Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Menghadapi …
1. Definisi Kecemasan Menghadapi Persaingan Kerja
Mahasiswa tingkat akhir yang akan segera memasuki dunia kerja
terkadang memiliki pemikiran terkait dengan persaingan kerja.
Banyaknya
pengangguran, sedikitnya lapangan kerja, upah yang tidak layak,
hingga
banyaknya cerita mengenai pekerjaan yang tidak sesuai bidang
merupakan
kekhawatiran yang dialami mahasiswa tingkat akhir dan dapat
mengarah pada
gangguan psikologis berupa kecemasan. Freud (dalam Feist dan Feist,
2011:
38) mendefinisikan bahwa kecemasan merupakan situasi afektif yang
dirasa
tidak menyenangkan yang diikuti oleh sensasi fisik yang
memperingatkan
seseorang akan bahaya yang mengancam. Perasaan tidak menyenangkan
ini
biasanya samar-samar dan sulit dipastikan, tetapi selalu terasa.
Menurut
Taylor (dalam Solehati dan Kosasih, 2015: 152) kecemasan
adalah
pengalaman manusia yang bersifat universal, suatu respons emosional
yang
tidak menyenangkan, penuh kekhawatiran, suatu rasa takut yang
tidak
terekspresikan dan tidak terarah karena suatu sumber ancaman atau
pikiran
sesuatu yang akan datang tidak jelas dan tidak teridentifikasikan.
Sejalan
dengan pendapat ahli lainnya, Atkinson,dkk (dalam Safaria dan
Saputra,
2012: 49) menjelaskan bahwa kecemasan merupakan emosi yang
tidak
menyenangkan yang ditandai dengan keadaan peningkatan reaksi
kejiwaan.
24
memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu
bahaya
sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Pendapat
lain
menyatakan bahwa kecemasan (anxiety) adalah suatu keadaan aprehensi
atau
keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan
segera
terjadi (Nevid, dkk, 2003: 163).
Sementara itu Kelly (dalam Olson dan Hergenhahn, 2013: 737)
mendefinisikan kecemasan sebagai pengakuan bahwa kejadian-kejadian
yang
dihadapi seseorang terletak di luar jangkauan pemenuhan sistem
konstruknya.
Tidak jauh beda dari pendapat ahli lain, Barlow (dalam Oltmanns dan
Emery,
2015: 192) menyatakan bahwa kecemasan merujuk pada suatu
suasana
perasaan atau sindrom yang melibatkan reaksi emosional yeng lebih
umum
dan menyebar melebihi ketakutan sederhana artinya tidak
proporsional
dengan ancaman dari lingkungannya.
ditarik kesimpulan bahwa kecemasan merupakan suatu kondisi
dimana
seseorang merasakan akan datang sesuatu yang buruk atau bahaya yang
akan
terjadi sehingga menimbulkan kondisi yang tidak nyaman serta
mengharuskannya tetap waspada terhadap ancaman yang mungkin
terjadi
meskipun bahaya tersebut tidak diketahui dengan jelas.
Kecemasan yang dimaksud dalam penelitian ini terkait dengan
situasi
menghadapi persaingan kerja pada mahasiswa tingkat akhir.
Mahasiswa
tingkat akhir yang berencana untuk mulai terjun dalam dunia kerja,
harus
25
dapat menimbulkan kecemasan.
kompetisi ialah suatu proses sosial, dimana beberapa orang atau
kelompok
berusaha mencapai tujuan yang sama dengan cara yang lebih cepat dan
mutu
yang lebih tinggi. Menurut teori seleksi dari D.C Ammon (dalam
Waluyo,
2013: 77), berdasarkan pada teori Darwin dan Spencer, sejak dahulu
makhluk
hidup didorong oleh alamnya sendiri untuk melewati proses seleksi
menuju
ke keadaan yang makin sempurna. Melalui perjuangan hidup, makhluk
hidup
yang lemah akan tersingkir dari kehidupan dan yang kuat terus
bertahan
melewati proses seleksi baru. Prinsip the survival of the fittest
(yang bertahan
adalah yang bermutu paling baik) kemudian dikembangan sebagai
landasan
dari semua bentuk persaingan. Pendapat serupa dari Robbins dan
Judge
(dalam Wibowo, 2013: 227) menyatakan kompetisi terjadi ketika
seseorang
berusaha memuaskan kepentingannya sendiri tanpa
mempertimbangkan
dampaknya pada pihak lain.
Negara) pada bidang perdagangan, produksi, persenjataan, dan
sebagainya
(KBBI, 2008: 1202). Menurut Waluyo (2013: 78) kompetisi
merupakan
situasi dimana ada satu tujuan yang hendak diraih oleh banyak
individu,
26
sehingga memotivasi individu tersebut untuk melebihi orang lain
dengan cara
meningkatkan unjuk kerja.
Sementara itu, Bouldin (dalam Indrawijaya, 2014: 115)
menyatakan
bahwa kompetisi dalam arti luas selalu hadir pada saat terdapat
suatu keadaan
dimana terdapat dua perilaku dari beberapa unit yang tidak
serasi.
Definisi kerja adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah,
mata
pencaharian (KBBI, 2008: 682).
adalah suatu kondisi dimana seseorang merasakan hal buruk, bahaya,
atau
ketidaknyamanan terhadap situasi, dimana individu tersebut
harus
memperlihatkan keunggulan terhadap kemampuan atau ketrampilan
yang
dimiliki, agar menang dari individu lain untuk mencapai tujuannya
yaitu
mendapatkan pekerjaan. Kecemasan menghadapi persaingan kerja
memaksa
individu untuk selalu waspada terhadap berbagai kemungkinan yang
akan
terjadi ketika memasuki dunia persaingan kerja.
2. Gejala Kecemasan Menghadapi Persaingan Kerja
Nevid, dkk (2005:164) menjabarkan gejala kecemasan yang telah
dibedakan kedalam tiga ciri sebagai berikut:
a. Ciri fisik meliputi kegelisahan, kegugupan, tangan atau
anggota
tubuh bergetar atau gemetar, sensasi dari pita ketat yang
mengikat
di sekitar dahi, kekencangan pada pori-pori kulit perut atau
dada,
banyak berkeringat, telapak tangan yang berkeringat, pening
atau
pingsan, mulut atau kerongkongan terasa kering, sulit
berbicara,
27
yang menjadi dingin, pusing, merasa lemas atau mati rasa,
sulit
menelan, kerongkongan terasa tersekat, leher atau punggung
terasa
kaku, sensasi seperti tercekik atau tertahan, tangan yang dingin
dan
lembab, terdapat gangguan sakit perut atau mual, panas
dingin,
sering buang air kecil, wajah terasa memerah, diare dan
merasa
sensitif atau mudah marah.
perilaku melekat dan dependen, serta perilaku terguncang.
c. Ciri Kognitif dari kecemasan meliputi khawatir tentang
sesuatu,
perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap
sesuatu
yang terjadi di masa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang
mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan yang
jelas,
terpaku pada sensasi kebutuhan, sangat waspada terhadap
sensasi
kebutuhan, merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang
normalnya hanya sedikit atau tidak mendapatkan perhatian,
ketakutan akan kehilangan kontrol, ketakutaan akan
ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, berpikir bahwa dunia
mengalami keruntuhan, berpikir bahwa semua tidak lagi bisa
dikendalikan, berpikir bahwa semuanya terasa membingungkan
tanpa bisa diatasi, khawatir pada hal sepele, berpikir tentang
hal
mengganggu yang sama secara berulang, berpikir bahwa harus
bisa
28
kabur dari keramaian, kalau tidak pasti akan pingsan, pikiran
terasa
bercampur aduk atau kebingungan, tidak mampu menghilangkan
pikiran-pikiran terganggu, berpikir akan segera mati,
meskipun
dokter tidak menemukan sesuatu yang salah secara medis,
khawatir
akan ditinggal sendirian, sulit berkonsentrasi atau
memfokuskan
pikiran.
Shives (dalam Solehati dan Kosasih, 2015: 153) secara umum
gejala
kecemasan adalah sebagai berikut:
fisiologis antara lain: meningkatnya nadi, tekanan darah,
respirasi,
diaphoresis, tangan berkeringat, nyeri kepala, vertigo,
pandangan
mata kabur, insomnia, atau gangguan tidur, hiperventilasi,
penurunan nafsu makan, mual, muntah, dan sering berkemih.
b. Sistem Psikologis
kecemasan bila dilihat dari segi psikologis antara lain: menarik
diri,
depresi, irritable (mudah tersinggung), menjadi mudah
menangis,
apatis, marah, merasa ketakutan.
akibat terlalu memikirkan masalah yang sedang dialami,
29
akibat rasa tidak berdaya, pelupa, dan selalu berorientasi
pada
kejadian yang telah lalu, kemudian dibandingkan masa yang
akan
datang.
gejala klinis kecemasan yang sering dikeluhkan oleh orang yang
mengalami
gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut:
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri,
mudah
tersinggung;
c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang;
d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan;
e. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan
tulang,
pendengaran berdenging (tinnitus), berdebar-debar, sesak
nafas,
gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan
lain
sebagainya.
kecemasan pada individu.
30
Lanjutan…
membesar-besarkan ancaman, memandang diri tidak
berdaya atau sensitive
melarikan diri
Gerakan Biologis gerakan otomatis meningkat, berkeringat,
gemetar,
pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering
Ciri-ciri persaingan menurut Robbins dan Judge (dalam
Wibowo,2013:
227) adalah bersifat tegas dan tidak kooperatif. Pendapat lain
mengenai ciri-
ciri persaingan diungkapkan Indrawijaya (2014: 101-102) bahwa
persaingan
dapat dilihat dari dua unsur, yaitu kurang baik meliputi rasa
bingung, putus
asa, mengundurkan diri atau justru agresif, menyakiti yang lain,
dan lain
sebagainya, sedangkan unsur baik meliputi meningkatkan motivasi
dan
prestasi. Terlalu banyak kompetisi dapat merugikan karena menyerap
banyak
tenaga dan pikiran dan menurunkan tingkat usaha bersama mengarah
pada
sifat individual, sedangkan kompetisi yang sedikit juga dapat
mematikan
kreativitas.
Sementara itu Hendropuspito (dalam Waluyo 2013: 78) merinci ciri
khas
dari persaingan sebagai berikut:
b. Penilaian yang berbeda didasarkan pada cara dan derajat
mutu
persaingan.
31
kesesuaiannya dengan “aturan permainan” menentukan mutu
persaingan.
lain. Hal ini memungkinkan persaingan berjalan dengan damai.
Berdasarkan beberapa gejala kecemasan yang telah dipaparkan diatas
,
maka dapat disimpulkan bahwa gejala kecemasan merupakan reaksi
yang
ditampakkan oleh individu ketika merasa adanya situasi yang
kurang
menyenangkan. gejala kecemasan dapat dilihat secara fisik
(fisiologis), psikis
(psikologis) yang meliputi kognitif dan behavior.
Gejala kecemasan menghadapi persaingan kerja dapat dilihat
dari
fisiologis, psikologis, dan kognitif. Penelitian yang akan
dilakukan
menggunakan tiga gejala, untuk gejala fisiologis menggunakan
indikator
pusing, jantung berdetak lebih kencang, mengalami gangguan
tidur,
penurunan nafsu makan, dan lain sebagainya. Sementara itu, gejala
psikologis
menggunakan indikator mudah tersinggung, emosi labil, merasa
takut,
menghindari masalah, dependen, gelisah, serta waspada
berlebihan.
Sedangkan gejala kognitif menggunakan indikator khawatir
berlebihan, susah
berkonsentrasi, pikiraan kosong, membesar-besarkan kemungkinan yang
akan
terjadi, dan memandang diri tidak mampu mengatasi masalah.
Gejala
kecemasan akan dihubungkan dengan indikator persaingan kerja
yaitu
tindakan tidak kooperatif penyelia, sikap individual antar pelamar
kerja,
tujuan yang sama (memperoleh pekerjaan), penilaian yang
dilakukan
32
mencari karyawan.
Kerja
meliputi ketakutan adaptif dan maladatif, faktor sosial (peristiwa
kehidupan
yang stressful, Kemalangan masa kanak-kanak, hubungan kelekatan
dan
kecemasan perpisahan), faktor psikologis (proses belajar, peristiwa
kognitif,
persepsi terhadap kontrol, misinterpretasi katastropik, perhatian
terhadap
ancaman dan bias pemrosesan informasi, supresi pikiran: gangguan
obsesif-
compulsif), faktor biologis (faktor genetic, neurobiology)
Menurut McFarland dan Wasli (dalam Solehati dan Kosasih, 2015:
155)
mengatakan bahwa faktor yang berkontribusi pada terjadinya
kecemasan
meliputi ancaman pada:
a. Konsep diri
e. Status kesehatan.
Menurut Depkes RI (dalam Solehati dan Kosasih, 2015: 153),
faktor-
faktor yang mempengaruhi kecemasan antara lain sebagai
berikut:
a. Perkembangan kepribadian, kepribadian individu dibentuk
sejak
kecil dan bergantung pada pendidikan orang tua di rumah,
33
dalam kehidupannya. Seseorang menjadi pencemas akibat proses
imitasi dan identifikasi dirinya terhadap kedua orang tuanya
daripada pengaruh keturunan.
tingkat kecemasan lebih disebabkan perpisahan dan lingkungan
yang tidak dikenal. Kecemasan pada remaja lebih banyak
disebabkan oleh perkembangan seksual. Pada orang dewasa,
kecemasan lebih banyak ditimbulkan oleh hal-hal yang
berhubungan dengan ancaman konsep diri, sedangkan pada lansia
kecemasan berhubungan dengan kehilangan fungsi.
c. Tingkat pengetahuan, individu dengan tingkat
pengetahuannya
lebih tinggi akan mempunyai koping (penyelesaian masalah)
yang
lebih adaptif terhadap kecemasan daripada individu yang
tingkat
pengetahuannya lebih rendah.
dan jumlah stressor.
sumber yang dapat dimanfaatkan dan respons koping, dan status
kesehatan individu.
Menurut Blackburn dan Davidson (dalam Safaria dan Saputra, 2012:
51),
dapat disimpulkan bahwa aspek yang mempengaruhi kecemasan dapat
berupa
pengetahuan yang dimiliki subyek tentang situasi yang sedang
dirasakan,
34
tersebut.
kecemasan disebabkan oleh ketidakpastian yang muncul ketika
sistem
konstruk seseorang tidak mengizinkan penafsiran akurat pengalaman
hidup.
Nevid, dkk (2003: 196) menyatakan membagi faktor kecemasan
sebagai
berikut:
repetitive.
orang lain, dan kurangnya dukungan sosial.
c. Faktor behavioral, meliputi pemasangan stimuli avertif dan
stimuli
yang sebelumnya netral (classical conditioning), kelegaan
dari
kecemasan karena melakukan ritual kompulsif atau menghindari
stimuli fobik (operant conditioning), dan kurangnya
kesempatan
untuk pemunahan (extinction) karena penghindaran terhadap
objek
atau situasi yang ditakuti.
tidak terselesaikan (Freudian atau teori psikodinamika),
faktor
kognitif seperti prediksi berlebihan terhadap ketakutan,
keyakinan-
keyakinan yang self defeating atau irasional, sensitivitas
berlebih
terhadap ancaman, sensitivitas kecemasan, salah atribusi dari
sinyal-sinyal tubuh, dan self efficacy yang rendah.
Robbins dan Judge (dalam Wibowo, 2013: 227) menyatakan bahwa
faktor terjadinya persaingan umumnya karena ada taruhan dengan
pengertian
bahwa hanya satu orang yang dapat menang. Menurut Indrawijaya
(2014:
116) salah satu alasan timbulnya persaingan antar kelompok ialah
adanya
norma kelompok dan bagaimana suatu kelompok memandang
kelompok
lainnya. Kaitannya dengan persaingan kerja yaitu dalam mencari
kerja
individu akan mempertimbangkan pengaruh norma kelompok dalam hal
ini
norma perusahaan atau organisasi, dan persepsi individu dalam
memandang
perusahaan yang akan menjadi tempat kerjanya.
Sementara itu Waluyo (2013:78) menyatakan faktor yang
mempengaruhi
kompetisi atau persaingan kerja adalah sebagai berikut:
a. Jenis kelamin
lebih tinggi pada wanita dan sikap kompetitif (bersaing)
lebih
tinggi pada pria (Ahlgren dalam Waluyo, 2013: 79). Menurut
Dowling (dalam Waluyo, 2013: 79) menyatakan bahwa bila
wanita sukses bersaing dengan pria, mungkin akan kehilangan
36
kencan atau pasangan hidup bagi pria, dan takut dikucilkan.
b. Jenis pekerjaan
akan terjadi pada pekerjaan-pekerjaan dimana terdapat
insentif,
bonus, dan hadiah.
c. Tingkat Pendidikan
berpendapat bahwa tingkat pendidikan dipengaruhi pemilihan
pekerjaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
keinginan untuk melakukan pekerjaan dengan tingkat tantangan
yang tinggi semakin kuat.
hanya menduduki urutan ketiga sebagai faktor yang merangsang
orang untuk bekerja. Sedangkan faktor yang paling utama di
dalam memotivasi orang bekerja adalah rasa aman dan
kesempatan untuk naik pangkat (promosi) dalam pekerjaannya
(Anoraga dalam Waluyo, 2013: 79).
e. Umur
pada umumnya mempunyai tingkat harapan dan ambisi yang
tinggi.
37
dianggap berprestasi merupakan tendensi alami untuk
berkompetisi.
sangat mementingkan status. Ghiselli dan Brown (dalam Waluyo,
2013: 80) menyatakan bahwa prestasi kerja meningkat sejalan
dengan bertabahnya pengalaman dalam menyelesaikan tugas.
Berdasarkan beberapa faktor yang dikemukakan oleh beberapa tokoh
diatas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa kecemasan dapat disebabkan oleh
kondisi
biologis, lingkungan sosial, behavioral, serta kognitif dan
emosional. Setiap
kondisi tersebut terdapat berbagai penjabaran sumber sumber
kecemasan.
Sementara itu, faktor yang mempengaruhi munculnya kecemasan
dalam
menghadapi persaingan kerja dapat dikaitkan dengan adanya motivasi
untuk
memperoleh kerja, norma atau aturan yang berlaku dalam proses
persaingan kerja,
persepsi individu terhadap persaingan kerja, perbedaan gender
(jenis kelamin),
jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, masa kerja,
usia, dan promosi
kerja.
dengan menghadapi persaingan kerja dalam penelitian ini adalah
faktor kognitif.
Faktor kognitif yang berperan salah satunya adalah konsep diri.
Konsep diri
38
merupakan evaluasi diri terhadap bidang tertentu, sedangkan harga
diri adalah
evaluasi diri secara menyeluruh, artinnya konsep diri merupakan
bagian dari harga
diri. Penghargaan diri merujuk pada evaluasi diri yang bersifat
global, konsep diri
merujuk pada evaluasi dalam bidang tertentu. Keeratan antara konsep
diri dengan
harga diri menjadi pedoman peneliti untuk menggunakan harga diri
sebagai faktor
yang memperngaruhi kecemasan menghadapi persaingan kerja.
4. Jenis Kecemasan Menghadapi Persaingan Kerja
Freud (dalam Olson dan Hergenhahn,2013: 59-60) membedakan
tiga
jenis kecemasan, yaitu:
dan objektif di lingkungan dan jenis kecemasan yang paling
mudah
diredakan lantaran dengan bertindak sesuatu, maka persoalan
memang
akan bisa selesai secara objektif.
b. Kecemasan neurotik, adalah rasa takut bahwa impuls-impuls id
akan
mengatasi kemampuan ego menangani, dan menyebabkan manusia
melakukan sesuatu yang akan membuatnya dihukum.
c. Kecemasan moral, adalah rasa takut bahwa seseorang akan
melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai superego
sehingga
membuatnya mengalami rasa bersalah.
Feist dan Feist (38: 2011) Menyatakan bahwa ketergantungan ego
pada
id menyebabkan munculnya kecemasan neurosis, sedangkan
ketergantungan
39
a. Kecemasan neurosis (neurotic anxiety) adalah rasa cemas
akibat
bahaya yang tidak diketahui. Semasa kanak-kanak, perasaan
marah
sering kali diikuti oleh rasa takut akan hukuman dan rasa takut
ini
digeneralisasikan ke dalam kecemasan neurosis tidak sadar.
b. Kecemasan moral (moral anxiety), berakar dari konflik antara ego
dan
superego. Kecemasan moral juga bisa muncul karena kegagalan
bersikap konsisten dengan apa yang mereka yakini benar secara
moral.
c. Kecemasan realistis (realistic anxiety) terkait erat dengan rasa
takut.
Kecemasan jenis ini didefinisikan sebagai perasaan yang tidak
menyenangkan dan tidak spesifik yang mencakup kemungkinan
bahaya itu sendiri.
Sementara itu Freud (dalam Alwisol, 2010: 22) menyatakan tiga
jenis
kecemasan, yaitu sebagai berikut:
a. Kecemasan realistik adalah takut kepada bahaya yang nyata ada
di
dunia luar. Kecemasan realistik ini menjadi asal-muasal
timbulnya
kecemasan neurotik dan kecemasan moral.
b. Kecemasan Neurotik adalah ketakutan terhadap hukuman yang
bakal
diterima dari orang tua atau figur penguasa lainnya kalau
seseorang
memuaskan insting dengan caranya sendiri, yang diyakininya
bakal
40
kecemasan neurotik bersifat khayalan.
c. Kecemasan moral timbul ketika orang melanggar standar nilai
orang
tua, prinsip kecemasan moral yakni tingkat kontrol ego.
Kecemasan
moral tetap rasional dalam memikirkan masalahnya berkat
energi
superego.
dapat ditarik kesimpulan bahwa kecemasan dapat dibagi dalam tiga
jenis
yaitu kecemasan neurosis, kecemasan moral, dan kecemasan
realistis.
Kecemasan menghadapi persaingan kerja tergolong pada jenis
kecemasan
realistis, sebab situasi yang mencakup bahaya berupa persaingan
kerja
bersifat objektif dan nyata atau realistis.
5. Tipe Kecemasan Menghadapi Persaingan Kerja
Menurut Spilberger (dalam Safaria dan Saputra, 2012: 53),
kecemasan
ada dua bentuk yaitu:
a. Trait anxiety, yaitu kecenderungan pada diri seseorang untuk
merasa
terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak bahaya.
Kecemasan dalam kategori ini lebih disebabkan karena
kepribadian
individu tersebut memang mempunyai potensi cemas dibandingkan
dengan individu lain.
b. State anxiety, yaitu keadaan dan kondisi emosional sementara
pada
diri seseorang yang ditandai dengan perasaan tegang dan
khawatir
yang dirasakan dengan sabar serta bersifat subjektif dan
41
yang berhubungan dengan situasi-situasi lingkungan khusus.
Menurut Shives (dalam Solehati dan Kosasih, 2015: 157-158)
tipe
kecemasan terbagi menjadi:
mengantisipasi suatu kejadian.
dalam jangka waktu lama dan memerlukan observasi fisiologis,
emosi dan tingkah laku.
c. Anxiety State, terjadi sebagai hasil dari keadaan ketegangan
jiwa,
yaitu seseorang akan kehilangan kontrol dan emosinya.
d. Free-Floating Anxiety, merupakan kecemasan yang sering
terjadi
dan berhubungan dengan rasa takut.
Berdasarkan Tipe Kecemasan yang dikemukanan oleh para tokoh,
maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa Tipe kecemasan secara garis besar
terbagi
dalam dua tipe yaitu Trait Anxiety dan State Anxiety. Kecemasan
menghadapi
persaingan kerja tergolong pada tipe signal anxiety, sebab respon
kecemasan
ini berfungsi untuk mengantisipasi suatu kejadian, dalam masalah
ini adalah
mengantisipasi persaingan kerja. Dalam kasus yang lebih
serius,
kemungkinan kecemasan menghadapi persaingan kerja dapat menjadi
trait
anxiety, sebab sumber kecemasan tidak berbahaya, hanya saja
individu
memiliki potensi lebih untuk mengalami kecemasan.
42
Menurut Guindon (2009: 12) Harga diri adalah sikap, evaluasi
komponen
diri, penilaian afektif dari konsep diri yang terdiri dari perasaan
layak dan
penerimaan yang berkembang dan dipelihara sebagai konsekuesi
kesadaran
dari kompensasi dan timbal balik dari dunia luar. Pendapat lain
dari Taylor,
Peplau, dan Sears (2012: 119) menyatakan bahwa self esteem
(penghargaan
diri) merupakan hasil evaluasi tentang diri kita sendiri, kita
tidak hanya
menilai seperti apa diri kita tetapi juga menilai kualitas-kualitas
diri kita.
Santrock (2012: 361) menyatakan hal yang serupa, bahwa penghargaan
diri
merujuk pada evaluasi global mengenai diri, penghargaan diri
disebut juga
martabat diri atau citra diri. Penghargaan diri yang tinggi merujuk
pada
persepsi yang akurat, dapat dibenarkan, menyangkut martabat
seseorang
sebagai seorang pribadi, keberhasilan dan capaiannya, meskipun
demikian,
penghargaan diri juga merujuk pada kesombongan, merasa benar,
superioritas
terhadap orang lain yang tidak ada dasarnya (Krueger, Vohs dan
Baumeister
dalam Santrock, 2012: 362).
Menurut Deaux, Dane, dan Wrightsman (dalam Sarwono dan
Meinarno,
2012: 57) penilaian atau evaluasi secara positif atau negatif
terhadap diri ini
disebut harga diri . Myers (2012: 64) berpendapat bahwa harga diri
adalah
evaluasi diri seseorang secara keseluruhan. Pendapat Branden
(dalam
Rahman, 2013: 66), harga diri merupakan kecenderungan seseorang
untuk
merasa mampu di dalam mengatasi suatu masalah dan merasa
berharga.
43
Dengan kata lain, harga diri merupakan integrasi dari kepercayaan
pada diri
sendiri dan penghargaan pada diri sendiri.
Sementara itu, Wells dan Marwell (dalam Rahman, 2013: 65)
mendefinisikan harga diri dalam empat tipe pengertian. Pertama,
harga diri
dipandang sebagai sikap, harga diri merujuk pada suatu objek
tertentu yang
melibatkan reaksi kognisi, emosi, dan perilaku, baik positif maupun
negatif.
Kedua, harga diri dipandang sebagai perbandingan antara ideal self
dengan
real self. Self esteem individu tinggi apabila real self mendekati
ideal self
mereka. Ketiga, harga diri dianggap sebagai respons psikologis
seseorang
terhadap dirinya sendiri, lebih dari sekedar sikap. Keempat, harga
diri
dipahami sebagai komponen dari kepribadian atau self system
seseorang.
Berbeda dari Wells dan Marwell, Mruk (dalam Rahman, 2013: 65)
mendefinisikan harga diri dalam tiga kategori, yakni harga diri
sebagai suatu
kompetensi, harga diri dihubung-hubungkan dengan kesuksesan,
kemampuan,
dan kompetensi. harga diri dipandang sebagai peraaan berharga, dan
kategori
terakhir bahwa harga diri dipandang sebagai suatu kompetensi dan
perasaan
berharga.
Berdasarkan definisi harga diri yang telah dikemukakan para ahli,
maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa harga diri adalah penilaian terhadap
diri
sendiri secara menyeluruh, yang mencakup kompetensi, kepercayaan
diri dan
penghargaan diri, serta adanya pengakuan atau penghargaan dari
orang lain.
44
memiliki pemahaman yang jelas tentang kualitas personalnya.
Mereka
menganggap diri mereka baik, punya tujuan yang tepat, menggunakan
umpan
balik dengan cara yang memperkaya wawasan, dan menikmati
pengalaman-
pengalaman positif, serta bisa mengatasi situasi sulit. Sedangkan,
orang yang
memandang rendah dirinya sendiri kurang memiliki konsep diri yang
jelas,
merasa rendah diri, sering memilih tujuan kurang ralistis atau
bahkan tidak
memiliki tujuan yang pasti, cenderung pesimis dalam menghadapi
masa
depan, mengingat masa lalu secara negative, berkubang dalam
perasaan
negative,punya reaksi emosional dan behavioral yang lebih buruk
dalam
merespons tanggapan negative dari orang lain, kurang mampu
memunculkan
feedback positif terhadap dirinya sendiri, lebih memperhatikan
dampak sosial
mereka terhadap orang lain, dan lebih mudah kena depresi atau
berpikir
terlalu mendalam saat mereka menghadapi stress atau kekalahan
(Taylor,
Peplau,dan Sears, 2012: 120). Menurut Myers (2012: 65) orang
yang
menghargai dirinya secara umum, mereka yang memiliki harga diri
tinggi
cenderung menghargai penampilan, kemampuan dan dominan mereka
yang
lain. Alwisol (2010: 106) menyatakan bahwa harga diri dapat dilihat
dari
menghargai diri sendiri meliputi kebutuhan kekuatan,
penguasaan,
kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian dan kebebasan,
orang
membutuhkan pengetahuan tentang dirinya sendiri, bahwa dirinya
berharga,
mampu menguasai tugas dan tantangan hidup. Selian itu harga diri
dapat
45
dilihat dari adanya penghargaan dari orang lain, meliputi kebutuhan
prestise,
penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi
orang
penting, kehormatan, diterima dan apresiasi.
Sementara itu, Branden (dalam Rahman, 2013: 66) menyatakan
bahwa
ada dua aspek harga diri, yakni:
a. Rasa Keberhasilan pribadi, meliputi:
(1) keyakinan terhadap fungsi otak, dan kemampuannya dalam
berpikir, menilai, memilih, dan mengambil suatu keputusan
(2) Keyakinan terhadap kemampuannya dalam memahami fakta-
fakta nyata.
(3) Secara kognitif percaya pada diri sendiri – cognitive self
trust
(4) Secara kognitif mandiri – cognitive self reliance
b. Rasa nilai pribadi, meliputi:
(1) Menjamin nilai-nilai yang diyakininya.
(2) Mempunyai sikap positif terhadap haknya untuk hidup dan
bahagia
kebutuhan
dimiliki sejak lahir.
Santrock (2007: 184) merangkum indikator harga diri dalam tabel
berikut
ini:
46
Indikator Positif Indikator Negatif
Mengekspresikan pendapat Melakukan sentuhan yang tidak
pada tempatnya atau menghindari
selama melakukan aktivitas sosial
berbicara atau diajak bicara
Secara verbal merendahkan dirinya
sendiri atau menjatuhkan harga
kasar, atau dogmatis.
sendiri dengan orang lain
berbicara
tabel berikut ini:
Harga diri tinggi Harga diri rendah
Percaya diri Kurang percaya diri
Ramah Pemarah/ Bermusuhan
Bahagia Tidak Bahagia
Termotivasi Tidak termotivasi
Mencapai Tidak tercapai
Menerima/ toleransi Murung
Merasa aman/ penyesuaian diri baik Merasa tidak aman
Nyaman dengan diri sendiri Citra diri yang buruk
Asertif Komunikator yang buruk
Peduli Sosial yang rendah
Berdasarkan ciri-ciri harga diri yang telah dikemukanan oleh ahli,
maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri harga diri meliputi
percaya diri,
ramah, bahagia, optimis, termotivasi, kompetitif, toleransi,
penyesuaian diri
baik, asertif, peduli, mandiri dan bertanggung jawab. Sementara itu
indikator
yang digunakan adalah mengarahkan atau memerintah orang lain,
menggunakan kualitas suara yang disesuaikan dengan situasi,
mengekspresikan pendapat, duduk dengan orang lain dalam aktivitas
sosial,
bekerja secara koperatif dalam kelompok, memandang lawan bicara
ketika
mengajak atau diajak bicara, menjaga kontak mata selama
perbincangan
berlangsung, memulai kontak yang ramah dengan orang lain, menjaga
jarak
yang sesuai antara diri sendiri dengan orang lain, berbicara dengan
lancar,
hanya mengalami sedikit keraguan, punya tujuan yang tepat,
menggunakan
umpan balik dengan cara yang memperkaya wawasan, dan
menikmati
pengalaman-pengalaman positif, serta bisa mengatasi situasi
sulit.
48
Pada Mahasiswa Tingkat Akhir di Universitas Kota Semarang
Mahasiswa tingkat akhir berada pada tahap perkembangan dewasa
awal,
dimana pada tahap ini terdapat tugas perkembangan berupa
kemandirian dan
memperoleh pekerjaan. Setiap lulusan perguruan tinggi berharap
dapat
memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya, memperoleh
banyak
pengalaman, serta mendapat upah sesuai harapannya. Namun pada
kenyataannya memperoleh pekerjaan saat ini terbilang susah, hal
ini
ditunjukkan dengan data dari Badan Pusat Statistik, yang menyatakan
bahwa
jumlah pencari kerja pada tahun 2015 berjumlah 1.410.428 jiwa,
sedangkan
tenaga kerja yang dibutuhkan hanya 833.555 jiwa. Selain itu, pada
bulan
Februari 2016 pengangguran terbuka dari lulusan Universitas sebesar
695.304
jiwa.
Data dari Badan Pusat Statistik tersebut dapat menunjukkan bahwa
masih
banyak tenaga kerja Indonesia yang belum terserap dalam dunia
kerja.
Sementara setiap tahun jumlah tenaga produktif semakin meningkat
dari
lulusan sekolah menengah atas, ataupun dari perguruan tinggi.
Kondisi
demikian cukup mengkhawatirkan bagi mahasiswa tingkat akhir yang
akan
segera ikut bergabung dalam persaingan mencari kerja.
Kecemasan menghadapi persaingan kerja merupakan suatu kondisi
dimana seseorang merasakan hal buruk, bahaya, atau
ketidaknyamanan
terhadap situasi dimana individu harus memperlihatkan
keunggulan,
49
kecemasan menghadapi persaingan kerja muncul, mahasiswa tingkat
akhir
cenderung menilai dirinya kurang siap untuk mengikuti persaingan
kerja, dan
merasa dirinya kurang berkompeten dalam hal ilmu maupun
pengalaman.
Menurut McFarland dan Wasli (dalam Solehati dan Kosasih, 2015:
155)
mengatakan bahwa faktor yang berkontribusi pada terjadinya
kecemasan
meliputi ancaman pada konsep diri, personal security system,
kepercayaan,
lingkungan, fungsi peran, hubungan interpersonal, dan status
kesehatan.
Faktor munculnya kecemasan yang ingin digali lebih dalam
kaitannya
dengan menghadapi persaingan kerja dalam penelitian ini adalah
harga diri.
Banyak ahli telah mengemukakan faktor kecemasan dimana salah
satunya
terdapat konsep diri. Konsep diri merupakan bagian dari harga diri.
Menurut
Santrock (2012:361) penghargaan diri merujuk pada evaluasi
global
mengenai diri, penghargaan diri disebut juga martabat diri
(self-worth) atau
citra diri (self image). Singkatnya, penghargaan diri merujuk pada
evaluasi
diri yang bersifat global, konsep diri merujuk pada evaluasi dalam
bidang
tertentu. Keeratan antara konsep diri dengan harga diri menjadi
pedoman
peneliti untuk menggunakan harga diri sebagai faktor yang
memperngaruhi
kecemasan menghadapi persaingan kerja. Taylor, Peplau, dan Sears
(2012:
119) menyatakan bahwa self esteem (penghargaan diri) merupakan
hasil
evaluasi tentang diri kita sendiri, kita tidak hanya menilai
seperti apa diri kita
tetapi juga menilai kualitas-kualitas diri kita.
50
bahwa partisipan eksperimen yang mendapat penilaian positif
terhadap aspek-
aspek kepribadiannya, harga dirinya positif, lebih sedikit
mengalami arousal
fisik dan kecemasan ketika menonton video tentang kematian yang
sengaja
diputar oleh eksperimenter. Harga diri yang positif membuat orang
dapat
mengatasi kecemasan, kesepian, dan penolakan sosial. (Sarwono
dan
Meinarno, 2012: 57).
yang rendah lebih sensitif terhadap pengalaman yang mengancam, yang
dapat
menimbulkan kerusakan pada harga diri mereka. Mereka
mempermasalahkan
kritikan dan kegagalan reaksi emosional yang parah. Sebagai
tambahan,
mereka seperti memperbesar–besarkan pengalaman negatif, atau
melihat
perkataan yang sebenarnya tidak kritis dimaknai secara kritis.
Harga diri
rendah lebih dekat dengan pengalaman kecemasan sosial,
menunjukkan
kesadaran diri yang tinggi ketika di depan umum. Orang dengan harga
diri
yang rendah memiliki kepercayaan interpersonal yang rendah. Mereka
merasa
canggung, malu, menyolok dan tidak cukup mampu untuk
mengekspresikan
dirinya ketika berinteraksi dengan orang lain.
Mahasiswa tingkat akhir memiliki kecenderungan mengalami
kecemasan
dalam menghadapi persaingan kerja. Munculnya kecemasan
menghadapi
persaingan kerja dapat dipengaruhi dari berbagai faktor, salah
satunya adalah
harga diri. Semakin tinggi harga diri seseorang, maka kecemasan
menghadapi
dunia kerja semakin rendah, sebaliknya jika harga diri seseorang
rendah,
51
maka kecemasan menghadapi persaingan kerja semakin tinggi.
Menurut
Wood, Heimpel dan Michela (dalam Taylor, Peplau, dan Sears, 2012:
120)
orang yang memiliki tingkat penghargaan diri yang tinggi biasanya
memiliki
pemahaman yang jelas tentang kualitas personalnya. Mereka
menanggapi diri
mereka baik, punya tujuan yang tepat, menggunakan umpan balik
dengan
cara positif, serta dapat mengatasi situasi sulit. Orang yang
memandang
dirinya rendah kurang memiliki konsep diri yang jelas, merasa
rendah diri,
sering memiliki tujuan kurang realistis atau bahkan tidak memiliki
tujuan
yang pasti, cenderung pesimis dalam menghadapi masa depan,
mengingat
masa lalu secara negatif, berkubang dalam perasaan negatif,
lebih
memperhatikan dampak sosial mereka terhadap orang lain, dan lebih
mudah
kena depresi saat menghadapi stress atau kekalahan.
Taylor, Peplau, dan Sears (2012: 121) menyatakan bahwa setelah
orang
dewasa muda mendapat pemahaman diri yang lebih kokoh, dia punya
dasar
untuk merencanakan kerja atau karier dan untuk menjalin hubungan
yang
lebih intim. Berdasarkan teori tersebut dapat diartikan bahwa
ketika
mahasiswa tingkat akhir memasuki tahap perkembangan dewasa awal,
maka
seharusnya sudah memiliki pemahaman diri yang lebih kokoh
sehingga
memiliki dasar untuk merencanakan kerja atau kariernya, dengan
begitu
kecemasan menghadapi persaingan kerja akan semakin rendah.
52
persaingan kerja pada mahasiswa tingkat akhir di Universitas Kota
Semarang.
Semakin tinggi harga diri, maka kecemasan menghadapi persaingan
kerja
semakin rendah, begitu pula sebaliknya, semakin rendah harga diri
maka
kecemasan menghadapi persaingan kerja pada mahasiswa tingkat akhir
akan
semakin tinggi.
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 39
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 40
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 41
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 42
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 43
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 44
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 45
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 46
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 47
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 48
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 49
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 50
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 51
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 52
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 53
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 54
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 55
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 56
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 57
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 58
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 59
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 60
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 61
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 62
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 63
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 64
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 65
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 66
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 67
S1-2017-F.131.13.0101-Complete 68