Post on 20-Jan-2016
MAKALAH BAHASA INDONESIA
PENGGUNAAN MENARA MASJID PADA
ARSITEKTUR ISLAM
OLEH:
Retno Ningsih
I0212066
Program Studi Arsitektur
Jurusan Arsitektur
Fakultas Teknik
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 3
D. Manfaat 3
BAB II PEMBAHASAN 4
A. Sejarah Perkembangan Arsitektur Islam 4
B. Sejarah Perkembangan Arsitektur Menara Masjid 12
C. Jenis Menara Masjid dan Penerapannya 13
1. Menara Klasik 14
2. Menara Variasi 14
3 Menara Segi empat 15
4. Menara SIlinder 16
5. Menara Spiral 18
BAB III PENUTUP 20
A Kesimpulan 20
B Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Arsitektur islam merupakan perpaduan antara kebudayaan manusia dan
proses penghambaan diri seorang manusia kepada Allah SWT yang berada
dalam keselarasan hubungan manusia, lingkungan dan Sang Pencipta.
Arsitektur islam mengungkapkan hubungan geometris yang kompleks,
hirarki bentuk dan ornamen serta makna simbolis yang sangat dalam.
Arsitektur islam merupakan sebuah jawaban yang dapat membawa pada
perbaikan peradaban. Di dalam arsitektur islam terdapat esensi dan nilai-
nilai islam yang dapat diterapkan tanpa menghalangi pemanfaatan teknologi
bangunan modern sebagai alat dalam mengekspresikan esensi tersebut.
Sebagaimana yang telah diketahui bersama, arsitektur islam merupakan
salah satu gaya arsitektur yang menampilkan keindahan yang kaya akan
makna. Setiap detailnya mengandung makna yang sangat dalam. Salah satu
makna yang terbaca pada arsitektur islam itu adalah bahwa rasa kekaguman
terhadap keindahan dan estetika dalam arsitektur tidak terlepas dari
kepasrahan dan penyerahan diri terhadap kebesaran dan keagungan Allah
sebagai Dzat yang memiliki segala keindahan. Arsitektur islam lebih
mengusung pada nilai-nilai universal yang dimuat oleh ajaran islam. Nilai-
nilai ini nantinya dapat diterjemahkan ke dalam bahasa arsitektur dan tampil
dalam berbagai bentuk tergantung konteksnya, dengan tidak melupakan
esensi dari arsitektur itu sendiri, serta tetap berpegang pada tujuan utama
proses berarsitektur yaitu sebagai bagian dari beribadah kepada Allah.
Arsitektur islam adalah sebuah karya seni bangunan yang terpancar dari
aspek fisik dan metafisik bangunan melalui konsep pemikiran islam yang
bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah Nabi, Keluarga Nabi, Sahabat, para Ulama
maupun cendikiawan muslim. Aspek Fisik adalah sesuatu yang nampak
secara jelas oleh panca indera. Dalam hal ini sebuah bangunan dengan fasad
yang memiliki bentuk dan langgam budaya islam dan dapat dilihat secara
jelas melalui beberapa budaya, seperti budaya arab, cordoba, persia sampai
peninggalan wali songo. Bentuk fisik yang biasa diterapkan dalam sebuah
bangunan seperti penggunaan kubah, ornamen kaligrafi, dan sebagainya.
Aspek Metafisik adalah sesuatu yang tidak tampak panca indera tapi dapat
dirasakan hasilnya. Hal ini lebih kepada efek atau dampak dari hasil desain
arsitektur islam tersebut, seperti bagaimana membuat pengguna bangunan
lebih nyaman dan aman ketika berada di dalam bangunan sehingga
menjadikan pengguna merasa bersyukur.
Arsitektur islam selalu identik dengan masjid. Terdapat beberapa elemen
pada masjid-masjid di dunia antara lain adalah mihrab, mimbar dan tempat
wudhu yang menjadi elemen utama. Lalu terdapat elemen pelengkap, yaitu
menara. Menara dalam perkembangan arsitektur masjid cenderung menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari masjid, meskipun pada masa ini banyak
masjid yang tidak memiliki menara. Di luar elemen-elemen pokok dan
pelengkap tersebut, aspek dekorasi termasuk kaligrafi dan kubah juga sangat
bervariasi, berkembang sejalan dengan budaya suatu masyarakat, di tempat
tertentu, dan pada zaman tertentu pula.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masaah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain adalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana sejarah perkembangan tentang arsitektur islam?
2. Bagaimana sejarah perkembangan arsitektur menara masjid?
3. Bagaimana penerapan jenis-jenis menara pada masjid-masjid di dunia?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Menambah pengetahuan tentang sejarah perkembangan arsitektur islam.
2. Menambah pengetahuan tentang sejarah perkembangan arsitektur
masjid dan menara masjid.
3. Mengetahui tentang jenis-jenis menara masjid dan penerapannya pada
masjid-masjid di dunia.
D. Manfaat
Hasil dari penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa teknik jurusan arsitektur
untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sejarah
perkembangan arsitektur islam dan penggunaan menara masjid.
Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah diharapkan dapat
dijadikan sebagai sumber atau referensi bagi mahasiswa arsitektur maupun
pihak umum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Arsitektur Islam
Arsitektur yang merupakan bagian dari budaya, selalu berkembang
seiring dengan berkembangnya peradaban manusia. Oleh karena itu, Islam
yang turut membentuk peradaban manusia juga memiliki budaya
berarsitektur. Budaya arsitektur dalam islam dimulai dengan dibangunnya
Ka’bah oleh Nabi Adam AS sebagai pusat beribadah umat manusia kepada
Allah SWT.
Perkembangan arsitektur islam dimulai pada tahun 630 M, saat Nabi
Muhammad beserta tentaranya berhasil menaklukkan Makkah dari suku
Quraish. Pada masa ini bangunan suci Ka'bah mulai didedikasikan untuk
kepentingan agama islam, rekonstruksi Ka'bah dilaksanakan sebelum
Muhammad menjadi Rasul. Bangunan suci Ka'bah inilah yang menjadi cikal
bakal dari arsitektur Islam. Dahulu sebelum Islam, dinding Ka'bah dihiasi oleh
beragam gambar seperti gambar nabi Isa, Maryam, Ibrahim, berhala, dan
beberapa pepohonan. Ajaran yang muncul belakangan, terutama yang
berasal dari Al Qur'an, akhirnya melarang penggunaan simbol-simbol yang
menggambarkan makhluk hidup terutama manusia dan binatang.
Pada abad ke-7, muslim terus berekspansi dan akhirnya mendapatkan
wilayah yang sangat luas. Tiap kali muslim mendapatkan tanah wilayah baru,
yang pertama kali mereka pikirkan adalah tempat untuk beribadah, yaitu
masjid. Perkembangan masjid di saat-saat awal ini sangat sederhana sekali,
bangunan masjid tidak lain berupa tiruan dari rumah Nabi Muhammad, atau
kadang-kadang beberapa bangunan diadaptasikan dari bangunan yang telah
ada sebelumnya, misalnya gereja.
Pengaruh dan gaya--gaya arsitektur islam yang mencolok baru
berkembang setelah kebudayaan muslim memadukannya dengan gaya
arsitektur dari Roma, Mesir , Persia dan Byzantium. Contoh awal yang paling
populer misalnya Dome of The Rock yang diselesaikan pada tahun 691 di
Jerusalem. Gaya arsitek yang mencolok dari bangunan ini misalnya ruang
tengah yang luas dan terbuka, bangunan yang melingkar, dan penggunaan
pola kaligrafi yang berulang.
Masjid Hagia Sophia di Istanbul, Turki turut mempengaruhi corak
arsitektur Islam. Ketika Ustman merebut Istanbul dari kekaisaran Byzantium,
mereka mengubah sebuah basilika menjadi masjid, yang akhirnya muslim
pun mengambil sebagian dari kebudayaan Byzantium kedalam kekayaan
peradaban Islam, misalnya penggunaan kubah. Selain itu, motif yang
mencolok dalam arsitektur Islam hampir selalu mengenai pola yang terus
berulang dan berirama, serta struktur yang melingkar.
Menara diperkenalkan pada masa Dinasti Umayyah. Menurut sejarah
yang ada, Suriah adalah tempat kelahiran menara masjid. Di sana, menara
mengambil bentuk menara jam seperempat atau menara gereja yang
berbentuk persegi empat. Namun, meski menara Masjid Suriah menjadi
yang tertua dan prototipe menara lain di dunia Islam, terutama Afrika Utara
dan Spanyol, menara tersebut bukanlah satu-satunya jenis menara yang
dikembangkan di dunia Islam. Menara-menara masjid mengikuti banyak
bentuk tradisional di setiap wilayah kekuasaan Islam. Di Irak misalnya, gaya
menara masjidnya mengadopsi gaya Asysyiria Kuno.
Sejarah mencatat bahwa kemajuan umat Islam dalam bidang ilmu dan
seni arsitektur Islam telah dimulai semenjak Dinasti Umayyah memegang
tampuk kekuasaan dalam kekhalifahan Islam. Perkembangan seni arsitektur
Islam pada masa ini bermula ketika Muawiyah bin Abu Sufyan (602-680 M)
pendiri Dinasti Umayyah mengumumkan sistem pemerintahannya sebagai
kerajaan. Keputusan perubahan sistem pemerintahan ini ikut mengubah
sendi kehidupan lain, dari cara berpakaian hingga tempat tinggal atau istana.
Dinasti Umayyah mulai mengembangkan pola arsitektur khusus pada
bangunan dan tempat penting yang ada pada masa itu. Pola arsitektur Arab
yang sebelumnya mendominasi bangunan negara (istana, masjid, dan
benteng) pada masa Khulafa ar-Rasyidun, di tangan Dinasti Umayyah
bercampur dengan corak Romawi (Bizantium). Pada masa ini, mulail
diperkenalkan tempat pemandian umum (Hammam). Untuk pembangunan
tempat ini, pemerintah saat itu menyiapkan anggaran khusus. Para Khalifah
Umayyah di Damaskus dikenal sangat royal dalam mengusahakan tempat
seperti ini.Selain bangunan hammam, penguasa Dinasti Umayyah juga
membangun tempat peristirahatan bagi para pemburu di padang pasir yang
dikenal dengan sebutan Karavanserai. Pada saat Khalifah Umayyah yang
paling berpengaruh berkuasa, Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M)
mulai memperkenalkan konsep kubah pada arsitektur masjid. Pada masa itu,
ia membangun kubah Masjid Al-Aqsha.
Gambar 2.1 Masjid Al-Aqsha
Sumber: Dunia Desain dan Arsitektur.
http://belajardesaindanarsitektur.blogspot.com/2012/06/perkembangan-arsitektur-islam-
di.html (diakses 25 November 2013)
Sejak masa kekhalifahan Umayyah inilah arsitektur kemudian terus
berkembang. Inilah era pemicu perkembangan arsitektur Islam yang
kemudian mengalami kemajuan yang pesat. Hampir semua karya arsitektur
Islam pada tiap masa merupakan bangunan masjid. Sebagai seni paling awal
dan permanen meskipun untuk tujuan keagamaan, arsitektur selalu menjadi
representasi utama seni bangunan.
Setelah masa Dinasti Umayyah, selanjutnya adalah masa dinasti
abbasiyah. Perkembangan arsitektur Islam pada masa Abbasiyah bermula
sekitar abad ke-II. Dinasti yang berkuasa di Baghdad selama 500 tahun ini
meninggalkan warisan budaya, terutama dalam bidang arsitektur Islam yang
mengagumkan. Salah satu ciri pembeda arsitektur Abbasiyah dan Umayyah
adalah pengaruh budaya lokal. Bangunan Umayyah bercorak Arab-Romawi,
sedangkan bangunan Abbasiyah bercorak Persia dan Asia Tengah.Pada era
itu, perkembangan arsitektur Islam yang begitu besar terlihat pada
penggunaan teknik bahan batu bata dan seni arsitektur Persia yang
diterapkan pada bentuk lengkung iwan, yakni ruang beratap atau berkubah
yang terbuka pada salah satu pinggirnya. Selain itu, perkembangannya juga
tampak pada cara pengembangan bangunan lain yang menjadi bangunan
fasilitas, seperti istana dan bangunan untuk kepentingan sosial. Salah satu
contoh arsitektur masjid yang dibangun pada era itu adalah masjid jami di
Isfahan.
Gambar 2.2 Masjid Jami di Isfahan
Sumber: Dunia Desain dan Arsitektur.
http://belajardesaindanarsitektur.blogspot.com/2012/06/perkembangan-arsitektur-islam-
di.html (diakses 25 November 2013)
Kemudian masa Dinasti Usmaniyah. Kerajaan Usmani (1300-1922)
meninggalkan khazanah arsitektur yang kaya, mulai dan istana, benteng,
masjid, hingga makam. Pada masa ini, bangunan-bangunan yang berdiri
umumnya menampilkan corak yang sedikit berbeda dan arsitektur
sebelumnya. Istanbul (Turki) sebagai pusat pemerintahan kerajaan memiliki
ratusan masjid yang bentuk arsitekturnya hampir seragam. Ciri khas masjid
di Turki terletak pada kubahnya yang indah yang dikelilingi menara tinggi.
Selain tipe masjid-kubah, umat islam pada zaman Usmani menampilkan tipe
masjid lapangan dan masjid madrasah. Istana yang menjadi tempat
kediaman resmi raja-raja Usmani disebut Topkapi yang digunakan hanya dari
tahun 1465 hingga 1835 M. Bangunan ini sangat megah. Dinding pada ruang
tertentu dilapisi emas dengan ukiran arabesk (motif daun, cabang, dan
pohon) dan gaya Eropa yang kental. Di samping istana, terdapat rumah
sederhana, namun apik bagi harem sang khalifah.
Gambar 2.3 Istana Topkapi
Sumber: Dunia Desain dan Arsitektur.
http://belajardesaindanarsitektur.blogspot.com/2012/06/perkembangan-arsitektur-islam-
di.html (diakses 25 November 2013)
Pada tahun 1835, raja Usmani tidak lagi mendiami Topkapi, tetapi
pindah ke Dolmabache yang berarsitektur lebih modern dan mewah.Hal
baru dalam rangka perkembangan arsitektur Islam gaya Usmaniyah ini ialah
munculnya perencanaan bangunan oleh seorang arsitek yang pernah belajar
di Yunani, yaitu Sinan. Ia dipercaya telah merancang sekitar 300 gedung
penting selama hidupnya. Selain masjid, Sinan juga merancang bangunan
istana, kantor kerajaan, dan makam tokoh-tokoh penting. Dia adalah arsitek
resmi Kerajaan Usmani dan posisinya sejajar dengan menteri.Karya terbesar
Sinan adalah Masjid Agung Sulaiman di Istanbul yang dibangun selama tujuh
tahun (1550-1557). Masjid yang kini menjadi salah satu objek wisata dunia
itu memiliki interior yang megah, ratusan jendela yang menawan, marmer
mewah, serta dekorasi indah. Masjid itu juga menampilkan pertautan
simbolis antara kemegahan masjid sebagai lambang sultan yang besar
kekuasaannya dan keagungan masjid sebagai sarana keagamaan. Perpaduan
itu ditampilkan lewat menara yang langsing dan tinggi seolah-olah muncul
dari lengkung-lengkung kubah dan melesat lepas ke ketinggian.Selain Masjid
Sulaiman yang dibangun oleh Sinan, Istanbul memiliki satu masjid lagi yang
arsitektur bangunannya dikagumi banyak orang yakni Masjid Biru. Masjid
yang interiornya didominasi warna biru itu dibangun oleh MehmetAga,
murid Sinan, atas perintah Sultan Ahmad I (1603-1617). Pembangunannya
berlangsung selama tujuh tahun (1609-1616). Arsitektur masjid ini dibuat
berdasarkan penggabungan dua prototipe rumah ibadah, yakni Katedral Aya
Sofia dan Masjid Sulaiman.Kini namanya Museum Aya Sofia. Sebelum
menjadi museum, bangunan ini dulunya adalah masjid dan Sebelum diubah
menjadi masjid, Aya Sofia adalah sebuah gereja bernama Hagia Sophia yang
dibangun pada masa Kaisar Justinianus (penguasa Bizantium), tahun 558 M.
Arsitek Gereja Hagia Sophia ini adalah Anthemios dari Tralles dan Isidorus
dari Miletus. Berkat tangan Anthemios dan Isidorus, bangunan Hagia Sophia
muncul sebagai simbol puncak tertinggian arsitektur Bizantium. Kedua
arsitek ini membangun Gereja Hagia Sophia dengan konsep baru. Hal ini
dilakukan setelah orang-orang Bizantium mengenal bentuk. Ukiran kubah
dalam arsitektur Islam, terutama dari kawasan Suriah dan Persia.
Keuntungan praktis bentuk kubah yang dikembangkan dalam arsitektur
Islam ini, terbuat dari batu bata yang lebih ringan daripada langit-langit
kubah orang-orang Nasrani di Roma, yang terbuat dari beton tebal dan
berat, serta mahal biayanya. Oleh keduanya, konsep kubah dalam arsitektur
Islam ini dikombinasikan dengan bentuk bangunan gereja yang memanjang.
Dari situ kemudian muncullah bentuk kubah yang berbeda secara struktur,
antara kubah Romawi dan kubah Bizantium. Pada arsitektur Romawi, kubah
dibangun di atas denah yang sudah harus berbentuk lingkaran, dan struktur
kubahnya ada di dalam tembok menjulang tinggi, sehingga kubah itu sendiri
hampir tidak kelihatan. Sedangkan kubah dalam arsitektur Bizantium
dibangun di atas pendentive--struktur berbentuk segitiga melengkung yang
menahan kubah dari keempat sisi denah persegi yang memungkinkan
bangunan kubah tersebut terlihat secara jelas.Pada 27 Mei 1453,
Konstantinopel takluk oleh tentara Islam di bawah pimpinan Muhammad II
bin Murad II atau yang terkenal dengan nama Al-Fatih yang artinya sang
penakluk. Saat berhasil menaklukkan kota besar Nasrani itu, Al-Fatih turun
dari kudanya dan melakukan sujud syukur. Ia pergi menuju Gereja Hagia
Sophia. Saat itu juga, bangunan gereja Hagia Sophia diubah fungsinya
menjadi masjid yang diberi nama Aya Sofia. Pada hari Jumatnya, atau tiga
hari setelah penaklukan, Aya Sofia langsung digunakan untuk shalat Jumat
berjamaah. Sepanjang kekhalifahan Turki Usmani, beberapa renovasi dan
perubahan dilakukan terhadap bangunan bekas gereja Hagia Sophia tersebut
agar sesuai dengan corak dan gaya bangunan masjid. Dalam sejarah
arsitektur Islam, orang-orang Turki dikenal sebagai bangsa yang banyak
memiliki andil dalam pengembangan arsitektur Islam ke negara-negara
lainnya sebagai contoh ketika Gereja Hagia Sophia dialih fungsikan menjadi
masjid pada 1453, bentuk arsitekturnya tidak dibongkar. Kubah Hagia Sophia
yang menjulang ke atas dari masa Byzantium ini tetap dibiarkan, tetapi
penampilan bentuk luar bangunannya kemudian dilengkapi dengan empat
buah menara.
Gambar 2.4. Hagia Sophia
Sumber: Dunia Desain dan Arsitektur.
http://belajardesaindanarsitektur.blogspot.com/2012/06/perkembangan-arsitektur-islam-
di.html (diakses 25 November 2013)
Empat menara ini antara lain dibangun pada masa Al-Fatih, yakni
sebuah menara di bagian selatan. Pada masa Sultan Salim II, dibangun lagi
sebuah menara di bagian timur laut. Dan pada masa Sultan Murad III,
dibangun dua buah menara. Pada masa Sultan Murad III, pembagian
ruangnya disempurnakan dengan mengubah bagian-bagian masjid yang
masih bercirikan gereja. Termasuk, mengganti tanda salib yang terpampang
pada puncak kubah dengan hiasan bulan sabit dan menutupi hiasan-hiasan
asli yang semula ada di dalam Gereja Hagia Sophia dengan tulisan kaligrafi
Arab.
Kini, arsitektur Islam berkembang begitu luas, baik di bangunan sekuler
yang berupa gedung, rumah, dan perkantoran maupun bangunan
keagamaan. Seiring perkembangan zaman, arsitektur Islam yang turut
mewarnai hampir seluruh pendirian bangunan kini makin kaya khazanah
dengan memadukan arsitektur Islam dengan arsitektur lainnya, seperti
Roma, Persia, Cina, dan lain sebagainya.
B. Sejarah Perkembangan Arsitektur Menara Masjid
Hasil karya seni arsitektur Islam yang utama adalah masjid, sebab masjid
merupakan titik tumpuan dari ungkapan kebudayaan Islam sebagai
konsekuensi dari ajaran Islam yang mengajarkan shalat dan masjid sebagai
tempat pelaksanaannya. Di dalam bangunan masjid, terdapat beberapa
komponen. Salah satunya adalah menara masjid.
Pada awalnya dalam perkembangan sejarah islam, menara masjid
merupakan elemen sekunder, namun dalam perkembangan selanjutnya dan
sejalan dengan dinamika peradaban umat islam, menara masjid menjadi
bagian yang penting dari sebuah masjid, baik dalam memberi makna artistik
maupun fungsional.
Kata menara berasal dari bahasa Arab almanara, akar katanya “naara,
yanuura, naura” yang artinya menyinari dan indah warnanya. Almanaara
artinya lilin yang memiliki sinar, mercusuar dan tempat azan.
Masjid-masjid pada zaman Nabi Muhammad tidak memiliki menara, dan
hal ini mulai diterapkan oleh pengikut ajaran Wahabiyyah yang melarang
membangun menara dan menganggap menara tidak penting dalam
kompleks masjid. Dalam sejarah arsitektur masjid-masjid pertama, bisa
dikatakan Khalifah Al-Walid (705-715) dari Bani Umayyah merupakan
khalifah yang pertama kali memasukkan unsur menara dalam arsitektur
masjid. Khalifah yang punya selera dan kepedulian tinggi dalam rancang
bangun arsitektur inilah yang memulakan tradisi menara sebagai salah satu
unsur khas pada masjid.
Tradisi membangun menara diawali oleh Khalifah Al-Walid ketika
memugar bekas basilika Santo John (Yahya) menjadi sebuah masjid besar,
yang kemudian menjadi Masjid Agung Damaskus. Pada bekas basilika
tersebut tadinya terdapat dua buah menara yang berfungsi sebagai
penunjuk waktu lonceng pada siang hari dan kerlipan lampu pada malam
hari.
Menara itu sendiri merupakan salah satu ciri khas bangunan Byzantium.
Rupanya, Khalifah Al-Walid tertarik untuk mempertahankan kedua menara
tersebut. Bahkan, kemudian ia membangun sebuah menara lagi di sisi utara
pelataran masjid (tepat di atas Gerbang al-Firdaus). Menara ini disebut
Menara Utara Masjid Damaskus. Satu tahun kemudian (706 M), Khalifah Al-
Walid memugar Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini tadinya tak
mempunyai satu pun menara. Al-Walid lalu memerintahkan para arsiteknya
untuk membangunkan menara masjid sebagai tempat muadzin untuk
mengumandangkan azan.
Bentuk menara pada Masjid Nabawi dan menara utara Masjid Damaskus
sangat mirip, terutama pada ornamen kubah puncak menara yang ramping.
Yang jelas, pada saat itu kehadiran menara masjid masih merupakan sesuatu
yang baru. Bentuk menara seperti menara Masjid Agung Damaskus cukup
populer. Bahkan, hingga 250 tahun kemudian, bentuk menara Masjid
Nabawi dan Masjid Agung Damaskus ini juga menjadi model tipikal menara
Masjid Al-Azhar yang dibangun oleh Dinasti Fatimiyah di Kairo.
Pada masa awal perkembangan arsitektur masjid, setidaknya ada
beberapa bentuk dasar menara masjid. Tapi yang paling awal, seperti pada
menara Masjid Nabawi dan Masjid Damaskus, menara itu tidak berdiri
sendiri melainkan menyatu dengan struktur bangunan masjid. Pola seperti
ini menyebar ke berbagai penjuru negeri-negeri muslim melintasi dataran
Arab hingga ke Andalusia. Namun ada juga menara yang dibangun terpisah
dari bangunan utama masjid, seperti menara Masjid Agung Samarra dan
menara Masjid Abu Dulaf di wilayah Iraq.
C. Jenis Menara Masjid dan Penerapannya
Dalam perkembangannya, desain arsitektur menara masjid pun menjadi
beragam. Gaya dan bentuk menara itu biasanya disesuaikan dengan budaya
dan kondisi wilayahnya. Secara umum, terdapat lima bentuk dasar menara
masjid antara lain adalah sebagai berikut.
1. Menara Klasik
Pada menara klasik (classic minaret) lantai dasarnya berbentuk segi
empat, naik ke atas menjadi oktagonal (segi delapan) dan kemudian
diakhiri dengan tower silinder yang dipuncaki dengan sebuah kubah
kecil. Termasuk jenis ini misalnya menara Masjid Mad Chalif di Kairo,
yang dibangun pada abad ke-11 masehi semasa pemerintahan Khalifah
Al-Hakim dari Dinasti Fatimiyah.
Gambar 2.5. Menara Masjid Chalif, Kairo
Sumber: Seni Arsitektur Masjid.
http://www.slideshare.net/MumutMutiah/seni-arsitektur-bangunan-masjid
(diakses 25 November 2013)
2. Menara Variasi
Menara variasi diawali dengan bentuk segi empat di bagian bawah, lalu
semakin ke atas bertransformasi menjadi segi enam yang dihiasi dengan
balkon segi delapan. Yang termasuk jenis ini misalnya menara masjid Al-
Azhar dan Masjid Aswan di Mesir.
Gambar 2.6 Menara Masjid Al-Azhar, Kairo
Sumber: Satellite View and Map of Cairo (Al-Qāhirah).
http://www.nationsonline.org/gallery/Egypt/Al-Azhar-Cairo.jpg (diakses 25 November 2013)
3. Menara Segi Empat
Menara segi empat ini sepenuhnya berbentuk segi empat dari dasar
hingga puncak. Keberadaan menara segi empat pada masjid-masjid
tersebut sangat dipengaruhi oleh menara Masjid Qayrawan (35 meter)
yang mempunyai tiga undakan segi empat. Hanya saja, ada pengamat
arsitektur yang menyebutkan bahwa bentuk menara masjid segi empat
ini mengadopsi bentuk mercusuar kuno di Iskandarsyah, Mesir. Contoh
menara masjid jenis ini terdapat di masjid Hassan II di Casablanca dan
masjid Kutubiyyah di Maroko.
Gambar 2.7 Masjid Hassan II, Casablanca
Sumber: Casablanca II Mosque.
http://muslimdaily.net/file/berita-islam/masjid_hassan2_casablanca.jpg (diakses 25
November 2013)
Gambar 2.8. Masjid Kutubiyyah, Maroko
Sumber: Marrakech Kutubiyyah (Koutoubia) Mosque.
http://media-1.web.britannica.com/eb-media/66/142766-004-1C3FE7ED.jpg (diakses 25
November 2013)
4. Menara Silinder
Menara silinder berbentuk silinder dari dasar hingga puncak, dengan
diameter silinder yang semakin kecil di puncak menara. Contoh menara
silinder ini terdapat pada masjid Natanz di Iran, Madrasah Tchar Minar
di Uzbekistan dan majid Id Kah di China.
Gambar 2.9 Masjid Natanz, Iran
Sumber: Abdol Samd Shrine And Jameh Mosque Natanz.
http://static.panoramio.com/photos/large/4952996.jpg (diakses 25 November 2013)
Gambar 2.10. Madrasah Tchar Minar, Uzbekistan
Sumber: "Char-e-minar" o "cuatro minaretes" en Bukhara – Uzbekistán.
http://mw2.google.com/mw-panoramio/photos/medium/14988381.jpg (diakses 25
November 2013)
Gambar 2.11 Masjid Schwetzingen, Jerman
Sumber: Schwetzingen Mosque - Germany.
http://img.xcitefun.net/users/2012/07/300403,xcitefun-schwetzinger-mosque-2.jpg
(diakses 25 November 2013)
5. Menara Spiral
Menara spiral merupakan bentuk khas menara pada masjid-masjid di
Samarra yang mengadopsi dari bangunan menara Mesopotamia.
Menara ini jarang diadopsi oleh masjid-masjid di dunia. Di samping pola
tapaknya yang melingkar, menara model ini menempatkan anak tangga
menuju puncak bangunannya di sisi luar dinding, sehingga tercipta
bentuk yang unik.Konon para muadzin jika ingin menuju ke menara
spiral ini dengan mengendarai kuda. Bentuk bulat ini mengilhami
dikembangkannya bentuk-bentuk lain di wilayah kekuasaanya di waktu-
waktu selanjutnya. Dari bentuk dasar bujur sangkar atau bulat murni,
dikembangkan pula menjadi bentuk-bentuk persegi banyak. Bahkan
dinding menara tidak lagi polos melainkan diukir dengan beragam detail
ornamen.
Gambar 2.12 Menara masjid Samarra, Irak
Sumber: Warisan Dunia di Asia dan Oseania.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/2b/Samara_spiralovity_minaret_rijen1
973.jpg (diakses 25 November 2013)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Arsitektur islam merupakan arsitektur yang menampilkan keindahan
yang kaya akan makna dengan keselarasan hubungan antara manusia,
lingkungan dan Sang Pencipta.
Hasil karya seninya yang utama adalah masjid. Masjid di dunia
memiliki berbagai tipe atau jenis menara masjid yang digunakan sebagai
tempat muadzin untuk mengumandangkan adzan.
Jenis-jenis menara yang umum antara lain adalah menara klasik,
menara variasi, menara segi empat, menara silinder dan menara spiral.
Desain arsitektur menara masjid tersebut pun beragam. Gaya dan bentuk
menara itu juga disesuaikan dengan budaya dan kondisi wilayahnya.
B. Saran
Sebagai seorang arsitek dalam merancang arsitektur bangunan masjid
hendaknya mengetahui batasan-batasan dan ketentuan dalam
membangun masjid supaya tidak terjadi mubadzir dalam bangunan
masjid tersebut.
Selain itu, hendaknya sebagai seorang muslim kita ikut memelihara
karya arsitektur dalam bangunan masjid yaitu dengan tidak merusaknya,
supaya tempat ibadah pun tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Sofwan. 2007. Menara Masjid: Adopsi dari Tradisi Byzantium. www.
wordpress.com. Diakses tanggal 25 November 2013.
Chapman, Caroline. 2012. Ensiklopedi Seni dan Arsitektur Islam. Jakarta:
Erlangga.
Fanani, Ir. Achmad. 2009. Arsitektur Masjid. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka.
Mutiah, Mumut. 2011. Seni Arsitektur Bangunan Masjid. www.slideshare.net.
Diakses tanggal 25 November 2013.
Sumalyo, Yulianto. 2006. Arsitektur Mesjid. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Utaberta, Nakula. 2008. Arsitektur Islam. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.