Post on 01-Feb-2018
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nanas
Tanaman nanas mempunyai nama ilmiah (Ananas comosus. Merr.)
nanas termasuk famili bromeliaceae. Perawakan (habitus) tumbuhannya
rendah, herba (menahun) dengan 30 atau lebih daun yang panjang, tingginya
antara 90-100 cm. Buah ini berasal dari Brasil, Amerika Selatan, buahnya
dalam bahasa Inggris disebut sebagai pineapple karena bentuknya yang seperti
pohon pinus (Septiatin, 2009).
Menurut Evitasari (2013) Klasifikasi tanaman nanas adalah:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Kelas : Angiospermae (berbiji tertutup)
Ordo : Farinosae (Bromeliales)
Famili : Bromiliaceae
Genus : Ananas
Species : Ananas comosus. Merr.
2.2 Ekologi dan Syarat Tumbuh
2.2.1 Iklim
Tanaman nanas dapat tumbuh pada keadaan kondisi cuaca lembab
maupun kering. Suhu yang sesuai untuk budidaya tanaman nanas adalah
Universitas Sumatera Utara
21- 32°C, tetapi juga dapat hidup di lahan bersuhu rendah sampai 10°C
(Suyanti, 2010).
2.2.2 Media Tanam
Pada umumnya hampir semua jenis tanah yang digunakan untuk
pertanian cocok untuk tanaman nanas. Meskipun demikian, lebih cocok pada
jenis tanah yang mengandung pasir, subur, gembur dan banyak mengandung
bahan organik serta kandungan kapur rendah (Evitasari, 2013).
2.2.3 Ketinggian Tempat
Nanas cocok ditanam di ketinggian 800-1200 m diatas permukaan laut.
Pertumbuhan optimum tanaman nanas antara 100-700 m diatas permukaan laut
(Evitasari, 2013).
2.3 Manfaat Buah Nanas
Didalam buah nanas terkandung vitamin A, C dan betakaroten, kalsium,
fosfor, magnesium, besi, natrium, kalium dan enzim bromelin. Manfaat dari
kandungan bromelin yang terdapat dalam buah nanas yaitu: membantu
memperlancar pencernaan, mempercepat penyembuhan luka, mengobati luka
bakar, gatal, bisul dan obat pencegah tumor. Kandungan seratnya dapat
mempermudah buang air besar pada penderita sembelit (Septiatin, 2009).
Nanas terkenanl sebagai buah yang kaya enzim bromelin. Selain itu,
nanas juga buah potensial untuk dikonsumsi sebagai sumber antioksidan.
Kemampuan nanas sebagai antioksidan semakin lengkap karena buah ini
mengandung banyak vitamin C dan β-karoten yang cukup tinggi. Vitamin C
kita kenal sebagai antioksidan penupas radikal bebas. Dengan rutin
Universitas Sumatera Utara
mengkonsumsi nanas seluruh sel dan sitoplasma kita terlindungi dari dampak
buruk radikal bebas (Lingga, 2012).
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau
mencegah proses oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau
menghambat oksidasi yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi
rendah. Antioksidan juga sesuai didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang
melindungi sel dari efek berbahaya, radikal bebas oksigen reaktif jika berkaitan
dengan penyakit, radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh
maupun faktor eksternal lainnya. Beberapa khasiat buah nanas yaitu: dapat
mengurangi keluarnya asam lambung yang berlebihan, membantu pencernaan
makanan di lambung, antiradang, sebagai diuretik, membersihkan jaringan
kulit yang mati, mengganggu pertumbuhan sel kanker, menghambat
penggumpalan trombosit (Puspita, 2011).
2.4 Vitamin
Vitamin merupakan suatu senyawa organik yang sangat diperlukan
tubuh untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Vitamin-
vitamin tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup, oleh
karena itu harus diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi (Winarno,
2002).
Vitamin dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu vitamin yang
dapat larut dalam air dan vitamin yang dapat larut dalam lemak. Jenis vitamin
yang larut dalam air adalah vitamin B kompleks dan vitamin C. Vitamin yang
dapat larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E dan K, serta provitamin A
Universitas Sumatera Utara
yaitu β-karoten. Bahan makanan yang kaya akan vitamin adalah sayur-sayuran
dan buah-buahan (Sudarmadji, 1989).
2.4.1 Vitamin C
Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13
dengan rumus molekul C6H8O6. Vitamin C dalam bentuk murni merupakan
kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-192°C.
Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Vitamin C
mudah larut dalam air (1g dapat larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut
dalam alkohol (1g larut dalam 50 ml alkohol absolut atau 100 ml gliserin) dan
tidak larut dalam benzena, eter, kloroform, minyak dan sejenisnya. Vitamin C
tidak stabil dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam
seperti Cu, Fe, dan cahaya (Andarwulan dan Koswara, 1992).
Rumus bangun vitamin C dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini (Ditjen
POM, 1995):
Gambar 1. Rumus Bangun Vitamin C
Vitamin C (Asam askorbat) bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-
pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, oksigen, enzim,
kadar air, dan katalisator logam. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi
menjadi asam dehidroaskorbat yang masih mempunyai keaktivan sebagai
Universitas Sumatera Utara
vitamin C. Asam dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat
mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam diketogulonat yang tidak
memiliki keaktivan vitamin C lagi (Andarwulan dan Koswara, 1992).
Gambar 2. Reaksi Perubahan Vitamin C (Silalahi, 1985).
Vitamin C dapat ditemukan di alam hampir pada semua tumbuhan
terutama sayuran dan buah-buahan, terutama buah-buahan segar. Karena itu
sering disebut Fresh Food Vitamin (Budiyanto, 2004).
Jumlah vitamin C yang terkandung dalam tanaman tergantung pada
varietas dari tanaman, pengolahan, suhu, masa pemanenan dan tempat tumbuh
(Counsell dan Hornig, 1981).
2.4.2 Fungsi Vitamin C
Salah satu fungsi utama vitamin C berkaitan dengan sintesis kolagen.
Jika asupan vitamin C kurang, pembentukan kolagen terganggu sehingga sel-
sel tak bisa saling melekat. Kolagen adalah sejenis protein yang merupakan
salah satu komponen utama dari jaringan ikat, tulang, gigi, pembuluh darah dan
mempercepat proses penyembuhan (Wardlaw, 2003).
Asam askorbat Asam Dehidro Askorbat
Asam Diketogulonat
Asam Oksalat
Universitas Sumatera Utara
Kekurangan asupan vitamin C dapat menyebabkan penyakit sariawan
atau skorbut. Bila terjadi pada anak (6-12 bulan), gejala-gejala penyakit
skorbut ialah terjadinya pelembekan tenunan kolagen, infeksi, dan demam.
Pada anak yang giginya telah keluar, gusi membengkak, empuk dan terjadi
pendarahan. Pada orang dewasa skorbut terjadi setelah beberapa bulan
menderita kekurangan vitamin C dalam makanannya. Gejalanya ialah
pembengkakan dan perdarahan pada gusi, gingivalis, luka lambat sembuh
sehingga mudah berdarah dan mengalami infeksi berulang. Akibat yang parah
dari keadaan ini ialah gigi menjadi goyah dan dapat lepas (Winarno, 2002).
Vitamin C dapat terserap sangat cepat dari alat pencernaan masuk ke
dalam saluran darah dan dibagikan ke seluruh jaringan tubuh. Pada umumnya
tubuh menahan vitamin C sangat sedikit. Kelebihan vitamin C dibuang melalui
air kemih. Karena itu bila seseorang mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah
besar, sebagian besar akan dibuang keluar, terutama bila orang tersebut biasa
mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi (Winarno, 2002).
Menurut Silalahi (2006), apabila akan mengkonsumsi suplemen vitamin
C maka tidak boleh lebih dari 2000 mg per hari, meskipun vitamin C akan
dibuang melalui urin, vitamin C dalam dosis tinggi dapat menyebabkan sakit
kepala, peningkatan jumlah urin, diare dan mual. Bagi seseorang dengan
kecendrungan pembetukan batu ginjal, diharapkan untuk tidak mengkonsumsi
vitamin C dalam dosis tinggi.
Kebutuhan harian vitamin C bagi orang dewasa adalah sekitar 60 mg,
untuk wanita hamil 95 mg, anak-anak 45 mg, dan bayi 35 mg, namun karena
Universitas Sumatera Utara
banyaknya polusi di lingkungan antara lain oleh adanya asap-asap kendaraan
bermotor dan asap rokok maka penggunaan vitamin C perlu ditingkatkan
hingga dua kali lipatnya yaitu 120 mg (Silalahi, 2006).
2.5 Metode Penetapan Kadar Vitamin C
Ada beberapa metode dalam penentuan kadar vitamin C yaitu:
a. Metode titrasi iodimetri
Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai
potensial reduksi yang lebih kecil dibandingkan iodium dimana dalam hal ini
potesial reduksi iodum +0,535 volt, karena vitamin C mempunyai potensial
reduksi yang lebih kecil (+0,116 volt) dibandingkan iodium sehingga dapat
dilakukan titrasi langsung dengan iodium (Andarwulan, 1992; Rohman, 2007).
Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), metode iodimetri tidak
efektif untuk mengukur kandungan vitamin C dalam bahan pangan, karena
adanya komponen lain selain vitamin C yang juga bersifat pereduksi.
Senyawa-senyawa tersebut mempunyai titik akhir yang sama dengan warna
titik akhir titrasi vitamin C dengan iodin. Reaksi antara vitamin C dengan I2
dapat dilihat pada Gambar 3. dibawah ini
Asam askorbat Asam dehidroaskorbat
Gambar 3. Reaksi antara vitamin C dan Iodin (Ganjar, 2007).
Universitas Sumatera Utara
b. Metode titrasi 2,6-diklorofenol indofenol
Larutan 2,6-diklorofenol indofenol dalam suasana netral atau basa akan
berwarna biru sedangkan dalam suasana asam akan berwarna merah muda.
Apabila 2,6-diklorofenol indofenol direduksi oleh asam askorbat maka akan
menjadi tidak berwarna, dan bila semua asam askorbat sudah mereduksi
2,6-diklorofenol indofenol maka kelebihan larutan 2,6-diklorofenol indofenol
sedikit saja sudah akan terlihat terjadinya warna merah muda (Sudarmadji,
1989).
Titrasi vitamin C harus dilakukan dengan cepat, karena banyak faktor
yang menyebabkan oksidasi vitamin C, misalnya pada saat penyiapan sampel
dan penggilingan (blender). Oksidasi ini dapat dicegah dengan menggunakan
asam metafosfat, asam asetat, asam trikloroasetat, dan asam oksalat.
Penggunaan asam-asam di atas juga berguna untuk mengurangi oksidasi
vitamin C oleh enzim-enzim oksidase yang terdapat dalam jaringan tanaman.
Selain itu, larutan asam metafosfat-asetat juga berguna untuk pangan yang
mengandung protein karena asam metafosfat dapat memisahkan vitamin C
yang terikat dengan protein. Suasana larutan yang asam akan memberikan hasil
yang lebih akurat dibandingkan dalam suasana netral atau basa. (Andarwulan
dan Koswara, 1992; Counsell dan Hornig, 1981).
Metode ini pada saat sekarang merupakan cara yang paling banyak
digunakan untuk menentukan kadar vitamin C dalam bahan pangan. Metode ini
lebih baik dibandingkan metode iodimetri karena zat pereduksi lain tidak
mengganggu penetapan kadar vitamin C. Reaksinya berjalan kuantitatif dan
Universitas Sumatera Utara
praktis spesifik untuk larutan asam askorbat pada pH 1-3,5. Untuk perhitungan
maka perlu dilakukan standarisasi larutan 2,6-diklorofenol indofenol dengan
vitamin C standar (Andarwulan, 1992; Sudarmadji, 1989).
Gambar 4. Reaksi Asam Askorbat dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol
c. Metode Spektrofotometri Ultraviolet
Metode ini berdasarkan kemampuan vitamin C yang terlarut dalam air
untuk menyerap sinar ultraviolet, dengan panjang gelombang maksimum pada
265 nm dan A11 = 556a . Oleh karena vitamin C dalam larutan mudah sekali
mengalami kerusakan, maka pengukuran dengan cara ini harus dilakukan
secepat mungkin. Untuk memperbaiki hasil pengukuran, sebaiknya
ditambahkan senyawa pereduksi yang lebih kuat daripada vitamin C. Hasil
terbaik diperoleh dengan menambahkan larutan KCN (sebagai stabilisator) ke
dalam larutan vitamin (Andarwulan, 1992).
2.8 Analisis Kembali Vitamin C yang Ditambahkan pada Sampel (Analisis Recovery) Menurut Harmita (2004), validasi adalah suatu tindakan penilaian
terhadap parameter tertentu, dari percobaan laboratorium, untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi yaitu
akurasi dan presisi. Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukan
derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi
dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang
ditambahkan. Presisi (keseksamaan) adalah ukuran yang menunjukan derajat
kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil
individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-
sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Kriteria kecermatan sangat
tergantung kepada konsentrasi analit dalam matriks sampel dan pada
keseksamaan metode (RSD).
Kecermatan (Recovery) ditentukan dengan dua cara yaitu metode
simulasi (Spiked–placebo recovery) dan metode penambahan baku (Standard
addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni
ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo)
lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar
analit yang ditambahkan (kadar analit sebenarnya). Dalam metode penambahan
baku dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi
tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut.
Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit
yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004).
Rumus perhitungan persen Recovery:
% Recovery = B – A
X 100 % C
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: A = Kadar vitamin C sebelum penambahan baku vitamin C B = Kadar vitamin C setelah penambahan baku vitamin C C = Kadar vitamin C baku yang ditambahkan 2.7 Analisis Data Secara Statistik
2.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan
Di antara hasil yang diperoleh dari satu seri penetapan kadar terhadap
satu macam sampel, ada kalanya terdapat hasil yang sangat menyimpang bila
dibandingkan dengan yang lain tanpa diketahui kesalahannya secara pasti
sehingga timbul kecenderungan untuk menolak hasil yang sangat menyimpang
(Rohman, 2007).
Untuk memastikan hasil yang sangat menyimpang ditolak atau
diterima, perlu dilakukan analisis data secara statistika. Pada taraf kepercayaan
95% (α = 0,05), hasil analisis ditolak jika Qhitung > Qtabel (Rohman, 2007).
2.7.2 Uji Ketelitian (Presisi) Metode Analisis
Uji presisi (keseksamaan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kesesuaian antara hasil uji individual yang diterapkan secara berulang pada
sampel. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku relatif (Relative
Standard Deviation) atau koefisien variasi (Harmita, 2004).
Rumus perhitungan persen RSD (Harmita, 2004):
% RSD = ×X
SD 100%
Keterangan: SD = standar deviasi X = kadar rata-rata sampel
Data hasil perhitungan koefisien variasi (%RSD) dapat dilihat pada
Lampiran 11, halaman 53.
Universitas Sumatera Utara
2.7.3 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata
Untuk mengetahui apakah kadar vitamin C berbeda pada tiap sampel,
maka dilakukan uji beda rata-rata kadar sampel yang diuji dengan uji F
menggunakan software SPSS. Data berbeda secara signifikan jika Fhitung > Ftabel
dan data tidak berbeda secara signifikan jika Fhitung < Ftabel. Jika data yang
diperoleh berbeda secara signifikan, maka dilanjutkan dengan analisis Duncan.
Universitas Sumatera Utara