Post on 28-Dec-2015
description
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mulai 1 Januari 2014, Indonesia telah mengimplementasikan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN), yaitu program pemerintah yang bertujuan untuk
memberikan jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia
agar dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera.1 Salah satu penentu keberhasilan
program JKN adalah ketersediaan tenaga kesehatan yang tersebar merata hingga
ke pelosok tanah air, termasuk ketersediaan tenaga dokter gigi.2 Namun, saat ini
jumlah dokter gigi di Indonesia masih sangat sedikit dan pesebarannya tidak
merata.3
Berdasarkan data yang dihimpun dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)
2010, dokter gigi Indonesia berjumlah 22.237 orang, dengan rincian 20.665 dokter
gigi umum dan 1.582 dokter gigi spesialis.4 Apabila data tersebut dibandingkan
dengan jumlah penduduk Indonesia menurut data sensus penduduk Badan Pusat
Statistik (BPS) 2010, rasio dokter gigi terhadap penduduk Indonesia adalah
1:10.619.5 Rasio ini masih jauh dari rasio ideal dokter gigi terhadap penduduk di
negara berkembang, yaitu 1:7.500 (WHO).6 Beberapa negara berkembang di Asia
Tenggara juga memiliki rasio dokter gigi terhadap penduduk lebih baik, seperti
Thailand (1:6.371), Malaysia (1:6.171) dan Filipina (1:5.000).7 Kondisi rasio
dokter gigi terhadap penduduk di Indonesia diperburuk lagi oleh fakta yang
menunjukkan 68% dokter gigi terkonsentrasi di pulau Jawa dan hanya 8% di
Indonesia Timur (KKI, 2010).4 Data-data tersebut menunjukkan bahwa telah
terjadi masalah maldistribusi dokter gigi di Indonesia. Maldistribusi dokter gigi
dapat berdampak pada berkurangnya aksesibilitas masyarakat dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut.8
Masalah maldistribusi dokter gigi di Indonesia umumnya terjadi akibat
kurangnya minat dokter gigi untuk ditempatkan ke daerah. Sehingga, dokter gigi
cenderung terpusat di kota-kota besar. Hal ini selain disebabkan oleh wilayah
2
geografis Indonesia yang berupa kepulauan, minimnya infrastruktur kesehatan di
daerah, dan minimnya gaji atau pendapatan.8 Berbagai upaya telah dilakukan
pemerintah dalam mengurangi angka maldistribusi dokter gigi, seperti penggalaan
program Pegawai Tidak Tetap (PTT) dan wajib internship.9 Namun, solusi ini
tidak secara signifikan berpengaruh pada berkurangnya maldistribusi dokter gigi
di Indonesia. Sehingga, masalah maldistribusi dokter gigi masih menjadi masalah
besar yang belum bisa diselesaikan. Dibutuhkan sebuah solusi baru yang dapat
mendorong dokter agar mau ditugaskan di daerah.
Pengimplementasian metode sandwich dalam sistem gaji dokter gigi dapat
menjadi solusi dalam mendorong pemerataan distribusi dokter gigi. Saat ini,
terdapat beberapa metode tunggal yang digunakan dalam sistem gaji dokter gigi,
seperti Salary, Fee for Service, Case Payment, Pay for Performance, dan Kapitasi
yang tengah diterapkan di JKN. Namun, metode-metode tunggal tersebut masing-
masing memiliki kekurangan. Negara-negara maju seperti Inggris, Denmark,
Austria, dan Polandia kini telah meninggalkan penggunaan metode tunggal dalam
pembayaran gaji dokter. Metode campuran dianggap lebih menarik, yakni metode
yang menggabungkan beberapa metode pembayaran, dengan prinsip
mengeliminasi kekurangan-kekurangan yang ada pada metode tunggal.10
Metode sandwich adalah metode campuran pembayaran gaji dokter gigi
yang dapat diterapkan sebagai metode baru dalam sistem gaji dokter gigi di
Indonesia. Sandwich menggabungkan komponen Salary, Fee for Service, dan
Kapitasi dalam payung Pay for Performance. Metode ini dapat mengubah
paradigma bahwa membayar dokter gigi hanya sekadar transaksi sederhana, yaitu
memberi imbalan pada dokter gigi atas kerjanya mengobati pasien. Lebih dari itu,
metode sandwich dapat menjadi instrumen dalam mengubah perilaku dokter gigi
dalam menjalankan praktik, memotivasi dokter untuk meningkatkan kinerjanya,
dan yang terpenting dapat mendorong dokter gigi untuk bersedia ditugaskan di
daerah, sehingga angka maldistribusi dapat menurun.10
3
Dalam karya tulis ilmiah ini akan dipaparkan analisis penerapan metode
sandwich dalam sistem gaji dokter gigi untuk mengurangi angka maldistribusi
dokter gigi di era Jaminan Kesehatan Nasional.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah dari karya
tulis ilmiah ini adalah bagaimana sistem gaji dokter dengan metode Sandwich
dapat berperan dalam mengurangi distribusi dokter gigi di Indonesia?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk
mengetahui peran penerapan metode Sandwich dalam mengurangi
maldistribusi dokter gigi Indonesia di era Jaminan Kesehatan Nasional.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan karya tulis ilmiah ini antara lain
sebagai berikut.
a. Menganalisis masalah maldistribusi dokter gigi di Indonesia
dikaitkan dengan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional.
b. Menganalisis metode pembayaran yang lazim digunakan dalam
membayar gaji dokter.
c. Menjelaskan peran metode sandwich dalam mengurangi angka
maldistribusi dokter gigi di Indonesia dan implikasinya di era
Jaminan Kesehatan Nasional.
1.4. Manfaat Penulisan
1.4.1. Bagi masyarakat
Jika diimplementasikan, karya tulis ini dapat menjadi upaya dalam
mengurangi angka maldistribusi dokter gigi di Indonesia. Sehingga,
aksesibilitas masyarakat daerah dalam mendapatkan pelayanan kesehatan
gigi dan mulut di era Jaminan Kesehatan Nasional dapat meningkat.
4
1.4.2. Bagi pemerintah
Karya tulis ini dapat menjadi menjadi bahan rekomendasi dan
referensi dalam perevitalisasian sistem gaji dokter gigi yang sedang
diterapkan di era Jaminan Kesehatan Nasional, dengan konsentrasi untuk
menyelesaikan masalah maldistribusi dokter gigi di Indonesia.
1.4.3. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Karya tulis ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di
Indonesia terutama yang berhubungan dengan tema masalah distribusi
dokter gigi dan sistem gaji dokter gigi.
1.4.4. Bagi Penulis
Karya tulis ini dapat menambah pemahaman penulis tentang
ekonomi kesehatan dan isu maldistribusi tenaga kesehatan terutama tenaga
dokter gigi di Indonesia.
5
BAB II
TELAAH PUSTAKA
Pada 1 Januari 2014, Indonesia telah menerapkan Jaminan Kesehatan
Nasional , yaitu suatu penyelenggaraan jaminan kesehatan berskala nasional yang
pembiayaan, kepesertaan, pelayanan kesehatan, badan penyelenggara, dan
pengorganisasiannya ditetapkan oleh pemerintah.11 Dalam
pengimplementasiannya, terdapat beberapa faktor yang dapat menentukan
keberhasilan penyelenggaraan JKN. Salah satunya adalah ketersediaan
dokter/dokter gigi sebagai gatekeeper dan tersebar merata di seluruh wilayah
Indonesia.2 Namun, sayangnya pada saat ini masih terjadi masalah maldistribusi
tenaga kesehatan di Indonesia. Termasuk, maldistrubusi tenaga dokter gigi.3
2.1. Distribusi Dokter Gigi
2.1.1. Definisi
Dalam masalah distribusi dokter gigi, pengertian distribusi diartikan
sebagai kesesuaian jumlah tenaga dokter gigi di suatu daerah dengan standar
yang telah ditetapkan. Standar yang berlaku dapat berupa rasio dokter dengan
jumlah penduduk, jumlah dokter di rumah sakit, dan sebagainya (Zurn et all,
2002).8
2.1.2. Distribusi Ideal Dokter Gigi terhadap Penduduk
Menurut World Health Organization (WHO), distribusi ideal dokter
gigi terhadap penduduk adalah 1:7500 untuk negara berkembang dan 1:2000
untuk negara maju.6
2.1.3. Kondisi distribusi dokter gigi di Indonesia
Salah satu unsur yang berperan dalam percepatan pembangunan
kesehatan adalah adanya tenaga kesehatan yang bertugas di sarana pelayanan
kesehatan. Begitu pula dengan tenaga dokter gigi. Menurut data yang
dihimpun dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) 2010, rasio dokter gigi
terhadap penduduk Indonesia saat ini adalah 1:10.619. Sebanyak 68% dokter
6
gigi terpusat di pulau Jawa dan hanya 8% di Indonesia Timur (Kepulauan
Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, Kepulauan Papua). 8
Diagram 1. Distribusi Dokter Gigi di Indonesia Berdasarkan Kepulauan12
Dari data tersebut, terdapat rincian bahwa jumlah dokter gigi
terbanyak terkonsentrasi di wilayah DKI Jakarta yaitu 4630 dokter gigi dan
546 dokter gigi spesialis. Di beberapa propinsi di Indonesia seperti
Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan Papua Barat memiliki dokter
gigi dengan jumlah kurang dari 20.12
Kondisi distribusi dokter gigi di Indonesia juga tidak lebih baik bila
dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya di Asia. Seperti
yang tertera pada grafik berikut.
Philippines Malaysia Thailand India Indonesia0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
Ratio Dentist to Population in Philippines, Malaysia, Thailand, India,
and Indonesia (1 : Population)
7
Grafik 1. Rasio dokter gigi terhadap penduduk di beberapa negara berkembang di Asia.
Pada tabel 3, erlihat bahwa angka distribusi dokter gigi terhadap
penduduk Indonesia masih tinggi bila dibandingkan dengan negara
berkembang lain di Asia.7,14,15,16
2.1.4. Solusi yang Pernah Ditawarkan untuk Mengatasi Masalah
Maldistribusi Dokter Gigi
Beberapa solusi yang pernah ditawarkan dalam mengatasi masalah
maldistribusi dokter gigi di Indonesia. Namun, solusi tersebut masih belum
mampu mengurangi angka maldistribusi dokter gigi. Berikut beberapa solusi
yang pernah diimplementasikan.
1. Program Internship bagi mahasiswa tingkat akhir
2. Program Pegawai Tidak Tetap (PTT)
3. Kemitraan Pemerintah-Swasta
Solusi lain yang sedang diterapkan saat ini adalah sistem gaji dokter
gigi menggunakan metode kapitasi. Namun, penggunaan metode tunggal
seperti kapitasi dalam sistem gaji dokter gigi sudah banyak ditinggalkan oleh
negara-negara maju.9,10,17
2.2. Sistem Gaji Dokter Gigi
Dalam sistem gaji dokter gigi, dikenal beberapa metode yang sering
dipakai. Metode-metode tersebut memiliki prinsip dasar yang berbeda. 18
2.2.1. Salary10,19
a. Prinsip Dasar
Prinsip dasar metode salary adalah membayar waktu (time-
based). Metode ini tidak bergantung pada produktivitas dan
kualitas kerja yang dihasilkan dokter gigi, dalam arti banyak atau
sedikitnya pasien yang dilayani dokter gigi tidak mempengaruhi
pendapatannya.
b. Kelebihan dan Kekurangan
b.1. Kelebihan
8
- Memberi kepastian pendapatan bagi dokter gigi, baik
jumlah, waktu pembayaran maupun jam kerjanya.
b.2. Kekurangan
- Dokter gigi kurang termotivasi untuk menjaga dan
meningkatkan kualitas pelayanan karena tidak
mempengaruhi pendapatannya.
2.2.2. Free for Service (FFS)10,19
a. Prinsip Dasar
Pada dasarnya metode FFS adalah berbasis pelayanan (service-
based), pendapatan dokter gigi dihitung berdasarkan banyaknya
pelayanan yang ia berikan.
b. Kelebihan dan Kekurangan
b.1. Kelebihan
- Mendorong produktivitas dokter gigi. Dokter gigi akan
termotivasi untuk memberikan lebih banyak layanan pada
pasien.
b.2. . Kekurangan
- Bila pasien banyak, dokter gigi akan bekerja berlebihan
(melebihi waktu normal, layanan yang cepat agar
produktivitas meningkat, dan lain lain). Bila pasien sedikit,
pendapatan dokter gigi akan berkurang.
2.2.3. Kapitasi10,19,20
a. Prinsip Dasar
Pada dasarnya, metode kapitasi adalah pembayaran berbasis
populasi (population-based). Dokter gigi akan mendapat
penghasilan melalui iuran bersifat prospektif dari peserta yang
mendaftar padanya, tidak bergantung pada frekuensi, intensitas,
dan kompleksitas pelayanan. Dalam kapitasi, dokter gigi akan
dilibatkan dalam menanggung risiko finansial pembiayaan peserta
(risk-transferred), dimana setiap layanan yang diberikan kepada
pasien akan menjadi biaya yang harus ditanggung oleh dokter gigi.
9
Saat ini besar biaya kapitasi dokter gigi di Puskesmas adalah Rp
3.000,- – Rp 6.000,- dan di rumah sakit pratama, klinik pratama,
atau praktek dokter gigi adalah Rp 2.000,-.
b. Kelebihan dan kekurangan
b.1. Kelebihan
- Dokter termotivasi untuk bekerja efisien dan rasional, karena
setiap layanan yang diberikan kepada pasien, menjadi biaya
yang harus ditanggung dokter.
- Dokter akan termotivasi untuk menggalakan upaya prromotif
dan preventif untuk menjaga kesehatan peserta BPJS binaan
(peserta) yang pada intinya dapat mengamankan
pendapatannya.
b.2. Kekurangan
- Dokter dapat merujuk pasien secara berlebihan ke strata
sekunder untuk menghemat biaya operasionalnya.
- Dokter dapat membatasi jumlah layanan, sehingga pasien
mengalami (under-servicing). Selain itu, dokter akan
cenderung memilih pasien yang relatif sehat dan berusia
muda.
2.2.4. Case Payment10,19
a. Prinsip Dasar
Dokter gigi akan mendapat bayaran yang sudah ditentukan
sebelumnya (prospektif) per kasus atau per episode penyakit, dengan
besaran biaya yang sudah disepakati sebelumnya.
b. Kelebihan dan Kekurangan
b.1. Kelebihan
- Dokter gigi dapat termotivasi untuk mengendalikan biaya
per-kasus dan tidak memberikan pelayanan yang berlebihan.
b.2. Kekurangan
- Pasien yang membutuhkan pelayanan yang berbiaya besar
dapat terbatasi aksesnya.
10
2.2.5. Pay for Performance (P4P)10,19
a. Prinsip Dasar
Metode P4P pada prinsipnya adalah metode membayar provider
yang memberikan insentif untuk dicapainya target dalam
menyelesaikan masalah kesehatan yang telah ditetapkan oleh
pembayar. Misalnya, pengurangan prevalensi karies dan penurunan
angka DMF-T.
b. Kelebihan dan Kekurangan
b.1. Kelebihan
Dampak yang ditimbulkan luas, dan hasil dari usaha peningkatan
derajat kesehatan dapat terukur.
b.2. Kekurangan
- Fokus layanan klinis P4P cenderung sempit, yang
menyebabkan dokter gigi fokus pada satu aspek layanan saja
dan kurang memperhatikan aspek lain.
2.2.6. Metode Campuran10,21
Pengalaman di banyak negara membuktikan bahwa setiap
jenis metode membayar dokter gigi dengan metode tunggal tidak
selalu memuaskan, karena setiap metode mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Dengan pengalaman itu, mulai banyak negara yang
menerapkan beberapa metode sekaligus. Tujuan metode campuran ini
adalah untuk memanfaatkan keunggulan setiap metode dan
menghilangkan sisi negatifnya. Contoh negara yang menggunakan
metode campuran (FFS + Kapitasi) adalah Austria, Denmark, dan
Polandia).
11
BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS
3.1. Permasalahan Akibat Maldistribusi Dokter Gigi
Banyak permasalahan yang timbul akibar maldistribusi dokter gigi. Salah
satunya adalah terbatasnya aksesibilitas masyarakat di daerah terpencil dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Saat ini, 68% dokter gigi
terkonsentrasi di Pulau Jawa dan hanya 8% di Indonesia Timur meliputi Sulawesi,
Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua (KKI, 2010). Masalah maldistribusi dokter
gigi ini mengakibatkan angka kejadian penyakit gigi dan mulut di Indonesia
masih tergolong cukup tinggi. Penyakit Pulpa dan Periapikal menjadi peringkat
ke-8 penyakit yang paling sering dikeluhkan masyarakat.4 Riskesdas 2007 juga
mencatat 72,1% masyarakat Indonesia pernah mengalami karies gigi. Skor DMF-
T Indonesia pun tidak cukup baik yaitu 4,85 (Tinggi).23
3.2. Penerapan Sistem Gaji Dokter Gigi Menggunakan Metode Sandwich
Sebagai Solusi Dalam Mengurangi Masalah Maldistribusi Dokter Gigi
3.2.1. Metode Sandwich : Konsep Baru dalam Sistem Gaji Dokter Gigi
JC Robinson, 2001 mengatakan ‘There are many mechanism for
paying physicians, some are good and some are bad. The worst are fee for
service, capitation, and Salary”.24 Ungkapan ini menyiratkan bahwa tidak
ada metode pembayaran gaji tenaga kesehatan yang dapat memuaskan semua
pihak, pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Oleh karena itu, banyak
negara-negara di dunia sekarang lebih memilih menggunakan metode
campuran dalam pembayaran gaji tenaga kesehatan, termasuk dokter gigi.
Metode sandwich adalah contoh metode campuran baru yang dapat
diimplementasikan. Metode ini menggabungkan sekaligus tiga metode
membayar dokter gigi, yaitu salary, kapitasi, dan fee for service dalam
payung Pay for Performance. Sistem ini menitikberatkan pada pemanfaatan
12
kelebihan setiap metode tunggal dan mengeliminasi kekurangan-
kekurangannya.25
3.2.2. Mengapa Sandwich?10,26
Metode penggabungan tiga metode tunggal sekaligus ini disebut
sandwich karena menggabungkan 3 komponen, yaitu 1) komponen basik 2)
Tanggung jawab dokter gigi terhadap komunitas binaan, dan 3) Komponen
Insentif atas upaya pelayanan preventif dan promotif.
Gambar 3. Pembayaran Dokter Gigi Ibarat Sandwich yang Terdiri atas 3 Komponen
Selama ini membayar dokter gigi hanya dipandang sebagai transaksi
sederhana, yaitu memberi imbalan pada dokter atas kerjanya mengobati
pasien. Dengan metode sandwich paradigma tersebut dapat diubah, metode
ini menjadi instrumen dalam mengubah perilaku dokter gigi dalam
menjalankan praktik, memotivasi dokter untuk meningkatkan kinerjanya, dan
yang terpenting dapat mendorong distribusi dokter gigi yang merata.
Sehingga, angka maldistribusi dokter gigi dapat menurun.
3.2.3. Konsep Metode Sandwich10
Intisari dari gagasan metode sandwich dapat dilihat pada tabel berikut :
KETERANGAN
Model Sandwich
Komponen I Komponen II Komponen III
Apa yang dihargai Kebutuhan basik
(dasar) profesi dokter
Tanggung jawab
dokter gigi terhadap
komunitas binaan
Insentif atas upaya
pelayanan preventif
dan promotif
Filosofi Pay for Performance
Nilai untuk Setiap
Dokter
Sama untuk setiap
dokter
Berbeda untuk setiap
dokter
Berbeda untuk setiap
dokter
13
Cara Pembayaran Salary Kapitasi FFS
Formula Standar Nasional
Komponen Basik
Jumlah peserta x
kapitasi per-bulan
Jumlah poin x faktor
konversi
Faktor penyesuaian Geografi
Masa Kerja
a. Komponen I : Basik
Komponen basik adalah komponen dasar pada gaji dokter gigi. Nilai
komponen basik ditentukan dengan memperhitungkan biaya hidup layak
seorang dokter gigi, yaitu pangan, sandang, dan papan. Komponen basik
pada prinsipnya sama untuk setiap dokter gigi, namun dapat disesuaikan
dengan aspek geografi dan masa kerja dokter gigi melalui poin-poin.
Besaran komponen basik dapat ditentukan oleh pemerintah dan dibayar
melalui metode salary.
Penyesuaian Geografi
Dalam mendorong dokter gigi agar bersedia didistribusikan ke daerah,
dapat digunakan penyesuaian Indeks Geografi Praktik Dokter (IGDP).
Indeks ini mendeterminasikan gaji antar dokter gigi sesuai dengan domisili
atau tempatnya bekerja. Dokter gigi yang bekerja di daerah terpencil, akan
mendapatkan gaji lebih besar dibandingkan dengan dokter gigi di
perkotaan. Simulasinya sebagai berikut :
Domisili Kategori IGPD
Perkotaan 1 0
2 0.1
3 0.2
Pedesaan 4 0.3
5 0.4
6 0.5
Daerah Terpencil 7 0.6
8 0.7
9 0.8
10 0.9
14
Penyesuaian Masa Kerja
Selain penyesuaian geografi, dapat pula diterapkan penyesuaian masa
kerja dengan tujuan agar dokter gigi yang didistribusikan di daerah dapat
menerima gaji sesuai dengan masa kerjanya.
Status Dokter Masa Kerja Poin
PTT /
Internship
0 0
Pratama 1-5 tahun 0,2
Madya 6-15 tahun 0,4
Utama >15 tahun 0,8
Contoh Penerapan Komponen I
Dalam era JKN, ditetapkan gaji dasar dokter gigi pada sebesar Rp
5juta/bulan yang disesuaikan dengan domisili dan masa kerja dokter gigi.
Drg. Prabowo dengan masa kerja 10 tahun berpraktik di wilayah perkotaan
(Kategori 3), drg. Jokowi dengan masa praktik 5 tahun berpraktik di
daerah terpencil (Kategori 9).
Drg. Prabowo Drg. Jokowi
Rupiah Poin Rupiah Poin
Basic Salary 5 juta 5 juta
Poin Basik 1.00 1.00
Penyesuaian
Poin Geografi 0,2 0,8
Poin Masa
Kerja
0,4 0,2
Subtotal 1,6 2.00
Gaji Komponen
I per-bulan
1,6 x Rp 5juta =
Rp 8.000.000,-
2.00 x Rp 5juta =
Rp 10.000.000,-
b. Komponen II : Tanggung Jawab Dokter Gigi terhadap Peserta Binaan
Komponen II mengadopsi metode kapitasi, dimana dokter gigi akan
memiliki tanggung jawab terhadap kesehatan suatu komunitas binaan,
15
yang menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pada
prinsipnya, komponen II memastikan bahwa setiap dokter gigi
mendapatkan pendapatan sesuai dengan jumlah peserta binaannya
dikurangi dengan biaya transfered risk, dimana dokter gigi harus
membayar biaya pengobatan pasien. Komponen II dapat dijadikan
instrumen dalam pemerataan distribusi dokter gigi. Hal ini dikarenakan
dalam sistem kapitasi, dokter gigi akan berupaya untuk mencari sebuah
populasi untuk dijadikan peserta binaannya. Jumlah komunitas binaan
ideal dapat disesuaikan dengan rasio ideal dokter gigi terhadap penduduk,
yaitu 7.500 komunitas binaan oleh satu orang dokter gigi (WHO).
Contoh Penerapan Komponen II
c. Komponen III : Insentif atas upaya pelayanan preventif dan promotif
Peran dokter/dokter gigi ditengah masyarakat seharusnya menerapkan
trias peranan dokter yaitu agent of change, agent of development, & agent of
treatment. Namun, dalam praktiknya sebagian dokter gigi hanya berperan
sebagai agent of treatment. Sebagian dokter gigi jarang sekali berpartisipasi
dalam usaha pelayanan preventif dan promotif. Komponen III dapat menjadi
Drg. Jokowi yang berdomisili di Maumere, NTT dikontrak BPJS untuk melayani 7.500 peserta JKN yang bertempat tinggal di kelurahan Sikka. Biaya kapitasi per-penduduk adalah Rp 2.000,- (sesuai PMK no. 69 tahun 2013)Pendapatan praktik drg.Jokowi (Komponen II) adalah
= 7.500 x Rp 2.000,- = Rp 15.000.000,- / bulan
Biaya transferred risk = Rp 3.450.000 (Perumpamaan)Pendapatan bersih drg. Jokowi = Rp 15.000.000,- – Rp 3.450.000,-
= Rp 11.550,000,- Drg. Prabowo yang berdomisili di Kota Magelang dikontrak BPJS untuk melayani 7.500 peserta JKN yang bertempat tinggal di kelurahan Cabean. Biaya kapitasi per-penduduk adalah Rp 2.000,- (sesuai PMK no. 69 tahun 2013)Pendapatan praktik drg.Prabowo (Komponen II) adalah
= 7.500 x Rp 2.000,- = Rp 15.000.000,- / bulan
Biaya transferred risk = Rp 4.939.000 (Perumpamaan)Pendapatan bersih drg. Jokowi = Rp 15.000.000,- – Rp 4.939.000,-
= Rp 10.061.000,- /bulan
16
nilai tambah pada metode sandwich. Komponen ini dapat menjadi pendorong
agar dokter gigi tidak melulu memberikan pelayanan kuratif, namun juga
tetap mengedepankan pelayanan preventif dan promotif. Dalam komponen
ini, Setiap upaya yang dilakukan dokter gigi diganjar insentif melalui metode
Fee for Service. Simulasinya dapat dilihat pada tabel berikut :
Pelayanan Preventif dan Promotif Poin
Program Penurunan Prevalensi Karies Gigi
- Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut Anak 120
- Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut Dewasa 100
Program PHBS
- Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 75
Contoh Penerapan Komponen III
Simulasi berikut menunjukkan insentif untuk program pelayanan preventif
dan kuratif yang diberikan kepada Drg. Prabowo dan Drg. Jokowi dalam
periode 1 tahun. Faktor konversi 1 poin adalah Rp 2.000,-.
Pelayanan Kesehatan Drg. Prabowo Drg. Jokowi
Frekuensi Poin Frekuensi Poin
Program Penurunan Prevalensi
Karies Gigi
Penyuluhan Gigi dan Mulut Anak 2 240 2 240
Penyuluhan Gigi dan Mulut Dewasa 1 100 2 200
Program PHBS
Penyuluhan PHBS 1 75 1 75
Total poin 415 515
Gaji Komponen III per-bulan dengan
Nilai konversi 1 poin ~ Rp 2000
Rp 2.000 x 415 =
Rp 830.000,-
Rp 2.000 x 515 =
Rp 1.030.000,-
3.2.4. Penerapan Metode Sandwich10
Simulasi setiap komponen Sandwich diatas, bila digabungkan hasilnya akan
sebagai berikut :
Metode Sandwich Drg. Prabowo Drg. Jokowi
17
Komponen I : BasikGaji dasar (Rp 5.000.000,- x akumulasi penyesuaian geografi dan masa kerja)
Rp 8.000.000,- Rp 10.000.000,-
Komponen II : Tanggung jawab terhadap komunitas binaanTarif kapitasi per penduduk (Rp 2.000) x
Jumlah komunitas binaan peserta BPJS
Rp 10.061.000,- Rp 11.550.000,-
Komponen III : Insentif atas upaya pelayanan
preventif dan promotif
Rp 830.000,- Rp 1.030.000,-
Total Gaji Per-bulan Rp 18.891.000,- Rp 22.580.000,-
Drg. Jokowi mendapat pendapatan per-bulan lebih besar, karena ia bekerja
melayani masyarakat di daerah terpencil dan giat dalam melakukan upaya
promotif dan preventif. Sebaliknya, drg. Prabowo yang berpraktik di perkotaan ,
mendapatkan pendapatan yang lebih sedikit.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, salah satu penyebab dokter gigi
enggan didistribusikan ke daerah adalah karena minimnya gaji dan insentif. Oleh
karena itu, dibutuhkan alternatif solusi baru. Dan metode Sandwich dapat menjadi
jawabannya, seperti yang telah dijabarkan melalui simulasi komponen-
komponennya diatas. Metode Sandwich memberi peluang bagi dokter gigi yang
beban kerjanya lebih besar, contohnya yang bekerja di daerah terpencil, untuk
mendapat keuntungan berupa pendapatan yang lebih besar. Namun, tetap tidak
melupakan tanggung jawabnya dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Tidak dapat dipungkiri, jika pendapatan gaji dokter gigi yang
berkerja di daerah lebih besar, maka akan ada tren dan dorongan bagi dokter gigi
untuk bersedia didistribusikan ke daerah.
Pengadopsian sistem kapitasi dalam metode ini juga menyebabkan dokter
gigi akan berusaha mencari komunitas dalam suatu wilayah sebagai peserta
binaannya, jika diperkotaan sudah penuh, maka tidak ada pilihan lain, komunitas
di daerah harus dipilih. Metode ini, bila dikombinasikan dengan regulasi yang
ketat, dapat secara perlahan mendorong dokter gigi untuk bersedia ditempatkan di
daerah, terutama yang aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan gigi dan
mulutnya rendah. Dengan semakin banyak dokter gigi yang didistribusikan ke
daerah, maka angka maldistribusi dokter gigi di Indonesia dapat menurun.
18
Implikasi selanjutnya, aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan gigi
dan mulut di Era Jaminan Kesehatan Nasional pun akan meningkat.
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dan tinjauan pustaka, dapat disimpulkan bahwa:
a. Salah satu faktor keberhasilan pengimplementasian Jaminan Kesehatan
Nasional adalah terdistribusinya dengan baik tenaga kesehatan termasuk
dokter gigi ke seluruh wilayah Indonesia. Namun, saat ini Indonesia masih
mengalami masalah maldistribusi tenaga kesehatan termasuk dokter gigi.
b. Maldistribusi dokter gigi umumnya disebabkan oleh minimnya gaji dan
insentif, sehingga dokter gigi enggan ditempatkan di daerah. Implikasinya
adalah berkurangnya aksesibilitas masyarakat dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
c. Penerapan Metode Sandwich melalui tiga komponen dalam sistem gaji
dokter gigi dapat menjadi solusi dalam mendorong dokter gigi agar
bersedia didistribusikan ke daerah. Metode Sandwich dapat
menyempurnakan metode kapitasi yang sedang diterapkan dalam
membayar gaji dokter gigi di era Jaminan Kesehatan Nasional.
1.2. Rekomendasi
a. Dilakukannya evaluasi 1 tahun pelaksanaan metode kapitasi di Jaminan
Kesehatan Nasional oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional dan Stakeholder
terkait.
b. Pembuatan kajian mengenai feasibilitas penggunaan Metode Sandwich
(terutama masalah pendanaan) sebagai metode baru dalam membayar gaji
dokter gigi di Indonesia oleh Kementerian Kesehatan RI untuk
menyempurnakan metode kapitasi.
c. Dinaikkannya anggaran kesehatan untuk APBN 2015 dari 3,4% menjadi
5% sesuai dengan standar WHO.
19
d. Revitalisasi fasilitas kesehatan di daerah, terutama fasilitas kesehatan gigi
dan mulut melalui berbagai upaya, salah satunya kerjasama pemerintah-
swasta memanfaatkan program Coorporate Social Responsibility (CSR).
DAFTAR PUSTAKA
1. SJSN, Tim. 2004. Naskah Akademik Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN). Draft ke-4. Hal 1.
2. Kemenkes. 2012. Peta Jalan Menuju Sistem Jaminan Sosial Nasional
2012-2017. Hal 144.
3. PDGI. Jumlah dan Persebaran Dokter Gigi di Indonesia.
http://www.pdgi.or.id/news/detail/jumlah-dan-persebaran-dokter-gigi-
di-indonesia . Diakses pada 4 Maret 2014.
4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. 2010. Potret Ketersediaan dan Kebutuhan Tenaga Dokter
Gigi. Hal 2, 42-43.
5. Badan Pusat Statistik. 2010. Hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010.
Hal 6.
6. Thomas, S. 2013. Plenty and Scarcity. Hal 1.
7. Intercountry Center for Oral Health. 2013. ASEAN Chief Dental
Officers Meeting on Quality of Dental Services in ASEAN Countries.
Hal 15-27
8. Meilala Andreasta. 2009. Mengatasi Maldistribusi Tenaga Dokter di
Indonesia. Hal 1.
9. Sindonews. Solusi Pemetaan Dokter di Daerah dengan PTT.
http://nasional.sindonews.com/read/2013/05/20/15/750865/solusi-
pemetaan-dokter-di-daerah-dengan-ptt
10. Soetono, Gatot. Kurtanty, Dien. 2013. Metode Mambayar Dokter
Layanan Primer di Era JKN. Jakarta. Pengurus Besar Ikatan Dokter
Indonesia. Hal 27-55.
11. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Buku Pengangan Sosialisasi
Jaminan Kesehatan Nasional dan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Hal
1, 16-17.
20
12. Data dan Grafik Kesehatan Indonesia. http://www.depkes.go.id.
Diakses pada 4 Maret 2014.
13. Persatuan Dokter Gigi seluruh Indonesia. Jumlah dan Persebaran
Dokter Gigi di Indonesia. http://www.pdgi.or.id/news/detail/jumlah-
dan-persebaran-dokter-gigi-di-indonesia . Diakses pada 4 Maret 2014
14. Ahuja, NK et all. 2011. Demographics & Current Scenario with
Respect to Dentist. Hal 2.
15. The Star Online. Dental Practitioners Problem in Malaysia.
http://www.thestar.com.my/news/nation/2013/10/07 . Diakses pada 23
Maret 2014.
16. National Oral Health Core Commitee. 1992. National Oral Health
Policy : Prepared by Core Commitee, Appointed bu The Ministry of
Health and Family Welfire. Hal 5-6.
17. Pusdiklat Kemenkes. Jejaring/Kemitraan Pemerintah Swasta.
http://www.pusdiklat-aparaturkes.net/Downloads=.pdf . Diakses pada
23 Maret 2014.
18. Marilyn, Lorenzo et all. 2011. National Profile of Migration of Health
Professionals – Philippines. Hal 4.
19. Gosten T et all. 2006. Capitation, Salary, Fee-For-Service and Mixed
Systtem of Payment: Effect on the Behavior of Primary Care
Physicians. Hal 1-27.
20. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun
2013.
21. Fujisawa, Rie. Lafortune, Gaetan. 2008. The Remuneration of General
Practitioners and Specialis in 14 OECD Coountries : What are the
Factors Influencing Variations Across Countries. Hal 18.
22. Payment Basic. 2007. Physician Services Payment System. Hal 1-3.
23. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemnkes RI. 2007.
Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007.
24. Robinson, JC. 2001. Theory and Practice in the Design of Physician
Payement. Incentives. Hal 19.
25. Curran, Paul. 2014. Doctors and Dentist Remuneration. Hal 109.
21
26. Grignon, Michel et all. 2002. Influence of Physician Payment Methods
on the Efficiency of the Health Care System. Hal 9.