Post on 30-Jan-2021
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
.
A. PeranPerawat
1. Definisi Peran perawat
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang
sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap,
perilaku,nilai dan tujuan yang diharapkan diri seseorang berdasarkan
posisisnya dimasyarakat(Hidayat, 2006). Sedangkan Menurut Hartanti (2013)
mendefenisikan peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran
adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi social
tertentu (Mubarak, 2012).
Perawatan kesehatan keluarga adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan pada
keluarga sebagai unit pelayanan untuk mewujudkan keluarga yangsehat.
Fungsi perawat membantu keluarga untuk menyelesaikan masalahkesehatan
dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga melakukanfungsi dan tugas
perawatan kesehatan keluarga.Peran perawat dalam melakukan perawatan
kesehatan keluarga adalahsebagai berikut:
a. Sebagai pendidik
Perawat memberikan berbagai informasi dalam membantu keluarga dalam
meningkatkan tingkat pengetahuan tentang penanggulangan TB paru, cara
penularan tuberkulosis, tujuan pengobatan tuberkulosis, tanda dan gejala
tuberkulosis bahkan tindakan yang diberikan perawat, sehingga terjadi
perubahan perilaku dari kelurga setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
Melalui pendidikan ini di upayakan keluarga tidak lagi mengalami
kesulitan yang sama dan dapat mengubah perilaku yang tidak sehat
Sedangkan menurut Supartini (2004), perawat berperan sebagai pendidik
baik secara langsung dengan memberi penyuluhan/pendidikan kesehatan
8
pada keluarga maupun secara tidak langsung dengan menolong keluarga
dalam pencegahan tuberklosis paru.
b. Koordinator
Koordinasi diperlakukan pada perawatan agar pelayanan
komprehensivedapat dicapai.Koordinasi juga diperlukan untuk mengatur
programkegiatan atau terapi dari berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi
tumpangtindih dan pengulangan.
c. Pelaksana
Perawat dapat memberikan perawatan langsung kepada klien dankeluarga
dengan menggunakan metode keperawatan.
d. Pengawas kesehatan
Sebagai pengawas kesehatan harus melaksanakanhome visite yang teratur
untuk mengidentifikasi dan melakukan pengkajian tentang
kesehatankeluarga.
e. Konsultan
Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi
masalahkesehatan. Agar keluarga mau meminta nasehat kepada
perawat,hubungan perawat dan klien harus terbina dengan baik,
kemampuan perawat dalam menyampaikan informasi dan kualitas dari
informasi yangdisampaikan secara terbuka dan dapat dipercaya.
f. Kolaborasi
Bekerja sama dengan pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dananggota
tim kesehatan lain untuk mencapai kesehatan keluarga yangoptimal
g. Fasilitator
Membantu keluarga dalam menghadapi kendala seperti masalah
sosialkonomi, sehingga perawat harus mengetahui sistem pelayanan
kesehatanseperti rujukan dan penggunaan dana sehat.
h. Penemu kasus
Menemukan dan mengidentifikasi masalah secara dini di
masyarakatsehingga menghindarkan dari ledakan kasus atau wabah
9
B. Tuberkulosis
1. Pengertian Tuberkulosis paru
Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru
yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan
nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
penderita kepada orang lain (Wahid, 2013).Tuberkulosis merupakan infeksi
bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai
oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh
hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-mediated hypersensitivity).
Kuman tuberkulosis jika terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2
jam, selain itu kuman tersebut akan mati oleh tinctura iodi selama 5 menit dan
juga oleh ethanol 80% dalam waktu 2 sampai 10 menit serta oleh fenol 5%
dalam waktu 24 jam. Mycobakterium tuberculosis seperti halnyabakteri lain
pada umumnya, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan
kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri dan
merupakan hal essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel
bakteri.Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk
bakteri-bakteri patongen termasuk tuberkulosis.
Mycobakterium tuberculosis memiliki rentan suhu yang disukai, merupakan
bakteri mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang 25-40 C, tetapi akan
tumbuh secara optimal pada suhu 31-37 C. Pengetahuan mengenai sifat-sifat
tersebut agent sangat penting untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit,
sifa-sifat tersebut termasuk ukuran, kemampuan berkembang biak, kematian
agent atau daya tahan tehadap pemanasan atau pendinginan.TBC merupakan
salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah(Alsagaf, Mukty.2008:2).
10
2. Patogenesis
Patogenesis Tuberkulosis Paru adalah implantasi kuman terjadi pada
respiratory bronchial atau alveoli yang selanjutnya akan berkembang sebagai
berikut:
a. Fokus primer – kompleks primer – sembuh pada sebagian besar atau
meluas – tuberkulosis primer
b. Dari kompleks primer yang sembuh terjadi reaktivasi kuman yang tadinya
dormant pada fokus primer, reinfeksi endogen – tuberkulosis paska primer
penyebaran kuman dalam tubuh penderita dapat melalui 4 cara, yaitu :
1) Lesi yang meluas
2) Aliran limfa (limfogen)
3) Melalui aliran darah (hematogen) yang dapat menimbulkan
lesituberkulosis ekstra paru, antara lain pleura, selaput otak, ginjal,
dan tulang (Suprapto, 2013).
3. Epidemiologi
TBC kembali muncul ke permukaan sebagai pembunuh utama oleh satu jenis
kuman.Di dunia diperkirakan terdapat 8 juta orang terserang TBC dengan
kematian 3 juta orang.Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia, jumlah
penderita TBC meningkat. Menurut WHO, kematian wanita karena TBC lebih
banyak daripada kematian karena kehamilan, bersalin dan nifas. Oleh karena
itu, WHO mencanangkan kedaruratan global pada tahun 1993 karena
diperkirakan ¼ penduduk dunia telah terinfeksi kuman TBC ( Notoadmodjo,
2007).
Penyakit TBC cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan.Menurut Herryanto(2010),penelitian yang sudah
dilakukan sebelumnya di Rumah sakit (pemerintah dan swasta) yang ada di
kabupaten dan kota Bandung di temukan peningkatan dua kali lipat resiko TB
Aktif pada perokok baik pada laki-laki sekitar 54,5% dan perempuan 45,5%.
Pada jenis kelamin laki-laki, penyakit ini lebih tinggi terjadi karena merokok
11
(tembakau) dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh dan lebih mudah
terpapar dengan agent penyakit Tuberculosis (Hiswani, 2010).
4. Klasifikasi
Tuberkulosis Paru pada manusia dapat dijumpai dalam 2 bentuk , yaitu :
a. Tuberkulosis primer:Bila penyakit terjadi pada infeksipertama kali
b. Tuberkulosis paska primer :Bilapenyakit timbul setelah beberapa waktu
seseorang terkena infeksi dan sembuh.
Tuberkulosis Paru ini merupakan palingsering ditemukan.Dengan
terdapatnyakuman dalam dahak, penderita merupakan sumber penularan
(Notoadmodjo, 2007).
5. Manifestasi Klinis
Secara rinci tanda dan gejala Tuberkulosis Paru ini dapat dibagi atas 2 (dua)
golongan yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik.
a. Gejala sistemik:
1) Demam
Demam merupakan gejala pertama dari Tuberkulosis Paru, biasanya
timbul pada sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip
demam influenza yang segera mereda.Tergantung dari daya tahan
tubuh dan virulensi kuman, serangan demam yang berikut dapat
terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan. Demam seperti influenza ini
hilang dan semakin lama makin panjang masa serangan, sedangkan
masa bebas serangan akan makin pendek. Demam dapat mencapai
suhu tinggi yaitu 400 -410C.
2) Malaise
Karena Tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa
tidak enak badan , pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin
kurus, sakit kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang
dapat terjadi gangguan siklus haid.
12
b. Gejala Respiratorik:
1) Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronchus.
Batuk mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkhus, selanjutnya
akibat adanya peradangan pada bronchus, batuk akan menjadi
produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang produk-
produk ekskresi peradangan.Dahak dapat bersifat mukoid atau
purulen.
2) Batuk darah
Batuk berdarah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah.Berat dan
ringannya batuk darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah.
3) Sesak nafas
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan
paru yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah
ditemukan
4) Nyeri Dada
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura
terkena, gejala ini dapat bersifat local atau pleuritik (Halim, 2012).
6. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul pada klien Tuberkulosis Paru dapat berupa:
a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena
tersumbatnya jalan napas.
b. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
c. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan
ginjal.
13
7. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologis: Foto rontgen toraks
Tuberkulosis dapat memberikan gambaran yang bermacam-macam pada
foto rontgen toraks, akan tetapi terdapat beberapa gambaran yang
karakteristik untuk tuberkulosis paru yaitu:
1) Apabila lesi terdapat terutama dilapangan diatas paru
2) Bayangan berwarna atau bercak
3) Terdapat kavitas tunggal atau multiple
4) Terdapat klasifikasi
5) Apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru
6) Bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto ulang
beberapa minggu kemudian.
Lesi pada orang dewasa mempunyai predileksi disegmen apikal dan
posterior lobus atas serta segmen apikal lobus bawah. Lesi Tuberculosis
bersifat multiform, yaitu terdapat membran beberapa stadia pada saat yang
sama misalnya terdapat infiltrate, fibrosis dan klasifikasi bersamaan.
Gambaran yang tampak pada foto toraks tergantung dari stadium
penyakit.Pada lesi baru di paru yang berupa sarang pneumonia terdapat
gambaran bercak seperti awan dengan batas yang tidak jelas.Kemudian
pada lesi berikutnya bayangan akan lebih padat dan batas lebih jelas.
Apabila lesi diliputi oleh jaringan ikat maka akan terlihat bayangan bulat
terbatas tegas disebut tuberkuloma. Apabila lesi tuberculosis meluas maka
akan terjadi perkijuan, yang apabila dibatukan akan menimbulkan kavitas.
Kavitas ini akan bermacam-macam bentuknya “multiloculatied”, dinding
tebal dan sklerotis. Bila juga ditemukan atelektasis pada satu lobus bahkan
pada satu paru, kadang - kadang kerusakan yang luas ditemukan pada
kedua paru. Gambaran fibrosis tampak seperti garis-garis yang padat,
sedangkan klasifikasi terlihat sebagai bercak dengan densitas tinggi.
Sering juga dijumpai penebalan yang tersebar merata dikedua
14
paru.Gambaran efusi pleura dan pneumotoraks juga sering menyertai
Tuberkulosis Paru.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah: pada Tuberkulosis Paru aktif biasanya ditemukan peningkatan
leukosit dan Laju Endap Darah (LED)
2) Sputum BTA: pemeriksaan bakteriologik dilakukan untuk
menemukan kuman Mycobacterium Tuberculosis. Pemeriksaan
penting untuk diagnose definitive dan menilai kemajuan klien
dilakukan tiga kali berturut – turut dan biakan / kultur BTA selama 4-
8 minggu.
c. Test Tuberculin (Mantoux Test)
Pemeriksaan ini biasanya diberikan suntikan PPD (Protein Perified
Derivation) secara intra kutan 0.1 cc. Lokasi penyuntikan umumnya pada
½ bagian atas lengan bawah sebelah kiri bagian depan. Penilaian test
tuberculosis dilakukan setelah 48-72 jam penyuntikan dengan mengukur
diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi pada lokasi suntikan.
Indurasi berupa kemerahan dengan hasil sebagai berikut:
1) Indurasi 0-5 mm: negative
2) Indurasi 6-9 mm: meragukan
3) Indurasi > 10 mm: positif (Halim, 2012).
8. Tipe Penderita Tuberkulosis Paru
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatansebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT
(Obat Anti Tuberkulosis) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari
satu bulan (30 dosis harian).
b. Kambuh (Relaps) adalah penderita Tuberkulosis Paru yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis Paru dan telah dinyatakan
15
sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif.
c. Pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang mendapat
pengobatan di suatu kabupaten lain, kemudian pindah berobat ke
kabupaten ini.
d. Pengobatan setelah lalai (Default/Drop-out ) adalah penderita yang sudah
berobat paling kurang 1 bulan dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian
datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan
pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Gagal
1) Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan setelah pengobatan)
atau lebih.
2) Adalah penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan.
f. Kasus Kronis adalah penderita dengan hasil pemeriksaan sputum masih
BTA positif setelah selesai pengobatan ulang ( Imam, 2013).
9. Proses Penularan Tuberkulosis Paru
a. Proses Penularan
Daya penularan dari seorang penderita tuberkulosis paru ditentukan oleh:
1) Banyaknya kuman yang terdapat dalam paru penderita.
2) Penyebaran kuman diudara.
3) Penyebaran kuman bersama dahak berupa doplet dan berada disekitar
penderita tuberkulosis paru.
Kuman Microbakterium Tuberkulosis pada penderita tuberkulosis paru
dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada sediaan dahaknya (BTA
positif) dan sangat infeksius. Sedangkan penderita yang kumannya tidak
dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada sediaan dahaknya (BTA
negatif ) dan sangat kurang menular. Penderita Tuberkulosis Paru dengan
BTA positif mengeluarkan kuman – kuman di udara dalam bentuk droplet
16
yang sangat kecil pada waktu bersin atau batuk.Droplet yang sangat kecil
ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman
tuberkulosis dan dapat bertahan di udara selama beberapa jam.
Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhisap orang lain. Jika
kuman tersebut menetap dalam paru orang yang menghirupnya kuman
mulai membelah diri (berkembang biak) dan terjadi infeksi. Apabila
seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab tuberkulosis akan
berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja,
menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang bertempat
tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian(Notoatmodjo, 2007).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penularan penyakit
Tuberkulosis Paru
Teori John Gordon, mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit
sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), penjamu
(host), dan lingkungan (environmen ).
1) Agent / Bibit penyakit
a) Macam Sumber Penularan
Sumber penularan adalah dahak penderita TB. TB menular
melalui udara bila penderita batuk, bersin dan berbicara dan
percikan dahaknya yang mengandung kuman TBC melayang-
layang di udara dan terhirup oleh orang lain. Umumnya sumber
infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi.
Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak
langsung, serta transmisi kongenital yang jarang terjadi.Penderita
TBC Paru dengan BTA Positif, dapat menularkan kepada 10
orang di sekitarnya.(BTA Positif artinya dalam parunya terdapat
bakteri TB), (Emiliadiasri, 2011).
17
b) Spesies / Kelas Agent
Penyakit TB disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacteria, pada
manusia terutama oleh Mycobacterium tuberculosis.Bakteri
Tuberculosis biasanya menyerang paru-paru (sebagai TB paru)
tetapi TB bisa juga menyerang system syaraf pusat.System
limfatik, system sirkulasi, system genitourinary, tulang,
persendian, dan bahkan kulit.
c) Jumlah agent
Tidak semua orang menjadi sakit walaupun mendapat
infeksi.Status infeksi suatu masyarakat dapat diketahui dengan tes
tuberkulin. Jika tes tuberkulin positif dianggap seseorang telah
terinfeksi oleh basil tuberkulosis
2) Host / Pejamu
a) Kepadatan populasi
Keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan,
lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat
memudahkan penularan tuberkulosis paru.Luas lantai bangunan
rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya
luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan
jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload.Hal ini
tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya
mengkonsumsi oksigen. Bila salah satu anggota keluarga terkena
penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga
yang lain.
b) Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan.
Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara
18
penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh
terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya
berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.
c) Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi
setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu
paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi
terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis
udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama
terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB
Paru.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap
pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap
pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan
kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap
kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang
mempunyai pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi
makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan
bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi
yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit
infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah
dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi
rumah yangdimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga
akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.
d) Umur
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TB. Terdapat 3
puncak kejadian dan kematian :
19
(1) Paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua
penderita,
(2) Paling luas pada masa remaja dan dewasa muda (pada usia
muda atau usia produktif (15–50 tahun)sesuai dengan
pertumbuhan,
(3) Perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada
wanita.
(4) Puncak sedang pada usia lanjut. Pada usia lanjut lebih dari 55
tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat
rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB-
Paru.
e) Jenis Kelamin
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-
laki dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam
periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal
akibat TB-Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan
lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru
dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan.
Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena
merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat
menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah
terpapar dengan agent penyebab TB-Paru.
f) Imunitas
Status gizi seseorang, kondisi kesehatan secara umum, tekanan
fisik-mental dan tingkah laku juga berperan penting dalam
mekanisme pertahanan umum atau imunitas seseorang terhadap
penyakit.Masalah gizi menjadi penting karena perbaikan gizi
merupakan salah satu upaya untuk memutus lingkaran setan
penularan dan pemberantasan TBC di Indonesia.
g) Pendidikan
20
Orang dengan tingkat pengetahuan rendah, terutama tingkat
pengetahuan tentang penyakit yang rendah dan tidak ada
pengalaman sebelumnya tentang TB akan bersifat tidak peduli
dan lalai akan penyakit yang sedang dialami orang tersebut.
3) Environment/ Lingkungan
a) Sanitasi ruangan
Sanitasi ruangan yang baik dapat meminimalisir terjadinya TB,
karena atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang
biakan kuman.Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan
menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan
sebagai media yang baik bagiberkembangbiaknya
kumanMycrobacterium tuberculosis(Emiliadiasri, 2011).
Sanitasi ruangan untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam
m2/orang.Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari
kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia.Untuk rumah
sederhana luasnya minimum 10 m2/orang.Untuk kamar tidur
diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah
penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur
yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur
sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami
istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara
yang cukup, disyaratkan juga langit-langit minimum tingginya
2,75m.
b) Sanitasi Udara
Pengaturan sanitasi udara dengan mengupayakan ventilasi yang
baik (cross ventilation), agar partikel dari orang batuk atau bersin
dapat cepat terdilusi di udara sehingga kandungan bakteri lebih
kecil.
21
(1) Aerasi ruangan
Untuk meningkatkan kadar oksigen di dalam ruangan maka
dibuat ventilasi agar aliran udara lancar. Ventilasi untuk
menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap
segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan
oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya
ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam
rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan
kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya
proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.
Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab
penyakit Tuberkulosis Paru.
(2) Sinar matahari
Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar
matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta
sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni
akan sangat berkurang.
(3) Pencahayaan ruangan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan
luas jendela kaca minimum 20% luas lantai.Jika peletakan
jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat dipasang
genteng kaca.Cahaya ini sangat penting karena dapat
membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya
basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan
masuk cahaya yang cukup (Emiliadiasri, 2011).
22
10. Pencegahan Tuberkulosis Paru
Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat pada
petugas kesehatan (www.library.usu.ac.id).Terdapat beberapa cara untuk
mencegah TBC, yaitu:
a. Pegawasan penderita, Kontak dan Lingkungan
1) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk
dan membuang dahak tidak disembarang tempat. Bila harus meludah,
gunakan tempat seperti tempolong atau kaleng tertutup, untuk
menampung dahak. Cara yang aman untuk menjauhkan dahak Anda
dari orang lain adalah buanglah dahak Anda ke lubang WC, atau
timbun tampungan dahak ke dalam tanah di tempat yang jauh dari
keramaian.
2) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan terhadap bayi
harus diberikan vaksinasi BSG.
3) Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang terinfeksi, pengobatan
khusus TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita
yang kategori berat yang memerlukan pengembangan program
pengobatannya yang karena alasan-alasan sosial ekonomi dan medis
untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.
4) Des-Infeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat,
perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, tempat
tidur, pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
5) Sinar ultraviolet pembasmi bakteri, bisa digunakan di tempat-tempat
di mana sekumpulan orang dengan berbagai penyakit harus duduk
bersama-sama selama beberapa jam (misalnya di rumah sakit, ruang
tunggu gawat darurat). Sinar ini bisa membunuh bakteri yang terdapat
di dalam udara.
23
6) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang
penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang
ditimbulkannya.
7) Isoniazid sangat efektif jika diberikan kepada orang-orang dengan
risiko tinggi TBC, misalnya petugas kesehatan dengan hasil tes
tuberkulin positif, tetapi hasil rontgen tidak menunjukkan adanya
penyakit. Isoniazid diminum setiap hari selama 6-9 bulan.
8) Penderita tidak perlu tidur terpisah dari keluarga selama menjalankan
pengobatan dengan tekun dan teratur.
9) Tidak meludah di sembarang tempat. Sebaiknya meludah di tempat
ludah.
10) Menjemur kasur, bantal dan tempat tidur terutama pagi hari.
11) Immunisasi BCG, diberikan kepada bayi berumur 3-14 bulan.
dapatkan secara Cuma-Cuma di Posyandu atau Puskesmas.
b. Tindakan pencegahan
1) Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor resiko, seperti
kepadatan penghuni, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
2) Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita dan
pengobatan dini bagi penderita, kontak, suppect, perawatan.
3) Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan
terhadap penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai
pencegahan.
4) BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan
perlindungan bagi ibunya dan keluarganya.
5) Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup
udara yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan
sebagainya.
6) Pemeriksaan bakteriologi dahak pada orang dengan gejala TB.Paru
24
7) Pemeriksaan screning dengan tuberculin test pada kelompok beresiko
tinggi, orang-orang kontak dengan penderita, petugas di rumah sakit,
petugas atau guru disekolah, petugas foto rontgen.
8) Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil
pemeriksaan tuberculin test.Menurut dr.Yohannes Y.Laban, langkah
atau cara pencegahan yang paling efektif ialah memutus rantai
penularan, yaitu mengobati penderita sampai benar-benar sembuh
serta melaksanakan pola hidup sehat dan bersih.
11. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Tujuan pengobatan TB adalah:
a. Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan
produktivitas
b. Mencengah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutan.
c. Mencegah kekambuhan
d. Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain
e. Mencegah terjadinya resisten obat serta penularannya.
Pengobatan TB terbagi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan.Pada
umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan.
1) Obat anti tuberkulosis (OAT)
Obat yang dipakai:
a) Jenis obat lini pertama adalah:
INH
Rifampisin
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin
b) Jenis obat lini kedua adalah:
Kanamisin
Kapreomisin
25
Amikasin
Kuinolon
Sikloserin
Etionamid/ Protionamid
Para- Amino Salisilat (PAS)
Obat- obatan yang efikasinya belum jelas (Makrolid, amoksilin +
asam klavulanat, linezolid, clofazimin)
OAT lini keduanya digunakan untuk kasus resisten obat, terutama TB
multidrug resistant (MDR). Beberapa obat seperti kampreomisin,
sikloserin, etionamid belum tersedia pasaran indonesia tetapi sudah
digunakan pada pusat pengobatan TB-MDR. Pengembangan
pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari TB MDR (PDPI, 2011).
2) Panduan obat anti tuberkulosis
Pengobatan TB standar di bagi menjadi
Pasien baru
Panduan obat yang di anjurkan 2HRZE/4HR dengan pemberian
dosis setiap hari. Bila menggunakan OAT program, maka
pemberian dosis setiap hari pada fase intensif di lanjutkan dengan
pemberian dosis tiga kali seminggu dengan DOTS
2HRZE/4H3R3
Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama,
pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji kepekaan secara
individual.
Tuberkulosis paru dan ekstraparu di obati dengan regimen pengobatan
yang sama dan lama pengobatan berbeda yaitu:
Meningitis TB, lama pengobatan 9-12 bulan karena beresiko
kecacatan. Etambutol sebaiknya di gantikan dengan streptomisin.
26
TB tulang, lama pengobatan 9 bulan karena sulit untuk menilai
respons pengobatan(PDPI, 2011).
3) Efek samping oat
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat.Bila efek samping
ringan dapat diatasi dengan obat simtomatis maka pemberian OAT
dapat dilanjutkan (PDPI, 2011).
Tabel 4. Pendekatan berdasarkan masalah untuk penatalaksanaan OAT : (PDPI, 2011).Efek Samping Mayor Obat Tatalaksana Hentikan Obat
penyebab dan rujuksecepatnya
Kemerahan kulit dengan atautanpa gatal
StreptomisinIsoniazidRifampisinPirazinamid
Hentikan OAT
Tuli (bukan disebabkab olehkotoran)
Streptomisin Hentikan streptomisin
Pusing Streptomisisn Hentikan streptomisin
Kuning (setelah penyebab laindisingkirkan), hepatitis
IsoniazidPirazinamidRifampisisn
Hentikan pengobatan TB
Efek samping Minor Obat Teruskan pengobatan,evaluasi dosis obat
Bingung (di duga gangguanhepar berat bila bersamaandengan kuning)
Sebagian besar OAT Hentikan pengobatan TB
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol
Syok, purpura, gagal ginjalakut
Rifampisin Hentikan Rifampisin
Penurunan jumlah urine Streptomisin Hentikan Streptomisisn
27
Tidak nafsu makan, mual dannyeri perut
PirazinamidRifampisinIsoniazid
Hentikan obat bersamaandengan makanan ringan atausebelum tidur dan anjurkanpasien untuk minum obatdengan air sedikit demi sedikit.Apabila terjadi muntah yangterus menerus, atau ada tandaperdarahan segera pikirkansebagai efek samping mayor dansegera rujuk.
Nyeri sendi Pirazinamid Aspirin
Mengantuk Isoniazid Yakinkan kembali, berika obatsebelum tidur.
Urine berwarna kemerahanatau oranye
Rifampisin Yakinkan pasien dan sebaiknyapasien diberi tahu sebelumpengobatan
Sindrom flu (demam,menggigil, malaise, sakitkepala, nyeri tulang)
Dosis Rifampisinintermiten
Ubah pemberian dari intermitenke pemberian harian.
4) Pengobatan suportif
a). Pasien rawat jalan
Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan
klinisnya.Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat,
pasien dapat dilakukan pengobatan rawat jalan.Selain OAT
kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif untuk
meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/
keluhan.Terdapat banyak bukti bahwa perjalanan klinis dan hasil
akhir penyakit infeksi termasuk TB sangat dipengaruhi kondisi
kurangnya nutrisi.Makanan sebaiknya bersifat tinggi kalori
protein, secara umum protein hewani lebih superior dibanding
nabati dalam merumat imunitas. Selain itu bahan mikronutrien
seperti Zink, vitamin D, A,C dan zat besi diperlukan untuk
mempertahankan imunitas tubuh yang berperan penting dalam
melawan TB (PDPI, 2011).
Beberapa rekomendasi pemberian nutrisi untuk penderita TB
adalah:
28
(1) Pemberian makanan dalam jumlah porsi kecil diberikan 6
kali perhari lebih diindikasikan menggantikan porsi biasa tiga
kali perhari
(2) Bahan- bahan makanan rumah tangga, seperti gula, minyak
nabati, mentega kacang, telur dan bubuk susu kering
nonlemak dapat dipakai untuk pembuatan bubur, sup, kuang
daging, atau minuman berbahan kandungan kalori dan
protein tanpa menambah besar ukuran makanan.
(3) Minimal 500-750 ml per hari susu atau yogurt yang
dikomsumsi untuk mencukupi asupan vitamin D dan kalsium
secara adekuat.
(4) Minimal 5-6 porsi buah dan sayuran di komsumsi tiap hari.
(5) Sumber terbaik vitamin B6 adalah jamur, terigu, liver serial,
polong, kentang, pisang.
(6) Alkohol harus dihindarkan karena hanya mengandung kalori
tinggi, tidak memiliki vitamin dan juga dapat memperberat
fungi hepar.
(7) Menjaga asupan cairan yang adekuat (minum minimal 6-8
gelas per hari)
(8) Prinsipnya pada pasien TB tidak ada pantangan.
b) Pasien rawat inap
TB paru disertai keadaan/ komplikasi sebagai berikut:
(1) Batuk darah masif
(2) Keadaan umum buruk
(3) Pneumotoraks
(4) Empiema
(5) Efusi pleura
(6) Sesak nafas berat (bukan karena efusi pleura
Pengobatan suportif/ simptomatis yang diberikan sesuai dengan
keadaan klinis dan indikasi rawat.
29
5) Directly Observed Tretment Short Course (DOTS)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci
keberhasilan program penanggulangan TB adalah strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan
oleh WHO. Strategi DOTS menyarankan adanya suatu pengawasan
minum obat (PMO) bagi penderita Tuberkulosis Paru selama
menjalani pengobatan hingga tuntas, yakni dalam rentang waktu
antara 6-9 bulan. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci:
a) Komitmen politis
b) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya
c) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus
tuberklosis dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk
pengawasan langsung pengobatan.
d) Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu
e) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan
penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja progran
secara keseluruhan, dalam perkembangan dalam upanya ekspansi
penanggulangantuberkulosis.
Saat ini terdapat 6 elemen kunci dalam strategi stop TB yang
direkomendasikan oleh WHO:
(1) Peningkatan dan ekspansi DOTS yang bermutu, meningkatkan
penemuan kasus dan penyembuhan melalui pendekatan yang
efektif terhadap seluruh pasien terutama pasien tidak mampu.
(2) Memberikan perhatian pada kasus TB-HIV, MDR-TB, dengan
aktivitas gabungan TB-HIV, DOTS-PLUS dan pendekatan lain
yang relevan.
(3) Konstribusi pada sitem kesehatan, dengan kolaborasi bersama
program kesehatan yang lain dan pelayanan umum.
30
(4) Melibatkan seluruh praktis kesehatan, masyarakat, swasta dan
nonpemerintah dengan pendekatan berdasarkan Public-Private
Mix untuk mematuhi International Standars of TB Care.
(5) Mengikutsertakan pasien dan masyarakat yang berpengaruh untuk
berkontribusi pada pemeliharaan kesehatan yang efektif.
(6) Memungkinkan dan meningkatkan penelitian untuk pengembangan
obat baru, alat diagnostik dan vaksin.
Jenis dan Dosis pengobatan Tuberkulosis Paru yaitu:
(a) Isoniasid
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh
90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama
pengobatan.Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam
keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang
berkembang.Dosis pengobatan harian 300-400mg, sedangkan
pengobatan intermiten 700-800 mg. Efek samping adalah
rasa kesemutan didaerah tangan dan kaki.Keluhan ini hanya
banyak ditemukan pada pasien gizi buruk.
(b)Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, bekerja baik di dalam maupun diluar sel.
Dosis pengobatan harian 450–600 mg, sedangkan pengobatan
intermiten 600 mg.Efek samping obat ini adalah mual, sakit
kepala.Sebaiknya obat ini diminum sebelum tidur dimalam
hari.
(c)Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada
dalam sel dengan suasana asam.Dosis harian yang dianjurkan
25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten tiga
kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.Efek
31
samping obat ini rasa mual yang hebat dan nyeri pada ulu
hati.
(d)Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg
BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten tiga kali
seminggu digunakan dosis yang sama. Efek samping dapat
menimbulkan rasa kesemutan disekitar mulut dan muka saat
obat disuntikan.
(e)Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik, dosis harian yang dianjurkan
25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten (tahap
lanjutan)tiga kali seminggu digunakan dosis 45-50 mg/kg
BB.
Pengobatan diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal (intensif) dan tahap
lanjutan (intermiten).Pada tahap intensif penderita mendapat OAT setiap hari
selama dua bulan.Bila tahap intensif diberikan secara tepat, biasanya penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu dua minggu.Sebagian besar
penderita Tuberkulosis Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada
akhir pengobatan intensif. Pada tahap lanjutan (intermiten) penderita mendapat
jenis OAT tiga kali dalam seminggu, namun dalam jangka waktu selama empat
bulan ( Emiliadiastri, 2011).
C. Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Skema 2.1
Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
Peran Perawat
- Baik
- Cukup
- Kurang
Pencegahan Penularan Tuberklosisparu
- Baik- Buruk
32
D. Hipotesis
a. Ha : Terdapat hubungan antara peran perawat terhadap pencegahan
penularan tuberkulosis paru pada keluarga di Puskesmas Helvetia
Medan Tahun 2015.