Post on 03-Nov-2020
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kinerja Pelayanan
2.1.1 Definisi Kinerja Pelayanan
Arti kata kinerja berasal dari kata-kata job performance dan disebut juga
actual performance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah di capai
oleh seseorang karyawan. Kinerja karyawan atau definisi kinerja atau performance
sebagai hasil kinerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam
suatu organisasi baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif sesuai dengan
kewewenangan, tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai
tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral ataupun etika (Moeheriono, 2012)
Sementara itu Harsuko (2011) mendefinisikan kinerja adalah unsur pencatatan
hasil kerja SDM dari waktu ke waktu sehingga diketahui sejauh mana hasil kerja
SDM dan perbaikan apa yang harus dilakukan agar dimasa mendatang lebih baik
untuk mencapai sasaran dan tujuan perusahaan. Organisasi disusun dalam unit-unit
kerja yang lebih kecil dengan pembagian kerja, sistem kerja dan mekanisme kerja
yang jelas.
Pendapat Fahmi (2010) mendefinisikan kinerja adalah hasil yang diperoleh
oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oriented dan non profit
oriented yang dihasikan selama satu periode.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
8
Sementara itu pengertian pelayanan secara terinci dikemukakan oleh
Gronroos dalam Ratminto dan Atik (2014) adalah suatu aktivitas atau serangkaian
aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai
akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang
disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan dimaksudkan untuk memecahkan
permasalahan konsumen atau pelanggan.
Dari pengertian kinerja dan pelayanan dapat disimpulkan bahwa kinerja
pelayanan adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang sehingga
diketahui sejauh mana hasil kerja karena adanya interaksi antara konsumen dengan
karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh organisasi pemberi pelayanan.
2.1.2 Pengukuran Kinerja Pelayanan
Pengukuran kinerja merupakan suatu proses pengukuran setiap tindakan dan
setiap kegiatan pemanfaatan sumber daya dan hasil yang dicapai dalam rangka
mencapai tujuan dan sasaran kerja yang telah ditetapkan (Hardiyansyah, 2012).
Sementara Robertson dalam Mahmudi (2010) menyatakan bahwa pengukuran kinerja
merupakan suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan
dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan
sumber daya dalam menghasilkan barang atau jasa, kualitas barang atau jasa,
perbandingan hasil kerja dengan target dan efektifitas tindakan dalam mencapai
tujuan.
Pengukuran kinerja merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan
didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
9
masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak. Pengukuran kinerja digunakan
sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan
misi (Amins, 2012).
Untuk melakukan pengukuran tersebut, diperlukan kemampuan untuk
mengukur kinerja sehingga diperlukan adanya ukuran kinerja. Pengukuran kinerja
hanya dapat dilakukan terhadap kinerja yang nyata dan terukur. Untuk dapat
memperbaiki kinerja, perlu diketahui seperti apa kinerja saat ini. Pengukuran kinerja
yang tepat menurut Wibowo (2010) dapat dilakukan dengan cara :
1. Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi.
2. Mengusahan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan.
3. Mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja.
4. Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu
prioritas perhatian.
5. Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualias.
6. Mempertimbangkan penggunaan sumber daya.
7. Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan.
Dalam pengukuran kinerja sangat ditentukan oleh tujuan yang ideal untuk
dicapai, sehingga dalam tahapan pengukurannya harus aktual/nyata dengan
mengidentifikasikannya terlebih dahulu ke dalam komponen operasional. Kinerja
organisasi dapat dilihat dari visi dan misi yang ada, kinerja proses dapat dilihat dari
prosedur standar operasi, dan kinerja pegawai dapat dilihat dari petunjuk kerja
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
10
manual yang ada. Sehingga penggambaran visi dan misi dari suatu organisasi harus
mampu menjelaskan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam suatu organisasi
yang dirumuskan dalam sebuah tugas pokok dan fungsi dan akan menjadi satuan
kerja dalam menciptakan aktivitas atau kegiatan pekerja atau pegawai. Dengan
demikian kinerja lebih diorientasikan pada pekerjaan itu sendiri dalam memberikan
hasil, dampak dan manfaat bagi masyarakat maupun bagi pegawai itu sendiri
(Wibowo, 2010).
2.1.3 Tujuan Dan Manfaat Pengukuran Kinerja Pelayanan
Mahmudi (2010) dalam manajemen kinerja sektor publik menyatakan bahwa
tujuan pengukuran kinerja adalah :
1. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi
Penilaian kinerja berfungsi sebagai tonggak yang menunjukkan tingkat
ketercapaian tujuan dan menunjukkan apakah organisasi berjalan sesuai arah atau
menyimpang dari tujuan yang ditetapkan.
2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai
Penilaian kinerja merupakan sarana untuk pembelajaran pegawai tentang
bagaimana seharusnya mereka bertindak dan memberikan dasar dalam perubahan
perilaku, sikap, keterampilan atau pengetahuan kerja yang harus dimiliki pegawai
untuk mencapai hasil kerja terbaik.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
11
3. Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya
Penerapan penilaian kinerja dalam jangka panjang bertujuan untuk membentuk
budaya berprestasi di dalam organisasi dengan menciptakan keadaan dimana
setiap orang dalam organisasi dituntut untuk berprestasi
4. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan,
pemberian penghargaan dan hukuman.
Organisasi yang berkinerja tinggi berusaha menciptakan sistem penghargaan
seperti kenaikan gaji/tunjangan, promosi atau hukuman seperti penundaan
promosi atau teguran, yang memiliki hubungan yang jelas dengan pengetahuan,
keterampilan dan kontribusi terhadap kinerja organisasi.
5. Memotivasi pegawai
Dengan adanya penilaian kinerja yang dihubungkan dengan manajemen
kompensasi, maka pegawai yang berkinerja tinggi atau baik akan memperoleh
penghargaan.
6. Menciptakan akuntabilitas publik
Penilaian kinerja menunjukkan seberapa besar kinerja manajerial dicapai yang
menjadi dasar penilaian akuntabilitas. Kinerja tersebut harus diukur dan
dilaporkan dalam bentuk laporan kinerja sebagai bahan untuk mengevaluasi
kinerja organisasi dan berguna bagi pihak internal maupun eksternal organisasi.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
12
Sementara itu Moeheriono (2012) mengemukakan manfaat dari pengukuran
kinerja terhadap organisasi publik adalah:
1. Pengukuran kinerja membantu pimpinan instansi pemerintah dalam penentuan
tingkat pencapaian tujuan yang perlu dicapai.
2. Memberikan umpan balik bagi para pengelola dan pembuat keputusan di dalam
proses evaluasi dan perumusan tindak lanjut dalam rangka peningkatan kinerja
pada masa yang akan datang
3. Menjadikan alat komunikasi pimpinan, organisasi, pegawai dan para
stakeholders eksternal
4. Menggerakkan instansi pemerintah ke arah yang positif. Namun bila sistem
pengukuran kinerjanya buruk, maka dapat menyebabkan organisasi menyimpang
jauh dari tujuan
5. Mengidentifikasikan kualitas pelayanan istansi pemerintah.
2.1.4 Indikator Kinerja Pelayanan
Pelayanan kesehatan salah satu bagian dari pelayanan publik (public service)
yang memiliki tanggungjawab untuk memberikan layanan baik dan profesional
kepada masyarakat. Namun masih banyak pelayanan kesehatan yang belum
memenuhi standar pelayanan publik, seperti pada Puskesmas yang tidak memiliki
dokter gigi, meski peralatan kedokteran gigi tersedia. Jika ada penderita sakit gigi,
maka dokter gigi didatangkan dari Puskesmas lain. Dan ada dokter di sebuah
puskesmas yang tidak bisa bekerja maksimal karena puskesmasnya kekurangan
sarana dan prasarana, seperti kekurangan air bersih dan kekurangan daya listrik.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
13
Adapaun indikator proses pelayanan kesehatan dan kualitas pelayanan berkaitan
dengan ketersediaan sarana kesehatan yang terdiri dari pelayanan kesehatan dasar
(Puskesmas, Balai Pengobatan), pelayanan rujukan (rumah sakit), ketersediaan tenaga
kesehatan, peralatan dan obat-obatan. Kinerja pelayanan menyangkut hasil pekerjaan,
kecepatan kerja, pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan harapan pelanngan, dan
ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan (Sedarmayanti, 2003).
Sudarmanto (2009) mengemukakan bahwa terdapat 5 (lima) indikator untuk
mengukur kinerja organisasi, yaitu:
1. Produktivitas
Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga
efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umunya dipahami sebagai rasio antara
input dan output. Produktivitas adalah suatu tingkat prestasi organisasi dalam
mencapai tujuan, artinya sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat
tercapai.
2. Kualitas layanan
Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam
menjalankan kinerja organisasi publik. Banyak pandangan yang negatif yang
muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang
diterima organisasi publik. Dengan demikian kepuasan masyarakat terhadap
layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
14
3. Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan
masyarakat menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan mengembangkan
program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat. Sebagai salah satu indikator kinerja responsivitas secara langsung
menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan
tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang
rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan
masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan organisasi dalam
mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik.
4. Responsibilitas
Menjelaskan/mengukur kesesuaian pelaksanaan kegiatan organisasi publik yang
dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai
dengan kebijakan organisasi.
5. Akuntabilitas
Seberapa besar kebijakan dan kegiatan publik tunduk pada para pejabat politik
yang dipilih oleh rakyat atau ukuran yang menunjukkan tingkat kesesuaian
penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang
ada di masyarakat atau yang dimiliki para stakeholders.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
15
Sedangkan dalam buku pedoman Puskesmas (1992) telah diatur mengenai
indikator kinerja pelayanan yang menjadi standar pelayanan kesehatan, yaitu :
1. Pelayanan kesehatan harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terbanyak di
suatu negara.
2. Penentuan jenis pelayanan itu harus benar-benar memberikan jawaban untuk
mengatasi kebutuhan masalah utama serta mendasar di tengah-tengah
masyarakat.
3. Penentuan jenis layanan ini harus berorientasi pada jangkauan kemampuan
ekonomi masyarakat kecil.
4. Pelayanan kesehatan harus terjamin kontinuitasnya.
5. Mudah dicapai
6. Tidak membahayakan kelangsungan tanggungjawab untuk memelihara
kesehatannya di dalam tingkat pertama dalam rangka memberikan dampak
edukatif.
2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pelayanan
Menurut Gibson dalam Moeheriono (2011) mengemukakan bahwa ada tiga
faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu :
1. Faktor individu : kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga,
pengalaman tingkat sosial dan demografi seseorang.
2. Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan
kerja.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
16
3. Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem
penghargaan (reward system).
Sementara Aditama (2011) mengemukakan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja adalah :
1. Faktor Psikologis
Merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan pegawai yang meliputi
minat, ketenteraman dalam bekerja sikap terhadap kerja bakat dan keterampilan.
2. Faktor sosial
Merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama
karyawan dengan atasanya maupun sesama yang berbeda jenis pekerjaannya.
3. Faktor fisik
Merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik pegawai, meliputi
jenis pekerjaan, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara dan
kondisi kesehatan pegawai itu sendiri.
4. Faktor finansial
Merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan
pegawai meliputi gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan promosi dan
sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja adalah faktor individu, psikologis, organisasi, sosial, fisik dan
faktor finansial.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
17
Marwansyah (2010) mengemukakan ada beberapa faktor yang menjadi
penyebab utama masalah-masalah kinerja antara lain :
1. Pengetahuan atau keterampilan.
Karyawan tidak tahu bagaimana menjalankan tugas-tugas secara benar
kurangnya keterampilan pengetahuan atau kemampuan.
2. Lingkungan.
Masalah tidak berhubungan dengan karyawan, tetapi disebabkan oleh lingkungan
kondisi kerja, proses yang buruk, ergonomika dan lain-lain.
3. Sumber daya
Kurangnya sumber daya atau teknologi.
4. Motivasi.
Karyawan tahu bagaimana menjalankan pekerjaan, tetapi tidak melakukannya
secara benar. Ini mungkin saja disebabkan oleh proses seleksi yang tidak
sempurna.
Tayari dan Smith (1997) dalam Pramanos Satrio (2015) mengungkapkan kerja
shift dapat mempengaruhi kinerja karyawan dalam berbagai cara. Namun demikian
pengaruh sekunder tidak penting dibandingkan pengaruh lain dari kerja shift.
Pengaruh utama adalah psikologis, sosial dan pribadi. Pengaruh dari kerja shift pada
kinerja karyawan dapat diringkas sebagai berikut:
1. Secara umum, kinerja kerja shift dipengaruhi oleh kombinasi dari faktor-faktor
berikut :
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
18
a. Tipe pekerjaan.
Pekerjaaan yang menuntut secara mental (seperti inspeksi dan kontrol
kualitas) memerlukan kesabaran dan kehati-hatian. Pekerja shift mungkin
akan kekurangan dua hal tersebut.
b. Tipe sistem shift
Gangguan irama tubuh (circadian rhythms) dapat menimbulkan kerugian
terhadap kemampuan fisik dan mental pekerja shift, khususnya ketika
perubahan shift kerja dan shift malam.
c. Tipe pekerja
Untuk contoh, pekerja yang telah berusia tua memiliki kemampuan yang
minimal untuk untuk menstabilkan irama tubuh ketika perubahan shift kerja.
2. Kinerja shift malam yang rendah dapat dikaitkan dengan :
a. Ritme tubuh yang terganggu
b. Adaptasi yang lambat terhadap kerja shift malam
c. Pekerja lebih produktif pada shift siang daripada shift malam
d. Pekerja membuat sedikit kesalahan dan kecelakaan pada shift siang daripada
shift malam.
e. Kehati-hatian pekerja menurun selama kerja shift malam, khususnya ketika
pagi-pagi sekali. Hal ini mungkin penting diperhatikan terutama untuk tugas-
tugas yang memerlukan pengawasan yang terus-menerus.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
19
f. Jika pekerja tidak mendapatkan tidur yang cukup untuk shift kerja, kinerja
dapat dipengaruhi secara buruk khususnya pekerjaan yang memerlukan
tingkat kehati-hatian yang tinggi.
2.1.6 Tahapan Dalam Pengukuran Kinerja
Setiap kinerja memiliki tahapan dan pengukurannya, yaitu :
1. Penyusunan rencana kerja
Perencanaan kerja merupakan berhubungan dengan masa yang akan datang,
implikasi, perencanaan sangat berkaitan dengan proyeksi/ prediksi, penjadwalan
kegiatan, memonitoring dan evaluasi. Rencana kerja ini akan menjadi pegangan
bagi organisasi dalam menjalankan rutinitas roda organisasi. Rencana kerja juga
digunakan sebagai sarana untuk mewujudkan cita-cita organisasi.
Perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah proses mempersiapkan
secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Oleh karena itu pada hakekatnya terdapat pada tiap jenis manusia
(Tjokroamidjojo, 2004).
2. Melakukan analisis pekerjaan
Dalam menganalisis pekerjaan penting untuk diperhatikan berbagai aspek untuk
memperoleh informasi tentang pekerjaan yang akan dilakukan oleh organisasi
(Wirawan, 2011).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
20
Selanjutnya Wirawan (2011) mengemukakan bahwa aspek yang
dievaluasi dalam menganalisis pekerjaan yaitu :
a. Aktivitas
b. Perilaku kerja
c. Aktivitas kritikal
d. Tugas
e. Tanggung jawab
f. Kewajiban
g. Posisi
h. Pekerjaan
i. Okupasi
j. Karir
k. Deskripsi pekerjaan
l. Spesifikasi pekerjaan
3. Informasi tentang pekerjaan yang dilakukan
Penggunaan informasi analisis pekerjaan :
a. Deskripsi pekerjaan
b. Spesifikasi pekerjaaan
c. Standar kinerja
4. Melakukan Job description
Job description yaitu suatu deskripsi mengenai aktivitas yang dilaksanakan
dalam suatu pekerjaan. Deskripsi tersebut juga meliputi peralatan yang
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
21
diperlukan untuk melaksanakan aktivitas dan konsisten ditempat pekerjaan
dilaksanakan (Wirawan, 2009).
5. Menetapkan Standar Kinerja
Standar kinerja adalah tolak ukur terhadap mana kinerja diukur agar efektif.
Untuk dapat digunakan sebagai standar kinerja atau tolak ukur maka harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Ada hubungan dengan strategi organisasi.
b. Mencerminkan keseluruhan tanggungjawab pegawai dalam melaksanakan
tugasnya.
c. Memperhatikan pengaruh faktor-faktor diluar kontrol pegawai.
d. Memperhatikan teknologi dan proses produksi.
2.1.7 Penilaian Kinerja
Aditama (2011) mengemukakan tentang penilaian kinerja adalah sebuah
gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait
dari seseorang atau suatu kelompok. Penilaian kinerja mencakup faktor-faktor antara
lain :
1. Pengamatan yaitu merupakan proses menilai yang memiliki perilaku yang
ditentukan sistem pekerjaan.
2. Ukuran yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seseorang personil
berhubungan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk personil
tersebut.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
22
3. Pengembangan yang bertujuan memotivasi personil mengatasi kekurangannya
dan mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan kemampuan dan
potensi yang ada pada dirinya.
Tujuan penilaian kinerja pada dasarnya mempunyai 2 (dua) tujuan antara lain:
1. Penilaian kemampuan personil merupakan tujuan yang mendasar dalam rangka
penilaian personil secara individual yang dapat digunakan sebagai informasi
untuk penilaian efektifitas manajemen sumber daya manusia.
2. Pengembangan personil sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk
pengembangan personil. Secara spesifik penilaian kinerja bertujuan untuk :
a. Mengenali SDM yang perlu dilakukan pembinaan
b. Menentukan kriteria tingkat pemberian pekerjaan
c. Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan
d. Bahan perencanaan manajemen program SDM masa datang
e. Memperoleh umpan balik atas hasil prestasi personil.
2.2 Konsep Karakteristik Tenaga Kesehatan
2.2.1 Pengertian Karakteristik Tenaga Kesehatan
Menurut Departemen Kesehatan RI pada Kementerian Kesehatan (2014)
mendefinisikan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
23
Ada 8 (delapan) kategori tenaga kesehatan menurut Pasal 2 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan,
yaitu :
1. Tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Tenaga medis
b. Tenaga keperawatan.
c. Tenaga farmasi.
d. Tenaga kesehatan masyarakat.
f. Tenaga gizi.
g. Tenaga keterapian fisik.
h. Tenaga keteknisian medis.
2. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.
3. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
4. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
5. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiologi kesehatan, entomolog
kesehatan, mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan
dan sanitarian.
6. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.
7. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, akupasiterapis dan terapis wicara.
8. Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi
elektromedis, analis kesehatan, refraksionis, optisien, otorik prostetik, teknisi
tranfusi dan perekam medis (Depkes RI, 2015).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
24
Mathiue & Zajac (1990) yang dikutip Siahaan (2011) menyatakan bahwa
karakteristik personal (individu) mencakup usia, jenis kelamin, masa kerja, tingkat
pendidikan, suku bangsa dan kepribadian.
Sementara Robbins (2010) mengemukakan bahwa bahwa faktor-faktor yang
mudah didefinisikan dan tersedia, data yang dapat diperoleh sebagian besar dari
informasi yang tersedia dalam berkas personalia seorang pegawai mengemukakan
karakteristik individu meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya
tanggungan dan masa kerja dalam organisasi.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat diketahui bahwa karakteristik tenaga
kesehatan dalam penelitian ini yang diuraikan sebagai berikut :
1. Umur
Kamus Umum Bahasa Indonesia (2012) menyatakan bahwa usia (umur) adalah
lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Hal senada juga
dikemukakan Hurlock (2012) bahwa umur yaitu usia individu yang terhitung
mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan
bekerja. Klasifikasi umur digolongkan :
a. Dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun
b. Dewasa madya dimulai pada umur 41 tahun sampai umur 60 tahun
c. Dewasa lanjut dimulai pada umur 60 tahun sampai kematian
Berkaitan dengan hal tersebut, Dyne dan Graham (2009) menyatakan
bahwa pegawai yang berusia lebih tua cenderung lebih mempunyai rasa
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
25
keterikatan atau komitmen pada organisasi dibandingkan dengan yang berusia
muda sehingga meningkatkan loyalitas mereka pada organisasi. Hal ini bukan
saja disebabkan karena lebih lama tinggal di organisasi, tetapi dengan usia tuanya
tersebut, makin sedikit kesempatan pegawai untuk menemukan organisasi.
Robbins (2010) menyatakan bahwa semakin tua usia pegawai, makin
tinggi komitmennya terhadap organisasi, hal ini disebabkan karena kesempatan
individu untuk mendapatkan pekerjaan lain menjadi lebih terbatas sejalan dengan
meningkatnya usia. Keterbatasan tersebut dipihak lain dapat meningkatkan
persepsi yang lebih positif mengenai atasan sehingga dapat meningkatkan
komitmen mereka terhadap organisasi.
Nitisemito (2010) menyatakan bahwa “pegawai yang lebih muda
cenderung mempunyai fisik yang kuat sehingga diharapkan dapat bekerja keras
dan pada umumnya mereka belum berkeluarga atau bila sudah berkeluarga
anaknya relatif masih sedikit. Tetapi pegawai yang lebih muda umumnya kurang
berdisiplin, kurang bertanggungjawab dan sering berpindah-pindah pekerjaan
dibandingkan pegawai yang lebih tua.
Siagian (2011) menyatakan bahwa berkaitan dengan tingkat absensi,
kehadiran seseorang dalam pekerjaannya tidak merupakan jaminan, artinya
semakin tua tidak dapat dijadikan jaminan tingkat kehadirannya semakin tinggi.
Akan tetapi, tingkat kehadiran dipengaruhi oleh sifat dari absen tersebut, apakah
dapat dihindari atau tidak dihindari. Berkaitan dengan turn over terdapat
kecenderungan bahwa semakin tua, maka orang akan merasa semakin terikat
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
26
pada organisasi dimana orang tersebut menjadi anggota organisasi. Artinya,
semakin tua usia seseorang kecenderungannya untuk pindah pekerjaan semakin
berkurang.”
2. Jenis Kelamin
Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara
perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan
dengan tubuh laki-laki dan perempuan dimana laki-laki memproduksikan
sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu
untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis
laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya dan
fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di
muka bumi.
Robbins (2010) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang konsisten
antara pria dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, keterampilan
analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas atau kemampuan belajar.
Namun studi-studi psikologi telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia
untuk mematuhi wewenang dan pria lebih agresif dan lebih besar
kemungkinannya daripada wanita dalam memiliki pengharapan untuk sukses.
Bukti yang konsisten juga menyatakan bahwa wanita mempunyai tingkat
kemangkiran yang lebih tinggi dari pada pria.
Sementara itu Dyne dan Graham (2009) menyatakan bahwa pada
umumnya wanita menghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai karirnya
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
27
sehingga komitmennya lebih tinggi. Hal ini disebabkan pegawai wanita merasa
bahwa tanggung-jawab rumah tangganya ada di tangan suami mereka sehingga
gaji atau upah yang diberikan oleh organisasi bukanlah sesuatu yang sangat
penting bagi dirinya. Jenis kelamin pegawai mempengaruhi komitmen organisasi
karena pada umumnya wanita menghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai
karirnya menyebabkan komitmennya lebih tinggi terhadap organisasi. Sementara
itu Aamodt (1991) mengemukakan bahwa shift kerja memberikan efek lebih
pada karyawan laki-laki, sedangkan karyawan wanita cenderung menyesuaikan
jadwal mereka pada kebutuhan rumah tangga.
3. Tingkat Pendidikan
Notoatmodjo (2010) mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan
atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan
tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Tingkat pendidikan
turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami
pengetahuan yang mereka peroleh pada umumnya, semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya. Tingkat pendidikan sangat
mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab
serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan tinggi biasanya akan
bertindak lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih
mudah menerima gagasan baru. Pendidikan dapat meningkatkan kematangan
intelektual sehingga seseorang dapat membuat keputusan lebih baik dalam
bertindak.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
28
Hal senada juga dikemukakan Azwar (2011) yang menyatakan bahwa
pendidikan meletakkan dasar pengertian dan konsep dalam individu. Tingkat
pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap serta
memahami dasar pengertian dan konsep. Pendidikan adalah persyaratan utama
untuk membangun masyarakat berbasis pengetahuan dalam pembentukan sikap.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dalam Bab VI Pasal 17,18,19 dan
20 menyatakan :
a) Pendidikan dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah umum. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar
(SD) dan MI atau bentuk selanjutnya yang sederajat serta sekolah menengah
pertama (SMP) dan MTS dan bentuk lain yang sederajat.
b) Pendidikan menengah
Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan
pendidikan menengah atas SMA, MA, SMK atau bentuk lain yang sederajat.
c) Pendidikan tinggi
Merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang
mencakup program pendidikan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, perguruan tinggi, sekolah tinggi,
institut dan universitas.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
29
4. Masa Kerja
Menurut Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991)
menyatakan bahwa, masa kerja (lama bekerja) merupakan pengalaman individu
yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Sementara
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) mengemukakan bahwa pengalaman kerja
didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang pernah dialami oleh
seseorang ketika mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Siagian (2011) menyatakan bahwa masa kerja menunjukkan berapa lama
seseorang bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan. Masa kerja
seseorang perlu diketahui karena masa kerja merupakan salah satu indikator
tentang kecenderungan para pekerja. Misalkan dikaitkan dengan produktifitas
kerja. Semakin lama seseorang berkarya, semakin tinggi pula produktifitasnya
karena semakin berpengalaman dalam menyelesaikan tugas yang dipercayakan
kepadanya.
Kreitner dan Kinicki (2008) menyatakan bahwa masa kerja yang lama
akan cenderung membuat seorang pegawai lebih merasa betah dalam suatu
organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan
lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang pegawai akan merasa nyaman
dengan pekerjaannya. Penyebab lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari
instansi atau perusahaan mengenai jaminan hidup di hari tua.
Robbins (2010) mengemukakan bahwa semakin lama karyawan bekerja
pada suatu organisasi semakin memberi dia peluang untuk menerima tugas-tugas
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
30
yang lebih menantang, otonomi yang lebih besar, keleluasan bekerja, tingkat
imbalan ekstrinsik yang lebih tinggi dan peluang menduduki jabatan atau posisi
yang lebih tinggi.
Klasifikasi masa kerja adalah 2 - 10 tahun (advancemen stage) dan masa
kerja di atas 10 tahun (maintenance stage) (Seniati,2004). Sedangkan Cahyono
(2012) mengklasifikasikan masa kerja yaitu masa kerja 3-6 tahun dan lebih dari 6
tahun.
2.3 Konsep Jadwal Kerja Tenaga Kesehatan
2.3.1 Pengertian Jadwal Kerja Tenaga Kesehatan
Pengertian jadwal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) adalah
pembagian waktu berdasarkan rencana pengaturan urutan kerja, daftar atau tabel
kegiatan atau rencana kegiatan dengan pembagian waktu pelaksanaan yang terperinci.
Menurut Landy dalam Muchinsky (1997) mengemukakan jadwal kerja shift adalah
adanya pengalihan tugas atau pekerjaan dari satu kelompok karyawan pada kelompok
karyawan yang lain. Sementara itu Gordon dan Henifin yang dikutip Muchinsky
(2007) mengatakan bahwa kerja shift adalah jadwal kerja yang menggunakan jam
kerja yang tidak seperti biasanya, akan tetapi jam kerja tetap dimulai dari pukul 07.00
-
09.00
pagi. Sedangkan menurut Suma’mur (1994), shift kerja merupakan pola waktu
kerja yang diberikan pada tenaga kerja untuk mengerjakan sesuatu oleh perusahaan
dan biasanya dibagi atas kerja pagi, sore dan malam.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
31
2.3.2 Pengaturan Jadwal Kerja
Dalam dunia pekerjaan terdapat macam jenis program yang menyangkut
pembagian jadwal pekerjaan . Program ini memberikan pembagian jadwal kerja yang
fleksibel yaitu :
1. Program flextime dan program keterlibatan karyawan. Program flextime
merupakan program penjadwalan kerja yang mengizinkan pengaturan jadwal
kerja yang lebih fleksibel.
Contoh :
a. Pemanfaatan kerja mingguan program ini memberikan beban pekerjaan yang
lebih sedikit dalam kerja harian dalam seminggu.
b. Berbagi pekerjaan program ini memungkinkan seorang karyawan untuk
membagi pekerjaan yang sama terhadap karyawan yang lain, hal ini
disebabkan waktu pekerjaan ataupun beban pekerjaan yang berat.
2. Program keterlibatan karyawan meliputi :
a. Perluasan pekerjaan
Program ini memungkinkan seorang karyawan untuk memgembangkan
bidang pekerjaan yang telah dipercayakan kepadanya.
b. Rotasi pekerjaan
Program ini memungkinkan seorang kayawan atau secara kelompok dapat
berganti secara periodik dalam satu bidang pekerjaan
Contoh : Kelompok 1 karyawan operasional yang terlibat dalam 5 jenis
tugas yang berbeda, maka setiap karyawan dalam kelompok dapat berfokus
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
32
pada satu tugas perminggu dan selanjutnya berganti ke pekerjaan yang lain
(www.hiukencana.wordpress.com).
Menurut Duchon yang dikutip Timpe (2002) membagi jadwal shift kerja
menjadi :
1. 8 jam : terdiri dari shift pagi, shift siang dan shift malam
2. 12 jam : terdiri dari shift pagi dan shift malam
Selanjutnya Duchon yang dikutip Timpe (2002) juga menambahkan bahwa
shift kerja tersebut memiliki rotasi yang merupakan pergantian jadwal kerja antara
karyawan yang satu dengan karyawan yang lainnya. Ada dua bentuk rotasi, yaitu :
1. 4 – 4 yaitu jadwal shift kerja 4 hari kerja dan 4 hari libur.
2. 2 – 3 – 2 yaitu jadwal shift kerja 2 hari kerja, 3 hari libur dan 2 hari kerja.
Landy dalam Muchinsky (1997) melakukan penelitian dimana terdapat
beberapa fakta bahwa pekerja yang sering berpindah-pindah dari satu shift ke shift
lainnya mengalami efek-efek kelambanan tergantung dari arah mana mereka mulai
bekerja. Meers, Maasen dan Verhaagen (dalam Muchinsky, 1997) melaporkan bahwa
karyawan shift mengalami penurunan kesehatan selama 6 bulan pertama kerja dan
penurunan menjadi semakin berat setelah 4 tahun. Banyak efek-efek psikologis dan
sosial kerja shift dikarenakan tidak cocoknya jadwal karyawan dengan jadwal
lainnya. Karena itulah, karyawan yang bekerja malam dan tidur pada pagi hari
mungkin siap untuk bersosialisasi pada sore hari. Sayangnya, hanya sedikit orang
yang ada disekitarnya dan ketika keluarganya sedang beraktivitas, karyawan pekerja
shift menggunakan waktunya untuk tidur dan beristirahat.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
33
Menurut Bohle dan Tilley (2002), kerja dengan sistem shift ternyata
memberikan dampak terhadap karyawan yang dapat mempengaruhi, yaitu :
1. Quality of life
Shift kerja memiliki dampak terhadap kualitas kehidupan dari individu atau
karyawan yang bekerja dengan sistem shift. Hal tersebut berkaitan dengan
masalah kesehatan, kebiasaan makan, kebiasaan tidur (circadian rhytms), stres,
dan juga hubungan interpersonal dalam kehidupan sosial individu.
2. Performance
Dampak shift kerja pada karyawan terlihat dari performance mereka selama
melakukan pekerjaan. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana tingkat absensi
karyawan, kecelakaan kerja yang terjadi dan juga kinerja karyawan.
3. Fatigue
Pada umumnya karyawan yang bekerja dengan sistem shift lebih sering
mengeluh mengenai kelelahan dalam bekerja. Hal tersebut merupakan pemicu
utama yang dapat menyebabkan karyawan stres dalam bekerja.
Jadwal shift yang paling nyata menunjukkan dampak ini adalah jadwal shift
malam hari. Grandjean (1988) menyatakan bahwa hal ini terjadi karena bekerja pada
malam hari dapat menyebabkan fungsi tubuh mengalami penurunan dan organisme
mengalami pemulihan dan pembaharuan energi (trophotropic phase), sedangkan
selama siang hari seluruh organ dan fungsi tubuh siap untuk melakukan aktivitas
(ergotropic phase).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
34
Muchinsky (2007) mengungkapkan bahwa karyawan yang bekerja dengan
sistem shift mengalami banyak masalah psikologis dan penyesuaian sosial.
Kebanyakan masalah psikologis dihubungkan dengan gangguan irama sirkulasi,
bahwa tubuh telah terprogram untuk mengikuti ritme tertentu. Shift kerja ini
mengganggu ritme tidur, makan dan percernaan serta ritme bekerja karyawan,
sehingga karyawan sering mengeluh kurang tidur, kurang nafsu makan dan mudah
marah.
Penelitian Faisal (2010) menunjukkan terdapat hubungan antara faktor jadwal
kerja, motivasi dengan kinerja perawat. Hubungan ini dapat menjadi acuan dalam
peningkatan kinerja perawat dengan cara memperbaiki faktor-faktor tersebut.
Peningkatan kinerja perawat pada akhirnya akan meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan pada pasien dan tingkat kepuasan pasien.
2.4 Konsep Puskesmas
2.4.1 Pengertian Puskesmas
Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan fungsionil yang merupakan
pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta
masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Depkes RI, 2010).
Sedangkan Ridlo (2008) mendenfinisikan Puskesmas adalah suatu unit
organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan yang berada di garda
terdepan dan mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan,
yang melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
35
terpadu untuk masyarakat di suatu wilayah kerja tertentu yang telah ditentukan secara
mandiri dalam menentukan kegiatan pelayanan namun tidak mencakup aspek
pembiayaan.
2.4.2 Kedudukan Dan Fungsi Puskesmas
Departemen Kesehatan RI (2014) mengemukakan terkait Puskesmas yang
diuraikan sebagai berikut :
1. Kedudukan Puskesmas
a. Kedudukan dalam bidang administrasi, Puskesmas merupakan perangkat
Pemda/Kota dan tanggungjawab langsung baik secara teknis medis maupun
secara administratif kepada dinas kesehatan kota.
b. Dalam hirarki pelayanan kesehatan, sesuai sistem kesehatan nasional maka
Puskesmas berkedudukan pada tingkat fasilitas kesehatan pertama.
2. Fungsi Puskesmas
a. Penyelenggaraan usaha kesehatan masyarakat tingkat pertama di wilayah
kerjanya.
b. Penyelenggaraan usaha kesehatan perseorangan tingkat pertama di wilayah
kerjanya.
Dalam menyelenggarakan penyelenggaraan usaha kesehatan masyarakat
tingkat pertama di wilayah kerjanya, Puskesmas berwenang untuk :
1. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat
dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
2. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
36
3. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat
dalam bidang kesehatan.
4. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama
dengan sektor lain terkait.
5. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat.
6. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas.
7. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
8. Melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi terhadap akses, mutu dan
cakupan pelayanan kesehatan.
9. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit.
Dalam menyelenggarakan penyelenggaraan usaha kesehatan perseorangan
tingkat pertama di wilayah kerjanya, Puskesmas berwenang untuk :
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu.
2. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif
dan preventif.
3. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
37
4. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan
keselamatan pasien, petugas dan pengunjung.
5. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja
sama inter dan antar profesi.
6. Melaksanakan rekam medis.
7. Melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi terhadap mutu dan akses
pelayanan kesehatan.
8. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan
9. Mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama di wilayah kerjanya.
10. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem
rujukan.
2.4.3 Stratifikasi Puskesmas
Stratifikasi Puskesmas adalah upaya untuk melaksanakan penilaian prestasi
kerja Puskesmas dalam rangka perkembangan fungsi Puskesmas sehingga pembinaan
dalam rangka perkembangan fungsi Puskesmas dapat dilaksanakan lebih terarah. Hal
ini dapat menimbulkan gairah kerja, rasa tanggungjawab dan kreatifitas kerja yang
dinamis melalui perkembangan falsafah mawas diri. Ruang lingkup stratifikasi
Puskesmas dikelompokkan dalam empat aspek yaitu :
1. Hasil kegiatan Puskesmas dalam bentuk cakupan masing-masing kegiatan
2. Hasil dan cara pelaksanaan manajemen kesehatan
3. Sumber daya yang tersedia di Puskesmas
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
38
4. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi pencapaian hasil kegiatan Puskesmas.
2.4.4 Sarana Penunjang Puskesmas
Departemen Kesehatan RI (2014) mengemukakan bahwa sebagai sarana untuk
mempermudah Puskesmas dalam melakukan tugasnya, maka Puskesmas ditunjang
dengan unit kegiatan yang lebih sederhana dalam bentuk, diantaranya :
1. Puskesmas Pembantu (Pustu)
Puskesmas pembantu merupakan unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan
berfungsi menunjang serta membantu melaksanakan kegiatan yang dilakukan
Puskesmas dalam masyarakat lingkungan wilayah yang lebih kecil serta jenis dan
kompetensi pelayanan yang disesuaikan dengan kemampuan tenaga dan
saranayang tersedia. Dalam Pelita V, wilayah kerja Puskesmas pembantu
diperkirakan meliputi 2–3 desa dengan sasaran penduduk antara 2500 orang (di
luar Jawa–Bali) hingga 10.000 orang (di perkotaan Jawa–Bali). Puskesmas
pembantu merupakan bagian integral dari Puskesmas, dengan kata lain
Puskesmas juga meliputi Puskesmas pembantu yang ada di wilayah
kerjanya.Tugas pokok Puskesmas pembantu adalah menyelenggarakan sebagian
program kegiatan Puskesmas sesuai dengan kompetensi tenaga dan sumber daya
lain yang tersedia.
2. Puskesmas keliling (Pusling)
Puskesmas keliling adalah merupakan tim pelayanan kesehatan Puskesmas
keliling, terdiri dari tenaga yang dilengkapi dengan kendaraan bermotor/roda
4/perahu bermotor, peralatan kesehatan, peralatan komunikasi yang berasal dari
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
39
Puskesmas. Puskesmas keliling berfungsi untuk menunjang dan membantu
kegiatan pelaksanaan program Puskesmas dalam wilayah kerjanya yang belum
terjangkau atau lokasi yang sulit dijangkau oleh sarana kesehatan.
3. Bidan yang bertugas di desa
Bidan desa adalah tenaga bidan yang ditempatkan di desa dalam rangka
meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan Puskesmas, bidan desa
mempunyai wilayah kerja 1 – 2 desa dengan jumlah penduduk rata – rata 3000
orang /desa dan bertanggungjawab kepada kepala Puskesmas.
Tugas utama bidan tersebut adalah membina peran serta masyarakat
dalam Posyandu dan pembinaan kelompok persepuluhan, membina kelompok
kader dasa wisma, membantu persalinan di rumah – rumah, mengadakan rujukan.
Disamping memberi pelayanan langsung di Posyandu dan pertolongan persalinan
di rumah. Selain itu sebagai tugas khusus, bidan desa bertanggung jawab atas
program Kesehatan Ibu dan Anak serta program Keluarga Berencana di wilayah
kerjanya. Dalam keadaan tertentu, misalkan letak Puskesmas yang jauh dari
rumah sakit, sulitnya keadaan medan Puskesmas menuju rumah sakit, sulitnya
sarana transportasi menuju rumah sakit, daerah rawan kecelakaan/rawan bencana
dan lain–lain maka Puskesmas dapat diberi ruang tambahan untuk rawat inap
sementara dan fasilitas tindakan operasi terbatas.
4. Puskesmas rawat inap
Puskesmas rawat inap adalah fasilitas tempat perawatan dan ruang tambahan
untuk menolong penderita gawat darurat baik berupa tindakan operatif terbatas
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
40
maupun perawatan sementara. Fungsinya sebagai “Pusat Rujukan Antara ” yang
melayani penderita gawat darurat sebelum dapat dirujuk ke rumah sakit.
2.5. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 2.1
Kerangka Konsep
2.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ada pengaruh umur tenaga kesehatan terhadap kinerja pelayanan di Puskesmas
Mogang Palipi tahun 2016.
2. Ada pengaruh jenis kelamin tenaga kesehatan terhadap terhadap kinerja
pelayanan di Puskesmas Mogang Palipi tahun 2016.
3. Ada pengaruh tingkat pendidikan tenaga kesehatan terhadap kinerja pelayanan di
Puskesmas Mogang Palipi tahun 2016.
4. Ada pengaruh masa kerja tenaga kesehatan terhadap kinerja pelayanan di
Puskesmas Mogang Palipi tahun 2016.
Karakteristik Tenaga
Kesehatan
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Tingkat Pendidikan
4. Masa Kerja
Jadwal Kerja Tenaga
Kesehatan
Kinerja Pelayanan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
41
5. Ada pengaruh jadwal kerja tenaga kesehatan terhadap kinerja pelayanan di
Puskesmas Mogang Palipi Tahun 2016.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA