Post on 05-Feb-2018
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan studi kasus, dan merupakan
studi yang berusaha menyingkap, mendeskripsi, menganalisis, memproyeksi dan pemberian
makna tentang berbagai upaya orang tua dalam model pola asuh yang dilakukan dalam
membesarkan dan mendewasakan anak perempuannya, sehingga anak memutuskan untuk tetap
menggeluti olahraga kompetitif/olahraga prestasi. Penelitian ini tergolong pada studi kasus,
karena sangat unik ditinjau dari proses perkembangan dan dampak olahraga prestasi dari ke-3
unit analisis wanita yang menggeluti olahraga prestasi, sehingga memerlukan pendalaman.
Berkaitan dengan penelitian kualitatif, sesungguhnya merupakan payung untuk berbagai
strategi penelitian yang mempunyai persamaan karakteristik (Bogdan dan Biklen, 1982:2).
Selanjutnya disebutkan pula dalam istilah lain seperti penelitian naturalistik untuk bidang
pendidikan. Bogdan dan Biklen lebih jauh memaparkan tentang bermacam-macam istilah lain
yang sering digunakan, seperti; studi kasus, fenomenologi, ekologi, etnografis, aliran Chicago,
dan lain-lain.
Pada paparan Lincoln & Guba (1985:361) dijelaskan bahwa:
There is no simple taxonomy within which various kinds of case studies might be classified. In seffective evaluation, we note: ● case studies may be written with different purposes in mind, including to chronicle (to record temporally and sequentially, as in a history) to render (as in a description or to provide vicarious experience), to teach (as instructional material for students such as the Harvad Law School case studies, especially when the materials are open ended), and to test (to use the case as a trial for certain theories and hypotheses) . A given case may serve multiple purposes. ● case studies may be written atdifferent analytic levels, including a merely factual level, an interpretative level, and an evaluative (judgmental) level; each level presupposes the former.
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
● case studies will, depending on purpose and level, demand different action from the inquirer/writer, ranging, for example, from simple recording for a factual chronicle to the weighting of complex alternatives for the evaluative test. ● case studies will, depending on purpose and level, result in different products, from a simple register for a factual chronicle to elaborated judgments for the evaluative test.
Strauss dan Corbin (2003:6) memaparkan sekaitan dengan penelitian kualitatif bahwa
penelitian kualitatif bisa dilakukan oleh peneliti di bidang ilmu sosial, juga oleh para peneliti di
bidang yang menyoroti masalah yang terkait dengan perilaku dan peranan manusia. Sedangkan
Nasution (1988:5) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif pada hakekatnya adalah mengamati
orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa, dan
tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.
Upaya orang tua dan pelatih dalam menata situasi dan kondisi tiap anak/atlet tanpa bias
gender, merupakan fokus utama dalam penelitian ini, sehingga tiap anak, baik laki-laki maupun
perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam segala aktivitas.
Penelitian kualitatif pada dasarnya telah lama digunakan dalam wilayah ilmu sosial,
terutama dalam kajian antropologi yang dikenal dengan metode ‘ethnographic’. Sedangkan
dalam wilayah ilmu pendidikan metode semacam ini lebih dikenal dengan istilah ‘naturalistic’.
Hal senada dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen (1990:3), yang menyebutkan: “In education,
qualitative research is frequently called naturalistic because the research hangs around where the
events, he or she is interested in naturally occur. And the data is gathered by people engaging in
natural behavior: talking, visiting, looking, eating, and so on”.
Sehubungan dengan penggunaan pendekatan kualitatif, maka data yang dihimpun
diungkap dengan melakukan eksplorasi melalui komunikasi partisipatif yang intensif langsung
dengan sumber data. Perlakuan eksplorasi ini bertujuan untuk menjaring, mengungkap,
memahami, dan menjelaskan masalah, dan berakhir ketika masalah yang diinginkan telah
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
terkumpulkan menurut analisis peneliti yang berfungsi sebagai instrumen utama dalam
pengambilan data.
Penggalian tentang keterjadian pola asuh yang sudah dilakukan dapat dianggap sebagai
riwayat hidup informan. Dalam konteks ini Strauss dan Corbin (2003:8) mengungkapkan bahwa
jenis penelitian kualitatif di antaranya adalah teoritisasi data, etnografi, fenomenologi, riwayat
hidup (life histories), dan analisis percakapan. Sedangkan dalam proses penelitian di lapangan
peneliti mengacu pada “conceptual frame work” dengan maksud segala permasalahan yang
diteliti mampu dijajagi secara mendalam dengan kesungguhan dan ketelitian dalam memaknai
situasi yang dijumpai.
Untuk itu lewat arahan para pembimbing, upaya untuk menghadirkan berbagai media
yang menunjang sangat diharapkan dalam penjaringan data, sehingga peneliti mampu melakukan
deskripsi situasi dan kondisi secara langsung. Pendeskripsian yang dilakukan secara langsung
tanpa penundaan bertujuan agar data yang diperoleh, khususnya mengenai atmosfir, situasi,
kondisi yang menyangkut emosi dapat disimpulkan langsung dalam bentuk rangkuman data
pertahap, sehingga diharapkan tidak ada momen perilaku yang tertinggal. Kondisi seperti ini
dilakukan terus secara berkelanjutan tanpa menunda pada hari berikutnya.
Untuk mendukung kemampuan peneliti dalam mengumpulkan data, diperlukan 1)
pemahaman konsep dan teori dalam mengupas serta mendalami data atau informasi, 2)
memahami situasi dan kondisi sampel beserta keluarga, pelatihnya, dan sekolahnya. Pemahaman
konsep dan teori tidak hanya terkait pada substansi, akan tetapi pemahaman tentang pendekatan
dan cara yang digunakan dalam mendeskripsikan tentang orang, tempat dan hasil pembicaraan
yang dilakukan selama observasi dan wawancara dilakukan (yang keseluruhan itu akan sulit
diproses secara statistik). Pendekatan feminis (feminist perspective) yang berbaur dalam
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
penelitian ini merupakan perspektif yang didasarkan pada suatu kerangka teoritik yang feminis,
sehingga kegiatan penelitian yang berkaitan dengan perempuan dapat diterima dan dihargai, dan
merupakan konsep yang dapat dipertimbangkan dalam berbagai situasi dan kondisi dalam
pengambilan keputusan. Penonjolan karakteristik perempuan yang tidak kompeten, lemah, tidak
mandiri, lebih merupakan produk budaya, yang sekaligus meremehkan kaum perempuan yang
cerdas, pintar, mandiri, berani, mampu mengambil keputusan, etis, sukses, dan berbagai
ketangguhan dalam kehidupan. Kemampuan perempuan yang sering tersimpan akibat bias
budaya, semestinya dapat bersama-sama dengan masyarakat mampu mengembangkan kondisi
lingkungan, di bidang ekonomi, politik, dan pribadi.
Terkait dengan variabel penelitian yang mendudukkan pola asuh yang dilakukan orang
tua di rumah, pelatih di klubnya, dan para guru di sekolah, maka peneliti telah berupaya
menggali kehidupan tiap unit analisis jauh ke belakang yang merupakan potret masa lalu yang
memfokuskan diri pada pemberian peluang. Sehingga tiap unit analisis dapat memutuskan untuk
melakukan atau berlatih cabang olahraga yang merupakan pilihannya sendiri. Paradigma
pengalaman masa lalu tentang perempuan, menjadi konteks utama dalam penelitian ini, sehingga
dapat dikatakan bahwa prinsip utama metodologi feminis adalah pengalaman perempuan sebagai
sumber pengetahuan. Dengan demikian pengalaman-pengalaman perempuan dapat dijadikan
sebagai indikator dalam menunjuk dan menganalisis struktur-struktur yang lebih besar. Kondisi
itu dapat juga digunakan untuk menghargai subjektivitas perempuan dan pengalaman hidup
perempuan sebagai variabel penting untuk pembelajaran berikutnya.
Berkaitan dengan metodologi dalam penelitian feminis, Hidayat (2006:33) yang
mengutip tulisan Margareth Fonow menyebutkan bahwa terdapat empat prosedur metodologis
yang berjalan bersama-sama dalam satu proses penelitian, yakni: “1. refleksifitas, 2.
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
orientasi pada aksi, 3. pertimbangan pada unsur afeksi, dan 4. pemanfaatan situasi yang
tengah berlangsung.”
Masalah sosial yang dikaji dalam penelitian ini meliputi banyak aspek seperti prestasi
para atlet perempuan yang ditinjau dari sisi budaya nasional, di mana para perempuan pada
dasarnya belum sepenuhnya diizinkan untuk berprestasi di bidang olahraga khususnya olahraga
maskulin, yakni olahraga yang mengundang citra laki-laki. Sejalan dengan itu Neuman
(1991:16) menjelaskan tentang qualitative style antara lain: “Construct social reality, cultural
meaning, focus on interactive processes, events, situationally constrained, few cases,
subjects,…”. Untuk memperoleh kedalaman masalah, peneliti menjajagi pola pengasuhan yang
dilakukan orang tua selama berada di rumah, pola pengasuhan pelatih selama berada di tempat
pelatihan, dan pengasuhan yang dilakukan guru di sekolah. Untuk itu dalam jumlah waktu yang
tidak terbatas peneliti berada dan tinggal serumah dengan keluarga unit analisis terpilih, sehingga
dengan demikian dapat lebih mencermati secara langsung model pola pengasuhan yang
dilakukan pada atlet perempuan (pelaku olahraga maskulin dan feminin). Oleh karena itu upaya
penyimpulan tentang fokus masalah dapat terlihat secara nyata.
Kumpulan informasi dan situasi serta kondisi emosional yang ada dalam pola pengasuhan
yang dialami anak sebagai atlet perempuan, disusun secara terarah dan terorganisasi dalam
kerangka pemikiran tertentu, sehingga pada tahap selanjutnya dapat diberikan makna dalam
menjelaskan permasalahan penelitian. Metode yang digunakan untuk itu adalah qualitative
research (Bogdan dan Biklen, 1990). Selanjutnya dijelaskan juga bahwa penelitian kualitatif
merupakan suatu istilah yang mengandung makna yang luas dan disebut sebagai ‘as an umbrella
terms’ maksudnya adalah pendekatan ini mencakup segala bentuk penelitian yang memiliki ciri
atau karakteristik yang sama, di mana data yang dikumpulkan merupakan data yang lunak (soft
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
data). Ini sekaitan dengan data yang dikumpulkan yang merupakan uraian kaya akan informasi
dan deskripsi tentang kegiatan informan.
Data yang dibutuhkan dalam penelitian kualitatif seperti dalam penelitian ini dilakukan
langsung oleh peneliti, dengan mengumpulkan deskripsi tentang atlet perempuan, tempat
berlatih, pola pengasuhan yang dilakukan orang tua dan pelatih, dan sekolah, yang keseluruhan
itu sulit diproses secara statistik. Untuk itu pendekatan kualitatif lebih pada pemberian makna
pada potret yang dilakukan di lapangan, sehingga participant perspective (Bogdan dan Biklen,
1982) dilakukan peneliti dalam upaya menghampiri permasalahan dalam pemusatan perhatian,
minat dan motivasi keingintahuan dalam konteks memahami perilaku, kondisi, perkembangan,
keinginan, persepsi, pendapat, sikap dan aspek kehidupan lainnya dalam perlintasan kehidupan
sehari-hari di rumah dan di tempat pelatihan angkat besi, yudo, dan senam yang digeluti unit
analisis.
Pada keseluruhan kegiatan penelitian dalam upaya penjaringan data, peneliti melakukan
kontak langsung dengan seluruh unit analisis penelitian selama data yang diinginkan belum
memadai/cukup. Dengan demikian peneliti sendirilah yang merupakan kunci dalam
pengumpulan data dan penginterpretasian data yang utama. Hal ini sesuai dengan pendapat
Williams (1988:4) bahwa: “The researcher is the key instrument through which all data are
collected and interpreted”. Sekaitan dengan itu Nasution (1998:54) mengungkapkan tentang
kedudukan peneliti sebagai instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif: “Mempunyai
rasionalitas yang dapat dipertanggungjawabkan sebab mempunyai adaptabilitas yang tinggi, jadi
senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang berubah-ubah yang dihadapi dalam
penelitian itu. Ia senantiasa dapat memperhalus pertanyaan untuk memperoleh data yang lebih
terinci menurut keinginannya.”
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Penjaringan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berkaitan dengan persepsi,
pendapat, dan keberadaan seseorang dalam banyak hal. Demikian juga aspek-aspek lain yang
menyangkut fisik, mental, dan sosial yang terjadi sebelum dan yang sedang dialami oleh tiap unit
analisis. Informasi yang dibutuhkan lebih cenderung pada keberadaan masa lalu, yang
merupakan dampak dari penerapan model pola asuh yang dilakukan orang tua dalam upaya
membesarkan dan mendewasakan anak-anaknya, sehingga anak mampu memutuskan untuk
memilih cabang olahraga prestasi, baik olahraga maskulin maupun olahraga yang termasuk
rumpun feminin.
Kegiatan penjaringan data tidak hanya dilakukan pada unit analisis saja, akan tetapi juga
pada anggota keluarga inti (nuclear family), peer group (kelompok bermain), sekolah, klub
sebagai tempat atlet berlatih (seluruh individu yang bergerak pada organisasi klub tersebut), dan
lingkungan rumah di mana atlet berdomisili. Data dalam bentuk uraian/informasi seperti ini
biasanya sulit dijaring dan dikerjakan melalui prosedur`statistik yang menggunakan instrumen
yang baku.
Dinamika pertanyaan sesungguhnya mampu dirumuskan dengan maksud untuk
memahami gejala sosial yang kompleks dan sering kali bersinggungan dengan ikatan budaya
daerah (etnis Jawa dan Cina, misalnya, yang digunakan dalam sampel penelitian ini) dengan
aspek kehidupan lainnya, sehingga mewarnai latar belakang kehidupan yang nyata yang
tergambar dan terpola dalam diri subjek yang sedang diteliti. Perolehan data seperti yang
dimaksud tersebut juga berupa suatu uraian yang menunjuk pada makna di balik informasi dari
berbagai fenomena yang sedang digali oleh peneliti sendiri, sehingga dapat memotretnya lebih
mendalam dan serinci mungkin. Untuk itu Miles et al (1992:122) mengungkapkan bahwa
penelitian kualitatif akan melaporkan hasil penelitiannya dalam bentuk kata-kata, dengan
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
demikian maka laporan penelitian kualitatif kaya dengan deskripsi, penjelasan dan uraian tentang
aspek-aspek masalah yang menjadi fokus penelitian. Dapat dimengerti bahwa pada tahap awal penelitian, peneliti belum memiliki gambaran
yang jelas tentang keberadaan subjek sebagai unit analisis. Dengan demikian, fokus dan desain
penelitian sebenarnya muncul dan ditemukan ketika peneliti sedang dalam proses
mengumpulkan data di lapangan. Lincoln dan Guba (1985:102) mengistilahkan proses seperti ini
sebagai “emergent design”. Untuk itu seorang peneliti kualitatif merumuskan pertanyaan-
pertanyaannya setelah di lapangan dan berkembang sesuai dengan kondisinya. Dengan demikian
dituntut kemampuan peneliti sebagai instrumen tunggal untuk menghampiri permasalahan
dengan pemusatan perhatian, motivasi, fleksibilitas, ketangguhan, sebagai upaya untuk
mengetahui keberadaan, perilaku, persepsi, pendapat, sikap, dan berbagai aspek lain yang
berkaitan dengan pola kehidupan tiap unit analisis dalam kegiatan kontak langsung.
Sehubungan dengan data yang digali dan berkembang sepenuhnya di lapangan, maka
penelitian ini lebih menaruh perhatian pada proses penelitiannya. Dengan demikian peneliti tidak
saja berhubungan dengan sampel dalam upaya pengumpulan data, akan tetapi melibatkan orang
tua dan pelatih sebagai tokoh dalam pengasuhan atlet, demikian pula kelompok bermain,
lingkungan di mana atlet tinggal, sekolah, dan kelompok-kelompok yang turut melakukan
interaksi sosial pada sampel terpilih.
Pola pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua di rumah serta pelatih di tempat klubnya
menjadi bagian yang penting dalam menentukan perkembangan sosial atlet yang diungkap dalam
penelitian ini, dan sesuai dengan pendapat Dorothy (1996:70) yang mengatakan paling tidak ada
8 dampak pola pengasuhan yakni:
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1. jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia akan belajar memaki; 2. jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi; 3. jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka ia belajar rendah diri; 4. jika anak dibesarkan dengan penghinaan, maka ia akan belajar menyesali diri; 5. jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia akan belajar menahan diri; 6. jika anak dibesarkan dengan dorongan, maka ia akan belajar percaya diri; 7. jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, maka ia akan belajar keadilan; 8. jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Penataan situasi yang dimaksudkan sebagai aplikasi pola asuh anak, menurut Soelaeman
(1994:76) adalah: “… dapat berupa penataan situasi fisik, situasi psikis, dan situasi sosial
budaya”, di mana ketiga variabel ini berjalan seiring dan sekaligus dalam pembinaan anak dalam
keluarga, sehingga memungkinkan anak merasa betah menjadi bagian dari keluarga. Penataan
fisik misalnya adalah yang berkaitan dengan pengaturan ruang dan alat perabotan rumah, sedang
yang berkaitan dengan psikis yakni penataan suasana kejiwaan yang mengundang setiap anggota
keluarga tanpa ada yang dibedakan untuk ambil bagian dalam perjalanan dan situasi keluarga,
sedangkan penataan sosial budaya berkenaan dengan pola hubungan komunikasi dan pewarisan
nilai-nilai, etika, dan moral dalam keluarga, yang diharapkan dapat terbina dengan harmonis,
sehingga tercipta kelompok yang utuh, saling membutuhkan, dan adanya ketergantungan antara
satu dengan yang lainnya.
B. Prosedur Penelitian
Penelitian yang berupaya untuk menggali kembali bentuk kehidupan yang dilalui sampel
sebagai anak perempuan sebelum berkiprah sebagai atlet nasional, merupakan tujuan dari
penelitian ini. Untuk tujuan tersebut maka peneliti harus terlibat langsung dalam proses
penelitian dengan melakukan observasi partisipasi, wawancara secara mendalam, pemotretan
dokumen dan situasi yang pernah terjadi pada diri sampel, serta diskusi yang mendukung
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
penyempurnaan data yang dituju. Data terkumpul secara cermat dari ketiga keluarga atlet secara
berkesinambungan selama lebih kurang 6 bulan lamanya.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, peneliti bekerja langsung sebagai instrumen dalam
penelitian ini, oleh karena itu prosedur penelitian yang menggunakan prinsip kerja penelitian
kualitatif bersiklus secara simultan antara proses pengumpulan data dan analisis datanya. Dengan
demikian data yang belum lengkap tergambar secara langsung pada langkah berikutnya. Selain
itu peneliti secara langsung menuliskan rekaman ulang situasi dan kondisi setiap hari setelah
pengambilan data di lapangan, khususnya yang berkaitan dengan kognisi dan afeksi yang tidak
terlihat dalam rekaman media kaset ataupun kamera. Ini dilakukan agar tidak ada satupun situasi
yang tertinggal dalam pengambilan data, yang dibuat lengkap dalam bentuk rangkuman
sementara.
C. Pemilihan Tata Latar (Setting) Penelitian
Pemilihan latar atau setting penelitian untuk mengungkap konsep pola asuh, dilakukan di
rumah, di klub, dan di sekolah sebagai pilihan pertama atau disebut dengan data utama,
sedangkan suami dan lingkungan pekerjaan bagi atlet yang telah bekerja, berikut masyarakat
terpilih merupakan data tambahan dalam penelitian ini. Pemilihan dunia penelitian ini lebih
disesuaikan pada kebutuhan data yang digali, sebagai titik sentral adalah upaya yang dilakukan
dalam menumbuh kembangkan anak. Bentuk pola asuh yang dilakukan oleh orangtua menjadi
indikator utama dalam diri anak (utamanya) anak perempuannya, sehingga proses pengasuhan
tersebut mampu memberikan pilihan pada anak untuk memutuskan memasuki cabang olahraga
prestasi. Proses pengasuhan yang dilakukan di rumah juga terbaur oleh pengaruh sosial budaya
yang bervariasi untuk tiap kelompok suku, ras, etnis, dan agama yang dianut, sehingga
keragaman itu memberi warna dalam pola kehidupan anak.
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Setelah anak menentukan pilihan untuk menggeluti cabang olahraga yang disenanginya,
akibat dari peluang yang diberikan saat pengasuhan dilakukan, di klub anak mendapatkan pola
pengasuhan kembali oleh pelatih sebagai pengasuh utama dan seluruh individu yang berada di
klub tempat berlatih. Keberadaan klub beserta seluruh pengelolanya memberi pengaruh dalam
pola asuhnya pada diri atlet, dan sebagai penentu dalam menghadirkan prestasi yang gemilang.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pemilihan latar penelitian tidak hanya sebatas di
rumah dan klub saja, akan tetapi mencoba untuk masuk pada kelompok sekolah dan kelompok
tempat bermain tiap unit analisis, hal ini bertujuan agar kelengkapan data dapat terpenuhi, di
mana sekolah turut memberi sumbangan dalam peraihan prestasi, umpamanya saja peluang
dalam memberikan kelonggaran waktu yang dilakukan untuk berlatih dan bertanding. Ketika
sekolah tidak peduli pada pembinaan prestasi olahraga siswanya, maka ini akan memberi
pengaruh yang cukup besar pada atlet untuk berkembang. Demikian pula kelompok bermain
yang memberikan support pada sampel untuk berprestasi dalam cabang olahraga.
Beberapa tempat pemilihan setting penelitian yang telah direncanakan peneliti,
berkembang ketika peneliti sedang melakukan penelitian. Untuk itu masih ada kelompok lainnya
yang terpilih sebagai setting penelitian untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam penelitian
ini. Pertimbangan-pertimbangan pemilihan setting penelitian ini merupakan upaya dalam
memahami bekerjanya konteks pengasuhan dalam perkembangan pribadi anak yang berbaur
dengan konsep sosial budaya dengan level dan kepentingan yang berbeda-beda antara
kepentingan dan keinginan keluarga, sekolah, klub, dan peer yang berpengaruh secara sinergis
terhadap pembinaan prestasi atlet yang ditunjuk sebagai sampel.
D. Unit Analisis Penelitian
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sekaitan dengan fokus permasalahan dalam penelitian ini, maka yang menjadi unit
analisis penelitian adalah atlet wanita dengan prestasi olahraga angkat besi (mewakili olahraga
maskulin non-body contact), yudo (mewakili olahraga maskulin body contact), dan senam
(mewakili olahraga feminin). Pemilihan ini didasari pada minimnya kuantitas wanita untuk
terjun dalam pembinaan cabang olahraga prestasi, khususnya olahraga maskulin. Telah
dijelaskan dengan gamblang dalam latar belakang penelitian ini, bahwa faktor peluang yang
dipertegas oleh bias budaya menjadi pengaruh yang besar dalam memicu ketertinggalan wanita
dalam olahraga prestasi. Dengan demikian peneliti tertarik untuk mengungkap permasalahan
dalam bentuk penelitian dengan mengangkat tiga keluarga yang memiliki anak perempuan
sebagai atlet dalam olahraga maskulin (angkat besi dan yudo) dan keluarga yang memiliki anak
perempuan sebagai atlet dalam olahraga feminin (senam). Penghampiran peneliti tidak hanya
sebatas individual sampel saja, akan tetapi lebih pada menggali kembali proses pengasuhan yang
pernah dilakukan oleh orang tua pada anak perempuannya, sehingga anak mampu memutuskan
untuk memilih cabang olahraga prestasi yang disenangi.
Dapat dijelaskan di sini bahwa peneliti sebagai ‘human instrument’ menentukan unit
analisis penelitian dan jumlah informasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah atlet
perempuan sebanyak tiga orang, yakni; a. Atlet wanita yudo, b. Atlet wanita angkat besi, c. Atlet
wanita senam
Sedangkan sumber data lainnya yang digunakan dalam melengkapi data, sehingga dapat
bermanfaat bagi kesesuaian data dalam triangulasi, maka dipilih bebrapa kelompok sebagai agen
sosial yang dekat dengan unit analisis, yakni;
a. Orang tua dan seluruh anggota keluarga dari ketiga unit analisis, sebagai kelompok yang
menerapkan pola asuh yang pertama pada anak.
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
b. Pelatih dari masing-masing atlet (senam, yudo, dan angkat besi) yang menerapkan pola asuh
di tiap klubnya.
c. Kepala sekolah beserta guru-guru dari masing-masing unit analisis sebagai kelompok yang
turut memberi pengasuhan pada perkembangan atlet selama bersekolah.
Dari beberapa kelompok yang mampu menggambarkan situasi dan kondisi anak selama
proses perkembangan dan bergulir secara berkesinambungan, dari rumah, sekolah, ke tempat
latihan, dan masyarakat sekitar, maka praktek penentuan subjek
semacam ini disebut “serial selection of sample unit” Lincoln dan Guba (1982:67)
menamakannya sebagai “Snowball sampling techniques” di mana unit sampel atau subjek
penelitian yang dipilih makin lama makin terarah, selaras, dan semakin terarah pula untuk
pencarian makna pada fokus penelitian. Gambaran proses seperti ini dapat disebut sebagai
‘continuous adjustment or focusing of sample’. Selanjutnya Lincoln dan Guba (1982:97)
menegaskan bahwa “If the purpose is to maximize information, then sampling is terminated
when no information is forthcoming from newly sampled units; thus redundancy is the primary
criterion”. Hal senada juga diungkapkan oleh Nasution (1988:32-33) bahwa: “Penentuan unit
sample (responden) dianggap telah memadai apabila telah sampai pada taraf ‘redundancy’
(ketuntasan atau kejenuhan), artinya bahwa dengan menggunakan subjek penelitian selanjutnya
boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru yang berarti”.
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memenuhi kelengkapan data, peneliti menggunakan beberapa teknik yakni,
observasi dan wawancara. Ketiga teknik ini digunakan secara bergantian dengan tidak
menentukan urutan. Keseluruhan teknik tersebut digunakan sesuai dengan kebutuhannya dalam
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
penjaringan data. Keberfungsian teknik ini juga saling melengkapi, sehingga data yang tidak
dapat diperoleh lewat teknik yang satu dapat terjaring lewat teknik lain yang disediakan. Untuk
keseluruhan penggunaan teknik tersebut dibahas dalam uraian berikut ini.
1. Teknik Observasi
Penggunaan teknik observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan langsung
berpartisipasi dan nonpartisipasi (incidental). Tujuan penggunaan teknik ini adalah untuk dapat
memahami model pola pengasuhan yang dilakukan keluarga khususnya orangtua, sejak anak
dilahirkan. Jika mencoba melihat bentuk atau tingkatan partisipasi dalam pola observasi,
Nasution (1988:62-63) mengungkapkannya dalam lima tingkatan, yakni: “Partisipasi nihil (non
participation), partisipasi pasif (passive participation), partisipasi seperlunya (moderate
participation), partisipasi aktif (active participation), sampai partisipasi penuh (complete
participation)”. Sesuai dengan tingkatan yang diajukan oleh Nasution, maka penelitian ini
mengacu pada active participation dan complete participation. Penggalian situasi dan kondisi
pengasuhan yang sudah terjadi dapat juga tergambar dari bentuk pola asuh yang masih berjalan
di rumah. Untuk itu peneliti bertindak langsung terjun dalam kehidupan keluarga atlet yang
dipilih sebagai sampel. Selain itu pemberian warna kehidupan untuk sampel dapat terjadi dari
budaya yang dianut oleh keluarga dan percampuran budaya yang terjadi di masyarakat sekitar
tempat tinggalnya. Pembauran budaya yang terjadi sejak anak mengenal lingkungan rumah
yang diteruskan ke lingkungan sekolah, dan lingkungan pelatihan di klub merupakan tempat
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
yang mewadahi anak untuk berkembang sebagai dirinya. Itu pula yang digunakan sebagai target
dalam menentukan peraihan prestasi dalam cabang olahraganya.
Sebagai langkah awal dalam penggunaan teknik observasi ini, peneliti telah berupaya
memotret secara menyeluruh tentang kondisi sampel, yaitu suasana lingkungan fisik, sosial, dan
budaya secara selintas yang ada di rumah, klub, sekolah, lingkungan masyarakat, dan lingkungan
bermain. Sejalan dengan itu peneliti berupaya untuk membangun rapport untuk semua setting
penelitian dimaksud, agar pengambilan data dapat berjalan dengan sempurna, sehingga data yang
dibutuhkan benar-benar menggambarkan data sebenarnya. Data hasil observasi awal digunakan
sebagai dasar dalam observasi berikutnya, sehingga tampak jelas kondisi-kondisi yang benar
diperlukan dalam pengambilan data secara mendalam. Dengan demikian paparan data yang
terkumpul dapat dijadikan simpulan yang dihasilkan dalam penelitian ini dan memberi makna
yang dapat dipedomani dalam melakukan kajian feminis selanjutnya.
Suasana rumah yang merupakan fokus penelitian awal, secara fisik terlihat dari penataan
ruang dan perabotan yang dilakukan dengan bantuan pemotretan kamera, dan perekaman kaset
dari wawancara yang dilakukan. Dari hasil pengungkapan situasi dan kondisi rumah yang
didapat lewat observasi, peneliti mengembangkan observasi berikut sesuai dengan analisis
langsung yang dilakukan sesudah observasi awal. Demikian berikutnya teknik observasi
dilakukan secara berkesinambungan hingga data dianggap cukup.
Observasi berikut setelah lingkungan fisik, beralih pada proses-proses yang
menggambarkan pola pengasuhan, yang antara lain tergambar lewat pola kehidupan sehari-hari
yang dijalani oleh keluarga di mana atlet bertindak sebagai anak. Pola kehidupan dibagi menjadi
empat kelompok waktu yang secara garis besar, yakni:
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Pertama, kegiatan pagi hari untuk yang Muslim dimulai dengan melaksanakan solat
subuh bersama, sementara yang non-Muslim untuk berdoa bersama keluarga, yang dilanjutkan
dengan kegiatan lainnya seperti makan bersama, mempersiapkan keberangkatan ke tempat
aktivitas masing-masing secara bersama-sama, sampai pada keberangkatan ke tempat tujuan
masing-masing, dan memposisikan siapa yang akan tinggal di rumah dalam melanjutkan
pekerjaan rumahtangga. Keseluruhan aktivitas pagi diwarnai oleh ragam corak perilaku yang di
dalamnya tersirat makna hubungan antar individu dalam keluarga tersebut, seperti berpamitan
dengan permintaan izin disertai cium tangan atau bentuk perilaku lainnya yang sudah dibiasakan
untuk masing-masing keluarga. Demikian pula pelaporan tentang aktivitas yang akan dilakukan
anak terhadap orang tuanya, sehingga terjadi komunikasi dari beberapa arah yang mewarnai
sejauhmana atau seperti apa model pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap anaknya, ketika
anak akan berangkat pagi untuk aktivitasnya.
Kedua, kegiatan siang hari di mana biasanya anak dan orang tua tidak memiliki jadwal
yang sama, sehingga jarang dapat berkumpul untuk makan bersama. Peneliti dalam kesempatan
ini juga melihat apa yang terjadi ketika anak lebih dulu sampai di rumah dibanding orangtuanya
atau sebaliknya.
Ketiga, kegiatan sore hari yang digunakan anak, yang dalam penelitian ini anak yang
dipilih sebagai sampel melakukan kegiatan sore hari untuk berlatih di klub. Dengan demikian
peneliti juga turut serta berpartisipasi dalam acara latihan di klub dengan berupaya mengamati
anak dan tinggal bersama dengannya selama pelatihan berlangsung, atau bahkan di tempat
pertandingan sekalipun. Secara incidental (observasi nonpartisipan) peneliti juga menyempatkan
waktu untuk ada di rumah ketika sampel sedang berlatih, untuk melihat apa yang terjadi atau
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
perbincangan apa yang selalu diungkapkan oleh anggota keluarga, khususnya mengenai sampel
sebagai anak yang memiliki prestasi olahraga.
Keempat, kegiatan malam hari yang menurut pemikiran peneliti pada malam hari akan
banyak terungkap data yang dibutuhkan sekaitan dengan pola asuh, karena pada malam harilah
keluarga dapat berkumpul dan berbincang tentang aktivitas yang dilakukan sepanjang satu hari
penuh, yang biasanya dilakukan saat makan bersama dan istirahat sambil menonton TV
bersama.
Catatan lapangan (field notes) yang dibantu oleh kamera serta alat rekam suara
merupakan media yang senantiasa hadir dalam merekam situasi dan kondisi keluarga. Dari
penjaringan data setiap harinya peneliti langsung mengembangkannya menjadi deskripsi,
kemudian dianalisis, dikembangkan, dikategorisasi, diformulasi dan dijelaskan hubungan-
hubungannya (Miles et al, 1992). Hasil kerja itu kemudiandijadikan dasar dalam menemukan
pola-pola yang permanen yang melandasi tiap perilaku sampel dalam tiap aktivitas dalam
kehidupan rutinnya. Penggunaan seluruh teknik pengambilan data yang disediakan mampu
menghadirkan data secara sempurna, sehingga pemaknaan yang dilakukan pada tiap tulisan dan
rekaman dapat lebih terpenuhi.
Penemuan karakteristik yang bervariasi dari tiap unit analisis yang didapatkan selama
proses penelitian berlangsung dianalisis secara induktif, dengan maksud agar kondisi yang
ditemukan secara majemuk di lapangan dapat dikenali lewat interaksi peneliti dan unit analisis
secara berkesinambungan tanpa terputus dan bertanggungjawab. Lincoln dan Guba (1985:40)
menyebutkan tentang pentingnya pengaruh yang ada dari interaksi tersebut. Selanjutnya peneliti
dengan mempelajari fenomena, dan memperhatikan fenomena lainnya yang sama ataupun yang
berbeda diharapkan mampu membangun sebuah teori (Bogdan & Biklen, 1982:29).
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Data yang terkumpul dari ketiga unit analisis secara utuh (wilayah keluarga, klub,
sekolah, kantor, kerabat, dan lain-lain) kemudian disusun, dianalisis, serta diinterpretasikan,
dengan kecenderungan menarik kesimpulan secara idiografis untuk maksud mampu menyajikan
deskripsi kejadian-kejadian tertentu atau pelaku-pelaku perorangan atau kelompok tertentu
tertentu (ditinjau dari berbagai bidang keilmuan, seperti ilmu kemanusiaan atau humaniora,
budaya atau kultur, sosiologi, dan pedagogi) (Lincoln & Guba, 1985:116; Coser, 1971:246).
2. Teknik Wawancara
Teknik pengumpulan data yang kedua adalah wawancara, yang menurut Lincoln dan
Guba (1985:268) merupakan percakapan dengan tujuan tertentu. Demikian pula Nasution
(1988:69) mengatakan wawancara akan terlaksana jika: “secara nyata mengadakan interaksi
dengan responden dan dapat menghadapi kenyataan, adanya pandangan orang lain yang mungkin
berbeda dengan pandangan kita sendiri”. Teknik wawancara yang digunakan pada penelitian ini
adalah wawancara tidak berstruktur (Nasution, 1988:72), dengan harapan data dapat diperoleh
secara mendalam tanpa dibatasi oleh option jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ saja, akan tetapi sampel
dapat lebih leluasa dalam mengemukakan jawaban atau sanggahan atau bahkan pernyataan
sekalipun yang diinginkan oleh peneliti. Untuk itu pada awalnya belum dapat dipersiapkan
sejumlah pertanyaan yang spesifik, karena belum diketahui secara pasti tentang penjelasan apa
yang akan diberikan informan saat wawancara awal dimulai. Jadi jelaslah bahwa pertanyaan
yang berkembang dalam wawancara merupakan respon yang dilakukan peneliti terhadap
jawaban awal informan.
Diharapkan dengan teknik wawancara ini dapat terekam data yang berkaitan dengan
sikap, apresiasi, keyakinan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pola asuh yang dialami sampel
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
pada masa yang lalu, sedang berlangsung, serta keinginannya dan sikapnya pada masa yang akan
datang. Langkah berikutnya setelah data pada wawancara berstruktur sudah terlihat arah
pembicaraan antara peneliti dan informan, maka wawancara berstruktur dapat saja dilakukan
dalam upaya menjaring data yang relatif besar. Yang penting diingat bahwa tujuan peneliti dalam
melakukan wawancara adalah untuk mengetahui apa yang terkandung dalam pikiran dan buah
hati orang lain (informan), dan bagaimana pandangannya tentang dunianya yang sulit diperoleh
lewat observasi (Nasution, 1988:73).
Lincol dan Guba (1985:268) memaparkan tentang maksud digunakannya wawancara
adalah untuk:
a. obtaining here and now construction of persons, events activities, organizations, feelings, motivations, claims, concerns, and others entities
b. reconstructions of such entities as experienced in the past c. projections of such entities as they are expected to be experienced in the future d. verification, emendation, and extension of information (constructions,
reconstructions, or projections) obtained from other sources, human and nonhuman (triangulations) and
e. verification, emendation, and extension of constructions developed by the inguirer (member checking).
Dari uraian tersebut tertangkap makna bahwa teknik wawancara yang digunakan dalam
penelitian ini, bukanlah teknik yang berdiri sendiri melainkan dalam penggunaannya sebagai
teknik pengumpul data penyerta pada saat melakukan observasi dan analisis dokumentasi.
Wawancara yang digunakan terdiri dari dua bentuk yakni: focused interview dan free interview.
Kedua bentuk wawancara ini digunakan sesuai dengan permasalahan yang akan diungkap. Jika
terpusat pada satu pokok masalah tertentu maka yang dipakai adalah focused interview,
sedangkan untuk pokok masalah yang relatif banyak dan berkaitan maka free interview akan
lebih cocok penggunaannya (Koentjaraningrat, 1967:139).
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Wawancara yang dilakukan selama penelitian berlangsung sering kali tidak terjadwal
ataupun tidak baku pada pertanyaan yang ditulis, akan tetapi berkembang sesuai dengan alur
topik yang muncul. Goeta dan LeCompte (1984:119) mengatakan bahwa dalam Penelitian
Etnograpi: “Differentiates three forms of interview: the scheduled standarized interviews, the
nonscheduled standarized interview, the nonstandarized interview”.
Wawancara pada awalnya dilakukan pada orangtua sampel sebagai tokoh utama dalam
pengasuhan, masa sebelum menjadi atlet hingga menjadi atlet nasional. Dari wawancara tersebut
terkumpulkan data tentang pemberian peluang pada anak-anak yang tidak bias gender. Artinya
semua anak di dalam rumah mendapat perlakuan dan peluang serta pekerjaan yang sama tanpa
membedakan satu dan yang lainnya; sejauhmana model pola asuh yang dilakukan orang tua
mengasuh anaknya, sehingga anak tersebut berpeluang dalam prestasi nasional, baik dalam
olahraga feminin maupun maskulin. Wawancara yang sama juga dilakukan berkesinambungan
pada sampel, pelatih dan seluruh individu yang ada dalam tempat pelatihan, fihak sekolah,
kelompok bermain sampel, dan kelompok-kelompok lain yang dianggap perlu, seperti dijelaskan
oleh Strauss dan Corbin (2003:200) bahwa keputusan awal dalam melakukan penyampelan boleh
berubah ketika penelitian tengah dikerjakan.
Pencatatan serta perekaman hasil wawancara dilengkapi dengan perekaman. Peneliti
berupaya semaksimal mungkin agar informan dapat diwawancarai tanpa menaruh rasa curiga
pada peneliti. Teknik pendekatan dalam upaya membina hubungan yang harmonis diciptakan
sebelum wawancara dilakukan, agar informan tidak segan atau takut mengeluarkan pemikiran
dan situasi yang sesungguhnya. Wawancara yang dilakukan sebagai seorang sahabat akan
dipelihara demi terjaminnya data yang akurat.
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sama halnya dengan teknik observasi, juga pada teknik wawancara ini hasil yang didapat
segera dianalisis untuk menghindari adanya data pada saat proses wawancara berlangsung yang
hilang atau terlupakan, yang dapat saja diakibatkan oleh kelemahan pencatatan atau faktor lupa,
dan yang paling penting adalah kondisi atmosfir ketika wawancara berlangsung. Keseluruhan
informasi yang diperoleh, dicatat, dan direkam selanjutnya dituangkan ke dalam catatan
lapangan (field notes), dan disusun secara lebih rinci untuk memudahkan pemahaman dan
analisis berikutnya.
Dari hasil wawancara ini, kemudian dilakukan analisis data yang menghasilkan deskripsi,
eksplanasi, komparasi, dan kausalitas secara dialogis. Keseluruhan itu menjadi dasar dalam
mendalami kondisi informan sehingga mampu melakukan abstraksi lebih lanjut untuk kegiatan
penjaringan berikutnya. Analisa data mampu melahirkan konsep umum yang sejalan dengan
pandangan informan yang berkaitan dengan pola asuh yang dialami sebagai anak perempuan,
yang sering sekali terbias oleh faktor budaya dan keyakinan yang dianut oleh keluarga itu.
F. Pelaksanaan Pengumpulan Data
Upaya mengumpulkan data di lapangan dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik
yang telah ditetapkan dan bertujuan agar diperoleh data secara rinci dan tepat sesuai dengan
fokus penelitian. Sering kali data yang terjaring kurang relevan terhadap penelitian atau bahkan
data yang semula tampaknya kurang penting, kemudian menjadi sangat relevan. Untuk itu
dibutuhkan kejelian dalam pengumpulan data, sehingga semua data yang dibutuhkan tidak luput
dari pengamatan. Seleksi dan evaluasi diupayakan sesering mungkin terhadap data yang
dikumpulkan, sehingga lebih mengarahkan peneliti pada fokus penelitian yang dikehendaki.
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Peneliti sebagai human instrument sebelum memasuki lapangan telah memiliki catatan
mengenai berbagai persiapan, perasaannya, harapannya dan pandangannya terhadap dirinya
sebagai kunci dalam pengambilan data (Lincoln & Guba, 1985:193-194). Penelitian yang
bersifat kualitataif, pada tahap awal penelitian memang belum memiliki gambaran yang jelas
tentang aspek-aspek masalah yang akan diteliti. Pengembangan focus penelitian dilakukan
sambal mengumpulkan data, proses seperti ini dikenal dengan “emergent design’ (Lincoln &
Guba, 1985:102). Segala sesuatunya yang berkaitan dengan pengambilan dan pengumpulan data
berkembang di lapangan. Akibatnya catatan yang dimiliki sebelum dan saat proses pengumpulan
data berlangsung menjadi bersambungan hingga penelitian dianggap berakhir.
Akhir dari sebuah penelitian kualitatif memang cukup lama, itu sebabnya peneliti dalam
penelitian ini, melakukan penjaringan data selama 6 bulan lamanya, hingga datanya sudah
sampai pada level jenuh. Selanjutnya Lincoln dan Guba mengemukakan alasan-alasan di mana
manusia berfungsi langsung sebagai pengambil data:
a. Hanya manusia yang dapat merasakan dan segera memberikan tanggapan terhadap tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk mengenai situasi perorangan, kelompok, maupun lingkungan yang ada.
b. Daya kemampuan menyesuaikan diri yang tinggi pada manusia, sehingga ia dapat mengumpulkan informasi mengenai banyak hal pada berbagai tingkatan secara simultan
c. Tekanan yang holistik memerlukan instrumen yang mampu menangkap fenomenon dengan segala konteksnya secara utuh dan menyeluruh
d. Manusia mampu berfungsi secara kompeten dan simultan baik di ranah pengetahuan proposisional maupun dalam pengetahuan yang dikumpulkan berdasarkan pengalaman (propositional and tacit knowledge).
e. Manusia mampu untuk memproses data begitu dikumpulkan, langsung mengembangkan dalam bentuk hipotesis serta langsung mencobanya dengan responden di tempat itu juga.
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
f. Manusia memiliki kemampuan unik untuk menyimpulkan data di tempat, dan langsung dapat meminta penjelasan, perbaikan dan uraian yang lebih jelas dari responden.
g. Kemungkinan jawaban yang tidak lazim atau aneh dapat diselidiki lebih jauh oleh instrumen manusia, bukan hanya untuk validitasnya akan tetapi terlebih penting untuk mencapai tingkat pengertian yang lebih tinggi dari apa yang mungkin dilakukan oleh alat pengambil data yang bukan manusia.
Berikut ini peneliti menguraikan secara rinci tentang tata cara pelaksanaan pengumpulan
data dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1. Observasi
Observasi yang dilakukan oleh peneliti baik secara langsung maupun insidental,
dilakukan sesering mungkin pada ketiga unit analisis, ketiga keluarga, ketiga tempat latihan
(klub), dan ketiga sekolah, dengan tujuan agar seluruh potret data yang dibutuhkan dapat
terjaring dengan sempurna. Untuk keempat unit analisis penelitian ini dipaparkan sebagaimana
berikut ini.
Pada unit analisis 1 atlet yudo
Pada unit analisis 2, atlet angkat besi
Pada unit analisis 3, atlet senam
Oleh karena data utama berasal dari ketiga atlet sebagai unit analisis yang dipilih sesuai
dengan kasusnya masing-masing, maka fokus utama diarahkan oleh peneliti pada pengungkapan
tentang mengapa unit analisis tersebut memilih olahraga yang menjadikan mereka mampu
berprestasi sebagai elit atlit, yang sekaligus memposisikan diri sebagai pelaku dalam aktivitas
publik.
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Untuk melengkapi data penelitian, peneliti juga menjaring data dari ketiga lingkungan
keluarga peneliti, yakni mengamati situasi, kondisi, pola hubungan sesama anggota keluarga,
aturan yang dipakai, budaya yang dianut, pelaksanaan tugas rumah tangga, dan beberapa
pengamatan lainnya yang muncul ketika peneliti tinggal bersama dengan ketiga keluarga
tersebut. Pengamatan terhadap kondisi rumah tinggal juga menjadi hal yang penting dalam
melengkapi data penelitian, ini berkaitan dengan pengamatan fisik.
Untuk menjaring data secara lengkap maka upaya yang dilakukan adalah, peneliti tinggal
bersama selama lebih kurang empat bulan lamanya, secara bergantian pada 3 unit analisis
penelitian ini, dengan harapan seluruh aktivitas baik di rumahtangga, sekolah, klub, maupun
masyarakat sekitar dapat tertangkap dengan jelas oleh peneliti tanpa ada hambatan. Upaya dan
harapan yang dilakukan lewat memotret pola asuh yang pernah terjadi yang dilakukan orang tua
terhadap anaknya selama satu hari penuh.
Seluruh kejadian yang ada merupakan catatan penting dalam mendeskripsikan
keberadaannya yang diperlukan dalam analisa data. Meski dapat dipahami, peneliti sebagai
instrumen langsung sering kurang objektif dalam mengambil data, karena selalu dipengaruhi
oleh pengetahuan dan kemampuannya dalam mengamati, menganalisa dan mengambil
keputusan, akan tetapi Miles dan Huberman (1984:230), mengakui bahwa adanya kelemahan
tersebut sering disebabkan karena adanya monopoli yang vertikal dari cara kerja penelitian
kualitatif, seperti peneliti yang bekerja seorang diri pada situs penelitiannya akan sepenuhnya
memutuskan segala kondisi yang terangkum dalam proses penelitiannya.
Untuk itu peneliti kualitatif harus lebih berhati-hati terhadap situasi dan kondisi yang
dapat mengakibatkan bias pada penelitian. Miles et all (1992:230) merangkumnya dalam tiga
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
sumber potensi bias yakni: “1) Kesalahan yang menyeluruh (holistic fallacy), 2) Prasangka yang
elitis (elit bias), 3) peneliti menyeberang ke pihak yang diteliti (going native)”.
Dalam dunia penelitian ini menjadi sangat penting dalam upaya menilik pola asuh yang
dilakukan pelatih dan segenap orang yang ada dan mengelola klub tempat sampel berlatih. Klub
merupakan tempat untuk menggodok atlet dan sangat menentukan dalam pencapaian prestasi
yang tinggi. Pengamatan yang dilakukan tidak hanya sebatas pada latihan secara fisik saja, akan
tetapi data yang mengikutinya seperti faktor kognitif, afektif, pembinaan mental, menjadi unsur
penting dalam penggarapan data di lapangan. Perlakuan pelatih pada setiap atlit sangat
mempengaruhi perkembangannya, untuk itu seluruh komponen yang berkaitan dengan pelatihan
akan menjadi pokok pengamatan peneliti.
Sekolah menjadi penting dan merupakan ungkapan data utama, secara umum ingin
melihat peluang yang diberikan pihak sekolah dalam mendukung prestasi siswanya sebagai atlet.
Hal lain sekaitan dengan unsur yang mendukung peraihan prestasi juga menjadi lahan
pengambilan data, selama anak bersekolah sambil berlatih ataupun bertanding. Analisa
sementara berdasarkan pengamatan dan pengalaman sepintas yang diperoleh dari atlet bahwa
sekolah memberi peluang yang cukup besar, umpamanya dari segi waktu saja, fihak sekolah
mengupayakan dispensasi jika diperlukan siswa. Selain itu dokumen sekaitan dengan beberapa
penghargaan baik tertulis maupun bentuk apapun dalam rangka kejuaraan atau pertandingan
olahraga.
2. Wawancara
Data yang tidak mungkin didapatkan lewat observasi atau pengamatan, dijaring lewat
wawancara (Nasution,1988:73). Ini dilakukan dengan mengadakan percakapan dengan berbagai
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
pihak, seperti orangtua dan anggota keluarga lainnya, pelatih dan orang-orang yang berada di
lingkungan klub, tetangga, civitas sekolah, dan kelompok bermainnya. Pada awal pengumpulan
data, petunjuk wawancara dan petunjuk pengamatan digunakan hanya sebagai petunjuk awal
saja, karena bila tidak penerapan petunjuk secara kaku dalam penelitian akan menimbulkan efek
seperti, akan menutup kemungkinan diperolehnya data yang ada dalam situasi tersebut,
membatasi jumlah dan jenis data yang terkumpul, dan menghambat peneliti dalam mencapai
kepadatan dari variasi konsep yang sangat dibutuhkan dalam membangun grounded theory
(Strauss dan Corbin, 2003:201).
Wawancara dilakukan tidak hanya sebatas satu atau dua kali saja, akan tetapi berkali-kali
untuk mendapatkan data yang lebih dalam dan lebih mengena terhadap fokus penelitian. Untuk
ketiga keluarga sampel secara umum wawancara dilakukan pada topik yang sama, meski tidak
menutup kemungkinan terjadi pembedaan diakibatkan situasi dan kondisi yang berbeda.
Sedangkan untuk kondisi pelatihan yang juga merupakan kelompok inti dalam situs penelitian ini
setelah keluarga, mengarahkan wawancara pada kelompok olahraga yang dipilih (olahraga
maskulin dan feminin). Situasi berkembang lebih jauh pada bentuk pola atau program
pelatihannya dalam dua bentuk cabang olahraga yang berbeda pada perempuan khususnya.
Meski lingkungan rumah, sekolah, dan kelompok bermain merupakan kelompok yang
ditunjuk sebagai setting dalam penelitian ini, sebagai kelompok untuk melengkapi data pada
setting utama, peneliti juga berupaya untuk menanyakan core permasalahan yang berbeda. Untuk
lingkungan rumah misalnya, akan lebih cenderung pertanyaan mengarah pada perolehan
tanggapan tentang anutan budaya yang berhubungan dengan prestasi olahraga yang dilakukan
oleh para wanita.
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sedangkan untuk lingkungan sekolah, utamanya kepala sekolah sebagai pengambil
keputusan tertinggi dalam dukungan yang diberikannya dalam segi pemberian waktu untuk
berlakon dalam kancah olahraga. Artinya, siswa yang ditunjuk sebagai sampel dalam penelitian
ini ketika bersekolah, sering meninggalkan bangku sekolah untuk beraktivitas, baik dalam
latihan maupun pertandingan. Sementara pada kelompok bermain, pengumpulan data dilakukan
untuk lebih melihat pada keluhan yang dilontarkan sampel sebagai teman sharing sekaitan
dengan kelelahan dan kejenuhan dalam mengikuti pelatihan yang rutin dan otomatis menyita
waktu berkumpul dan bermain dengan kelompoknya.
Seperti telah dibahas sebelumnya, bahwa penjaringan data yang dilakukan melalui
wawncara, merupakan penggabungan dari: 1) wawancara terstruktur (structured interview), ini
dilakukan juka peneliti telah mengetahui tentang informasi apa yang akan diperoleh; 2)
wawancara semiterstruktur (semistructure interview), jika peneliti ingin menemukan masalah
lebih terbuka; dan 3) wawancara tak berstruktur (unstructured interview), perlakuan wawancara
tanpa pedoman wawancara.
Untuk kasus yang berbeda dalam pengungkapannya, maka diperlukan wawancara yang
bervariasi. Demikian pula untuk latar belakang keluarga yang berbeda pula. Ada keluarga yang
tidak ingin ditanya, akan tetapi lebih cenderung untuk menceritakan topik yang diajukan oleh
peneliti. Dalam kondisi seperti itu, peneliti lebih banyak mendengar dan mencatat, bahkan
merekam seluruh isi cerita, sehingga diharapkan tidak ada data yang terlewatkan dan tertinggal,
dan ini tergolong pada wawancara tak berstruktur murni. Sebaliknya ada pula keluarga ataupun
pelatih yang semata-mata akan memberikan komentar jika ditanya. Untuk itu dibutuhkan
kejelian seorang peneliti sebagai human instrument.
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
G. Memperoleh Tingkat Keabsahan Data
Data yang terjaring lewat pengamatan, wawancara dan dokumentasi, dicoba untuk
dilihat tingkat keabsahannya. Alasan utama adalah sering munculnya prasangka-prasangka
subjektif dari peneliti yang tergambar dari dirinya sendiri, sehingga kondisi demikian ini
menyebabkan bias dan mengelabui data yang ada.
Pada langkah awal pengambilan data misalnya, peneliti hendaknya berperan tidak
sebagai atasan pada bawahan, Strauss dan Corbin (2003:203) mengungkapkan beberapa petunjuk
dalam pengambilan data kualitataif, dengan cara mendekati subjek, mengajukan pertanyaan,
mengamati, membaca dokumen, serta mencermati tayangan video kaset merupakan unsur yang
penting dalam proses penelitian, dan merupakan bagian dari karakteristik peneliti yang
dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan. Selain itu Bogdan & Biklen (1982:42) memaparkan
agar peneliti kualitatif berusaha untuk mengkaji dengan objektif untuk seluruh keadaan yang
subjektif dari sampel.
Sedangkan untuk mempertahankan keobjektivan data yang diperoleh, Nasution
(1988:110) mengungkapkan sebagai berikut: “Data hanya dapat dianggap objektif bila diperoleh
berdasarkan kesamaan hasil pengamatan sejumlah peneliti dan dapat dicek kebenarannya oleh
orang lain”, atas dasar itu peneliti dapat saja bekerja sama dengan para pembimbing dalam
mempertahankan objektivitas data yang diperoleh. Pengecekan
kebenaran data, sehingga data yang diperoleh bukan merupakan rekaan peneliti atau unit analisis
sendiri, dilakukan dengan pengecekan-pengecekan ulang (membercheek) data dari keluarga,
klub, sekolah, dan orang-orang yang berhubungan dengan unit analisis yang disebut dengan
triangulasi. Untuk itu hal yang tidak kalah pentingnya adalah peneliti berupaya menjauhi segala
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kemungkinan bias atau prasangka pada dirinya yang disebabkan oleh latar belakangnya seperti
latar belakang pendidikan, status sosial, suku, agama, dan ras, atau latar belakang lainnya yang
berbeda dengan informan.
Mengacu pada pendapat Lincoln & Guba (1985:301-321), tingkat keabsahan suatu
penelitian kualitatif dapat diukur dengan tiga kriteria, yakni: kredibilitas, tranferabilitas,
dependabilitas, dan konfirmabilitas
Tingkat Kredibilitas
Tingkat kredibilitas sangat berkaitan dengan persoalan seberapa jauh kebenaran hasil
penelitian dapat dipercaya, artinya apakah data yang diperoleh melalui pengamatan, wawancara
dan studi dokumentasi telah mengungkapkan hal-hal yang sesungguhnya dimiliki informan.
Lincoln & Guba (1985:301) menyarankan tentang cara mempertahankan tingkat
kredibilitas melalui 5 teknik yakni:
1. Kegiatan-kegiatan yang mendukung penemuan dan penafsiran yang dipercaya,
dengan melaksanakan penelitian dalam waktu yang cukup lama, pengamatan yang
terus menerus, dan triangulasi (triangulation).
2. Kegiatan pengawasan terhadap proses inquiri
3. Kegiatan memperhalus hipotesa dengan terkumpulnya sejumlah informasi, termasuk
kasus-kasus yang negatif
4. Kegiatan yang memungkinkan rujukan yang mantap (referential adequency), antara
lain dengan membandingkan penemuan dan penafsiran pendahuluan dengan data
yang dikumpulkan untuk pengawetan (rekaman, foto, dan lain-lain)
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
5. Kegiatan yang memungkinkan untuk menguji penemuan dan penafsiran dengan
sumber asal, yaitu orang-orang yang memberikan informasi dalam penelitian
(member-checking)
Untuk mempertahankan tingkat kredibilitas penelitian ini, peneliti dengan seksama
melakukan kelima tahapan kegiatan yang diajukan di atas.
Tingkat Transferabilitas
Transferabilitas merupakan salah satu kriteria yang berhubungan dengan adanya
nilai transfer dari hasil penelitian. Untuk pengujian nilai transfer terletak pada pengungkapan
jawaban dari pertanyaan yang berkaitan dengan sejauh mana hasil penelitian ini dapat digunakan
atau diaplikasikan dalam situasi lain. Nasution (1988:118) memaparkan, “Transferability
bergantung pada sipemakai, yakni hingga manakah hasil penelitian itu dapat mereka gunakan
dalam konteks dan situasi tertentu”.
Beberapa acuan yang diajukan dalam upaya mempertahankan tingkat transferabilitas
adalah mengurangi bias dalam pengambilan data dengan cara menjalin hubungan sedekat
mungkin dengan informan. Akan tetapi penjalinan hubungan tersebut tidak menjadikan pola
pengaruh yang negatif pula dalam penjaringan data, misalnya pola hubungan tersebut
menjadikan pola emosionil yang mengendap, karena merasa sungkan untuk memaparkan data
yang sesungguhnya. Demikian juga halnya dengan penghindaran diri peneliti terhadap pengaruh
situs penelitian dan juga sebaliknya.
Tingkat Dependabilitas dan Konfirmabilitas
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Apakah peneliti dapat dependable, sehingga hasil penelitian dapat diakui
keterandalannya, kondisi seperti ini dituntut pada peneliti sebagai alat utama penghasil data
dalam pendekatan kualitatif. Nasution (1988:119) memaparkan bahwa: “Hal yang dapat
dilakukan ialah menyatukan dependability dengan confirmability. Ini dilakukan dengan cara
‘audit trail”. Hal yang sama diungkapkan oleh Lincoln & Guba (1985:319) bahwa
dependabilitas dan konfirmabilitas merupakan kriterium yang berkaitan dengan masalah
kebenaran yang ditunjukkan dengan upaya melakukan proses audit trail. Untuk penelitian ini
sistem audit trail dilakukan melalui pembimbingan dengan seluruh tim pembimbing disertasi.
Selanjutnya Nasution (1988:120) menjelaskan sekaitan dengan bahan-bahan yang harus
disediakan oleh peneliti dalam melakukan audit trail adalah: “kelengkapan data mentah, hasil
analisis data, hasil sintesis data, dan catatan mengenai proses yang digunakan yang berkaitan
dengan metodologi, disain, strategi, prosedur, rasional, dan upaya yang dilakukan untuk
menjamin tingkat keabsahan data”.
H. Teknik Analisis Data
Sehubungan tidak adanya prosedur baku dalam menganalisis data dalam penelitian
kualitatif, maka dalam hal ini peneliti berupaya untuk mencari cara dan pola khusus untuk
melakukan analisis data sesuai dengan fokus penelitian. Upaya yang dilakukan dalam
penyusunan data adalah menggolongkannya dalam pola, tema, dan kategorisasi yang sesuai.
Kreativitas dan kemampuan intelektual yang tinggi dibutuhkan dalam menganalisis data,
sehingga peneliti tidak melakukan kesalahan dalam pemaknaan tiap data yang diperoleh.
Nasution (1988:126) mengatakan bahwa: “Jika peneliti tidak dapat mengadakan interpretasi dan
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
hanya menyajikan data deskriptif saja, maka sebenarnya penelitian itu sia-sia saja dan tidak
memenuhi harapan”.
Pembuatan tafsiran dan interpretasi yang menggambarkan perspektif atau pandangan
peneliti, digunakan untuk menyusun dan menjelaskan unit atau kategori tersebut, yang
berikutnya mencari hubungan di antara berbagai konsep yang ditemukan hingga pemberian
makna dan menemukan analisis dan kategori. Analisis yang demikian menurut Hadisubroto
(1988:15) merupakan suatu proses kerja yang tujuannya membuat informasi-informasi yang
telah berhasil dihimpun menjadi sesuatu yang jelas dan eksplisit. Hal yang sama diungkapkan
oleh Bogdan & Biklen (1982:68-70) bahwa prosedur analisis semacam ini disebut sebagai
content analisys.
Dengan berpatokan pada uraian dan tata aturan yang dikemukakan tersebut, maka secara
sederhana dapat digambarkan tahapan-tahapan analisis yang dilakukan oleh peneliti, sebagai
berikut:
1. Dari data yang dihasilkan lewat pengamatan yang berulang terus menerus dan
berkesinambungan, wawancara, serta studi dokumentasi, kemudian diketik dengan rapih
sehingga mudah terbaca, dapat membantu peneliti dalam membuat deskripsi untuk
menggambarkan masalah. Ini dilakukan dengan sistem pengkodean pada data mentah,
dengan tujuan untuk dapat ditransformasikan secara sistematis dan digolong-golongkan
sesuai dengan karakteristiknya yang terkait pada fokus penelitian. Identifikasi data yang
dilakukan dengan model penggolongan tadi, diharapkan dapat menghampiri peneliti
dalam memiliki wawasan untuk melakukan analisis data yang berikutnya. Gambaran
yang demikian ini membangun kerangka analisis untuk melakukan rekonstruksi.
Selanjutnya akan mampu membuat kategori dan konsep, melakukan interpretasi, dan
Berliana, 2009 Partisipasi Wanita Dalam Olahraga Prestasi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
menjelaskan proporsi antar konsep yang dibentuk oleh hubungan yang terbina selama
proses pengambilan data berlangsung. Analisa dan rekonstruksi data yang berulang kali
dilakukan menghasilkan bangunan relasi sistem antar berbagai konsep yang berkaitan
dengan pola asuh anak dalam keluarga.
2. Setelah pembuatan kategori lewat penggolongan data pada tahap pertama, selanjutnya
upaya analisa data bergerak pada menjelaskan secara tertulis agar tiap kategori tadi dapat
dipahami sejalan dengan pencarian penggolongan data lain yang relevan. Menjadi sulit
dalam melakukan pekerjaan pada tahap kedua ini, karena sering terganggu oleh
pemikiran yang ada saat melakukan analisis saja, padahal kondisi pengambilan data
sering diwarnai oleh atmosfir yang bervariasi. Untuk mengatasi hal itu rekaman audio
visual dicermati kembali. Hal yang paling penting adalah membuka kembali field notes
yang dibuat sesaat ketika tiap pengamatan selesai dilakukan.
3. Tahapan yang ketiga membuat tafsiran dengan menggambarkan perspektif peneliti dalam
memberikan makna dari tiap pengelompokan data dan menjelaskan makna hubungan tiap
unitnya.