebagai Anggota Tim Penelitian
5. Nelfita sebagai Anggota Tim Penelitian
6. Tri Juni Wijatmiko sebagai Anggota Tim Penelitian
7. Cathrine Lameanda sebagai Anggota Tim Penelitian
vii
viii
ix
PERSETUJUAN ATASAN
Judul Penelitian
MENGEVALUASI EFEKTIFITAS LEBIH LANJUT DihydroartemisinPiperaquine (DHP) PADA PENDERITA MALARIA Plasmodium falciparum danPlasmodium vivax TANPA KOMPLIKASI DI PROVINSI GORONTALO DAN
PROVINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2016
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kesehatan, pemikiran dan kesempatan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan penelitian
yang berjudul: Mengevaluasi Efektifitas lebih lanjut Dihydroartemisin Piperaquine (DHP) pada
penderita malaria Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax tanpa komplikasi di Provinsi
Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2016”
Terlaksananya penelitian ini mulai perencenaan sampai dengan penulisan hasil
penelitian adalah berkat dukungan dari berbagai baik lembaga maupun individual. Untuk itu
kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah
3. Kepala Litbang P2B2 Lititbang P2B2 Donggala Kabupaten Donggala
4. Kepala Dinas Kesehatan Kab.Gorontalo
5. Kepala Dinas Kesehatan Kab.Boalemo
6. Kepala Dinas Kesehatan Kab. Pohuwato
7. Kepala Dinas Kesehatan Kab. Tojo Una Una
8. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan moril selama penelitian ini berjalan.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam laporan akhir ini. Untuk itu penulis
berterima kasih atas kritik, saran dan masukan yang diberikan demi perbaikan laporan
penelitian ini. Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Donggala, Desember 2016
Penulis
xi
RINGKASAN EKSEKUTIF
MENGEVALUASI EFEKTIFITAS LEBIH LANJUT DihydroartemisinPiperaquine (DHP) PADA PENDERITA MALARIA Plasmodium falciparum danPlasmodium vivax TANPA KOMPLIKASI DI PROVINSI GORONTALO DAN
PROVINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2016
Dalam rangka mencapai eliminasi malaria di Indonesia telah ditetapkan target eliminasimalaria secara bertahap, dimana pada tahun 2030 diharapkan diseluruh wilayah di Indonesiasudah mencapai tahapan eliminasi malaria.
Di Indonesia, P. falciparum telah dilaporkan resisten terhadap obat standar (klorokuin,kina, sulfadoxin-pyrimetamin) begitu juga P. vivax resisten terhadap klorokuin. Untukmengatasi masalah ini, WHO telah merekomendasikan penggunaan artemisinin basedcombination therapy (ACT). Pada tahun 2004, WHO merekomendasikan penggunaan obatantimalaria kombinasi berbasis artemisinin (Artemisinin Combination Therapy /ACT) sebagaiterapi lini pertama dalam penanganan malaria tanpa komplikasi di daerah yang telahdikonfirmasi multidrug resistance untuk mencegah kegagalan terapi, resistensi dan relaps.Salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan program Eliminasi malaria adalahpenggunaan ACT sebagai lini pertama untuk malaria falciparum tanpa komplikasi.
Propinsi Gorontalo dan Sulawesi Tengah merupakan daerah endemis malaria diIndonesia, Pada Tahun 2013 telah diobati sebanyak 10.023 penderita dengan ACT, saat initerdapat 2 regimen ACT yang digunakan yaitu Artesunate Amodiaquin (AAQ) danDihydroartemisinin Piperaquin (DHP).
Sejak digunakan tahun 2008, kombinasi DHP belum pernah dievaluasi Oleh karena ituevaluasi penggunaan DHP ini penting dilakukan untuk menilai apakah kombinasi DHP inimasih cukup efektif melawan malaria P.falciparum dan P.vivax. Penelitian ini bertujuanmemonitor efektifitas DHP pada pengobatan malaria yang disebabkan P. falciparum danP.vivax tanpa komplikasi di Propinsi Gorontalo dan Sulawesi Tengah.
Penelitian ini merupakan studi prospektif single-arm yang dilakukannya evaluasirespons klinis dan parasitologi dengan mengamati secara langsung pengobatan terhadappenderita malaria P. falciparum dan P. vivax tanpa komplikasiOutcome utama (proporsikesembuhan pada hari ke-42 dan proporsi kegagalan pengobatan) yang diukur pada setiap harifollow-up akan dianalisis dengan menggunakan metode Kaplan-Meier dan variabel perancudiukur dengan regresi.
Hasil Mass Blood Survey (MBS) di sembilan desa yang ada di Prov.Gorontalo dan ProvSulawesi Tengah dari total sediaan darah diperiksa 485 hasil pemeriksaan tidak ditemukanpenderita malaria.
xii
ABSTRAK
Indonesia merupakan salah satu negara yang paling berisiko terhadap malaria. Dari 496kabupaten di Indonesia 396 kabupaten daerah endemis malaria. Malaria adalah salah satuindikator keberhasilan Millenium Development Goal (MDGs) yang harus dicapaiIndonesia. Pada tahun 2004 WHO merekomendasikan penggunaan obat antimalariakombinasi berbasis artemisinin (Artemisinin Combination Therapy /ACT) sebagai terapi linipertama dalam penanganan malaria tanpa komplikasi di daerah yang telah dikonfirmasimultidrug resistance untuk mencegah kegagalan terapi, resistensi dan relaps. Tujuanmemonitoring efektifitas dari Dihydroartemisinin Piperaquin (DHP) pada pengobatanmalaria yang disebabkan P. falciparum dan P.vivax tanpa komplikasi di wilayah ProvinsiGorontalo dan Sulawesi Tengah. Hasil Mass Blood Survey (MBS) di sembilan desa yangada di Prov.Gorontalo dan Prov Sulawesi Tengah dari total sediaan darah diperiksa 485hasil pemeriksaan tidak ditemukan penderita malaria.
Kata Kunci: Malaria, Artemisinin Combination Therapy (ACT), DihydroartemisininPiperaquin (DHP)
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL PENELITIAN i
SK PENELITIAN ii
SUSUNAN TIM PENELITI vi
PERSETUJUAN ETIK vii
PERSETUJUAN ATASAN viii
KATA PENGANTAR ix
RINGKASAN EKSEKUTIF x
ABSTRAK xi
DAFTAR ISI xii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR/GRAFIK/PETA xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah Penelitian 3
C. Tujuan Penelitian 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 5
III.METODE PENELITIAN 11
A. Kerangka Teori 11
B. Kerangka Konsep 12
C. Definisi Operasional Variabel 13
D. Disain Penelitian 15
E. Hipotesis 15
F. Tempat dan Waktu 16
G. Populasi dan Sampel 16
H. Instrumen Pengumpulan Data 18
I. Bahan dan Prosedur pengumpulan data 19
J. Pengolahan dan Analisis Data 28
xiv
IV. HASIL 30
V. PEMBAHASAN 33
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 35
A. Kesimpulan 35
B. Saran 35
DAFTAR PUSTAKA
UCAPAN TERIMA KASIH
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Table 1. Hasil Mass Blood Survey (MBS) Di Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bualemo danKabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo Tahun 2016 ............................................................... 32
Table 2. Hasil Mass Blood Survey (MBS) Di Dataran Bulan Kabupaten Tojo Una UnaProv.Sulawesi Tengah ................................................................................................................. 32
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Teori 11
Gambar 2. Kerangka Konsep 12
Gambar 3. Bagan Disain Penelitian 15
Gambar 4. Bagan alur pelaksanaan penelitian 24
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Naskah Penjelasan 38
Lampiran 2. Lembar Persetujuan 40
Lampiran 3. Kuesioner 41
Lampiran 4. Form Sediaan Darah 42
Lampiran 5. Form Kepatuhan Subyek 44
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tahun 2011 The World Malaria Report melaporkan bahwa setengah dari penduduk
dunia berisiko terkena malaria, hal ini dapat berdampak pada penurunan kualitas sumber daya
manusia yang dapat menimbulkan berbagai masalah seperti masalah sosial, ekonomi bahkan
berpengaruh terhadap ketahanan nasional.1
Indonesia adalah satu salah negara yang paling berisiko terhadap malaria. Dari 496
kabupaten di Indonesia 396 kabupaten daerah endemis malaria.Malaria adalah salah satu
indikator keberhasilan Millenium Development Goal (MDGs) yang harus dicapai Indonesia
yaitu mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus malaria, dari angka kejadian
malaria pada tahun 1990 sebesar 4,68/1000 penduduk, menjadi < 1 per 1000 penduduk pada
tahun 2015 (yang berarti telah terjadi penurunan angka kejadian secara nasional sebesar >
50%). Dalam rangka mencapai eliminasi malaria di Indonesia telah ditetapkan target eliminasi
malaria secara bertahap, dimana pada tahun 2030 diharapkan diseluruh wilayah di Indonesia
sudah mencapai tahapan eliminasi malaria.2
Komitmen Global Tentang Eliminasi Malaria bagi setiap Negara ditetapkan pada
pertemuan WHA 60 tanggal 18 Mei 2007, adapun petunjuk pelaksanaan eliminasi malaria
tersebut telah dirumuskan oleh WHO dalam Global Malaria Programme (GMP). Di dalam
Global Malaria Programme (GMP) dinyatakan bahwa malaria merupakan penyakit yang harus
terus menerus dilakukan pengamatan, monitoring dan evaluasi, serta diperlukan formulasi
kebijakan dan strategi yang tepat. GMP menargetkan 80% penduduk terlindungi dari penyakit
malaria dan mendapatkan pengobatan Arthemisinin based Combination Therapy (ACT).2 Salah
satu faktor yang berperan dalam keberhasilan program Eliminasi malaria adalah penggunaan
ACT sebagai lini pertama untuk malaria falciparum tanpa komplikasi.3
Plasmodium falciparum telah dilaporkan di Indonesia, resisten terhadap obat standar
(klorokuin, kina, sulfadoxin-pyrimetamin) begitu juga P. vivax resisten terhadap klorokuin.
Untuk mengatasi masalah ini, Pada tahun 2004 WHO merekomendasikan penggunaan obat
2
antimalaria kombinasi berbasis artemisinin (Artemisinin Combination Therapy /ACT) sebagai
terapi lini pertama dalam penanganan malaria tanpa komplikasi di daerah yang telah
dikonfirmasi multidrug resistance untuk mencegah kegagalan terapi, resistensi dan relaps.
Penggunaan ACT merupakan kombinasi dari dua atau lebih 4 obat antimalaria berdasarkan
potensi sinergistik bertujuan meningkatkan efikasi dan mencegah resistensi dari masing-masing
obat.4
Penggunaan ACT sebagai pilihan obat baru karena dapat menurunkan jumlah parasit
yang lebih besar, yaitu sekitar 10.000 setiap siklus aseksual dibandingkan dengan obat
antimalaria yang ada saat ini yang hanya menurunkan jumlah parasit sekitar 100-1000 per siklus
aseksual. Selain itu ACT juga dapat membunuh parasit secara cepat sehingga kombinasi ACT
ini direkomendasikan oleh WHO sebagai obat antimalaria. Beberapa kombinasi ACT yang
direkomendasikan oleh WHO untuk pengobatan malaria adalah artemeterlumefantrin, artesunat-
amodiakuin, artesunat-meflokuin, dan artesunatsulfadoksin- pirimetamin.5 Selanjutnya WHO
juga merekomendasikan kombinasi obat baru untuk pengobatan malaria falciparum tanpa
komplikasi dengan Dihydoartemisinin piperakuin (DHP), yang saat ini juga telah digunakan di
beberapa negara termasuk Indonesia.6
ACT yang merupakan kombinasi artesunat-amodiakuin (AAQ) sudah diperkenankan
dan digunakan oleh program malaria sejak tahun 2004 tetapi tidak berdasarkan hasil penelitian
di Indonesia. Hasil dari beberapa uji klinik AAQ menunjukkan efikasi yang beragam, sehingga
dibutuhkan dan disiapkan ACT alternatif efektif yaitu Dihidroartemisinin-Piperakuin (DHP)
dalam rangka eliminasi. DHP telah digunakan di Papua sejak 2006 dan hasil uji klinik
menunjukkan DHP lebih baik dibandingkan dengan AAQ.7
Saat ini adanya perhatian yang lebih terhadap akan munculnya dan kemungkinan
penyebaran resistensi falciparum terhadap ACT. Monitoring rutin penggunaan ACT sangat
penting untuk perubahan kebijakan pengobatan dan membantu deteksi cepat perubahan
sensitivitas P. falciparum terhadap artemisinin.7 WHO terus melacak resistensi malaria terhadap
artemisinin, komponen utama obat malaria yang dikenal dengan terapi kombinasi berbasis
artemisinin. Selain itu WHO saat ini merekomendasi monitoring ACT setiap 2 tahun pada
semua daerah sentinel dan perubahan kebijakan pengobatan obat anti malaria yang mengalami
3
kegagalan 28 atau 42 hari (tergantung obat yang digunakan) dan melebihi 10%.8 Empat negara
di Asia Tenggara melaporkan resistensi artemisinin pada tahun 2013. 9
Propinsi Gorontalo salah satu daerah endemis malaria di Indonesia, Laporan Dinkes
Prov. Gorontalo tahun 2014 Angka API (Annual Parasite Incidence) selama 2 tahun terakhir
mengalami penurunan, tahun 2013 sebesar 1.2/1000 penduduk, pada tahun 2014 sebesar
0.8/1000 penduduk.
Selain itu Propinsi Sulawesi Tengah juga daerah endemis malaria, data dari Dinkes
tahun 2014 API sebesar 1.3/1000 penduduk sedangkan pada tahun 2015 sebesar 0.10/1000
penduduk. Di semua wilayah kabupaten/kota ditemukan kasus malaria dan yang paling banyak
di Kab. Donggala dan Kab.Toli-Toli.10
Saat ini telah digunakan ACT yaitu Dihydroartemisinin Piperaquin (DHP), upaya
pengobatan dengan menggunakan DHP telah dilakukan tetapi sampai saat ini kasus malaria
masih tinggi. Munculnya malaria falciparum yang resisten seperti yang dilaporkan beberapa
penelitian akan menjadi masalah utama terhadap kegagalan eradikasi malaria dan belum ada
obat lain yang tersedia untuk mengantikan artemisinin yang sama efektifnya.
Setelah digunakan sejak tahun 2008, kombinasi DHP dan Primakuin (PQ) belum pernah
dievaluasi di provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tengah. Oleh karena itu evaluasi penggunaan
DHP ini penting dilakukan untuk mengkaji apakah kombinasi DHP ini masih cukup efektif
untuk mengobati malaria P.falciparum dan P.vivax.
Kurang efektifnya obat anti malaria terhadap Plasmodium merupakan masalah di daerah
endemik karena dapat menyebabkannya terjadi resistensi. Tiga faktor yang mempengaruhi
kecepatan terjadinya kurang efektifnya obat anti malaria, Faktor tersebut adalah faktor
operasional misalnya dosis subterapik, kepatuhan inang yang kurang, faktor farmakologik dan
faktor transmisi malaria, termasuk intensitas, drug pressure dan respon imun inang.11
B. Perumusan Masalah Penelitian
Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tengah masih merupakan daerah endemis malaria dan
upaya pengobatan dengan menggunakan DHP telah dilakukan tetapi sampai saat ini kasus
4
malaria masih tinggi.DHP telah digunakan sejak tahun 2013 tetapi sampai sekarang belum
pernah dilakukan monitoring penggunaannya di lapangan
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan umum:
Memonitoring efektifitas dari DHP pada pengobatan malaria yang disebabkan P.
falciparum dan P.vivax tanpa komplikasi di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah.
b. Tujuan khusus:
1. Menentukan efektivitas klinis dan parasitologi dari pengobatan DHP pada pasien
malaria yang disebabkan oleh P. falciparum tanpa komplikasi, dengan mengukur
proporsi adequate clinical and parasitological response (ACPR),early treatment
failure, late clinical failure, dan late parasitological failure.
2. Menentukan fever clearance time, parasite clearance time, response hematologi,
dan post-treatment gametosit dari pengobatan DHP.
3. Menentukan variabel perancu (berat badan, umur, rekrudensi)
4. Mengevaluasi efek samping
5. Mengevaluasi adanya adverse events.
D. Manfaat Penelitan
1. Bahan informasi tentang efektivitas DHP pada pengobatan malaria yang disebabkan P.
falciparum dan P.vivax.
2. Bahan pertimbangan bagi pengelola program malaria dan kebijakan kesehatan dalam
pengendalian malaria.
3. Memberikan sumbangan perkembangan ilmu pengetahuan tentang efektivitas DHP
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pengobatan malaria umumnya mengacu kepada rekomendasi Badan Kesehatan Dunia
(World Health Organization /WHO) yang disesuaikan dengan kemampuan dan status malaria di
Indonesia serta perkembangan ilmu. Depkes sendiri mempunyai pedoman yang diperbaharui
sesuai kebutuhan.
Menurut WHO tahun 2001 Obat antimalaria yang tersedia di dunia umumnya dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Obat antimalaria kelompok kuinolin (chloroquin, kina, primaquin, amodiaquin,
mefloquin, dan halofantrin)
2. Obat antimalaria kelompok anti folat (sulfadoksin, pirimetamin, proguanil,
chlorproguanil dan dapson)
3. Obat antimalaria kelompok baru (artemisinin, lumenfantrin, atovakuon, tafenokuin,
pironaridin, piperaquin dan artemisin, WR 99210 dan antibiotik)
A. Golongan Artemisin
Berasal dari tanaman Artemisinin annua L.(bahasa Cina : Qinghaosu). Termasuk
kelompok seskuiterpen lakton yang mempunyai beberapa formula seperti : artemisinin,
artemeter, arte eter, artesunat, asam artelinik dan dihidroartemisinin. Obat ini bekerja
sangat cepat dengan waktu paruh kira-kira 2 jam, larut dalam air, bekerja sebagai obat
sizontosidal darah.
Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemakaian tunggal menimbulkan
rekrudensi, oleh karena itu direkomendasikan untuk dipakai dalam kombinasi dengan obat
anti malaria lain, dengan demikian juga akan memperpendek lama pemakaian obat. Obat
ini cepat diubah dalam bentuk aktifnya dan tersedia dalam bentuk oral, parenteral/injeksi
dan suppositoria.
Dimasa sekarang dengan berkembangnya dan membaiknya fasilitas pemeriksaan
laboratorium, diagnosa malaria diusahakan ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
mikroskopi. Di daerah yang sudah mempunyai data efikasi obat antimalaria standar,
6
pengobatan dengan obat antimalaria kombinasi sangat direkomendasikan dan harus
diberikan dengan pengobatan radikal.
Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan
memakai obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan Artemisinin telah
dipilih sebagai obat utama karena efktif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan
pengobatan. Selain itu Artemisinin juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua
stadium termsuk gametosid. Juga efektif terjadap semua spesies plasmodium. Laporan
kegagalan Artemisinin belum dilaporkan hingga saat ini.
Pengobatan kombinasi dilakukan bila sudah ada studi tentang pola resisten di suatu
daerah melalui survei resistensi. Bila suatu obat mengalami resistensi > 25% maka obat
tersebut tidak dianjurkan untuk digunakan. Tujuan terapi kombinasi adalah untuk
meningkatkan efikasi antimalaria maupun aktivitas sinergestik antimalaria dan
memperlambat progresifitas resistensi parasit terhadap obat-obat yang baru.
Artemisinin dipilih sebagai basis terapi kombinasi pada malaria yang penting saat ini
dikarenakan : kemampuan menurunkan parasitemia lebih cepat 10 kali dari pada obat-obat
antimalaria lainnya; mempunyai efek samping yang minimal; 2 juta kasus dilaporkan telah
diobati dengan basis Artemisinin tanpa adanya efek toksis; Artemisinin diabsorbsi cepat
melalui oral; dapat diberikan melalui intravena maulun intramuskular dengan pemberian 1
kali sehari; dapat mengurangi karier gametosit pada manusia; belum ada dilaporkan
resistensi terhadap Artemisinin walaupun sudah lama digunakan di negara Cina.
Penggunaan golongan Artemisinin secara monoterapi akan mengakibatkan
rekrudensi, karena WHO memberikan petunjuk penggunaan Artemisinin dengan
mengkombinasikan dengan obat antimalaria lainnya. Kombinasi obat ini dapat berupa
kombinasi kombinasi obat tetap ( fixed dose) atau kombinasi tidak tetap (non fixed dose).
Kombinasi dosis tetap lebih memudahkan pemberian. Contoh Co-artem yaitu kombinasi
artemeter (20mg) +lumenfantrine (120mg). Dosis Coartem 2x4 tablet sehari selama 3 hari.
Kombinasi tetap lainnya Dihidroartemisinin (40mg)+ piperaquin (320mg) yaitu Artekin.
Dosis Artekin untuk dewasa : dosis awal 2 tablet, 8 jam, 24 jam dan 32 jam kemudian,
masing-masing 2 tablet.
7
Kombinasi ACT yang tidak tetap saat ini misalnya :
1. Artesunat + Mefloquin
2. Artesunat + Amodiaquin
3. Artesunat + chloroquin
4. Artesunat + Sulfadoksin-pirimetamin
5. Artesunat + pyronaridine
6. Artesunat + chlorproguanil-dapson(CDA/Lapdap plus)
7. Dihidroartemisinin + Piperaquin+ Trimethoprim (Artecom)
8. Artecom +Primaquin (CV8)
9. Dihidroartemisinin + naphthoquinDari kombinasi di atas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi Artesunat
+ Amodiaquin dengan nama dagang Artesdiaquin atau Artesumoon. Artesdiaquin tersedia
untuk program yang saat ini diedarkan ke 10 propinsi. Obat ini dalam sediaan terpisah yaitu
tablet kecil Artesunat 50 mg sebanyak 12 tablet; dan tablet besar amodiaquin 200 mg
sebanyak 8 tablet, dikemas dalam 1 dos.
Dosis untuk orang dewasa yaitu Artesunat (50mg/tablet) 200mg pada hari I-III(4
tablet). Amodiaquin (200mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I-II dan 1,5 tablet hari III.
Artesumoon adalah kombinasi yang dikemas sebagai blister dengan aturan pakai tiap
blister/hari (artesunat+amodiaquin) diminum selama 3 hari. Dosis amodiaquin adalah 25-30
mg/kg BB selama 3 hari.Catatan : untuk pemakaian obat golongan Artemisinin harus
disertai /dibuktikan dengan pemeriksaan parasit positif.
B. Pemantauan Respon Pengobatan/Deteksi Resistensi terhadap Obat Malaria
Pemantauan respon pengobatan sangat penting untuk deteksi dini kegagalan
pengobatan, untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas.
8
1.Tes in vivo
Secara praktis dugaan resistensi terhadap obat malaria dapat dilihat pada kasus akut
malaria Falciparum yang tidak berespon dengan pengobatan standar atau terjadi
rekrudesensi dari gejala dan parasit dalam darah yang terdeteksi setelah hilang sementara
waktu oleh karena pengobatan. Kriteria untuk mengetahui parasit malaria resisten terhadap
4 Aminokuinolin dipergunakan sejak tahun 1974 sebagai prosedur baku untuk menentukan
respon parasit malaria terhadap kloroquin dan telah direkomendasi oleh WHO. Tes in vivo
meliputi tes standard yaitu dilakukan pemeriksaan darah tetes tebal malaria setiap hari
selama 7 hari yang biasanya dilakukan di Rumah Sakit atau Puskesmas rawat nginap; atau
tes diperpanjang/lengkap ( extended test) yang biasanya dilakukan di lapangan / di lokasi
yaitu tes selama 28 hari, pemeriksaan malaria ditambah dengan hari 14, 21 sampai 28 hari
setelah pengobatan.
Untuk mengetahui mengetahui resistensi lebih awal dipergunakan tes 3 hari
( Simplified 3 days resistency test ) yaitu dilakukan pemeriksaan malaria tiap hari
sampai 48 jam setelah pengobatan ( hari ke 3).
Interpretasi hasil tes:
a. Resistensi derajat III : bila parasit tidak menurun atau malahan naik pada standard tes 7
hari; atau hitung parasit pada 48 jam pengobatan tidak turun di bawah 75%
dibandingkan hari I (sebelum terapi) pada tes 3 hari.
b. Resisten derajat II : bila parasit menurun tetapi tidak pernah hilang selama 7 hari atau
hilang sementara kemudian muncul kembali pada hari ke 7 pada tes standar.
c. Resisten derajat I dini : parasit menjadi negativ selama 7 hari tetapi muncul kembali
setelah hari ke 8 sampai hari ke-14.resistensi derajat I kasep : parasit menjadi negativ
selama 7 hari tetapi muncul kembali setelah hari ke- 15 sampai hari ke-28.
Tes resistensi di atas hanya ditentukan berdasarkan pemeriksaan parasit, oleh karena
itu WHO pada tahun 1996 yang disempurnakan pada tahun 2001 menetapkan penentuan
respon terhadap pengobatan yang memasukkan kriteria klinis di samping pemeriksaan
parasitologis.
Protokol standard WHO mengklasifikasikan penilaian efikasi obat berdasarkan 4
kategori, yaitu:
9
1. Kegagalan Pengobatan Dini (KPD)/ Early Treatment Failure (ETF)
a. Munculnya tanda bahaya atau malaria berat pada hari pertama sampai hari ke 3 sejak
dijumpainya parasitemia (H1,H2,dan H3 serta Parasitemia)
b. Parasitemia pada hari ke 2 lebih tinggi dari pada hari ke 0 ( H2>H0)
c. Parasitemia pada hari ke 3 lebih besar atau sama dengan 25% hari ke 0 ( H3≥25%
H0)
d. Parasitemia pada hari ke 3 dengan temperatur aksila≥ 37,50C.
2. Kegagalan Pengobatan Kasep (KPK/(Late Treatment Failure (LTF)
a. Late Clinical Failure (LCF)
- Berkembangnya menjadi tanda bahaya atau malaria berat setelah 3 hari sejak
kemunculan parasitemia tanpa sebelumnya dijumpai kriteria Early Treatmet
Failure (Jenis parasit=H0)
- Munculnya parasitemia dan suhu aksila ≥37,50C (riwayat demam) pada salah satu
hari sejak hari ke 4 sampai hari ke 28 tanpa sebelumnya dijumpai kriteria Early
Treatment Failure
b. Late Parasitological Failure ( LPF)
- Ditemukannya parasitemia pada salah satu hari sejak hari ke 7 sampai
hari ke 28 dan suhu aksila 37,50C, tanpa sebelumnya dijumpai salah
satu kriteria Early Treatment Failure dan Late Clinical Failure
3. Respon Klinik dan Parasitologi Memadai (RPKM)/Adequate clinical and
parasitological response (ACPR):
- Hilangnya parasitemia pada hari ke 28 tidak berhubungan dengan suhu aksila
tanpa sebelumnya dijumpai salah satu kriteria ETF.LCF dan LPF atau tidak ada
parasitemia selama diikuti.
2. Tes in vitro
Dengan menggunakan tes standart kit yang didistribusi oleh WHO di Manila.
Medium yang sama digunakan pada TRAGER’S kultur. Tes terdiri dari:
10
a. piringan plastik ukuran 8x12cm mengandung 12 macam obat yang diencerkan
(Kloroquin, quinine atau mefloquin sesuai kebutuhan)dan kontrol.
b. darah heparin/EDTA diteteskan pada medium, kemudian diinkubasi pada suhu
37,50C selama 24-36 jam.
c. Setelah itu supernatan diambil dan dibuat preparat tebal.
d. Setelah pengecatan hasil tes didapat dengan menghitung proporsi schizont dewasa
dibandingkan dengan kontrol.
11
III. METODE PENELITIAN
A. Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori
PenggunaanACT
Resistensi plasmodium terhadap Chloroquinedan Sulfadoksin Pirimetamin
Kegagalanpengobatan
Peningkatan kasusmalaria, KLB
malaria dan anemia
Aktivitassinergistik dan
perbaikan efikasipengobatan
Sangat cepatmenurunkan
gejala klinis danparasitemia.
Mutasi gen (dhfr, dhps, pfcrt, pfmdr1)
Malaria berat dankematian
1. Faktor operasional : dosis subterapeutik.2. Faktor farmakologik : rendahnya kadar puncak obat dalam
plasma darah pada dosis terapi3. Faktor transmisi malaria : intensitas, drug pressure dan
imunitas
12
Faktor yang menyebabkan terjadinya resistensi yaitu faktor operasional, farmakologi dan
transmisi malaria. Resistensi obat anti malaria seperti chlorokuin dapat menyebabkan
terjadinya malaria berat sampai pada kematian. Untuk mengatasi resistensi digunakan obat
Artemisinin Combination Terapi (ACT), yang sangat cepat menurunkan tingkat parasitemia.
B. Kerangka Konsep
Pada penelitian ini variable independen yaitu DHP dan variable dependen yaitu densitas parasit
(ACPR, ETF, LCF, LPF), efek samping dan rekrudensi
Gambar 2. Kerangka konsep
Densitas parasit sampai hari ke 42Densitas parasit hari ke 0
- Berat badan- Umur- Rekrudensi
Dihydroartemisinin Piperaquine(DHP)
- Early treament failure (ETF)- Late Clinical Failure (LCF)- Late Parasitological Failure (LPF)- Adequate clinical and
parasitological response( ACPR)
Efek samping
13
C. Definisi Operasional Variabel
No. Variabel Definisi Operasional Hasil ukur Skalapengukuran
1. Penderita malariaP.falciparum danP.vivax
Orang yang menderitamalaria P.falciparum atauP.vivax
Pemeriksaanmikroskopis(positif malariadan negatifmalaria)
Ordinal
2. DihydroartemisinPiperaquine (DHP)
Obat malaria kombinasiderivat artemisinin denganpiperaquine yangdigunakan sebagai obatstandar
3. Early TreatmentFailure (ETF)
a. Munculnya tanda bahayaatau malaria berat pada harike-1, 2, atau 3 dengandisertai parasitaemia
b. Parasitemia pada hari ke-2lebih tinggi dari pada harike-0 (H2 >H0)
c. Parasitemia pada hari ke-3lebih besar atau samadengan 25% parasitaemiahari ke-0(H3 ≥25% H0)
d. Parasitemia pada hari ke-3dengan temperatur aksila≥37,50C.
1. Ya2. Tidak
Ordinal
4. Late ClinicalFailure (LCF)
a. Munculnya tanda bahayaatau malaria berat disertaiparasitemia pada salah satudiantara hari ke-4 hinggahari hari ke-28 padapasien yang sebelumnyatidak dijumpai kriteriaEarly Treatmet Failure
b. Munculnya parasitemiapada salah satu haridiantara hari ke-4 hinggahari ke-28 dengan suhuaksila ≥37,50C, padapasien yang sebelumnyatidak dijumpai kriteriaEarly Treatmet Failure.
1. Ya2. Tidak
Ordinal
5. Late ParasitologicalFailure (LPF)
munculnya parasitemia padasalah satu diantara hari ke-7
1. Ya2. Tidak
14
hingga hari hari ke-42 dengansuhu aksila ≥37,50C, padapasien yang sebelumnya tidakdijumpai kriteria EarlyTreatmet Failure atau LateClinical Fai ure
6. Adequate Clinicaland ParasitologicalResponse (ACPR)
Tidak ditemukan parasitemiapada hari ke-28, tanpamemperhitungkan suhu aksila,pada pasien yang sebelumnyatidak dijumpai kriteria EarlyTreatmet Failure, LateClinical Failure, atau LateParasitological Failure
1. Ya2. Tidak
Ordinal
7. Berat badan Berat responden pada saatpengukuran yang dihitungdengan kg
Ordinal
8. Rekrudensi Terinfeksinya kembali subyekpenelitian setelah diberikanpengobatan
Ordinal
9. Keberhasilanpengobatan
Berhasilnya obat menunjukkanefektifitas pengobatan.Keberhasilan pengobatandibagi menjadi 2 kategori:
1. Berhasil, jikaproporsikegagalanpengobatan ≤10%
2. Tidakberhasil, jikaproporsikegagalanpengobatan≥10%
10. Penurunanefektifitas
Terjadinya kegagalanpengobatan ACT yangditandai dengan proporsi totalkegagalan pengobatan ≥ 10%.
15
Skrining pasien (menilaieligibility) (n=….)
Dikeluarkan (n =….)Tidak memenuhi criteria inklusi (n =….)Menolak untuk berpartisipasi (n = ….)
Alasan lain (n = ….)
Menerima pengobatan DHP (n =….)
Lost to follow-up (alasan) (n = ….)Pengobatan tidak berlanjut (alasan)
(n = ….)
Analysis (n = ….)Dikeluarkan dari analysis (alasan)
(n = ….)
Dimasukkan dalam penelitian(n = ….)
(follow up 42 hari)
D. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi prospektif single-arm yang dilakukannya evaluasi respons
klinis dan parasitologi dengan mengamati secara langsung pengobatan terhadap penderita
malaria P. falciparum dan P. vivax tanpa komplikasi.12
Gambar 3. Bagan desain Penelitian
Inform consent
16
E. Hipotesis
DHP efektif secara klinis dan parasitologi pada pengobatan malaria yang disebabkan
oleh P. falciparum dan P. vivax tanpa komplikasi
F. Tempat dan Waktu
Penelitian akan dilakukan di Provinsi Sulawesi Tengah dan waktu penelitian mulai
Maret sampai dengan November 2016.
G. Populasi dan Sampel
1. Definisi Populasi dan SampelPopulasi penelitian adalah seluruh penduduk yang tinggal di lokasi penelitian yaitu di
wilayah Propinsi Sulawesi Tengah.
Sampel penelitian adalah penduduk yang didiagnosis sebagai penderita malaria
falciparum dan P. vivax berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis.
2. Kriteria Inklusi dan EksklusiKriteria Inklusi
Umur pasien di atas 6 tahun
Positif menderita malaria P.falciparum dan P.vivax
Densisitas Parasit 500-10.000/ul
Riwayat panas dalam waktu 48 jam
Temperatur aksila>37.5oC
Hb ≤ 12/gr%
Mampu datang untuk kunjungan follow-up dan punya akses mudah ke fasilitas
kesehatan
Catatan :
a. Penimbangan badan akan dilakukan untuk penentuan dosis pengobatan
b. Temperatur – aksila, kalau<36o C diulang,
c. Microskopik-WHO,1991-Giemsa pH7.2
d. Parasit per ul= jml parasite per 8000 leukosit
e. Prosedur folow-up :
17
Jumlah kasus yang tidak dapat menyelesaikan (drop-out) harus<10%
Drop-out termasuk:
1) Adanya penyakit yang muncul selama folow-up yang akan mengganggu hasil
2) Kepindahan penderita dari tempat studi ke luar jangkauan folow-up aktif
3) Kegagalan untuk menyelesaikan pengobatan karena pembatalan informed
concent
4) Pemberian obat antimalarial oleh pihak ke tiga selama follow up
5) Deteksi adanya infeksi campuran selama follow up
Kriteria Eksklusi Adanya tanda-tanda menjadi malaria berat. Adanya alergi terhadap golongan Artemisinin. Ibu hamil dan/atau ibu menyusui.
Kurang gizi berat Demam karena penyakit lain termasuk mixed infection
Minum obat antimalaria sebelum dan selama follow up. Minum antibiotik
Tidak menderita malnutrisi berat Tidak ada Tanda bahaya atau gejala malaria berat dan malaria dengan komplikasi Tidak ada gejala panas karena penyakit lain
3. Besar SampelPenghitungan besar sampel didasarkan pada pada perkiraan proporsi kegagalan
pengobatan dengan DHP, confidence level, dan presisi yang diinginkan.
Rumus sampel
(α/2) 2.p(1-p)N = ----------------------
d2
Dengan asumsi proporsi kegagalan pengobatan DHP di area penelitian sebesar 13%7,
pada confidence level 95% dan presisi 10%, dibutuhkan besar sampel minimum
sebanyak 44 pasien. Untuk memungkinkan loss to follow-up dan withdrawal sebesar
20% selama 42 hari waktu follow-up, dibutuhkan sebanyak total 55 pasien untuk
18
diikutkan dalam penelitian. Sampel diperoleh saat penderita malaria berobat ke
Puskesmas dan survei malaria di lapangan.
4. Cara Pemilihan Sampel
Populasi penelitian adalah seluruh penduduk yang tinggal di lokasi penelitian yaitu di
wilayah Propinsi Sulawesi Tengah.
Sampel penelitian adalah penduduk yang didiagnosis sebagai penderita malaria
falciparum dan P. vivax berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis.
H. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen Lapangan : - Alat untuk pengambilan, pewarnaan dan pemeriksaan. mikroskop
compound, timbangan badan, termometer suhu, lancet, kapas,
slide, tisue, FTA, giemsa, air mineral, FTA dan kuesioner.
Laboratorium :
Alat untuk isolasi DNA yaitu falcone tube, micropipet, vortex,
waterbath, blue dan yellow tip, sentrifuge, alkohol, metanol,
FTA, Etanol, SE buffer,quanidine, kloroform, erythrocylen liysis
buffer kloroform Isopropanol,NaCl, TE buffer.
Alat untuk amplifikasi gen dengan menggunakan genotype markers: Merozoite
Surface Protein 1 (MSP1) dan Merozoite Surface Protein 2 (MSP2) dan
Glutamate Rich Protein (GLURP).
Cara pengumpulan data
Penemuan penderita
Cara pengumpulan data dengan cara
19
- Penemuan penderita malaria P.falciparum atau P.vivax tanpa komplikasi yang
dilakukan di Puskesmas dan di lapangan.
- Melakukan pemeriksaan fisik, berat badan, suhu tubuh, pemeriksaan sediaan
darah (pada H0, H1, H2, H3, H7, H14, H21, H28 dan H42) serta pemeriksaan
hematologi.
Wawancara :
Wawancara menggunakan kuesioner.
I. Bahan dan Prosedur pengumpulan data
1. Bahan
Lapangan yaitu alkohol, methanol, giemsa, lancet, slide, kapas, tissue emersi oil,
termometer suhu dan kertas saring (FTA card) serta kantung plastik.
Laboratorium yaitu untuk isolasi DNA metode Chelex 100 (menggunakan FTA
card) atau Guanidin Isothiocyanate (menggunakan darah penderita) amplifikasi gen
msp1, msp 2 dan glurp menggunakan 2 pasang primer forward dan reverse dengan
menggunakan nested PCR menggunakan primer forward OKI 1 5’TAG AAG ATG
CAG TAT TGA CAG GTT A 3’ dan primer reverse OKI 2 5’ ATT CTA ATT
CAA GTG GAT GAC TAA ATA A -3’, erythrocyte lysis buffer, SE buffer,
guanidine isothiocyanate , klorofom, NaCl, isopropanol, etanol 70%, TE buffer,
tissue dan falcon tube.
MSP 1 M1-OF 5'-CTA GAA GCT TTA GAA GAT GCA GTA TTG-
3'
M1-OR 5'-CTT AAA TAG TAT TCT AAT TCA AGT GGA
TCA-3'
MSP 2
M2-OF 5'-ATG AAG GTA ATT AAA ACA TTG TCT ATT
ATA-3'
M2-OR 5'-CTT TGT TAC CAT CGG TAC ATT CTT-3'
Primer PCR GLURP G-F3: 5’- ACA TGC AAG TGT TGA TCC TGA AG -3’
20
G-F4: 5'-TGT AGG TAC CAC GGG TTC TTG TGG-3'
Primer PCR GLURP
(Nested)
G-NF: 5’-TGT TCA CAC TGA ACA ATT AGA TTT AGA
TCA -3’
G-F4: 5'-TGT AGG TAC CAC GGG TTC TTG TGG-3'
Prosedur Kerja
1. Tahap persiapan
Mempersiapkan peralatan dan bahan survei.
Mempersiapkan surat ijin penelitian di lokasi penelitian
Melakukan membentuk tim pelaksana di Propinsi dan Kabupaten pada saat
survei pendahuluan.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Penemuan penderita malaria P.falciparum, ada 2 kegiatan yaitu
Menunggu penderita demam yang datang memeriksakan diri ke Puskesmas.
Setiap pasien yang datang kepuskesmas dalam keadaan demam, akan
diambil data demografi dasar (nama, umur, dan jenis kelamin) dan dilakukan
pemeriksaan fisik (suhu tubuh, berat badan, dan hemoglobin) oleh dokter
puskesmas, serta dilakukan pengambilan sediaan darah tepi akan dilakukan
oleh petugas mikroskopis puskesmas dan akan dibuat sediaan tebal dan tipis
dan selanjutnya akan diperiksa dengan mikroskop, kemudian akan dicatat
dalam form. Jika pasien dinyatakan positif menderita malaria P.falciparum
atau P.vivax dan memenuhi semua kriteria penelitian maka disertakan dalam
penelitian.
Melakukan pencarian penderita demam di lapangan. Pencarian penderita
malaria P.falciparum dilapangan dilakukan di desa yang endemis malaria.
Survei ini akan dilakukan oleh peneliti dan petugas puskesmas. Survei ini
diawali dengan mengumpulkan masyarakat pada suatu tempat yang telah
ditetapkan dan mudah dijangkau oleh masyarakat. Setiap masyarakat yang
datang dalam keadaan demam dan mau diperiksa akan diambil data
21
demografi dasar (nama, umur, dan jenis kelamin) dan dilakukan pemeriksaan
fisik (suhu tubuh, berat badan, dan hemoglobin) oleh dokter. setelah itu
dilakukan pengambilan sediaan darah tepi akan dilakukan oleh petugas
mikroskopis puskesmas dan akan dibuat sediaan tebal dan tipis dan
selanjutnya akan diperiksa dengan mikroskop, kemudian akan dicatat dalam
form. Jika pasien dinyatakan positif menderita malaria P.falciparum atau
P.vivax dan memenuhi semua kriteria penelitian maka disertakan dalam
penelitian. Yang bertanggung jawab terhadap pemeriksaan klinis malaria
yaitu dokter puskesmas.
b. Persetujuan Setelah Penjelasan
Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan esklusi, kepada pasien atau
orang tua pasien (untuk pasien anak-anak) diberikan penjelasan yang cukup
dan mengisi informed consent.
Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan esklusi juga akan diminta
mengisi kuesioner yang telah disediakan untuk mengetahui riwayat
penyakit malaria dan obat anti malaria yang telah digunakan sebelumnya.
c. Pemberian obat DHP
Sebelum minum obat DHP pasien mendapatkan penjelasan tentang cara
minum DHP tablets dalam 3 hari dengan pembagian dosis 10mg
basa/kgBB/hari/oral pada Hari 0 (H0) dan Hari ke 1 (H1) serta 5 mg
basa/kgBB/hari/oral pada Hari ke 2 (H2) Pemberian obat DHP akan
dilakukan oleh dokter puskesmas.
Untuk mendapatkan compliance pengobatan yang baik, semua pasien
diawasi oleh petugas kesehatan saat minum obat dan diobservasi adanya
perubahan gejala dan keluhan selama pengobatan yang sebelumnya tidak
ada. Jika suhu aksila ≥ 38°C, pasien diberi paracetamol 10 mg/kgBB setiap
8 jam.
Penemuan penderita malaria selain P.falciparum atau P.vivax segera
diobati dengan obat anti malaria yang sama.
22
d. Follow up pasien.
Follow up pada penderita akan dilakukan oleh petugas puskesmas dengan
mengunjungi rumah penderita. Follow up dilakukan dengan pengambilan
sediaan darah jari pada hari H1, H2, H3, H7, H14, H21, H28 dan H42,
Selanjutnya sediaan darah diwarnai dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis.
Loss to follow terjadi ketika pasien subyek penelitian tidak kembali pada saat
kunjungan yang telah dijadwalkan atau pasien tersebut tidak dapat
ditemukan.
Pasien subyek penelitian dikatakan withdrawn ketika memenuhi kriteria
berikut ini
- Mengundurkan diri dengan keputusan sendiri dari penelitian.
- Gagal menyelesaikan pengobatan karena:
Muntah terus menerus. Pasien yang muntah dua kali setelah diberi
pengobatan akan dikeluarkan dari penelitian dan diberikan pengobatan
penyelamatan.
Tidak datang pada kunjungan yang telah dijadwalkan pada 3 hari
pertama.
Munculnya adverse event yang serius yang mengharuskan
pemberhentian pengobatan sebelum waktu penelitian selesai.
Pelanggaran terhadap kriteria pemilihan sampel:
- Munculnya tanda malaria berat pada hari ke-0, atau
- Kesalahan memilih pasien yang sebenarnya tidak memenuhi kriteria
pemilihan sampel
Pelanggaran protocol oleh pasien subyek penelitian atau pihak lain
yang disebabkan oleh pemberian obat antimalaria atau antibiotik
dengan kemampuan antimalaria.
Munculnya penyakit lain selama follow-up yang mempengaruhi
kejelasan klasifikasi hasil pengobatan.
Adanya mono-infeksi dengan spesies Plasmodium lainnya selama
23
waktu follow-up.
Misklasifikasi pasien karena kesalahan laboratorium (parasitaemia),
yang menyebabkan harus diberikannya pengobatan penyelamatan.
Adanya re-infeksi yang teridentifikasi pada saat analisis PCR.
e. Penanganan pasien parah
Bila selama pemantauan ini terdapat gejala atau tanda malaria berat atau
komplikasi, pasien dikeluarkan dari penelitian dan dirujuk ke rumah sakit
untuk diterapi sesuai dengan standar pengobatan malaria berat, misalnya
dengan Quinine dihydrocloride per intravena dan terapi penunjang lainnya
sesuai dengan kondisi pasien.
3. Pengambilan SD dan Penghitung Kepadatan Parasit
Apusan sediaan darah dibuat sesuai prosedur yang ditetapkan WHO (1991)13, sebagai
berikut:
- Ujung jari yang telah dibersihkan dengan kapas alkohol 70%, diusuk dengan
lancet steril, tetes darah pertama dihapus dengan kapas kering dan tetes darah
kedua ditempelkan pada kaca sediaan yang telah diberi nomor, kode dan tanggal
pemeriksaan, diambil sebanyak 2-3 tetes darah dan kemudian dilebarkan dengan
ujung gelas objek, sehingga membentuk lingkaran dengan diameter kira-kira 1 cm.
- Sediaan darah tetes tebal dibiarkan di udara terbuka sampai kering, kemudian
diwarnai dengan giemsa 5% dibiarkan selama 15-20 menit. Sediaan darah
kemudian dicuci dengan hati-hati, dikeringkan dan diperiksa dibawah mikroskop.
Pemeriksaan dibawah mikroskop untuk mengetahui jenis Plasmodium yang
menginfeksi.
- Kepadatan parasit dihitung dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit
dalam sediaan darah tebal dan jumlah leukosit rata-rata 8000/µl darah, sehingga
jumlah parasit dapat dihitung dengan cara :
Jumlah parasit/µl darah = jumlah parasit yang terhitung x 8000
Jumlah leukosit terhitung
24
Memenuhi kriteria inklusi
dan esklusi
DHP : Dihydroartemisin Piperaquine
Gambar 4 : Bagan alur pelaksanaan penelitian
Pasien
Pemeriksaan oleh dokter
Riwayat demam 48 jamterakhir/klinis malaria
Pemeriksaan mikroskopis sediaan darah (H0)
P.vivax P.falciparumInfeksi campuran/Mix Negatif
DHPDHP
Evaluasi H1,H2, H3,H7,H14, H21,H28, H42
Penyakit lain
Penemuan penderita malaria P.falciparum
Pasif Aktif
25
f. Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium
Gejala dan tanda klinik semua pasien dicatat di dalam form.
Dokter, paramedis dan mikroskopis puskesmas telah dilatih terlebih dahulu sebelum
penelitian ini dilaksanakan, Sediaan darah tebal dan tipis dibuat dua buah dan diwarnai
dengan zat pewarna giemsa 10%. Semua sediaan darah diperiksa oleh mikroskopis yang
telah dilatih dan tidak mengetahui keadaan pasien.
Sediaan hapus tebal dikatakan positif jika didapatkan setidaknya satu bentuk parasit
aseksual setelah diperiksa 200 lapangan pandang dengan pembesaran 1000 kali. Usapan
darah tebal dianggap negatif jika tidak ditemukan parasit dalam 200 lapangan pandang
dengan pembesaran 1000 kali.
Kepadatan parasit dihitung per 200 leukosit dan dihitung dengan asumsi jumlah leukosit
pada orang normal rata-rata 8000/µL.
Sediaan darah diambil dari jari dengan usapan tebal dan tipis diambil pada H0,H1, H2,
H3, H7, H14, H21, H28 dan H42 dan pada hari lain dimana pasien mengeluh demam lagi.
Usapan darah tipis digunakan untuk identifikasi spesies parasit. Semua sediaan darah akan
di cross check oleh mikroskopis dari Laboratorium Parasitologi Balitbangkes RI.
Blood blots (20µl) pada kertas FTA dilakukan pada hari dimana pasien diambil darahnya
untuk sediaan darah tebal (H1, H2, H3, H7, H14, H21, H28 dan H42), dan hari dimana
pasien mengeluh demam kembali atau terjadi parasetemia.
Karier gametosit (Gametocytes carriage) dihitung berdasarkan proporsi pasien dengan
gametositemia.
Pemeriksaan dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan untuk
membedakan reinfeksi dan rekrudensi akibat kegagalan terapi, dengan menggunakan
genotype markers: Merozoite Surface Protein 1 (MSP1) dan Merozoite Surface Protein 2
(MSP2) dan Glutamate Rich Protein (GLURP). Pemeriksaan PCR akan dilakukan di
Laboratorium Biomolekuler Balai Litbang P2B2 Donggala dan akan didampingi tenaga
peneliti dari Balitbangkes RI. (Terlampir Sertifikat ‘Good Clinical Laboratory Practice
National Training’).
Pemeriksaan hemoglobin dilakukan dengan alat digital metoda strip pada H0, H1, H2, H3,
26
H7, H14, H21, H28 dan H42.
Observasi klinik terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat dan kemungkinan
adanya tanda atau gejala malaria berat dilakukan selama periode penelitian.
Data hasil follow up dicatat di dalam kartu malaria.
g. Analisis Laboratorium (PCR)
a. Isolasi DNA Metode Chelex Saponin modification
1. Potong blot darah ke ukuran yang sesuai dari kemudian dimasukkan ke dalam tabung
1,5 ml eppendorf.
2. Tambahkan 1 ml 0,5 ml saponin dalam 1 x PBS pH 7,4 kemudian vortex selama 5-10
detik.
3. Inkubasi lebih malam di 4°C.
4. Sentrifugasi 12.000 rpm selama 5 detik.
5. Buang supernatan dengan hati-hati.
6. Tambahkan 1 ml 1xPBS pH 7,4, vortex beberapa kali selama 5-10 detik.
7. Sentrifugasi 12.000 rpm selama 5 detik, dan buang supernatan dengan hati-hati.
8. Ulangi langkah 6-7 sekali lagi.
9. Tambahkan 100ul steril ddH2O + 150ul 20 % Chelex.
10. Inkubasi pada 95°C selama 10 Menit , vortex setiap 2 menit
11. Sentrifugasi 12.000 rpm selama 10 detik
12. Transfer solusi sebanyak mungkin tabung bentuk micro label baru, disimpan pada -
20C atau langsung digunakan untuk PCR amplifikasi
b. Isolasi DNA P.falciparum dengan metode Guanidin Isothiocyanate
1. Disiapkan 2-3ml darah EDTA dalam falcon tube 15 ml kemudian ditambahkan 1 x
erythrocyte lysis buffer sampai 5 kali pengenceran (8-12ml).
2. Tabung dibolak balik 2-3kali supaya campur, kemudian didiamkan di dalam es selama
20 menit.
3. Disentrifugasi 10 menit dengan kecepatan 750 g, kemudian supernatan dibuang,
27
dinding falcon tube dibersihkan dengan membalikkan tube pada kertas tissue.
4. Ditambahkan 100ul SE buffer, dicampur dengan pipet kemudian dipindahkan kedalam
tabung eppendrof 1,5 ml.
5. Ditambahkan 100ul quanidine isothiocyanate 4M, campu dengan menggunaka pipet.
6. Ditambahkan 700ul kloroform dan 400ul NaCl 4M, dikocok kuat dengan tangan ± 2
menit.
7. Disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit (terjadi 3 fase organik
yaitu bagian atas, tengah dan bawah)
8. Bagian atas dipindahkan ke dalam tabung eppendrof 1,5ml dengan menggunakan pipet
9. Kemudian tambahkan 1x volume isoproponal kemudian dikocok perlahan dengan
tangan.
10.Tabung disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 2 menit, terbentuk pelet
DNA, supernatan dibuang.
11.Pelet DNA dicuci dengan 300 ul etanol 70%, sentrifugasi 10.000 rpm selama 5 menit,
kemudian supernatan dibuang
12.Sisa larutan dihisap dengan tissue (jangan menyentuh endapan DNA)
13.Pelet dikeringkan pada suhu kamar selama 15 menit atau 55°C selama 4-5menit.
14. Pelet ditambahkan TE buffer 1 x sebanyak 100-400ul (tergantung pelet) kemudian
disimpan pada suhu 4°C semalam lalu ditetapkan kadar DNAnya.
c. Pemeriksaan kemurnian dan Kadar DNA.14
1. Dibuat dilusi 2ul DNA ditambahkan 98ul aguades kemudian divortex 20 detik
2. Diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 260nm untuk DNA dan 280
nm untuk protein.
3. Hasil dibaca berupa absorbansi, rasio DNA/protein, konsentrasi DNA (ug/ml) dan
kadar protein (mg/ml). Rasio antara DNA dan protein murni yaitu 1,7-2,0, bila
rasionya kurang dari 1,7 berarti ada kontaminasi protein sedangkan bila rasio lebih dari
2,0 berarti ada kontaminasi RNA dan DNA terputus-putus.
d. Amplifikasi Gen
28
1. Nested yang pertama akan mengamplifikasi daerah sepanjang 537 bp yang
mengandung kodon 76 dengan menggunakan primer. Tiap campuran terdiri dari 7ul
DNA hasil ekstraksi sebagai cetakan (template), 15 ul green master mix, 2 ul primer
mix (primer forward dan primer reverse) dan 6ul ddH2O dengan volume akhir 30ul.
Amplifikasi dilakukan dengan menggunakan mesin PCR ABI-Applied Biosystem.
2. Kondisi siklus pertama yaitu denaturasi pada suhu 94°C selama 3 menit, annealing
padasuhu 56°C selama 30 detik dan ekstensi pada suhu 60°C selama 1 menit. Pada
siklus berikutnya sampai siklus ke 45 lama denaturasi dipersingkat menjadi 30 detik
tanpa mengubah kondisi lainnya. Pada ekstensi yang terkahir diberi perpanjangan
waktu selama 3 menit.
e. Deteksi Hasil PCR. 14
1. Hasil amplifikasi DNA diperiksa secara elektroforesis pada gel agarose 2% dalam
buffer Tris-Boric acid EDTA/TBE (Tris Boarte 0,045M; ethylene diamine tetra acetic
acid 0,001 M pH 8,0) yang mengandung 1ug/ml etidium bromida dan menggunakan
aparatus elektroforesis Horizontal Mini Sub DNA (Bio-Rad Lab).
2. Sebanyak 7ul larutan DNA hasil PCR dipisahkan dengan tegangan 100 volt selama 20
menit.
3. Visualisasi pita DNA yang telah diwarnai dengan etidium bromida dilakukan dengan
menggunakan ultra violet pada geldoc 1000 imaging system.
J. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan selama 42 hari follow-up akan dianalisis dengan menggunakan
lembar analisis pada Excel spreadsheet yang didesain oleh Global Malaria Programme.
Program yang dikembangkan tersebut juga mendukung double data entry untuk
mengurangi risiko data entry error dan langsung menyediakan informasi tentang criteria
yang dievaluasi pada penelitian ini.12.
Outcome utama (proporsi kesembuhan pada hari ke-42 dan proporsi kegagalan
pengobatan) yang diukur pada setiap hari follow-up akan dianalisis dengan
menggunakan metode Kaplan-Meier, yang memungkinkan data dari pasien yang
29
mundur dari penelitian (withdrawn) atau yang loss to follow-up untuk diikutsertakan
dalam analisis. Proporsi pasien yang sembuh dan proporsi kegagalan pengobatan pada
hari ke-42 follow-up berdasarkan PCR-corrected dan PCR-uncorrected akan dianalisis
dengan menggunakan metode ini. Sebagai pembanding analisis “per-protocol”
berdasarkan PCR-corrected dan PCR-uncorrected juga akan dilakukan dalam
menghitung kesembuhan pada hari ke-42 dan proporsi kegagalan pengobatan (ACPR,
ETF, ECF, LPF). Analisis dengan metode ini hanya mengikutkan data dari pasien
dengan data primary outcome yang lengkap selama periode follow-up.
Fever clearance time, parasite clearance time, dan kadar hemoglobin akan dianalisis
dengan menggunakan mean dan standar deviasi jika datanya terdistribusi normal dan
menggunakan median, inter quartile range dan range jika datanya tidak terdistribusi
normal (skewed). Adverse events, loss to follow-up, withdrawn, hematologic recovery
pada hari ke-42, dan gametosit pada hari ke-7, 14, 21, 28 dan 42 akan dianalisis dengan
menghitung proporsi.
Untuk mengetahui hubungan antara umur, berat badan dan rekrudensi dengan
keberhasilan pengobatan akan dilakukan analisis logistic regression. Multiple logistik
regression akan dilakukan untuk mengestimasi asosiasi adjusted dengan semua variabel
dan juga untuk mengecek adanya confounding factor. Adanya kemungkinan interaksi
juga akan di selidiki dengan multiple logistic regression dan likelihood ratio test dengan
membandingkan model dengan dan tanpa interaksi. Analisis akan dilakukan dengan
menggunakan program pengolah data STATA 14.
30
IV. HASIL
Pelaksanaan penelitian diawali dengan survei pendahuluan yang bertujuan untuk
menentukan lokasi penelitian, Kegiatan ini meliputi pengumpulan data kasus malaria
selama tahun 2016 dilanjutkan dengan kunjungan ke puskesmas untuk mengumpulkan data
kasus malaria, mengumpulkan slide malaria yang positif, pengecekan alat dan bahan yang
digunakan pemeriksaan mikroskopis malaria serta melakukan wawancara kepada petugas
mikroskopis dan pengelola malaria di puskesmas.
Provinsi Gorontalo terdiri atas 6 kabupaten/kota yaitu, Kota Gorontalo, Kab.
Gorontalo, Kab. Gorontalo Utara, Kab. Boelemo, Kab. Bone Bolango, dan Kab. Pohuwato,
Dua kabupaten diantaranya merupakan daerah endemis malaria yaitu, Kab. Gorontalo dan
Kab. Pohuwato. Data puskesmas di Kab. Gorontalo menunjukkan bahwa sampai dengan
triwulan 1 2016 jumlah kasus malaria di daerah tersebut yaitu:
a. Puskesmas Telaga biru Kec. Telaga biru, sampel diperiksa 74 SD ( positif 5 kasus)
b. Puskesmas Limboto Kec.Limboto, sampel diperiksa 60 SD (positif 19 kasus)
c. Puskesmas Limboto Barat Kec.Limboto barat, yang diperiksa 47 SD ( positif kasus)
d. Puskesmas Tibawa Kec. Tibawa, sampel diperiksa 118 SD (positif 8 kasus)
e. Puskesmas Dungaliyo Kec. Dungaliyo, sampel diperiksa 606 SD (positif 15 kasus) -
-> ada MBS.
Selain mengumpulkan data kasus malaria, peneliti juga melakukan kunjungan ke
Puskesmas Limboto, serta melakukan wawancara dengan petugas mikroskopis dan mencek
alat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis di Puskesmas.
Wilayah Kerja Puskesmas Limboto meliputi 14 desa dan ada lima kelurahan yang
sering terjadi malaria yaitu, Kel. Tulanaa, Kel. Kayu Bulan, Kel. Hungalua, dan Kel. Kayu
Merah, Jumlah kasus malaria yang terjadi selama tahun 2016 yaitu Bulan Januari 16 kasus,
bulan Februari 2 kasus, bulan Maret 2 kasus, bulan April tidak ada kasus. Tenaga
mikrokopis di Puskesmas Limboto dengan latar pendidikan perawat dan telah dilatih
mikroskopis malaria pada tahun 2011, Jumlah mikroskop yang ada di Puskesmas Limboto
berjumlah 2 buah. berdasarkan informasi petugas puskesmas juga pelaksanaan cross check
slide selalu dilakukan oleh petugas Kabupaten, slide yang cross check di periksa langsung
31
di puskesmas dan Pengunaan obat Dihydroartemisinin piperaquine (DHP) sejak tahun
2012.
Peneliti juga melakukan kunjungan ke Puskesmas Telaga Biru dan wawancara
dengan petugas mikroskopis malaria yaitu ibu Pemi Panigoro dan Petugas pengelola
malaria ibu Yurdan Nani.Wilayah Kerja Puskesmas Telaga Biru meliputi 14 desa. adapun
desa yang sering terjadi malaria yaitu Tuladengi, Limo Ato, Tulapatobe, Lopoyo,
Tapalubo, sedangkan jumlah kasus malaria selama tahun 2016 yaitu tujuh kasus malaria
dari delapan puluh enam kasus yang diperiksa, selama pengobatan pada penderita malaria
dengan menggunakan DHP ditemukan ada efek samping obat selama pengobatan DHP.
Ada beberapa slide malaria yang telah dinyatakan positif oleh petugas puskesmas
selanjutnya dilakukan crosscheck di Balai Litbang P2B2 Donggala. Berdasarkan hasil
crosscheck 33 slide positif malaria yang berasal dari Puskesmas Limboto dan Telaga Biru,
semua hasil pemeriksaan negatif.
Kegiatan selanjutnya melakukan survei darah malaria atau Mass Blood Survey
(MBS), kegiatan ini dilakukan berdasarkan hasil survei pendahuluan sebelumnya. Ada pun
Survei MBS dilakukan di Kabupaten yaitu Kab. Gorontalo, Kab. Boelemo dan Kab.
Pohuwato.
Survei MBS dilakukan di lima puskesmas yaitu Puskesmas Telaga biru, Puskesmas
Limboto, Puskesmas Limboto barat, Puskesmas Saritani dan Puskesmas Buntulia. Ada pun
Desa yang pilih untuk pelaksanaan MBS yaitu Kelurahan Dutulanaa, Kelurahan Tinelo,
Kelurahan Ulapato A, Desa Tungalo, Desa Saritani dan Desa Hulawa.
Ada pun jumlah MBS malaria sebagai berikut:
32
Table 1. Hasil Mass Blood Survey (MBS) Di Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bualemo danKabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo Tahun 2016
No Nama Kelurahan/Desa Kabupaten Jumlah SDyang di periksa
Hasilpemeriksaan
1 Dutulanaa Kec.Limboto Kab. Gorontalo 41 Negatif2 Tinelo Kec.Limboto Kab. Gorontalo 71 Negatif3 Ulapato A Kec. Telaga biru Kab. Gorontalo 36 Negatif4 Tungulo Kec.Limboto barat Kab. Gorontalo 41 Negatif5 Saritani Kec. Wonosari Kab. Bualemo 41 Negatif6 Karya Indah Kec. Buntulia Kab.Pohuwato 26 Negatif
Jumlah 256
Hasil pemeriksaan dari 256 slide semua negatif selain itu peneliti juga
melakukan cross check terhadap slide positif malaria hasil kegiatan MBS yang telah
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dan hasil cross chek juga semua slide
negatif.
Peneliti juga melakukan MBS di Puskesmas Dataran bulan Kec. Ampana Tete.
Ada pun Desa yang pilih untuk pelaksanaan MBS, desa yang endemis malaria Bulan Jaya,
Suka maju dan Girimulyo. Ada pun jumlah MBS malaria sebagai berikut:
Table 2. Hasil Mass Blood Survey (MBS) Di Dataran Bulan Kabupaten Tojo Una UnaProv.Sulawesi Tengah Tahun 2016
No Nama Desa Jumlah SD yang diperiksa
Hasil pemeriksaan
1 Bulan Jaya 27 Negatif2 Sukamaju 65 Negatif3 Girimulyo 135 Negatif
Jumlah 227
Hasil MBS di tiga desa di wilayah Kabupaten Tojo Una Una semua slide negatif.
33
V. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil MBS selama penelitian di Prov. Gorontalo dan Prov.Sulawesi
Tengah, tidak ditemukan kasus malaria positif tetapi data malaria selama 2 tahun terakhir
masih banyak kasus malaria hal ini dapat disebabkan karena kasus malaria telah menurun
atau karena pemeriksaan mikroskopis malaria yang tidak tepat (positif false).
Masih banyak faktor yang menyebabkan penanggulangan malaria di Indonesia
belum berhasil. Kesalahan atau ketidaktepatan diagnosis Plasmodium malaria merupakan
salah satu faktor penyebab. Kesalahan diagnosis parasit malaria dapat disebabkan karena
pembuatan sediaan darah (apus tebal dan tipis) yaitu mulai dari pengambilan, pengeringan,
pewarnaan dan penyimpanan slide. Langkah awal untuk menentukan Plasmodium malaria
dengan menggunakan mikroskop dapat dilihat dari warna inti dan sitoplasma Plasmodium,
perubahan warna inti dan sitoplasma dapat menyebabkan kesalahan diagnosis. Pembuatan
sediaan darah yang kurang baik dapat menyebabkan perubahan warna inti dan sitoplasma
Plasmodium.
Faktor lain yang juga berpengaruh yaitu kemampuan tenaga mikroskopis dalam
mendiagnosis Plasmodium malaria. Penentuan tenaga mikroskopis malaria harus melalui
proses rekrutmen petugas yang tepat, pelaksanaan pelatihan yang baik dan sistem pendukung
lain yang baik/memadai. Kemampuan tenaga mikroskopis harus didukung oleh sistem
supervisi yang baik, alat dan reagen/bahan yang memenuhi standar kualitas, dan jaringan
pendukung (Support Net Work) serta lingkungan kerja laboratorium yang baik.15
Menurut WHO tenaga mikroskopis malaria yang handal harus memiliki
pengetahuan tentang prosedur kerja malaria, tahu tentang perawatan mikroskop sampai
teknik pemeriksaan dalam mengidentifikasi parasit malaria secara benar dan tepat atau
perhitungan tingkat sensitifitas, spesitifitas dan akurasi identifikasi spesiesnya adalah
mendekati 100 %. Oleh karena itu, frekuensi pemeriksaan parasit yang terstandarisasi harus
mencapai 40 slide dalam satu hari sehingga kualitas mikroskopis dapat dipertahankan,
dengan ketentuan bahwa satu kaca sediaan 5 menit dan istirahat 10 menit dan diteruskan 40
slide selanjutnya sampai selesai.16
34
Kemampuan seorang mikroskopis malaria baik dalam membuat sediaan darah,
mewarnai dan memeriksanya sangat menentukan ditemukan parasit malaria. Oleh karena itu,
ketepatan dan kebenaran pemeriksaan sediaan darah oleh mikroskopis malaria perlu dipantau
dan diamati secara terus-menerus atau berkala sehingga dapat memperoleh data yang valid,
akurat dan terpercaya.
Diagnosa malaria dan identifikasi spesies malaria yang akurat akan menentukan
jenis pengobatan dan juga menentukan kebenaran pelaporan kemanjuran obat. Kesalahan
diagnosis malaria oleh petugas mikroskopis dapat menyebabkan obat anti malaria mengalami
resistensi atau kerusakan organ tubuh pada pasien yang pengobatannya tidak tepat.
Selain dapat mendiagnosis dengan tepat, tenaga mikroskopis di puskesmas harus
memiliki pengetahuan tentang perawatan dan penyimpanan mikroskop dalam suhu kamar.
Semua tindakan tersebut supaya menghindari jamur, bakteri dan partikel lainnya yang
menyerang lensa okuler dan lensa obyektif mikroskop, dan juga mengindari kerusakan
mikroskop yang fatal karena mikroskop sangat sensitif terhadap debu dan tindakan yang
kasar. Sebab, tujuan utama perawatan dan penyimpanan mikroskop adalah untuk
memastikan kesiapan mikroskop dan kualitas hasil pembacaan slide.17
Pemeriksaan mikroskop secara berkala perlu dilakukan oleh teknisi mikroskopis
dalam melakukan pemeriksaan proses pencopotan dan pemasangan kembali mikroskop yang
mengalami kerusakan termasuk proses pembersihan dan lubrikasi. Frekuensi pemeriksaan
mikroskop tergantung pada jumlah waktu pemakaian.
Keterbatasan Penelitian Keberlanjutan penelitian ini sangat ditentukan dengan
penemuan penderita positif malaria di lokasi penelitian. Penelitian ini belum bisa menjawab
tujuan khusus penelitian karena kegiatan yang dilakukan baru survei pendahulaun yang tidak
menemukan kasus positif malaria, dan penelitian ini tidak bisa dilanjutkan karena mengalami
efiisiensi anggaran penelitian.
35
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
1.Kesimpulan
Hasil survei pendahuluan menunjukkan kegiatan MBS yang dilakukan tidak
menemukan penderita positif malaria di wilayah Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi
Tengah.
2 .Saran
Perlunya meningkatkan kualitas tenaga mikroskopis puskesmas dalam pemeriksaan
slide malaria.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO, 2012, World Malaria Report 2011, Geneva. akses tanggal 10 maret 2014http://www.who.int/malaria/wmr2008.
2. Kemenkes RI, Eliminasi malaria, 20093. Feachem RGA, Philips AA, Hwang J, Cotter C, Wielgosz B, Greenwood BM, Sabot
O, Rodroguez MH, Abeyasinghe RR, Ghebreyesus TA, Snow RW, 2010. Shrinkingthe malaria map: progrees and prospects. Lancet 376: 1566-1578
4. Tjitra E., 2004. Pengobatan Malaria dengan Kombinasi Artemisinin. In : Simposiumnasional Pengendalian Malaria di Surabaya, tgl 29-30 Nov 2004.
5. WHO, 2006 briefing on Malaria Treatment Guidelinesand artemisinin monotherapies.diakses tanggal 5 Juli 2014 www.who.int/.../atoz/meeting_briefing19april.pdf
6. WHO, 2010, Global Malaria Programme, Effectiveness of Non-Pharmaceutical Formsof Artemisia annua L. against malaria, diakses tanggal 5 juli 2004www.who.int/.../position_statement_herbal_reme
7. Hasugian A.R., Purba H.L.E., Kenangalem E., Wuwung R.M., Ebsworth E.P.,Maristela L., Panttinen P.M.P., Laihad F., Anstey N.M., Tjitra E.,and Price R.N.Dihydroartemisinin-Piperaquine versus Artesunate-Amodiaquine: Superior Efficacyand Posttreatment Prophylaxis against Multidrug-Resistant Plasmodium falciparumand Plasmodium vivax Malaria. UKPMC Funders Group
8. WHO, 2012, Global Malaria Programme, Up on artemisinin resistance, diaksestanggal 8 agustus 2014 www.update-software.com/BCP/.../CD010927.pdf
9. Yenni Y., 2013, Buktinya malaria resisten Artemisinnin di Asia, JurnalBionature,Vol.14 Nomor 2, Oktober 2013
10. Dinas Kesehatan Prov. Sulawesi Tengah, 2013, Profile Prov.Sulawesi Tengah.11. White NJ. Delaying Antimalarial Drug Resistance with Combination Chemotherapy.
Parasitologia 1999; 41: 301-308.12.WHO, 2009, Methods for Surveillance of Antimalarial Drug Efficacy, Geneva.13.WHO, 1991, Basic Laboratory Methods in Medical Parasitolgy, Geneva.14. Omar SA, Makokha FW, Mohammed FA, Kimani FT, Magowa G. 2007. Prevalence of
Plasmodium falciparum chloroquine resistance gene markers, pfcrt-76 and pfmdr1-86,eight years after cessation of chloroquine use ini Mwea, Kenya. J Infect.DevelopingCountries ; 1(2);195-201.
15. Depkes RI, (2003).Diagnosis Malaria Namru, Yogyakarta.16. WHO, 2005.Biregional Workshop on Quality Assurance For Malaria Microscopy,
Kuala Lumpur, Malaysia 18-21 Apri 2005.17. Mau F & Desato Y, Studi Kualitas (Quality Assurance) Pemeriksaan Mikroskopis
Malaria Di Pulau Sumba Tahun 2009, J Ekologi Kesehatan Vol.12 No.2: Hal 79-86Juni 2013.
37
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Tengah yang telah memberikan ijin untuk
melakukan penelitian ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan pula pada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Gorontalo, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bualemo, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Pohuwato dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tojo Una Una yang
telah memberikan ijin dan fasilitas selama penelitian ini, Ucapan terima kasih penulis
sampaikan pula pada Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala yang telah memberikan arahan dan
masukan dalam penelitian ini. Ucapan terimakasih ini juga penulis sampaikan kepada Kepala
Puskesmas Limboto, Kepala Puskesmas Limboto barat, kepala Puskesmas Saritani, Kepala
Puskesmas Buntulia dan Kepala Puskesmas Dataran Bulan yang telah membantu dilapangan
dalam pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terimakasih ini juga penulis sampaikan kepada ibu
Dr. Eko Rahajeng dan Drs. Kasnodiharjo sebagai reviwer dalam penyelesaian laporan akhir
penelitian ini.
38
Lampiran 1
Naskah Penjelasan dan Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan (Pemeriksaan darah)
NASKAH PENJELASAN UNTUK MENDAPATKAN PERSETUJUAN SUBJEK
DAN FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Malaria adalah suatu penyakit infeksi dari genus Plasmodium yang ditularkan melalui gigitannyamuk Anopheles. Propinsi Gorontalo merupakan salah satu daerah endemis malaria, masih tingginyainsiden malaria di wilayah Gorontalo dan upaya pengendalian yang belum berhasil, hal ini mungkindisebabkan antara lain penggunaan DHP belum maksimal, sehingga dapat menyebabkan resistensi obatanti malaria yang cukup tinggi.
Kami meminta anda untuk turut mengambil bagian dalam penelitian yang berjudul “MENGEVALUASI EFEKTIVITAS LEBIH LANJUT Dihydroartemisin Piperaquine (DHP)PADA PENDERITA MALARIA Plasmodium falciparum TANPA KOMPLIKASI DIWILAYAH PROVINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2016” Penelitian ini bertujuan untukmemperoleh data dan mengukur angka keberhasilan/efektifitas DHP pada pengobatan malariafalciparum tanpa komplikasi.
PEMERIKSAAN DARAH DAN PENGOBATANSetelah anda dinyatakan positif malaria Plasmodium falciparum maka diwajibkan subyek untukmengkonsumsi DHP selama 3 hari berturut-turut. Selain itu juga akan dilakukan pengambilansediaan darah tepi sebanyak 8 (Delapan) kali yaitu pada hari ke H1, H2, H3, H7, H 14, H21, H28 danH42. Untuk pengambilan sediaan darah tepi H1 – H3, waktunya sama dengan waktu minum obat.Subyek akan diberikan Dihydroartemisin piperaquine tablets dalam 3 hari dengan pembagiandosis 10mg basa/kgBB/hari/oral pada H0 daan H1 serta 5 mg basa/kgBB/hari/oral pada H2.Pemberian obat DHP akan dilakukan oleh dokter puskesmas.
KETIDAKNYAMANAN DAN EFEK SAMPING OBATSelama penelitian, subyek akan tersita waktunya sebentar untuk minum obat dan pengambilan darah tepiyang akan dilakukan oleh tenaga medis setempat.Efek samping obat yang kemungkinan akan dirasakan yaitu mual, muntah, kejang otot, dan pusing.
KERAHASIAANUntuk menjaga kerahasiaan sampel dikenali dengan memberikan nomor identitas pengganti nama dandata yang dihasilkan tidak diberikan kepada pihak ketiga.
39
PERTANYAAN-PERTANYAANApabila ada pertanyaan mengenai penelitian ini, mengenai hak-hak anda, anda dapat menghubungiJunus Widjaja, SKM, M.Sc (081342767785); Hayani Anastasia ,SKM, MPH (0811459507); PhetisyaPF Sumolang, S.Si (085296599559); dr.Muchlis Syahnuddin (08114511541)..KEIKUTSERTAAN SUKARELA DAN HAK UNDUR DIRIKeikutsertaan anda bersifat sukarela, setiap waktu anda dapat mengundurkan diri tanpa dikenai sanksiatau bayaran. Sebagai tanda terima kasih kami akan memberikan bahan kontak berupa uang sebesarRp.10.000 (Sepuluh ribu rupiah).
KEUNTUNGANDapat mengetahui apakah anda menderita malaria dan mengalami resisten obat anti malaria dan tidaktanpa harus membayar, selain itu akan menerima bahan kontak berupa uang. Pengobatan malariadilakukan oleh petugas puskesmas setempat terhadap penderita yang diketahui positif menderita malaria.Apabila selama proses penelitian terjadi efek samping obat ataupun Kejadian Tidak Diinginkan (KTD),maka subyek akan diobati tanpa dikenakan biaya.
40
Lampiran 2.
LEMBAR PERSETUJUAN
TANDA TANGAN
Saya telah membaca atau dibacakan pada saya apa yang tertera di atas ini dan saya telah diberi kesempatan untukmengajukan pertanyaan dan membicarakan proyek penelitian ini dengan anggota tim penelitian. Saya memahamimaksud, risiko, waktu dan prosedur penelitian ini. Dengan membubuhkan tanda tangan saya di bawah ini, sayamenyatakan keikutsertaan saya secara sukarela dalam penelitian ini.
Nama Responden Tanggal/bulan/tahun Tanda tangan/cap jempol
Nama Orangtua/Wali Tanggal/bulan/tahun Tanda tangan/cap jempol
Nama Saksi Tanggal/bulan/tahun Tanda tangan/cap jempol
Keterangan:
- Persetujuan dan tanda tangan responden yang berumur dibawah 18 tahun diwakili orang tua/wali- Nama saksi diwakili oleh ketua RT/RW atau Lurah setempat
41
Lampiran 3KUESIONER
A. Pengenalan Lokasi
1 No rumah :
2 No kode :
3 Propinsi :
4 Kecamatan :
5 Kelurahan :
6 Puskesmas :
7 Desa :
8 RT/RW :
9 Nama Kepala Rumah Tangga
1. Apakah demam dalam 24 jam terakhir?A. Ya (lanjut no.2)B. Tidak
2. Selain demam gejala lain yang dirasakanA. Sakit kepalaB. MualC. Lainnya sebutkan......
3. Apakah ada minum obat anti malaria dalam 2 minggu ini?A. Ya (lanjut ke no. 3)B. Tidak
4. Obat apa yang diminum dalam 2 minggu ini?A. KlorokuinB. SPC. ACT
5. Apakah ada kelainan yang dirasakan saat minum obat?A. MualB. PusingC. Lain....D. Tidak ada
6. Dimana mendapat obat anti malaria :A. Puskesmas D.Lainnya..B. WarungC. Tetangga
7. Berapa dosis obat anti malaria yang diminum:.....8. Bagaimana cara minum obat anti malaria
A. SekaligusB. Bertahap .......
42
Lampiran 4FORMULIR SEDIAAN DARAH MALARIA
INDENTITY
INDENTITAS
Code No:
No kode
Study site:
Lokasi
Village/Desa: Subdistric/Kelurahan: Primary Health
Care/Puskesmas:
RT/RW: Distric/Kecamatan: Province/Propinsi:
Name:
Nama
Name of quardian:
Nama KK
Sex
Jenis Kelamin
Age/Umur
Body weight:
Berat Badan
Hight/Tinggi
Emplovee:
Pekerjaan
43
Plasmodium: Pos/Neg*, spesies:...........................................
Sediaan Darah : Tebal/ Tipis
No/Lp Lekosit/eritrosit* Stadium plasmodium
Trophozoite Skizont Gametosit
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Str
Jumlah
*)s : Coret yang tidak perlu
Kepadatan plasmodium/ ul darah
8000 x Jumlah plasmodium (Troph) = ...........Plasmodium/ul
Jml lekosit
Pemeriksa
( )
44
Lampiran 5
FORM KEPATUHAN SUBYEK DALAM MENGKONSUMSI DHP
No. Nama Subyek DosisJam, tgl/bulan/thn
KeteranganHari 1 Hari 2 Hari 3
45