BAB II TELAAH PUSTAKA · 2020. 7. 13. · Menurut faisal Basri dalam bukunya Lanskap Ekonomi...

Post on 25-Nov-2020

2 views 0 download

Transcript of BAB II TELAAH PUSTAKA · 2020. 7. 13. · Menurut faisal Basri dalam bukunya Lanskap Ekonomi...

17

BAB II

TELAAH PUSTAKA

Bagian ini adalah unsur yang paling penting dalam penelitian, karena pada

penelitian ini, peneliti mencoba menjelaskan objek kajian yang sedang diamati

dengan mnggunakan teoti-teori yang relevan dalam penelitian. Teori dapat diartikan

sebagai serangkaian asumsi, konsep, defenisi untuk menerangkan suatu fenomena

yang tengah diteliti.

Agar permasalahan dalam penelitian ini mudah dipahami, maka perlu tinjauan

menurut para ahli yang berkenaan denagn penelitian yang diteliti. Pembahasan

kerangka teoritis ini bertujuan untuk memaparkan atau menjelaskan konsep-konsep

teori yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian. Yang berkenaan

dengan Implementasi Good Corporate Governance (GCG) Pada Pelaksanaan

Peraturan Daerah No 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel Di Kota Pekanbaru

2.1 Implementasi (Penerapan)

Menurut kamus besar bahasa indonesia, Implementasi adalah

pelaksanaan atau penerapan. Dalam kamus Webster (Solichin, 1997: 64)

pengertian implementasi dirumuskan secara pendek, dimana “to implementasi”

(mengimplementasikan) berarti “to provide means fof carrying out : to give

practical effec to” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan

dampak/ berakibat sesuatu) (wahab, 1992: 64)

18

Browne dan Wildavski (1983) juga mengemukakan bahwa

Implementasi adalah perluasan aktifitas yang saling menyesuaikan. Pengertian ini

memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada aktifitas, adanya aksi,

tindakan atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti

bahwa implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi juga kegiatan dan terencana

dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk

mencapai tujuan kegiatan (Faisal, 2009: 3)

Ahli lain juga mengungkapkan, Brian W. Hogwood dan Lewis A .Guum

(Wahab, 1997: 36) mengemukakan sejumlah tahapan implementasi sebagai

berikut:

Tahapan I, terdiri dari kegiatan-kegiatan;

1. Menggambarkan rencana suatu program dengan penetapan tujuan secara jelas

2. Menentukan standar pelaksanaan

3. Menentukan biaya yang akan digunakan beserta waktu pelaksanaan

Tahap II, merupakan pelaksanaan program dengan mendayagunakan struktur staf,

sumber daya, prosedur, biaya serta metode

Tahap III, merupakan kegiatan-kegiatan:

1. Menentukan jadwal

2. Melakukan pemantauan

19

3. Mengadakan pengawasan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan program.

Dengan demikian jika terdapat penyimpangan atau pelanggaran dapat diambil

tindakan yang sesuai dengan segera.

2.2 Good Corporate Governance (GCG)

Secara alamiah, sebuah organisasi dalam menerapkan dan menjalankan

aktivitasnya akan dipengaruhi oleh suatu kerangka tata kelola (corporate

Governance framework), kerangka tersebut kerangka tersebut dibentuk hukum

dan regulasi, anggaran dasar, kode etik, perjanjian-perjanjian yang di buat dengan

karyawan, dan yang lainnya, agar organisasi memiliki kelangsungan jangka

panjang, shareholder dan stakeholder perlu mempertimbangkan tata kelola yang

baik (good corporate governance) (Indra, 2008: 7).

Prinsi-prinsip dasar Good Corporate Governance (GCG) pada dasarnya

selain memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu

peruasahaan, tetapi juga mengenai korelasi antara kepentingan stakeholder

perusahaan terhadap implementasi prinsip-prinsip GCG, serta mekanisme yang

ditawarkan oleh prinsip-prinsip tersebut.

Menurut OECD (The Organization for Economic Cooperation and

Development), Tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance)

merupakan struktur yang oleh pimpinan menyusun tujuan perusahaan dan sarana

untuk mencapai tujuan tersebut dan mengawasi kinerja (Zarkasyi, 2008 : 35)

Penerapan Good Corporate Governance berarti penolakan terhadap,

nilai-nilai, keyakinan, asumsi-asumsi dasar lama yang tidak bercirikan pada

20

transparansi, tidak adanya kewajaran, tidak adanya akuntabilitas, dan tanggung

jawab yang jelas. Paradigma GCG yang baru menekankan pentinganya nilai-nilai,

keyakinan, dan asumsi-asumsi dasar yang bercirikan pada prinsip-prinsip:

Transparancy, Fairness, Accountability dan Responsibility (Kuncoro, 2009: 196)

Corporate Governance memainkan peran menentukan dalam mengatur

soal bagaimana berbagai sumber daya ekonomis dialokasikan dari waktu ke

waktu dalam turut menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi dan peningkatan

pendapatan masyarakat secara keseluruhan (Faisal, 2009: 234)

2.3 Peraturan pemerintah terhadap bisnis

Kebijakan pemerintah dalam dunia bisnis merupakan hal penting untuk

perputaran roda ekonomi. Hal ini dikarenakan pemerintah memiliki kekuasaan

untuk memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi kebijakan

publik termasuk dalam bidang ekonomi. Dunia bisnis erat kaitannya dengan

berbagai regulasi pemerintah, karena bisnis merupakan kegiatan ekonomi yang

melibatkan hajat hidup orang banyak (Ambarwati, 2016: 235)

kebijakan pemerintah memberikan dampak yang berbeda kepada

masing-masing pelaku dalam bisnis. Selain itu, biasanya terdapat tren yang bisa

diamati. Belakangan ini, misalnya, yang mencuat adalah tren deregulasi.

Perusahaan yang masih memegang kekuasaan monopoli tentunya sudah bisa

bersiap-siap mulai sekarang. Globalisasi juga membuat pemerintah perlahan-

lahan harus membuka pasar domestiknya dan kebijakan-kebijakan yang

mendukung hal tersebut pasti akan dikeluarkan satu demi satu. Gencarnya

21

pemerintah mengharapkan penerimaan dari sisi pajak adalah satu tren kuat

lainnya.

Menurut faisal Basri dalam bukunya Lanskap Ekonomi Indonesia (2009:

203), menyatakan bahwa dalam menentukan baik tidaknya atau tinggi rendahnya

kualitas governance satu negara dapat melihat dengan beberapa indikator berikut:

1. Keterwakilan suara dan pertanggujawaban publik.

2. Stabilitas politik

3. Efektivitas perusahaan yang biasanya merujuk pada kualitas birokrasi negara

dalam melayani kepentingan dan aspirasi rakyatnya

4. Kualitas pengawasan, khususnya kualitas kebijakan publik, kualitas

implementasinya serta kontrol dalam pelaksanaannya

5. Sejauh mana prinsip-prinsip supremasi hukum diakui dan dijalankan

6. Kontrol dan pemberantasan korupsi.

2.4 Peraturan Daerah No 7 Tahun 2011 kota Pekanbaru

Dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka perlu

ditetapkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru yang sesuai dengan maksud

Undang-Undang tersebut. Maka pemerintah daerah kota pekanbaru mengeluarkan

Peraturan Daerah No 7 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel. Pada pasal 10

menyebutkan bahwa: (Peraturan Daerah Kota pekanbaru No 7 tahun 2011 tentang

pajak Hotel, Pasal 10)

22

1. Hotel adalah Fasilitas Penyedia jasa penginapan/ peristirahatan termasuk jasa

terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen,

gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan, rumah

singgah, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).

2. Pajak Hotel adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan oleh Hotel.

3. Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan Hotel dengan

pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang

sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olah

raga dan hiburan.

4. Subjek Pajak Hotel adalah Orang Pribadi atau Badan yang melakukan

pembayaran kepada Hotel;

5. Wajib Pajak Hotel adalah Pengusaha Hotel;

6. Masa Pajak Hotel adalah jangka waktu yang lamanya 1(satu) bulan kalender;

7. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila wajib

Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender;

8. Bagian Tahun Pajak adalah dari jangka waktu 1 (satu) tahun pajak;

2.5 Pajak

Pajak merupakan biaya wajib yang harus dibayarkan oleh setiap warna

negara yang ada di Indonesia, jenisnya beragam, diantaranya adalah penghasilan,

pajak kendaraan, kemudian juga ada pajak bumi dan bangunan bahkan tempat

usaha sepertipajak hotel dan restoran. Semua yang menghasilkan income

memang wajib dikenai biaya.

23

Pengertian pajak dikemukakan oleh H.J. Hofstra yaitu sumbangan

paksaan dari rumah tangga (keuangan) swasta kepada penguasa, yang tidak

mempunyai jasa timbal pribadi secara langsung, dari pihak pemerintah, dan yang

dipungut berdasarkan peraturan umum, lain daripada sebagai hukuman karena

melanggar hukum pidana (soemitro, 1998: 12)

Pajak merupakan salah satu faktor penting bagi investor dalam

menentukan keputusan untuk berinvestasi pada suatu negara. Secara teori, pajak

mempengaruhi keputusan investasi sepanjang pengenaan pajak tersebut

mempengaruhi besarnya biaya dan keuntungan yang diperoleh investor.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian, seperti yang dikutip oleh Alex Easson

diketahui bahwa pajak memberikan pengaruh sebagai berikut: (Erly Suandi,

2003: 31)

1. Pajak hanya memainkan bagian kecil dalam menentukan keputusan pertama

untuk melakukan investasi ke luar negeri. Apabila besarnya pajak, terutama

pajak penghasilan badan (corporate income tax) di negara investor lebih

besar, maka perusahaan akan tergerak untuk melakukan investasi ke luar

negeri dimana besarnya pajak efektif lebih rendah. Sedangkan besarnya pajak

penghasilan orang pribadi (personal income tax) di negara investor akan

menaikkan biaya tenaga kerja, sehingga biaya produksi di negara investor

menjadi lebih besar. Oleh karena itu, perusahaan akan mengalihkan kegiatan

produksinya di negara yang tarif pajaknya lebih rendah dan biaya tenaga

kerjanya lebih rendah.

24

2. Pajak berpengaruh dalam menentukan lokasi tempat investasi. Peranan pajak

dalam menentukan lokasi tempat investasi relatif lebih kecil daripada faktor

stabilitas politik dan akses pasar.

3. Pajak mempunyai pengaruh yang penting pada jenis investasi tipe tertentu.

Tipe investasi yang berorientasi ekspor sangat sensitif dengan pengaruh faktor

biaya, sehingga pajak yang merupakan tambahan biaya mempunyai pengaruh

penting dalam menentukan keputusan melakukan investasi. Sedangkan tipe

investasi yang berorientasi pada akses pasar kurang sensitif dengan pengaruh

pajak sepanjang kompetitor dikenakan ketentuan pajak yang sama.

4. Perkembangan pentingnya pengaruh pajak. Hasil penelitian yang dilakukan

sebelum tahun 1990 menyatakan bahwa pajak hanya memberikan pengaruh

yang kecil terhadap keputusan investasi. Penelitian pada akhir-akhir ini

mengungkapkan bahwa pengaruh pajak menjadi lebih penting. Bagi

perusahaan manufaktur, pajak dianggap sebagai faktor yang sensitif dalam

menentukan lokasi penempatan modal.

Keberadaan pajak sebenarnya sangat menentukan regulasi keuangan di

sebuah negara karena ia memiliki banyak sekali manfaat, diantaranya adalah:

(Rosdiana, 2005: 62)

25

1. Fungsi pengaturan, pungutan pajak yang diberlakukan bermanfaat untuk

mengatur ekonomi negara, apalagi untuk penduduk Indonesia yang umumnya

terdiri dari golongan menengah ke bawah ini, uang tersebut akan digunakan

untuk memberikan subside kesehatan, pembangunan jalan atau mungkin

bantuan-bantuan lainnya untuk kelancaran negara itu sendiri.

2. Fungsi anggaran, jika Anda bertanya dari mana pemerintah bisa melakukan

kegiatan pembangunan yang bahkan nilainya sangat tinggi atau mungkin

membiayai pegawai negeri yang jumlahnya ada jutaan orang di seluruh

Indonesia dengan pangkat-pangkat berbeda maka ketahui juga bahwa mereka

telah memiliki anggaran negara, anggaran yang sudah dipersiapkan jauh-jauh

hari untuk kepentingan tersebut, uang ini berasal dari pajak yang dikenakan

kepada setiap masyarakat.

3. Fungsi stabilitas, dengan adanya pungutan pajak maka pemerintah bisa

menstabilkan ekonomi suatu negara, seperti yang diketahui bahwa ada

tumpang tindih dari mereka yang berpenghasilan rendah dan tinggi,

kesenjangan bisa terlihat nyata disini, namun pajak menjadi pembeda disini

karena semakin tinggi penghasilan mereka maka pungutan yang dikenakan

juga semakin banyak, hal tersebut berlaku sebaliknya.

4. Fungsi redistribusi pendapatan, mungkin Anda bertanya-tanya sebenarnya

uang dari pungutan pajak akan digunakan untuk kepentingan semacam ini,

jawabannya adalah untuk redistrubusi ini, atau uang diputar lagi untuk

26

membiayai kepentingan umum seperti menggaji para aparat negara dan juga

untuk membangun infrastruktur yang telah rusak.

2.6 Pajak Hotel

Hotel merupakan sebuah bangunan yang dikelola secara komersial

dengan memberikan fasilitas penginapan untuk umum dengan pelayanan kamar,

pelayanan makan dan minum, pelayanan barang bawaan, pencucian pakaian dan

pengguna dapat menggunakan fasilitas atau perabot dan menikmati gfasilitas yang

ada didalamnya. Hotel juga sering kali menyediakan fasilitas penunjang seperti

fasilitas olahraga business center, kolam renang, live music, took obat, ATM,

diskotik, tempat pemijatan sehat dan yang lainnya.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 20 dan 21, Pajak

Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Sedangkan yang

dimaksud dengan hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan

termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga

motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah

penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari

sepuluh.

Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan

pembayaran kepada hotel. Sedangkan wajib pajak hotel adalah orang pribadi atau

badan yang mengusahakan hotel. Yang menjadi pengenaan pajak adalah jumlah

pembayaran hotel yang seharusnya dibayarkan kepada hotel dengan tarif

ditentukan paling besar 10 %. Pengenaan tarif ini diatur dengan peraturan daerah.

27

Jika dikaitkan dengan PPN, pajak hotel merupakan pajak atas konsumsi sejenis

dengan PPN. Dimana yang menjadi subjek pajak (yang menanggung pajak adalah

konsumen atau tamu yang memanfaatkan jasa hotel (Erly Suandi, 2003: 45)

Pemungutan Pajak Hotel di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar

hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak

yang terkait. Dasar hukum pemungutan Pajak Hotel pada suatu kabupaten/kota

adalah sebagai berikut : (Marihot, 2005: 17)

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

3. Peraturan Daerah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

4. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajak Hotel.

5. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang Pajak Hotel sebagai aturan

pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Pajak Hotel pada kabupaten/kota

dimaksud.

2.7 Implementasi pajak dalam perspektif Hukum Islam

Diperbolehkannya memungut pajak menurut para ulama alasan

utamanya adalah untuk kemaslahatan umat, karena dana pemerintah tidak

mencukupi untuk membiayai berbagai “pengeluaran”, yang jika pengeluaran itu

28

tidak dibiayai, maka akan timbul kemadaratan. Sedangkan mencegah

kemudaratan adalah juga suatu kewajiban.

Oleh karena itu pajak tidak boleh dipungut dengan cara paksa dan

kekuasaan semata, melainkan karena ada kewajiban kaum muslimin yang

dipikulkan kepada Negara, seperti member rasa aman, pengobatan dan pendidikan

dengan pengeluaran seperti nafkah untuk para tentara, gaji pegawai, hakim, dan

lain sebagainya. Oleh karena itu, pajak memang merupakan kewajiban warga

Negara dalam sebuah Negara muslim, tetapi Negara berkewajiban pula untuk

memenuhi dua kondisi (syarat): (Umer, 2000: 299)

1. Penerimaan hasil-hasil pajak harus dipandang sebagai amanah dan

dibelanjakan secara jujur dan efisien untuk merealisasikan tujuan-tujuan

pajak.

2. Pemerintah harus mendistribusikan beban pajak secara merata di antara

mereka yang wajib membayarnya

Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama Adh-Dharibah

yang artinya adalah beban. Ia disebut beban karena merupakan kewajiban

tambahan atas harta setelah zakat, sehingga dalam pelaksanaannya akan dirasakan

sebagai sebuah beban. Secara bahasa maupun tradisi, dharibah dalam

penggunaannya memang mempunyai banyak arti, namun para ulama memakai

ungkapan dharibah untuk menyebut harta yang dipungut sebagai kewajiban dan

menjadi salah satu sumber pendapatan negara. Sedangkan kharaj adalah berbeda

dengan dharibah, karena kharaj adalah pajak yang obyeknya adalah tanah

29

(taklukan) dan subyeknya adalah non-muslim. Sementara jizyah obyeknya adalah

jiwa (an-nafs) dan subyeknya adalah juga non-muslim (Gusfamhi, 2007: 27)

Adapun karakteristik pajak (dharibah) menurut Syariat, yang hal ini

membedakannya dengan pajak konvensional adalah sebagai berikut:

1. Pajak (dharibah) bersifat temporer, tidak bersifat kontinyu, hanya boleh

dipungut ketika di baitul mal tidak ada harta atau kurang. Ketika baitul mal

sudah terisi kembali, maka kewajiban pajak bisa dihapuskan. Berbeda dengan

zakat, yang tetap dipungut, sekalipun tidak ada lagi pihak yang membutuhkan

(mustahik). Sedangkan pajak dalam perspektif konvensional adalah

selamanya (abadi).

2. Pajak (dharibah) hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang merupakan

kewajiban bagi kaum muslimin dan sebatas jumlah yang diperlukan untuk

pembiayaan wajib tersebut, tidak boleh lebih. Sedangkan pajak dalam

perspektif konvensional ditujukan untuk seluruh warga tanpa membedakan

agama.

3. Pajak (dharibah) hanya diambil dari kaum muslim, tidak kaum non-muslim.

Sedangkan teori pajak konvensional tidak membedakan muslim dan non-

muslim dengan alasan tidak boleh ada diskriminasi.

4. Pajak (dharibah) hanya dipungut dari kaum muslim yang kaya, tidak dipungut

dari selainnya. Sedangkan pajak dalam perspektif konvensional, kadangkala

juga dipungut atas orang miskin, seperti PBB.

30

5. Pajak (dharibah) hanya dipungut sesuai dengan jumlah pembiayaan yang

diperlukan, tidak boleh lebih.

6. Pajak (dharibah) dapat dihapus bila sudah tidak diperlukan. Menurut teori

pajak konvensional, tidak akan dihapus karena hanya itulah sumber

pendapatan (Gusfamhi, 2007: 30)

2.8 Variabel Penelitian

Menjelaskan tentang variable yang akan dijadikan tolak ukur penelitian

dilapangan yang disesuaikan dengan rumusan masalah. Berdasarkan rumusan

masalah yang diangkat oleh peneliti yaitu Implementasi Good Corporate

Governance (GCG) Pada Pelaksanaan Peraturan Daerah No 7 Tahun 2011

Tentang Pajak Hotel Di Kota Pekanbaru. Pada penelitian ini, peneliti mengambil

konsep Operasional berdasarkan pada bagaimana proses penerapan atau

Implemntasi yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru yang

berpedoman pada Good Corporate Goverment, sesuai dengan Keputusan Mentri

No.Kep 117 / M-MBU / 2002 tanggal 1 Agustus 2002.

Adapun variable penelitian ini adalah Implemntasi yang dilakukan oleh

Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru yang berpedoman pada Good

Corporate Goverment, Wilson Arafat (2010: 1), yang mengungkapkan bahwa,

prinsip-prinsip Good Corporate Government yaitu:

31

Tabel 2.1 Tebel Indikator

Variabel Indikator Sub Indikator

prinsip-prinsip Good

Corporate Government

Wilson Arafat (2010: 1),

1. Tranparansi

(Transparency)

a. Keterbukaan dalam

transaksi dan pengelolaan

keuangan pajak

b. Keterbukan terhadap

informasi perpajak

daerah

2. Independensi

(kemandirian)

a. Tidak adanya tekanan

dalam melakukan

pemungutan pajak

b. Sumberdaya manusia

yang bebas dari KKN

3. Akuntabilitas a. Pertanggungjawaban

terhadap pelaporan pajak

kepada pemerintah

b. Pertaanggungjawaban

terhadap pelaporan pajak

rakyat

c. Pengawasan terhadap

pemungutan pajak

32

4. Responsibilitas

(Pertanggungjawab

an)

a. Peka dan cepat tanggap

dalam melakukan

pelayanan pajak

b. Cepat dalam

minandaklanjuti

penyalahgunaan pajak

c. Sarana dan prasaran yang

memadai dalam

melakukan pemungutan

dan pembayaran pajak

5. Kewajaran dan

kesetaraan

a. Melakukan perhitungan

pajak sesuai dengan

ketentuan perundang-

undangan yang telah

ditetapkan

b. Adil dalam menetapkan

jumlah pajak yang harus

disetorkan ke Pemda

c. Tidak memandang buluh

terhadap pemberian

sanksi pajak

33

2.9 Kerangka Berfikir

Kerangka Pemikiran dibuat berupa skema sederhana yang

menggambarkan secara singkat proses pemecahan masalah yang dikemukakan

oleh peneliti. Dengan demikian gambaran jalannya penelititan secara keseluruhan

dapat diketahui secara jelas dan terarah. Dari penjelasan tersebut dapat dibuat

kerangka berfikir sebagai berikut

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Dinas Pendapatan Daerah Kota

Pekanbaru

Implementasi Good Corporate Governance

(GCG)

Pelaksanaan Peraturan Daerah

No 7 Tahun 2011 tentang Pajak

Hotel)

Transparansi Independensi Akuntabilitas Responsibilitas Kesetaraan

Realisasi Penerimaan pajak sesuai dengan

yang telah ditarget kan

Penerapan Peraturan Daerah No 7 Tahun 2011

tentang Pajak Hotel berjalan dengan maksimal

34

2.10 Kajian Terdahulu

Sebagai bahan rujukan penelitian terhadap teori serta fenomena-

fenomena yang telah diteliti sebelumnya dan berkaitan dengan penelitian yang

penulis analisis mengenai Implementasi Good Corporate Governance (GCG)

Pada Pelaksanaan Peraturan Daerah No 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel Di

Kota Pekanbaru, antara lain:

1. Analisis Penerimaan Pajak Hotel pada Dinas penadapatan Pengelolaan

Keuangan dan Riset Kabupaten Kampar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penerimaan pajak hotel belum terlaksana dengan baik karena kegiatan

perhitungan dan penetapan pajaka belum maksimal, masih banyak hotel yang

belum terdata serta penagihan pajak yang tidak terlaksana dengan baik

(Heriadi: 2016, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Pekanbaru)

2. Analisis Potensi Penerimaan Pajak Hotel di Kabupaten Karimun. Hasil

penelitin menunjukkan bahwa peningkatan pajak setiap tahunnya disebabkan

oleh meningkatnya jumlah wisata setiap tahunnya (Rika Mayasari: 2013

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru)

3. Analisis Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran Kabupaten Bengkalis Pasca

otonomi daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih rendah

realisasi penerimaan pajak hotel dan restoran yang disebabkan karena

perhitungan pajak berdasarkan pada perkiraan sendiri saja serta jarangnya

35

pelaku usaha mencantumkan beban pajak yang ditanggung konsumen (Syafril

Basri. 2008, Universitas Riau Pekanbaru)

4. Jurnal Ekonomi oleh Khoirul Abidin mengenai efektifitas Kontribusi Pajak

Hotel dan restoran dipekanbaru (JOM Fekon. Vol. 4 No. 1, 1 Februari 2017)