Post on 16-Oct-2021
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Keterampilan Sosial
a. Pengertian Keterampilan Sosial
Menurut Cartledge dan Milburn dalam Maryani (2011:17)
menyatakan bahwa keterampilan sosial merupakan perilaku yang perlu
dipelajari, karena memungkinkan individu dapat berinteraksi,
memperoleh respon positif atau negative.
Sedangkan menurut Hargie, Saunders, & Dickson dalam Gimpel
& Merrell (1998) Keterampilan sosial adalah kemampuan individu
untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal
maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat
itu, di mana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari.
Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan
perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal,
tanpa harus melukai orang lain.
Libet dan Lewison dalam Cartledge dan Milburn (1995)
mengemukakan keterampilan sosial sebagai kemampuan yang
kompleks untuk menunjukkan perilaku yang baik dinilai secara positif
atau negatif oleh lingkungan, dan jika perilaku itu tidak baik akan
diberikan punishment oleh lingkungan. Kelly dalam Gimpel dan Merrel
(1998) mendefinisikan keterampilan sosial sebagai perilaku-perilaku
yang dipelajari, yang digunakan oleh individu pada situasi-situasi
interpersonal dalam lingkungan. Matson dalam Gimpel dan Marrel
(1998) menjelaskan bahwa keterampilan sosial, baik secara langsung
maupun tidak, membantu remaja untuk dapat menyesuaikan diri
dengan standar harapan masyarakat dalam norma-norma yang berlaku
di sekililingnya.
Menurut Thompson (1996), keterampilan sosial adalah
keterampilan untuk mengatur pikiran dan perasaan yang dinyatakan
dalam suatu tindakan atau perbuatan yang tidak merugikan diri sendiri
dan orang lain. Keterampilan ini sangat diperlukan ketika anak mulai
memasuki kelompok sebaya. Sementara itu Combs and Shaby dalam
Cartledge & Milburn (1995) mengemukakan bahwa keterampilan
sosial merupakan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain
dalam konteks sosial dengan cara-cara khusus yang dapat diterima oleh
lingkungan dan pada saat bersamaan dapat menguntungkan individu,
saling menguntungkan atau menguntungkan orang lain.
Mu’tadin (2002) mengemukakan bahwa salah satu tugas
perkembangan yang harus dikuasai remaja yang berada dalam fase
perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir adalah memiliki
keterampilan sosial untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan
sehari-hari. Keterampilan-keterampilan sosial tersebut meliputi
kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain,
menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau
keluhan orang lain, memberi atau memberi feedback, memberi atau
menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dsb.
Apabila keterampilan sosial dikuasai remaja pada fase tersebut maka ia
akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hal ini
berarti pula bahwa sang remaja tersebut mampu mengembangkan aspek
psikososial dengan maksimal.
Keterampilan sosial adalah keterampilan untuk berinteraksi,
berkomunikasi dan berpartisipasi dalam kelompok. Keterampilan sosial
perlu didasari oleh kecerdasan personal berupa kemampuan mengontrol
diri, percaya diri, disiplin, dan tanggung jawab. Untuk selanjutnya
kemampuan berkomunikasi secara jelas, lugas, meyakinkan, dan
mampu membangkitkan inspirasi, sehingga mampu mengatasi silang
pendapat dan dapat menciptakan kerjasama. Untuk selanjutnya
persamaan pandangan, empati, toleransi, saling menolong, dan
membantu secara positif, solidaritas, menghasilkan pergaulan
(interaksi) secara harmonis untuk kemajuan bersama. Belajar memberi
dan menerima, berbagi hak dan tanggung jawab, menghormati hak
orang lain, membentuk kesadaran sosial, dan menjadi embrio bagi
keterampilan sosial (Maryani 2011:18).
Laura Cadler dalam Maryani (2011:19) menjelaskan mengenai
pentingnya keterampilan sosial dikembangkan di kelas:
Keterampilan sosial sangat diperlukan dan harus jadi prioritas
dalam mengajar. Mengajar bukan hanya sekedar
mengembangkan keterampilan akademik. Hal yang sangat
penting dalam mengembangkan keterampilan sosial adalah
dengan mendiskusikan sesama guru atau orang tua tentang
keterampilan sosial apa yang harus menjadi prioritas, memilih
salah satu keterampilan sosial, memaparkan pentingnya
keterampilan sosial, mempraktikan, merefleksi, dan akhirnya
mereview dan mempraktikannya kembali setelah diperbaiki,
merefleksi dan seterusnya sampai betul-betul terkuasai oleh
peserta didik.
Menurut Maryani (2011:20) keterampilan sosial dapat
dikelompokkan atas empat bagian, namun ketiganya saling berkaitan
yaitu:
1) Keterampilan dasar berinteraksi: berusaha untuk saling mengenal,
ada kontak mata, berbagi informasi atau material;
2) Keterampilan komunikasi: mendengar dan berbicara secara
bergiliran, melembutkan suara (tidak membentak), meyakinkan
orang untuk dapat mengemukakan pendapat, mendengarkan sampai
orang tersebut menyelesaikan pembicaraannya;
3) Keterampilan membangun tim/kelompok: mengakomodasi
pendapat orang, bekerjasama, saling menolong, saling
memperhatikan;
4) Keterampilan menyelesaikan masalah: mengendalikan diri, empati,
memikirkan orang lain, taat terhadap kesepakatan, mencari jalan
keluar dengan berdiskusi, respek terhadap pendapat yang berbeda.
Dari beberapa pengertian keterampilan sosial yang dikemukakan
para ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa keterampilan
sosial adalah keterampilan dalam berinteraksi, berkomuniasi, dan
bekerjasama antara manusia dengan manusia lainnya. Keterampilan
sosial harus dimiliki oleh setiap individu karena keterampilan sosial
akan membantu setiap individu dalam mengkomunikasikan informasi
yang akan disampaiakan, keterampilan sosial akan membantu individu
bekerjasama dalam kelompoknya.
b. Ciri-Ciri Keterampilan Sosial
Gresham & Reschly dalam Gimpel dan Merrell (1998)
mengidentifikasikan keterampilan sosial dengan beberapa ciri, yaitu:
1) Perilaku Interpersonal
Perilaku interpersonal adalah perilaku yang menyangkut
keterampilan yang digunakan selama melakukan interaksi sosial
yang disebut dengan keterampilan menjalin persahabatan.
2) Perilaku yang Berhubungan dengan Diri Sendiri
Perilaku ini merupakan ciri dari seorang yang dapat mengatur
dirinya sendiri dalam situasi sosial, seperti: keterampilan
menghadapi stress, memahami perasaan orang lain, mengontrol
kemarahan dan sebagainya.
3) Perilaku yang Berhubungan dengan Kesuksesan Akademis
Perilaku ini berhubungan dengan hal-hal yang mendukung prestasi
belajar di sekolah, seperti: mendengarkan guru, mengerjakan
pekerjaan sekolah dengan baik, dan mengikuti aturan-aturan yang
berlaku di sekolah.
4) Penerimaan Teman Sebaya
Hal ini didasarkan bahwa individu yang mempunyai keterampilan
sosial yang rendah akan cenderung ditolak oleh teman-temannya,
karena mereka tidak dapat bergaul dengan baik. Beberapa bentuk
perilaku yang dimaksud adalah: memberi dan menerima informasi,
dapat menangkap dengan tepat emosi orang lain, dan sebagainya.
5) Keterampilan Berkomunikasi
Keterampilan ini sangat diperlukan untuk menjalin hubungan sosial
yang baik, berupa pemberian umpan balik dan perhatian terhadap
lawan bicara, dan menjadi pendengar yang responsif.
c. Aspek Keterampilan Sosial
Caldarella dan Marrell dalam Gimpel dan Marrel (1998)
mengemukakan lima aspek paling umum yang terdapat dalam
keterampilan sosial, yaitu :
1) Hubungan dengan teman sebaya (Peer Relation)
Ditunjukan melalui perilaku yang positif terhadap teman sebaya
seperti memuji atau menasehati orang lain, menawarkan bantuan
kepada orang lain, dan bermain bersama orang lain.
2) Manajemen Diri (Self-Management)
Merefleksikan remaja yang memiliki emosional yang baik, yang
mampu untuk mengontrol emosinya, mengikuti peraturan dan
batasan-batasan yang ada, dapat menerima kritikan dengan baik.
3) Kemampuan Akademis (Academic)
Ditunjukan melalui tugas secara mandiri, menyelesaikan tugas
individual, menjalankan arahan guru dengan baik.
4) Kepatuhan (Compliance) menunjukkan remaja yang dapat
mengikuti peraturan dan harapan, menggunakan waktu dengan
baik, dan membagikan sesuatu.
5) Perilaku Assertive (Assertivation)
Didominasi oleh kemampuan yang membuat seorang remaja dapat
menampilkan perilaku yang tepat dalam situasi yang diharapkan.
Tabel 1: Aspek-Aspek Keterampilan Sosial
Aspek Pola Perilaku
Hubungan dengan teman sebaya
(peer relation)
Interaksi sosial, prososial,
empati, pertisipasi sosial,
socialibility-leadership,
kemampuan sosial pada teman
sebaya
Manajemen diri (Self-management) Kontrol diri, kompetensi sosial,
tanggung jawab sosial, peraturan,
toleransi terhadap frustasi.
Kemampuan akademis (academic) Penyesuaian sekolah, kepedulian
pada peraturan sekolah, orientasi
tugas, tanggung jawab akademis,
kepatuhan di kelas, murid yang
baik
Kepatuhan (Compliance) Kerjasama secara sosial,
kompetensi, cooperation-
compliance
Perilaku Asertif (Assertivation) Keterampilan sosial asertif,
social initiation, social activator,
gutsy
Senada dengan pendapat di atas, Elksnin & Elksnin (2007)
mengidentifikasi aspek keterampilan sosial menjadi lima hal, yaitu:
1) Perilaku interpersonal, yaitu perilaku yang menyangkut
keterampilan selama melakukan interaksi sosial, misalnya
memperkenalkan diri, menawarkan bantuan, dan memberikan atau
menerima pujian.
2) Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri, yaitu perilaku yang
menyangkut keterampilan mengatur diri sendiri dalam situasi sosial,
misalnya keterampilan menghadapi stres, memahami perasaan orang
lain, mengontrol kemarahan dan lainnya.
3) Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis, yaitu
perilaku atau keterampilan yang dapat mendukung prestasi belajar
di sekolah, misalnya mendengarkan dengan tenang saat guru
menerangkan pelajaran, mengerjakan pekerjaan sekolah dengan
baik, melakukan apa yang diminta oleh guru, dan semua perilaku
yang mengikuti aturan kelas.
4) Peer acceptance, yaitu perilaku yang berhubungan dengan
penerimaan teman sebaya, misalnya memberi salam, memberi dan
meminta informasi, mengajak teman terlibat dalam suatu aktivitas,
dan dapat menangkap dengan tepat emosi orang lain.
5) Keterampilan komunikasi, yaitu kemampuan individu dalam
berkomunikasi baik secara verbal maupun non verbal terhadap orang
lain. Kemampuan ini dapat dilihat dalam beberapa bentuk perilaku,
antara lain menjadi pendengar yang responsif, mempertahankan
perhatian dalam pembicaraan, dan memberikan umpan balik
(feedback) terhadap lawan bicara.
Berbeda dengan beberapa pendapat di atas, Michelson dkk (1985)
mengemukakan tiga aspek yang terdapat dalam keterampilan sosial,
yaitu :
1) Respon Verbal. Respon verbal adalah respon yang disampaikan
individu kepada orang lain secara lisan. Respon ini biasanya
dilakukan dengan berbicara atau bercakap- cakap.
2) Respon Non Verbal. Respon non verbal adalah respon individu yang
tidak diberikan secara lisan. Respon non verbal ini berupa ekspresi-
ekspresi gerak mata, gerak anggota tubuh, getaran suara, dan
ekspresi emosi lainnya yang tampil pada saat individu
berkomunikasi.
3) Proses Kognitif. Proses kognitif yang dialami individu biasanya
menyangkut pemikiran dan ide-ide mengenai tindakan atau sikap
yang menyangkut sesuatu hal. Proses kognitif ini sangat
mempengaruhi kemampuan individu melakukan komunikasi verbal
maupun non verbal.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan aspek- aspek
keterampilan sosial adalah keterampilan yang berhubungan dengan
teman sebaya, keterampilan yang berhubungan dengan diri sendiri,
keterampilan yang berhubungan dengan kesuksesan akademik,
keterampilan yang berhubungan dengan kemampuan dalam memenuhi
permintaan orang lain, dan perilaku asertif.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial
Menurut hasil studi Davis dan Forsythe dalam Mu’tadin (2002),
faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial (social skill) yaitu:
1) Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi individu dalam
mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh individu
dalam keluarga akan sangat menentukan bagaimana ia akan bereaksi
terhadap lingkungan. Individu yang dibesarkan dalam keluarga
yang tidak harmonis (broken home) di mana individu tidak
mendapatkan kepuasan psikis yang cukup maka individu tersebut
akan sulit mengembangkan keterampilan sosialnya. Hal yang paling
penting diperhatikan oleh orang tua adalah menciptakan suasana
yang demokratis di dalam keluarga sehingga anak dapat menjalin
komunikasi yang baik dengan orang tua maupun saudara-
saudaranya. Dengan adanya komunikasi timbal balik antara anak
dan orang tua maka segala konflik yang timbul akan mudah di atasi.
Sebaliknya komunikasi yang kaku, dingin, terbatas, menekan, penuh
otoritas, dsb. hanya akan memunculkan berbagai konflik yang
berkepanjangan sehingga suasana menjadi tegang, panas, emosional,
sehingga dapat menyebabkan hubungan sosial antara satu sama lain
menjadi rusak.
2) Lingkungan
Sejak dini individu sudah diperkenalkan dengan lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang meliputi
lingkungan keluarga, sekolah serta masyarakat luas. Hal ini
bermanfaat pada individu untuk mengetahui lingkungan sosial yang
luas sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik.
3) Kepribadian
Kepribadian individu tidak dapat dilihat dari penampilannya
sehingga penting bagi individu untuk tidak menilai seseorang
berdasarkan penampilan semata. Penanaman nilai-nilai yang
menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada
hal-hal fisik seperti materi dan penampilan akan membuat individu
mudah bergaul dengan orang lain.
4) Rekreasi
Melalui rekreasi individu akan mendapat kesegaran baik fisik
maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa bosan dan mendapatkan
semangat baru. Hal ini dapat menjadikan individu mampu mengatur
emosi atau keadaan psikologis berkaitan dengan hubungan sosial.
5) Pergaulan dengan lawan jenis
Pergaulan dengan lawan jenis akan memudahkan individu untuk
mengenali karakteristik individu lain tanpa membatasi perbedaan
jenis kelamin sehingga akan menciptakan hubungan sosial yang
baik.
6) Pendidikan atau sekolah
Pendidikan merupakan salah satu faktor keterampilan sosial yang
berkaitan dengan cara-cara belajar yang efisien dan berbagai teknik
belajar sesuai dengan jenis pelajaran.
7) Persahabatan dan solidaritas kelompok
Pada masa remaja peran kelompok dan teman-teman sangat besar,
bahkan kepentingan kelompok lebih penting dari pada kepentingan
keluarga. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan sosial remaja.
8) Lapangan kerja
Keterampilan sosial untuk memilih pekerjaan disiapkan di sekolah
melalui berbagai pelajaran. Proses belajar mengajar yang baik akan
membuat individu mampu menyiapkan diri dalam berhubungan
sosial di lingkungan kerja.
Cartledge & Milburn (1995) mengemukakan faktor yang
mempengaruhi keterampilan sosial yaitu:
a) Cognitive and behavioral skill deficit (gangguan pada kemampuan
kognitif dan perilaku). Individu yang memiliki gangguan pada
kemampuan kognitif dan perilaku akan lebih sulit untuk berinteraksi
dengan orang lain.
b) Umur. Faktor usia menimbulkan kesan bahwa kematangan sosial
terjadi pada usia yang lebih tua. Hal itu berarti bahwa semakin tinggi
usia individu, maka semakin tinggi pula kemampuan sosial individu.
c) Jenis kelamin. Jenis kelamin atau gender sangat mempengaruhi
keterampilan sosial. Papalia (2008: 588) menyebutkan bahwa anak
laki-laki menunjukkan perhatian lebih pada berbagai permainan
dibandingkan dengan perempuan.
d) Tingkat perkembangan. Perkembangan individu yang normal
memungkinkan individu untuk memenuhi tugas perkembangannya
untuk berinteraksi dengan orang lain.
e) Lingkungan sosial. Lingkungan dapat merangsang individu
memperoleh kesempatan untuk menggunakan kemampuan sosial
semaksimal mungkin.
Hal senada dikemukakan oleh Samanci dalam Matson (2009),
yang menjelaskan faktor-faktor perkembangan keterampilan sosial
meliputi :
a) Keluarga. Pengaruh positif keluarga bagi perkembangan
keterampilan sosial meliputi dukungan keluarga, waktu yang
berkualitas untuk individu, model perilaku positif dari orang tua,
komunikasi di rumah, lingkungan keluarga yang demokratis, dan
penerimaan penuh keluarga terhadap individu.
b) Sekolah. Sekolah menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan sosial dalam hal aktivitas di sekolah, sikap dan
perilaku sosial positif guru, manajemen sekolah dan kelas yang
demokratis, metode dan teknik pembelajaran yang berpusat pada
siswa, dan upaya mengurangi stres terhadap ujian.
c) Lingkungan dan masyarakat. Lingkungan yang berpengaruh positif
terhadap perkembangan keterampilan sosial meliputi waktu yang
banyak untuk kegiatan bersama teman, partisipasi aktif individu
dalam kegiatan sosial dan keluarga di lingkungannya, sering
bermain bersama teman.
d) Karakteristik individu. Karakteristik individu yang berpengaruh
terhadap perkembangan keterampilan sosial yaitu keterampilan
berbahasa dan berkomunikasi, kepercayaan diri, kemampuan untuk
mengatasi gangguan, dan kemampuan personal lainnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan
bahwa perkembangan keterampilan sosial individu dipengaruhi oleh
beberapa faktor, faktor yang pertama timbul dalam diri individu itu
sendiri, sedangkan faktor yang kedua adalah akibat dari interaksi
dengan lingkungan sosial sehingga kondisi lingkungan dapat
mempengaruhi tingkah laku seseorang.
e. Penghambat Keterampilan Sosial
Perlakuan yang salah terhadap anak akan mengakibatkan
dampak yang sangat besar bagi anak dalam kehidupan bersosialnya.
Menurut Santrock (2007:172-173) perlakuan tersebut meliputi:
kekerasan fisik, penelantaran anak, kekerasan seksual, dan kekerasan
emosional.
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik dicirikan oleh terjadinya cedera fisik yang
diakibatkan oleh pemukulan, penggigitan maupun
pembakaran.orang tua tidak bermaksud menyakiti anak atau
mencederai anak. Perlakuan fisik yang melewati batas akan
berdampak negative bagi anak
2. Penelantaran anak
Penelantaran anak dicirikan oleh kegagalan dalam memenuhi
kebutuhan dasar anak. Penelantaran ini bisa berupa penelantaran
fisik, pendidikan, dan emosional.
1) Penelantaran fisik meliputi penolakan, penundaan dalam
mencari perawatan kesehatan, pengusiran dari rumah atau
penolakan anak yang pergi dari rumah.
2) Penelantaran pendidikan mencakup pembiaran terhadap kasus
pembolosan anak, tidak mendaftarkan anak yang saatnya
bersekolah dan tidak memenuhi kebutuhan pendidikan anak.
3) Penelantaran emosional meliputi tindakan seperti tidak adanya
perhatian terhadap kebutuhan anak akan adanya rasa kasih
sayang atau ketidakmampuan memberikan kebutuhan psikologis
yang perlu. Dampak yang ditimbulkan dari kurangnya dari
kurangnya kasih sayang terhadap anak yaitu, anak akan mencari
aktifitasnya sendiri di luar rumah, seperti bermain play station,
video game, dsb. permainan yang dilakukan secara berlebihan
menimbulkan anak bersifat individualistic dan kurang peka
terhadap lingkungan sekitarnya yang berdampak pada
keterampilan sosial anak yang rendah.
4) Kekerasan seksual
Kekerasan seksual meliputi mempermainkan alat kelamin anak,
pemerkosaan, dan sodomi
5) Kekerasan emosional
Kekerasan emosional meliputi tindakan pengabaian oleh orang
tua yang menyebabkan masalah emosional serius bagi anak.
Bentuk-bentuk perlakuan yang salah seperti di atas
mengakibatkan keterampilan sosial anak yang kurang baik bagi
kehidupannya kelak. Masalah yang ditimbulkan akibat perlakuan
tersebut meliputi hubungan yang tidak baik dengan peer grup,
pengendalian emosi yang buruk, kesulitan beradaptasi, dll. Kesulitan
beradaptasi disekolah membuat anak tidak dapat berinteraksi dengan
baik terhadap guru maupun dengan teman-temannya, sehingga anak
akan dikucilkan sekolahnya.
f. Bentuk- Bentuk Keterampilan Sosial
Stephen & Arnold dalam Cartledge dan Milburn (1995)
mengelompokkan perilaku keterampilan sosial ke dalam empat bentuk
perilaku, diantaranya:
1) Self related behavior, yaitu perilaku sosial yang dimunculkan karena
adanya pertimbangan dan penghayatan dalam diri individu.
Beberapa bentuk perilakunya seperti menerima konsekuensi dari
perbuatannya, berperilaku sesuai dengan norma masyarakat,
mengekspresikan perasaan, dan bersikap positif terhadap diri
sendiri.
2) Task related behavior, yaitu perilaku sosial yang dimunculkan
karena adanya tuntutan dan kewajiban yang harus dilakukan untuk
mendapatkan penghargaan sosial. Contoh bentuk perilakunya seperti
perilaku berpartisipasi, mengikuti perintah, bertanya dan menjawab
pertanyaan, dan mengikuti aktivitas kelompok.
3) Environmental behavior, yaitu perilaku sosial yang dimunculkan
karena adanya pengaruh pandangan orang-orang yang ada di sekitar
individu sesuai dengan norma yang dianut pada lingkungan tertentu.
Bentuk perilakunya seperti mampu menyesuaikan diri, berbuat
untuk lingkungan sekitar, dan peduli dengan lingkungan.
4) Interpersonal behavior, yaitu perilaku sosial yang berlangsung
antara dua orang atau lebih yang mencirikan proses-proses yang
timbul sebagai hasil dari interaksi secara positif. Bentuk perilakunya
antara lain menyapa orang lain, membantu orang lain, menerima
kepemimpinan, bersikap positif terhadap orang lain.
Sedangkan menurut Walker & Mc. Connell dalam Gimpel &
Merrell (1998) menyebutkan bentuk perilaku keterampilan sosial yaitu:
1) Perilaku sosial dasar dalam interaksi sosial umum, meliputi kontak
dan komunikasi, simpati dan empati, kompromi dan kerjasama, serta
perilaku mengatasi masalah yang meliputi merespon gangguan dan
masalah, dan mengatasi dorongan perilaku agresi.
2) Interaksi berteman di luar pembelajaran, meliputi penerimaan
teman, perilaku interaksi berteman, adaptasi, perilaku membantu,
inisiatif, dan bakat positif yang ditunjukkan melalui perilakunya.
3) Penyesuaian diri terhadap aktivitas pembelajaran, meliputi
kemampuan manajemen waktu, mengikuti arahan, kemampuan
berkarya, dan respon terhadap pebelajaran.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
bentuk-bentuk keterampilan sosial meliputi perilaku yang berhubungan
dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan sekitar, dan terhadap
tuntutan serta kewajiban.
g. Manfaat Keterampilan Sosial
Gilay, dkk dalam Hertinjung (2008: 10) menjelaskan manfaat
keterampilan sosial untuk mendukung pembelajaran individu, yaitu
mendukung keterampilan komunikasi, keberhasilan akademik, adaptasi
di sekolah, hubungan pertemanan, dan mendukung lingkungan
pembelajaran yang positif. Seven & Yolda dalam Matson (2009)
menyebutkan keterampilan sosial diperlukan untuk berbagi ide,
berkomunikasi sederhana, perilaku patuh pada peraturan, dan
mengikuti arahan, kemampuan menyusun target dan membuat
keputusan.
Sorias dalam Hersen & Bellack (2007) menyebutkan manfaat dari
keterampilan sosial bagi individu adalah untuk mengekspresikan emosi
yang sesuai dengan konteks sosial, memperoleh hak dengan cara yang
baik dan tidak mengganggu hak orang lain, meminta bantuan orang lain
apabila membutuhkan, serta menolak permintaan atau ajakan yang
tidak baik.
Menurut Samaci dalam Matson (2009) keterampilan sosial sangat
penting untuk beradaptasi dengan baik dan untuk melakukan proses
sosialisasi dengan lingkungan. Sementara itu Gresam dalam Matson
(2009) menyatakan manfaat keterampilan sosial untuk meningkatkan
penerimaan dan penilaian orang lain.
Sedangkan Johnson dan Johnson (1999) mengemukakan 6
manfaat memiliki keterampilan sosial bagi individu, yaitu :
1. Perkembangan Kepribadian dan Identitas
Keterampilan sosial dapat mengembangkan kepribadian dan
identitas karena kebanyakan dari identitas masyarakat dibentuk dari
hubungannya dengan orang lain. Sebagai hasil dari berinteraksi
dengan orang lain, individu mempunyai pemahaman yang lebih baik
tentang diri sendiri.
2. Mengembangkan Kemampuan Kerja, Produktivitas, dan
Kesuksesan Karir
Keterampilan sosial dapat mengembangkan kemampuan kerja,
produktivitas, dan kesuksesan karir, yang merupakan keterampilan
umum yang dibutuhkan dalam dunia kerja nyata. Hal ini karena
keterampilan sosial dapat digunakan untuk mengajak orang lain
untuk bekerja sama, memimpin orang lain, mengatasi situasi yang
kompleks, dan menolong mengatasi permasalahan orang lain yang
berhubungan dengan dunia kerja.
3. Meningkatkan Kualitas Hidup
Keterampilan sosial dapat meningkatkan kualitas hidup karena
setiap individu membutuhkan hubungan yang baik, dekat, dan intim
dengan individu lainnya.
4. Meningkatkan Kesehatan Fisik
Keterampilan sosial dapat meningkatkan kesehatan fisik karena
hubungan yang baik dan saling mendukung akan mempengaruhi
kesehatan fisik. Johnson & Johnson (1999) mengatakan penelitian
menunjukkan hubungan yang berkualitas tinggi berhubungan
dengan hidup yang panjang dan dapat pulih dengan cepat dari sakit.
5. Meningkatkan Kesehatan Psikologis
Keterampilan sosial dapat meningkatkan kesehatan psikologis
karena kesehatan psikologis yang kuat dipengaruhi oleh hubungan
positif dan dukungan dari orang lain. Ketidakmampuan
mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang positif
dengan orang lain dapat mengarah pada kecemasan, depresi, frustasi,
dan kesepian.
6. Kemampuan Mengatasi Stress
Memiliki keterampilan sosial berguna untuk mengatasi stres.
Hubungan yang baik dapat membantu individu dalam mengatasi
stres dengan memberikan perhatian, informasi, dan feedback.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan manfaat
memiliki keterampilan sosial adalah individu mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosialnya, mengembangkan kepribadian dan
identitas, mengembangkan kemampuan karir, meningkatkan kualitas
hidup, meningkatkan kesehatan, serta mampu mengatasi stres.
2. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 787) hasil adalah
sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan, dsb). Sedangkan belajar
menurut Ahmadi dan Supriyono (2003: 128) belajar merupakan suatu
proses perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Hilgard dan Bower dalam Sutikno dan Fatuhurrohman (2007:5)
mengemukakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah
laku seserorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana
perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar
kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan
sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).
Jika definisi hasil dan belajar kita padukan maka akan diperoleh
suatu definisi hasil belajar seperti yang dikemukakan oleh Reigeluth
dalam Rusmono (2014:7) Semua akibat yang dapat terjadi dan dapat
dijadikan sebagai indikator tentang nilai sebagai penggunaan suatu
metode dibawah kondisi yang berbeda.
Hasil belajar menurut Snelbecker dalam Rusmono (2014:8)
mengatakan bahwa perubahan atau kemampuan baru yang diperoleh
siswa setelah melakukan perbuatan belajar adalah merupakan hasil
belajar, karena belajar pada dasarnya adalah bagaimana perilaku
seseorang berubah sebagai akibat dari pengalaman.
Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi
yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar
merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar (Dimyati dan Mudjiono, 1999:
250-251). Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-
jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru,
hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Hasil
juga bisa diartikan adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi
perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti (Oemar
Hamalik, 2006:30).
Hasil belajar diukur melalui bagaimana proses itu dilakukan,
apakah sesuai dengan prosedur atau kaidah yang benar, bukan pada
produk saat itu, karena proses yang benar, kelak akan menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat ketika kembali ke masyarakat sebagai
outcome/keluaran (M.Hosnan 2014:98)
Tentunya bahwa hasil belajar ini diharapakan akan sesuai dengan
tujuan belajar. Tujuan diperlukan agar hasil perencanaan nantinya dapat
mengembangkan kompetensi yang akan menolong pelajar agar dapat
berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat, selain itu, tujuan mesti
mengenal perubahan dalam kebutuhan pelajar dan keterkaitannya
dengan apa yang seharusnya diberikan pada siswa (Ahmad Fauzi,
2014:74)
Berdasarkan pendapat dari para ahli, dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar merupakan penilaian akhir dari suatu proses pembelajaran,
hasil belajar bisa dilihat dari perubahan siswa tersebut baik itu bersifat
kognitif, psikomotorik, maupun afektif. Hasil belajar tentunya akan
sesuai dengan proses yang sudah dilewatinya, karena hasil belajar
merupakan penilaian dari proses belajar itu sendiri.
b. Macam-Macam Hasil Belajar
Gagne dalam Dahar (2011:118) mengemukakan lima macam
hasil belajar, tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan
satu lagi bersifat psikomotorik. Adapun lima macam hasil belajar
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Keterampilan Intelektual
Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang
berinteraksi dengan lingkungannya dengan penggunaan simbol-
simbol atau gagasan-gagasan. Aktivitas belajar keterampilan
intelektual ini dimulai sejak tingkat pertama sekolah dasar (sekolah
taman kanak-kanak) dan dilanjutkan sesuai dengan perhatian dan
kemampuan intelektual seseorang.
Selama bersekolah, banyak sekali jumlah keterampilan
intelektual yang dipelajari oleh seseorang. Keterampilan-
keterampilan intelektual ini, untuk bidang studi apa pun, dapat
digolongkan berdasarkan kompleksistasnya.
2) Strategi kognitif
Suatu macam keterampilan intelektual khusus yang
mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan berpikir disebut
strategi kognitif. Dalam teori belajar modern, suatu strategi
kognitif merupakan suatu proses kontrol, yaitu suatu proses
internal yang digunakan siswa (orang yang belajar) untuk memilih
dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar,
mengingat, dan berpikir.
3) Informasi Verbal
Informasi verbal juga disebut; menurut teori pengetehauan
verbal ini disimpan sebagai jaringan proporsi-proporsi. Nama lain
untuk pengetahuan verbal ini ialah pengetehuan deklaratif.
Informasi verbal diperoleh sebagai hasil belajar di sekolah dan
juga dari kata-kata diucapkan orang, membaca dari radio, televise,
dan media lainnya.
4) Sikap
Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat
mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian-
kejadian, atau mahluk hidup lainnya. Sekelompok sikap yang
penting ialah sikap kita terhadap orang lain. Oleh karena itu, Gagne
juga memperhatikan bagaimana siswa-siswa memperoleh sikap-
sikap sosial ini.
5) Keterampilam Motorik
Keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan fisik,
melainkan juga kegiatan motorik yang digabung dengan
keterampilan intelektual, misalnya membaca, menulis, memainkan
sebuah instrument musik, atau dalam pelajaran, sains,
menggunakan berbagai macam alat seperti mikroskop dan berbagai
alat listrik.
c. Indikator Hasil Belajar
Menurut Bloom yang dikutip oleh Sudjana (2010: 22-31) hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku yang didapat setelah proses
belajar dan dapat diamati melalui tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil
belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau
ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah
afektif berkenaan dengan dengan sikap yang berkenaan dengan sikap
yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban, atau reaksi,
penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotorik berkenaan
dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada
enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan reflek, keterampilan
gerakan dasar, kemampuan keharmonisan atau ketepatan, gerakan
keterampilan kompleks, dan gerakan ekspretif dan interpretative. Dari
ketiga ranah tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Ranah Kognitif
Tujuan ranah kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang
mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana yaitu
mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang
menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan
beberapa id, gagasan, metode atau prosedur yang di pelajarai untuk
memecahkan masalah tersebut. Ada enam tingkatan dalam ranah
kognitif ini, yaitu:
a. Tingkatan pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut
siswa untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang
telah diterima sebelumnya. Misalnya fakta, rumus, terminology
strategy dan sebagainya.
b. Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori
pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk
menjelaskan pengetahuan informasi yang telah diketahui kata-
kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan
menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar
kata-kata sendiri.
c. Tingkat penerapan (application). Penerapan merupkan
kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi
yang telah di pelajarai ke dalam situasi yang baru, serta
memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan.
d. Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan
mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-
komponen atau elemen suatu faktu, konsep, pendapat, asumsi
hipotesa, atau kesimpulan dan memeriksa setiap komponen
tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam
tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan
diantara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan
tersebut dangan standar, prinsip atau prosedur yang telah
dipelajari.
e. Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan
seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen
dan unsur pengetahuan. Tingkat evaluasi (evaluation) evaluasi
merupakan level tertinggi yang mengharapkan peserta didik
mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu
gagasan, metode, produk, atau benda dengan menggunakan
kriteria tertentu.
2. Ranah Afektif
Life skill merupakan bagian dari kompetensi lulusan sebagai hasil
proses pembelajaran. Menurut Pophan menyatakan bahwa ranah
afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Artinya ranah
afektif sangat menentukan keberhasilan seorang peserta didik untuk
mencapai ketuntasan dalam proses pembelajaran. Ada lima
tingkatan dalam ranah afektif, yaitu:
a. Menerima (attending) peserta didik memiliki keinginan untuk
memperhatikan suatu fenomena khusus (stimulus). Misalnya
keadaan kelas, berbagai kegiatan sekolah (kegiatan musik,
ekstrakulikuler). Disini guru hanya bertugas mengarahkan
perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek
pembelajaran afektif.
b. Tanggapan (responding) merupakan partisipasi aktif peserta
didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkatan ini
peserta didik tidak hanya memperhatikan fenomena khusus tetapi
juga beraksi terhadap fenomena yang ada. Serta peringkat
tertinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang
menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktifitas
khusus. Misalnya senang bertanya, senang membaca buku,
senang membantu sesame dan lain sebagainya.
c. Menilai (valuing) melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau
sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen.
Derajat senangnya mulai dari menerima sesuatu misalnya
keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat
komitmen. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan
perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas.
Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini di klasifikasi sebagai
sikap apresiasi.
d. Organisasi (organization) antara nilai yang satu dengan nilai yang
lain dikaitkan dan konflik antar nilai di selesaikan, serta mulai
membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil belajar
pada peringkat ini, misalnya pengembangan filsafat hidup.
e. Karakterisasi (characterization) pada peringkat ini peserta didik
memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada
suatu waktu tertentu hingga terbentuk pola hidup hasil belajar
pada peringkat ini adalah berkaitan dengan pribadi, emosi, dan
rasa sosialis.
3. Ranah Psikomotorik
Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan
(skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkat
keterampilan, yakni:
a. Gerakan reflex (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar).
b. Keterampilan pada gerak-gerak dasar.
c. Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan
visual, membedakan auditif motoris, dan lain-lain.
d. Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan,
dan ketepatan.
e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai
pada keterampilan yang kompleks.
f. Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive,
seperti gerakan ekspresif dan interpretative.
Hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS yang diukur dalam
penelitian ini adalah hasil belajar yang meliputi aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hamalik (2006:31) menjelaskan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi hasil belajar, diantaranya adalah:
1) Faktor dari luar
Faktor dari luar terdiri dari dua bagian penting yakni:
a) Faktor environmental input (lingkungan)
Kondisi lingkungan juga mempengaruhhi proses dan hasil
belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik/alam dan
lingkungan sosial.
b) Faktor-faktor instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan
penggunaannya dirancangkan sesuai hasil belajar yang
diharapkan.
Faktor-faktor instrumental ini dapat berwujud faktor-faktor
keras (hardware), seperti:
(1) Gedung perlengkapan belajar
(2) Alat-alat praktikum
(3) Perpustakaan, dan sebagainya.
Maupun faktor-faktor lunak (software), seperti:
(1) Kurikulum
(2) Bahan/program yang harus dipelajari
(3) Pedoman-pedoman belajar dan sebagainya
2) Faktor dari dalam
Faktor dari dalam adalah kondisi individu atau anak yang belajar
itu sendiri. Faktor individu dapat dibagi menjadi dua bagian
a) Kondisi fisiologis anak
b) Kondisi psikologis anak
Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi proses dan hasil
belajar, maka sebenarnya kondisi individu si pelajar/anaklah yang
memegang peranan paling menentukan, baik itu kondisi fisiologis
maupun psikologis.
3. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu Pengetahuan Sosial atau yang lebih dikenal dengan IPS
merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti
sosiologi, ekonomi, geografi, dan sejarah. Ilmu Pengetahuan Sosial
dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan
satu pendekatan interdisipliner dari aspek cabang-cabang ilmu-ilmu
sosial (Trianto, 2014:171).
Menurut Sapriya (2014:7) istilah IPS di Indonesia mulai dikenal
sejak tahun 1970-an sebagai hasil kesepakatan komunitas akademik dan
secara formal mulai digunakan dalam sistem pendidikan nasional dalam
kurikulum 1975. Dalam dokumen kurikulum tersebut IPS merupakan
salah satu nama mata pelajaran yang diberikan pada jenjang pendidikan
sekolah dasar dan menengah. Mata pelajaran IPS merupakan sebuah
nama mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran Sejarah, Geografi,
dan Ekonomi serta mata pelajaran lainnya.
Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Study) menurut NCSS dalam
Maryani (2011:10) merupakan kajian integrasi dari ilmu sosial dan
humanities (antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum,
politik, filsafat, psikologi, agama, dan sosiologi), untuk
memperkenalkan kompetensi warga masyarakat. Melalui program
sosial, social studies menjadi koordinasi dan sintetis ilmu-ilmu sosial
dengan tujuan utama menolong generasi muda untuk mengembangkan
kemampuan dalam mengambil keputusan secara rasional, sehingga
menjadi warga Negara yang baik, dapat hidup dalam keragaman
budaya, masyarakat yang demokratis, dan dunia yang serba
ketergantungan.
Sedangkan menurut Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan
Pengembangan Depdiknas (2006), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
merupakan integrasi dari cabang ilmu-ilmu sosial dirumuskan atas
dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan
interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial.
Berdasarkan pendapat para ahli mengenai pengertian mata
pelajaran IPS tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran
IPS adalah mata pelajaran perpaduan antara ilmu-ilmu sosial
diantaranya sosiologi, geografi, sejarah, dan ekonomi. Adanya
keterpaduan mata pelajaran IPS maka dapat meningkatkan
keterampilan siswa untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah
sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi
dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan.
b. Tujuan Pembelajaran llmu Pengetahuan Sosial
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan sosial ialah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial
yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap positif terhadap perbaikan
segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah
yang terjadi seharihari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang
menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-
program pelajaran lPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Mutakin
dalam Trianto (2014:176) merinci rumusan tujuan tersebut sebagai
berikut:
1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau
lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan
kebudayaan masyarakat.
2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan
metode yang diadaptasi dari imu-ilmu sosial yang kemudian dapat
digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial
3) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta
membuat keputusan untuk menyelesakan isu dan masalah yang
berkembang di masyarakat.
4) Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah masalah sosial, serta
mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil
tindakan yang tepat.
5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu
membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung
jawab membangun masyarakat.
6) Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral.
7) Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat
menghakimi
8) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam
kehidupan nya 'to prepare students to be well-functioning citizens in a
democratic society” dan mengembangkan kemampuan siswa
mengunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada setiap
persoalan yang dihadapinya.
9) Menekankan perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau penolakan
siswa terhadap materi Pembelajaran lPS yang diberikan.
Di samping itu, juga bertujuan bagaimana sikap siswa terhadap
pelajaran berupa: penerimaan, jawaban atau sambutan, penghargaan,
pengorganisasian, karakteristik nilai, dan menceritakan.
c. Karakteristik Ilmu Pengetahuan Sosial
Menurut Maryani (2011:14) ruang lingkup mata pelajaran IPS
meliputi aspek-aspek (1) Manusia, Tempat, dan Lingkungan; (2) Waktu,
Keberlanjutan, dan Perubahan; (3) Sistem Sosial dan Budaya; (4)
Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan. Adapun karakteristik mata
pelajaran IPS SMP/MTs antara lain sebagai berikut:
1) Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur
geografi, sejarah, ekonomi, hokum dan politik, kewarganegaraan,
sosiologi bahkan bidang humaniora, pendidikan dan agama.
2) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berdasar dari struktur
ilmu geografi, sejarah, ekonomi, sosiologi, yang dikemas sedemikian
rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.
3) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar juga menyangkut
berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan
interdisipliner dan multidisipliner.
4) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut
peristiwa atau perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab
akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur,
proses dan maslah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar
survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan, dan
jaminan keamanan.
d. IPS Jenjang SMP/MTs
Untuk jenjang SMP/MTs, pengorganisasian mata pelajaran IPS
menganut pendekatan korelasi (correlated), artinya materi pelajaran
dikembangkan dan disusun mengacu pada beberapa disiplin ilmu secara
terbatas kemudian dikaitkan dengan aspek kehidupan nyata (Faktual/real)
peserta didik sesuai sesuai dengan karakteristik usia, tingkat
perkembangan berfikir dan kebiasaan bersikap dan berperilaku. Dalam
dokumen Permendiknas (2006) dikemukakan bahwa IPS untuk
SMP/MTs memiliki kesamaan dengan IPS SD/MI yakni mengkaji
sepereangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan
dengan isu sosial. Pada jenjang SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat
materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Dari ketentuan ini maka
secara konseptual, materi pelajaran IPS di SMP belum mencakup dan
mengakomodasi seluruh disiplin ilmu sosial. Namun, ketentuannya sama
bahwa melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat
menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan beranggung jawab,
serta warga dunia yang cinta damai (Sapriya, 2014: 200-201).
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan
terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan
dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan
peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan
mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.
Menurut Sapriya (2014: 201) tujuan mata pelajaran IPS
SMP/MTs sama dengan IPS SD/MI sebagai berikut:
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inquiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam
kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat local, nasional, dan
global.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang keterampilan sosial sebelumnya sudah banyak
dilakukan. Diantaranya adalah.
Penelitian oleh Nurhamidah (2013) dengan judul skripsi “Pengaruh
Metode Bercerita Terhadap Keterampilan Sosial Anak Usia Prasekolah di TK
Siaga Tunas Kelapa Ngalangan Sardonoharjo Ngaglik Sleman”. Penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif dengan subjek penelitian anak prasekolah,
dalam penelitiannya Nurhamidah berusaha mencari tahu pengaruh metode
bercerita terhadap keterampilan sosial anak prasekolah dan hasilnya adalah ada
perbedaan skor keterampilan sosial subjek pada pre-test dan post-test. Ada
pengaruh metode bercerita dalam meningkatkan keterampilan sosial anak usia
prasekolah. Persamaan penelitian Nurhamidah dengan peneliti adalah sama-
sama menggunakan metode kuantitatif namun perbadaannya adalah pada hasil
yang ingin dicapai dalam penelitiannya, jika Nurhamidah mencari angka
pengaruh sedangkan peneliti mencari angka korelasi, selain itu perbedaan juga
pada subjek penelitian jika Nurhamidah menggunakan anak usia prasekolah
sedangkan peneliti menggunakan siswa SMP sebagai subjek penelitian.
Penelitian oleh Rohman Pambudi (2013) dengan judul skripsi
“Meningkatkan Keterampilan Sosial Melalui Permainan Bola Kasti Siswa
Kelas IV A SD N Nogopuro, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman Tahun
Pelajaran 2012/2013”. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas
dimana teknik analisi datanya menggunakan deskriptif kualitatif dan
kuantitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, angket,
wawancara, dan dokumentasi dengan subjek penelitiannya adalah siswa SD
kelas IV. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa permainan bola kasti dapat
meningkatkan keterampilan sosial pada siswa kelas IV A SD N Nogopuro
Tahun Ajaran 2012/2013 dengan melakukan tindakan berupa memberikan
pemahaman kepada siswa mengenai manfaat bermain, melakukan pembagian
tim secara seimbang dan dengan komposisi secara heterogen. Perbedaan
penelitian Rohman Pambudi dengan peneliti adalah pada jenis penelitian, jika
Rohman Pambudi termasuk ke dalam Penelitian Tindakan Kelas sedangkan
peneliti termasuk ke dalam penelitian korelasional yakni mencari hubungan
antara variabel X dan Y, selain itu terdapat juga perbedaan pada subjek
penelitian yakni jika Rohman Pambudi menggunakan siswa SD kelas IV
sebagai subjeknya maka peneliti menggunakan siswa SMP sebagai subjeknya.
Penelitian oleh Ursa Majorsy, Annes Dwininta, Inge Andriani, dan
Warda Lisa (2013) dengan judul “Hubungan Antara Keterampilan Sosial dan
Kecanduan Situs Jejaring Sosial Pada Masa Dewasa Awal”. Penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif yakni mencari korelasi antara keterampilan
sosial dan kecanduan situs jejaring sosial pada masa dewasa awal. Hasil yang
didapat adalah terdapat hubungan antara keterampilan sosial dan kecanduan
situs jejaring sosial pada masa dewasa awal dengan arah negatif, dimana
semakin tinggi keterampilan sosial yang dimiliki seseorang maka kecanduan
jejaring sosial akan semakin rendah, sebaliknya semakin rendah keterampilan
sosial seseorang maka akan semakin tinggi kecanduan situs jejaring sosial.
Persamaan penelitian oleh Ursa Majorsy, Annes Dwininta, Inge Andriani, dan
Warda Lisa dengan peneliti adalah pada metode kuantitatif serta sama-sama
mencari angka korelasi dengan keterampilan sosial sebagai variabel X, selain
persamaan terdapat juga perbedaan antara penelitian Ursa Majorsy, Annes
Dwininta, Inge Andriani, dan Warda Lisa dengan penelitian yang dilakukan
oleh peneliti yakni pada variabel Y, jika Ursa Majorsy, Annes Dwininta, Inge
Andriani, dan Warda Lisa menggunakan kecanduan situs jejaring sosial pada
masa dewasa awal sebagai variabel Y sedangkan peneliti menggunakan hasil
belajar sebagai variabel Y.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa penelitian tentang
keterampilan sosial sudah dilakukan. Akan tetapi, penelitian dengan judul
“Hubungan Keterampilan Sosial Siswa Dengan Hasil Belajar Pada Mata
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial“ belum pernah dilakukan. Penelitian ini
berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya dalam subjek dan lokasi
penelitian. Tema yang digunakan dalam penelitian ini adalah keterampilan
sosial pada siswa SMP. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
Caldarella dan Marrell mengenai keterampilan sosial. Subjek penelitian ini
adalah siswa kelas VII C SMP Negeri 7 Kota Cirebon.
C. Kerangka Pemikiran
Untuk memperjelas tentang hubungan keterampilan sosial siswa
dengan hasil belajar, penulis menggambarkan kerangka berfikir sebagai
berikut:
Gambar 1: Alur Pikir Penelitian
Penggambaran kerangka pemikiran tersebut, akan membantu penulis
dalam menghubungkan antara keterampilan sosial yang dimliki oleh siswa
dengan hasil belajar siswa.
Untuk menyusun kerangka pemikiran penulis menggunakan teori dari
Caldarella dan Marrell tentang aspek-aspek keterampilan sosial. Menurut
Caldarella dan Marrell ada lima aspek paling umum dalam keterampilan sosial,
Keterampilan
Sosial
Peer Relation
Self-Management
Academic
Compliance
Assertivation
Hasil
Belajar
yakni hubungan dengan teman sebaya (Peer Relation), manajemen diri (Self-
Management), kemampuan akademis (Academic), Kepatuhan (Compliance),
dan Perilaku Asertive (Assertivation). Untuk mengetahui sejauh mana
keterampilan sosial yang dimiliki oleh seseorang maka kita dapat melihatnya
dengan kelima aspek tersebut sebagai indikatornya.
Seorang siswa yang mampu menjaga hubungan dengan baik dengan
teman-temannya serta mampu bekerja sama maka ini termasuk kedalam aspek
yang pertama yakni Peer Relation. Ada juga seorang siswa yang mampu
mengendalikan dirinya dengan baik maka itu termasuk kedalam aspek yang
kedua yakni Self-Management. Kemudian ada seorang siswa yang rajin dalam
menjalankan tugas dari guru serta mampu menyelesaikan tugas yang menjadi
tanggung jawabnya, maka siswa tersebut dapat dikatakan memiliki
keterampilan sosial, sesuai dengan aspek yang ketiga. Sedangkan untuk aspek
yang keempat contohnya adalah seorang siswa yang mampu mengikuti
peraturan dan dapat memanfaatkan waktu yang ada. Kemudian yang kelima
adalah perilaku asertif, yakni ketika seorang siswa yang sudah mampu tampil
percaya diri ketika berhadapan dengan lawan jenis.
Dalam hal ini penulis berusaha untuk menghubungkan antara
keterampilan sosial yang dimiliki oleh siswa dengan hasil belajar karena setiap
siswa memiliki tingkat keterampilan sosial yang berbeda maka hasil belajarpun
akan berbeda, namun belum diketahui apakah hubungan antara keterampilan
sosial dengan hasil belajar mempunyai hubungan yang signifikan.
D. Hipotesis Penelitian
Tujuan penelitian mengajukan hipotesis adalah agar dalam kegiatan penelitian
tersebut terfokus hanya pada informasi atau data yang diperlukan bagi
pengujian hipotesis. Untuk itu peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
Ho: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara keterampilan sosial siswa
dengan hasil belajar pada mata pelajaran IPS siswa kelas VII C di SMP
Negeri 7 Kota Cirebon