Post on 04-Dec-2020
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biomassa
2.1.1 Definisi Biomassa
Biomassa merupakan energi terbarukan yang berasal dari derivat ternak
maupun tumbuhan (dapat ditanam ulang) dan dikenal sebagai energi hijau (Kong,
2010).Biomassa merupakan istilah yang digunakan untuk berbagai jenis bahan
organik dalam bentuk pada yang dapat digunakan sebagai bahan bakar, seperti
kayu, arang, kotoran hewan, limbah pertanian, limbah padat lainnya yang dapat
terbiodegradasi (Fisafarani, 2010).
Menurut Handayani (2009), biomassa adalah keseluruhan makhluk hidup
(hidup atau mati), misalnya tumbuh-tumbuhan, binatang, mikroorganisme, dan
bahan organik (termasuk sampah organik). Unsur utama dari biomassa adalah
bermacam-macam zat kimia (molekul) yang sebagian mengandung atom
karbon.Bila kita membakar biomassa, karbon tersebut dilepaskan keudara dalam
bentuk karbon dioksida (CO2).Energi biomassa merupakan energi tertua yang
telah digunakan sejak peradaban manusia dimulai, sampai saat inipun energi
biomassa masih memegang peranan pentingkhususnya didaerah pedesaan.
Biomassa sangat beragam jenisnya yang pada dasarnya merupakan hasil
produksi dari makhluk hidup.Biomassa dapat berasal dari tanaman perkebunan
atau pertanian, hutan, peternakan atau bahkan sampah.Biomassa (bahan organik)
dapat digunakan untuk menyediakan panas, membuat bahan bakar, dan
membangkitkan listrik, hal ini disebut bioenergi. Biomassa sebagai sumber energi
di Indosesia umumnya diperoleh dari :
1. Areal hutan (limbah tebangan, patahan cabang, dan ranting)
2. Pertanian (limbah pertanian)
3. Perkebunan (limbah pasca panen dan limbah pengolahan)
4. Areal pemukiman (pohon,tanaman kayu, tinja dan sampah)
5. Peternakan (kotoran ternak)
6. Limbah (dari beberapa jenis industri)
6
2.1.2 Potensi Biomassa Di Indonesia
Perkebunan dan pertanian merupakan sektor bisnis yang sangat
berkembang di Indonesia, hal tersebut menunjukkan potensi yang cukup tinggi untuk
memenuhi sumber bahan baku pembuat biomassa. Menurut DITJEM EBTKE,
KEMJEN ESDM tahun 2013, telah memetakan potensi penghasil biomassa dari
berbagai sektor yang ada di Indonesia, dari peta tersebut dapat dilihat daerah mana
saja yang memiliki potensi paling tinggi, sehingga dapat dijadikan lokasi produksi
energi biomassa yang lebih efisien. Gambar 2.1 dibawah menunjukkan lokasi-lokasi
dan tingkat potensi bahan baku biomassa secara umum di Indonesia.
Gambar 2.1 Potensi Biomassa di Indonesia
(ZREU, 2000)
Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat lokasi-lokasi dengan tingkat
energi yang dapat dihasilkan dari ketersediaan sumber biomassanya.Energi yang
dapat diperoleh dari biomassa di Indonesia sangat besar yaitu 5.083 MWe, namun
dari sangat besarnya daya yang dihasilkan tersebut masih sangat sedikit energi yang
termanfaatkan. Data dari gambar dibawah dapat dilihat bahwa hanya sebagian kecil
energi yang termanfaatkan dari sekian banyak bahan baku biomassa yang tersedia di
Indonesia.
7
Gambar 2.2 Diagram potensi biomassa dan pemanfaatannya
Gambar diatas menunjukkan bahwa hanya sedikit sekali yang
termanfaatkan, dari 30.000 MWe potensi yang ada, hanya sekitar 850 MWe saja yang
termanfaatkan.Dengan pengelolaan yang baik tentunya angka tersebut dapat berubah
secara signifikan. Selain itu manfaat lain yang dapat dirasakan tentu mengurangi
limbah yang ada di Indonesia.
2.1.3 Kandungan Biomassa
Menurut Kong (2010), terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan sebagai
bahan pertimbangan dalam penggunaan biioomassa, yakni selain aspek ketersediaan
biomassa yang telah dibahas sebelumnya ialah aspek nilai kalori dan kandungan dari
biomassa tersebut (moisture content, ash content, volatile matter, unsur klorin, dan
sebagainya). Dengan mengetahui kandungan yang dimiliki oleh suatu biomasssa
tertentu, maka dapat ditentukan jalur konversi termal (pembakaran langsung, pirolisis,
gasifikasi atau fermentasii) yang paling cocok untuk jenis biomassa tersebut.
Kadar air atau moisture content yang tinggi mengakibatkan biomassa
menjadi sulit terbakar karena dibutuhkan sejumlah kalor laten untuk
menguuapkan air yang terkandung daalam biomassa tersebut dan kalor sensibel
untuk menaikkan suhu. Sedangkan, kadar abu atau ash content yang tinggi
berpengaruh terhadap perancanga garanga (grate) dari kompor. Hal ini juga akan
mengakibatkan timbulnya emisi partikulat yang tinggi dalam pembakaran
sehiingga perlu penanganan khusus untuk abu dan partikulat yang
dihasilkan.Selain itu, abu bersifat inert sehingga mampu mengurangi efisiensi
kalor yang dihasilkan dari bahan bakar (Chigier, 1981).Volatile matter yang tinggi
menunjukkan bahwa biomassa tersebut lebih mudah menyala dan lebih cepat
8
terbakar (Fisafarani, 2010). Kandungan zat volatil ini dapat menguntungkan
dalam hal penyalaan biomassa karena kandungan zat volatil (campuran dari uap
dan gas yang keluar saat proses pirolisis dari biomassa) tersebut dapat melepaskan
secara konveksi maupun radiasi, serta membentuk pori pada permukaan ketika zat
volatil lepas dari permuaan biomassa. Sedangkan karbon tetap (fixed carbon)
yang tinggi menyebabkan semakin tinggi nilai kalori dari suatu biomassa karbon
tetap bertindak sebagai pembangkit utama panas selama pembakaran.
2.3 Kompor Biomassa
Kompor biomassa merupakan kompor berbahan bakar padat.Bahan biomassa
adalah semua yang berasal dari makhluk hidup seperti kayu, tumbuh-tumbuhan,
daun-daunan, rumput, limbah pertanian dan lain-lainnya.Komponen terpenting
biomassa yang digunakan untuk pembakaran adalah selulosa dan ligno-
selulosa.Sejauh ini biomassa padat terutama kayu sudah dimanfaatkan secara
tradisional untuk memasak didaerah pedesaan, baik melalui dapur tradisional maupun
pembakaran langsung.Namun, kualitas pembakaran yang jelek mengakibatkan
efisiensi pembakaran biomassa sangat rendah. Disamping itu, asap pembakaran
mengakibatkan polusi udara yang berbahaya bagi kesehatan. (Rizqiardihatno, 2008).
Berbeda dengan kompor briket arang, penggunaan bahan bakar pada kompor
biomassa tidak perlu mengubah biomassa menjadi arang. Secara kimia, asap
pembakaran tersusun atas gas-gas diantaranya adalah H2, CO, CH4, CO2B, SOx, NOx,
dan uap air. Sebagian gas-gas tersebut, yaitu hydrogen (H2), karbon monoksida (CO),
dan metana (CH4) adalah gas-gas yang dapat terbakar, sehingga dapat dimanfaatkan
menjadi bahan bakar. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan biomassa sebagai
bahan bakar, maka asap yang dihasilkan pada proses pengarangan harus dibakar lagi
untuk kedua kali dan menghasilkan api yang mempunyai nyala yang lebih bersih.
Pada gambar 2.3 dijelaskan struktur kompor biomassa gasifikasi (Sujardi, 2012).
9
Gambar 2.3 struktur kompor biomassa gasifikasi
Sumber :Sujardi, 2012
Komponen dan fungsi bagian-bagian kompor biomassa gasifikasi sebagai berikut :
a. Reaktor
Bagian reaktor berfungsi sebagai tempat bahan bakar biomassa dan tempat
dimana proses gaifikasi dan combustion berlangsung. Bagian reaktor ini terdiri dari
dua lapis silinder seng yaitu tabung luar dan tabung dalam.
b. Lubang udara
Kompor biomassa gasifikasi terdapat dua jenis lubang udara yaitu lubang
udara primer dan lubang udara skunder. Lubang udara primer mempunyai fungsi
membantu proses pembakaran gasifikasi yang akan menghasilkan gas. Lubang udara
skunder mempunyai fungsi pembentukan gas yang dihasilkan dari proses gasifikasi
biomassa.
c. Burner
Burner berfungsi sebagai tempat berlangsungnya pembakaran gas hasil
gasifikasi yang digunakan untuk memasak, burner juga merupakan tempat masuknya
udara skunder untuk membantu pembakaran gas.Karena itu burner juga tempat
menaruh wajan atau panci.
Menurut Sugiyanto (2010) besarnya energi yang dihasilkan oleh pembakaran suatu
bahan bakar tergantung pada :
1. Kandungan Karbon
Semakin besar kandungan karbon dalam suatu bahan, makin baik fungsi
bahantersebut sebagai bahan bakar karena akan menghasilkan energi yang lebih
besar.
10
2. Pembakaran Sempurna (complete combustion)
Pembakaran disebut sempurna bila seluruh unsur karbon yang bereaksi
denganoksigen menghasilkan hanya CO2. Pembakaran yang tidak sempurna
akanmenghasilkan zat arang (C), gas CO, CO2, atau O. Secara umum,
pembakaranbiomassa dengan oksigen dapat dilukiskan sebagai berikut:
3. Pembakaran Habis
Pembakaran bahan bakar disebut pembakaran habis (habis terbakar) bila
seluruhkar 2 +
H2O
2.4 Pelet
Pelet adalah gumpalan yang terbuat dari bahan lunak yang dikeraskan.Pelet
merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang memiliki prospek bagus untuk
dikembangkan. Karena selain dari proses pembuatannya yang mudah,
ketersediaan bahan bakunya juga mudah didapat Pelet dibuat dengan menekan
dan mengeringkan campuran bahan menjadi blok yang keras. Metode ini umum
digunakan untuk bahan yang memiliki nilai kalori rendah atau serpihan bahan
biomassa agar memiliki tambahan nilai jual dan manfaat.Pelet dapat digunakan di
industri dan rumah tangga.
Gambar 2.4 Pelet pulai dan serbuk pelepahsawit
(Sumber: Zulfikar, 2018).
2.5 Nilai Kalor Bahan Bakar
Nilai kalor didefinisikan sebagai jumlah satuan panas yang dihasilkan per
satuan bobot dari proses pembakaran yang cukup oksigen dari suatu bahan yang
mudah terebakar. Jumlah panas yang dihasilkan saat bahan menjalani pembakaran
sempurna ataudikenal sebagai kalor pembakaran. Nilai kalor ditentukan melalui
11
rasiokomponen dan jenisnya serta rasio unsur didalam biomassa itu
sendiriterutama kadar karbon. Besarnya nilai kalor setara dengan jumlah
komponen yang terdapat dalam kayu. Nilai kalor kayu terutama ditentukan oleh
berat jenis dan kadar air kayu Nilai kalor sangat menentukan kualitas pelet.
Semakin tingginilai kalor, maka semakin baik kualitas pelet yang
dihasilkan.Pengujian terhadap nilai kalor bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana nilai panas pembakaran yang dihasilkan oleh pelet. Pengujian nilai kalor
menggunakan alat Calorimeter Bomb
Hasil pengujian nilai kalor setiap eksperimen, yaitu untuk mengetahui
hubungan dan hasil dari pengujian nilai kalor briket dengan variasi pencampuran
serbuk kayu dan lateks.dari data di atas nilai kalor yang tertingi dari data
eksperimen pertama (50-50) nilai kalor (cal/gr)6300.5 (Anang Prasetyo,2015).
Tabel 2.1 Tabel nilai kalor bahan bakar pelet
Sumber : Masariuslaia, 2018
2.6 Analisis Proximate dan Ultimate
Untuk mengetahui karateristik, sifat fisis, sifat kimia dan fuel properties
suatu biomassa dapat dilakukan dengan analisis Proximatedan Ultimate. Analisis
Proximate bertujuan untuk mengetahui komponen volatil, karbon tetap, dan abu
suatu biomassa.Sedangkan analisis Ultimate bertujuan untuk mengetahui
komposisi kimia dan HHV (Higher Heating Value) dari suatu biomassa. Karena
biomassa memiliki sifat yang bervariasi, maka analisis biasanya dilakukan pada
basis kering (Reed dan Das ; 1988)
12
Tabel 2.2 Data analisis Proximate PelepahKelapaSawit
Sumber : Fiseha. M. G et al., 2014
Tabel 2.3 Panaslatendanperubahansuhu
Sumber :http://www.scribd.com/doc/49093686/ ,Wikipedia
2.7 Teknologi Gasifikasi
Teknologi gasifikasi biomassa merupakan teknologi yang relatif sederhana
dan mudah pengoperasiannya serta secara teknik maupun ekonomi adalah layak
untuk dikembangkan.Teknologi gasifikasi biomassa sangat potensial menjadi
teknologi yang sepadan untuk diterapkan di berbagai tempat di Indonesia.
Gasifikasi adalah suatu proses perubahan bahan bakar padat secara termo kimia
menjadi gas, dimana udara yang diperlukan lebih rendah dari udara yang
digunakan untuk proses pembakaran. Selama proses gasifikasi reaksi kimia utama
yang terjadi adalah endotermis (diperlukan panas dari luar selama proses
berlangsung). Media yang paling umum digunakan pada proses gasifikasi ialah
udara dan uap. Produk yang dihasilkan dapat dikategorikan menjadi tiga bagian
13
utama, yaitu padatan, cairan (termasuk gas yang dapat dikondensasikan) dan gas
permanen. Gas yang dihasilkan dari gasifikasi dengan menggunakan
udaramempunyai nilai kalor yang lebih rendah tetapi disisi lain proses operasi
menjadi lebih sederhana (Sujardi, 2012).
Menurut Lubwama (2010), Gasifikasi terdiri dari empat tahapan terpisah:
pengeringan, pirolisis, oksidasi/pembakaran dan reduksi. Keempat tahapan ini
terjadi secara alamiah dalam proses pembakaran. Gasifikasi keempat tahapan ini
dilalui secara terpisah sedemikian hingga dapat menginterupsi api dan
mempertahankan gas mudah terbakar tersebut dalam bentuk gas serta mengalirkan
produk gasnya ke tempat lain. Salah satu cara untuk mengetahui proses yang
berlangsung pada gasifier jenis ini adalah dengan mengetahui rentang temperatur
masing-masing proses.
2.8 Efisiensi Pembakaran dan Thermal
Efisiensi pembakaran yaitu besaran yang menyatakan tingkat
kesempurnaan proses pembakaran yang ditandai oleh minimnya gas karbon
monoksida (CO) di dalam gas hasil bakar. Efisiensi pembakara dihitung
konsentrasi karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2) di dalam gas
hasil bakar. Berikut persamaan efisiensi pembakaran:
𝑆𝑐=𝑁𝐶𝑂2𝑁𝐶𝑂
Keterangan:
N : fraksi massa dari masing-masing gas
Nilai efisiensi energi kompor berbahan bakar biomassa adalah berapa nilai panas
sensibel dan panas latennya dibagi dengan nilai energi bahan bakar biomassa yang
terpakai. Persamaan matematis efesiensi termal kompor biomassa adalah sebagai
berikut:
𝜂𝑇=𝑚𝑎𝐶𝑝Δ𝑇+Δ𝑚𝑎𝐿Δ𝑚𝑘𝐿𝐻𝑉
Keterangan :
ma : massa air (dalam kilogram);
Cp : 4180 J/(0C kg) adalah kalor jenis air;
ΔT : selisih suhu akhir air terhadap suhu awal air;
Δma : massa air yang menguap;
14
L : kalor penguapan air;
Δmk : massa bahan bakar yang telah dibakar/digunakan;
LHV : nilai kalor netto bahan bakar (SNI 7926:2013)
Panas sensibel ialah jumlah energi panas yang digunakan untuk menaikkan
temperatur air, sedangkan panas laten yaitu jumlah energi panas yang digunakan
untuk menguapkan air (Makino, 1992).
Gambar 2.5 Rangkaian peralatan untuk uji efisiensi dan emisi
Sumber : (SNI 7926:2013)
2.9 Analisis Proximate dan Ultimate
Untuk mengetahui karateristik, sifat fisis, sifat kimia dan fuel properties
suatu biomassa dapat dilakukan dengan analisis Proximatedan Ultimate. Analisis
Proximate bertujuan untuk mengetahui komponen volatil, karbon tetap, dan abu
suatu biomassa.Sedangkan analisis Ultimate bertujuan untuk mengetahui
komposisi kimia dan HHV (Higher Heating Value) dari suatu biomassa. Karena
biomassa memiliki sifat yang bervariasi, maka analisis biasanya dilakukan pada
basis kering (Reed, 1981)
15
2.10 Uji Performa dan Evaluasi Operasi Kompor
2.10.1 Parameter Evaluasi Operasi Kompor
Berikut ini merupakan parameter yang pada umumnya digunakan sebagai
ukuran dalam evaluasi performa suatu kompor gas-biomassa (Belonio, 2005):
a) Waktu startup
Parameter ini merupakan waktu yang diperlukan untuk menyalakan bahan
bakar sehingga gas-gas pirolisis diproduksi, diukur dari penyalaan awal dengan
pembakaran potongan kertas hingga timbulnya gas-gas pirolisis yang dihasilkan.
b) Waktu operasi
Parameter ini merupakan durasi waktu sejak gas-gas pirolisis timbul hingga
tidak Nampak lagi gas tersebut diproduksi (berhentinya produksi gas ditunjukkan
dengan padamnya api karena volatile matter dalam bahan bakar habis dan hanya
tinggal char saja).
c) Total waktu operasi
Parameter ini merupakan hasil penjumlahan waktu start up dan waktu
operasi.
d) Laju konsumsi bahan bakar (Fuel Consumption Rate/FCR)
Parameter ini merupakan jumlah bahan bakar biomassa yang diperlukan
dibagi dengan waktu operasi
e) Laju gasifikasi spesifik (Specific GasificationRate/SGR)
Parameter ini merupakan jumlah bahan bakar biomassa yang diperlukan per
satuan waktu per satuan luas reactor gasifikasi.
f) Laju zona pembakaran (Combustion Zone Rate/CZR)
Parameter ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk zona pembakaran
bergerak menurun di sepanjang reaktor, dimana tinggi reactor dibagi dengan waktu
operasi didapatkan laju zona pembakaran.
g) Waktu pendidihan
Parameter ini merupakan waktu yang diperlukan untuk mendidihkan sejumlah
air dengan massa tertentu, diukur sejak panic diletakkan di atas kompor hingga air
mencapai suhu 100oC.
h) Kalor sensibel
Parameter ini merupakan jumlah energy kalor yang dibutuhkan untuk
meningkatkan suhu air, dihitung sebelum dan sesudah air mencapai suhu 100oC.
16
i) Kalor laten
Parameter ini merupakan jumlah energy kalor yang dibutuhkan untuk
menguapkan air (mengubah wujud air dari cair menjadi uap).
j) Energi kalor yang masuk (Heat EnergyInput)
Parameter ini merupakan jumlah energy kalor yang terdapat di dalam bahan
bakar.
k) Efisiensi termal
Parameter ini merupakan perbandingan antara jumlah energy kalor yang
dibutuhkan untuk mendidihkan dan menguapkan air terhadap jumlah energy kalor
yang terdapat di dalam bahan bakar.
l) Daya yang masuk (Power Input)
Parameter ini merupakan jumlah energi yang disuplai kekompor
berdasarkan jumlah bahan bakar yang dikonsumsi.
m) Daya yang keluar (Power Output)
Parameter ini merupakan jumlah energi yang dilepaskan oleh kompor
untuk memasak.
n) Persentase charyangdiproduksi
Parameter ini merupakan perbandingan antara jumlah char yang
diproduksi terhadap jumlah bahan bakar yang digunakan.
2.10.2 Uji Efisiensi Termal dengan Metode WBT
Metode WBT yang dikembangkan oleh VITA (Volunteers in Technical
Assistance), Amerika Serikat.Secara garis besar, metode WBT menghasilkan rasio
perbandingan kalor yang dihasilkan oleh bahan bakar terhadap kalor yang
diterima oleh air untuk menaikkan suhunya dan menguapkannya (Rizqiardihatno,
2008).Metode tersebut sangat sederhana dan mudah diaplikasikan, serta data yang
dibutuhkan pun relative singkat namun menunjukkan hasil yang relative
akurat.Secara umum, WBT dilakukan dalam tiga tahap.
Tahap pertama disebut uji high power (cold start), dimana penguji menggunakan
kompor pada suhu ruang dan sejumlah bahan bakar untuk mendidihkan sejumlah
air dalam sebuah panic standar.Untuk pengujian tahap berikutnya digunakan panci
yang baru.
17
Tahap kedua disebut uji high power (hot start), di mana air dididihkan dengan
kompor yang telah panas dengan tujuan untuk mengidentifikasi perbedaan daya
guna kompor ketika dingin dan ketika panas.
Kemudian, tahap ketiga adalah uji low power (simmering), dimana penguji
menggunakan panic dan air yang telah dididihkan pada tahap kedua. Dengan
menggunakan sejumlah bahan bakar, air yang telah mendidih tersebut dipanaskan
selama 45 menit dan suhu air harus tetap terjaga sekitar 3oC di bawah titik didih.
Tujuan dari tahap ketiga ini ialah menguji kemampuan kompor untuk
memanaskan air dengan menggunakan bahan bakar seminimal mungkin
(Handayani, 2009; Suhartini, 2010). Perhitungan efisiensi termal kompornya
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
TE = QS+QLx100 Qin
Dimana :
TE : efesiensi termal (%)
QS : panas sensible (W)
QL : panas laten (W)
Qin : energi panas tersedia dalam bahan bakar (W)
Dengan demikian, parameter efisiensi termal dalam perancangan kompor
gas-biomassa dapat diukur secara kuantitatif melalui metode WBT ini. Adapun
pengukuran efisiensi termal dengan metode WBT perlu dilakukan karena
berkaitan dengan sisi aplikatif kompor gas-biomassa, yang dimaksud sisi aplikatif
di sini adalah alangkah baiknya apabila kompor gas-biomassa yang dirancang
dalam penelitian ini tidak hanya baik dari segi kesehatan pengguna, yakni dengan
emisi gas CO yang rendah, tetapi juga dengan efisiensi termal yang tinggi mampu
digunakan sesuai dengan fungsinya, yakni untuk memasak dengan lebih cepat
(Suhartono, 2018).