Post on 22-Feb-2018
13
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Pengertian Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan suatu upaya yang
dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, dalam hal ini untuk mencegah penyakit,
menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan
seseorang, keluarga atau masyarakat dengan penyedia
layanan diselenggarakan secara mandiri atau bersama-
sama dalam suatu organisasi (Mubarak dan Cahyati,
2009).
Pelayanan kesehatan menurut Undang-Undang No.
36 tahun 2009 adalah suatu upaya yang diselenggarakan
secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu
organisasi yang oleh pemerintah, pemerintah daerah atau
swasta yang meliputi pelayanan kesehatan perseorangan
maupun pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan menurut Departemen
Kesehatan RI (Depkes RI), 2009 adalah setiap upaya
yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama
dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan
14
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat.
2.1.2. Pengertian Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah
penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang
disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap,
kunjungan rumah oleh petugas kesehatan ataupun
bentuk kegiatan-kegiatan lain dari pemanfaatan
pelayanan kesehatan tersebut (Mubarak dan Cahyati,
2009).
2.1.3. Tingkatan Pelayanan Kesehatan (Mubarak dan
Cahyati, 2009):
2.1.3.1 Primary Health Service (pelayanan kesehatan
tingkat pertama)
Merupakan pelayanan kesehatan yang
bersifat pokok atau primer yang dimanfaatkan
oleh masyarakat untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang bersifat rawat jalan.
15
2.1.3.2 Secondary Health Service (pelayanan kesehatan
tingkat kedua)
Merupakan pelayanan kesehatan yang
bersifat rawat inap yang memerlukan bantuan
tenaga-tenaga kesehatan spesialis.
2.1.3.3 Tertiary Health Service (pelayanan kesehatan
tingkat ketiga)
Merupakan pelayanan kesehatan yang
bersifat lebih kompleks, yang biasanya penyedia
layanan adalah tenaga-tenaga subspesialis.
2.1.4. Macam - Macam Pelayanan Kesehatan
Menurut pendapat Hodgetts dan Cascio (1983)
dalam Mubarak dan Cahyati (2009), terdapat dua macam
pelayanan kesehatan, yaitu:
2.1.4.1. Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat merupakan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan
(promotif), mencegah penyakit (preventif) dalam
suatu kelompok atau masyarakat.
16
2.1.4.2. Pelayanan Kedokteran
Pelayanan kedokteran merupakan suatu
pelayanan yang diselenggarakan secara sendiri
(solo practice) atau secara bersama-sama dalam
suatu organisasi atau institusi dengan tujuan
untuk menyembuhkan penyakit (kuratif) dan
memulihkan kesehatan (rehabilitatif) pada
perseorangan atau keluarga.
2.1.5. Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan pada bab 1 ayat I, disebutkan bahwa jenis
pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
2.1.5.1. Pelayanan kesehatan promotif adalah pelayanan
kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan
yang bersifat pada promosi kesehatan.
2.1.5.2. Pelayanan kesehatan preventif adalah
pelayanan pencegahan terhadap timbulnya
suatu masalah kesehatan / penyakit.
2.1.5.3. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu
pelyanan kesehatan yang mengutamakan
kegiatan pengobatan yang bertujuan untuk
penyembuhan penyakit, mengurangi penderitaan
akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau
17
pengendalian kecacatan agar kualitas penderita
dapat terjaga seoptimal mungkin.
2.1.5.4. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah
pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
mengembalikan penderita ke dalam masyarakat
sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota
masyarakat yang berguna untuk dirinya dan
masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuannya.
2.1.5.5. Pelayanan kesehatan tradisional adalah
pelayanan kesehatan yang berupa tindakan
pengobatan dan perawatan dengan cara dan
obat yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan yang turun temurun yang dapat
dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai
dengan norma yang berlaku di masyarakat.
2.1.6. Perilaku pencarian pelayanan kesehatan oleh
masyarakat ketika sakit menurut Notoatmodjo (2007)
adalah sebagai berikut:
2.1.6.1. Tidak bertindak apa-apa
Dengan alasan bahwa kondisi kesehatannya
tidak mengganggu aktivitasnya, maka
18
masyarakat tidak bertindak apa-apa untuk
mencari pelayanan kesehatan yang ada.
2.1.6.2. Melakukan pengobatan sendiri
Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang
lalu usaha pengobatan sendiri dapat
menyembuhkan penyakit. Hal ini berhubungan
juga dengan budaya yang ada di masyarakat.
2.1.6.3. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas
pengobatan tradisional
Dalam hal ini yang termasuk dalam fasilitas
pengobatan tradisional adalah dukun. Dukun
yang dimaksud adalah dukun pijat pada bayi
atau anak. Pada masyarakat yang masih
sederhana, masalah sehat sakit merupakan
gangguan yang bersifat budaya dibandingkan
dengan gangguan-gangguan fisik. Perilaku
pencarian pengobatan berorientasi pada sosial
budaya masyarakat. Pengobatan tradisional
merupakan bagian dari masyarakat yang berasal
dari kebudayaan masyarakat tersebut yang lebih
diterima dibandingkan dengan tenaga kesehatan
modern.
19
2.1.6.4. Mencari pengobatan dengan cara membeli obat
di warung-warung.
2.1.6.5. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan
modern yang diselenggarakan oleh pemerintah
dan lembaga-lembaga swasta, misalnya
puskesmas, balai pengobatan, bidan praktik
swasta, perawat praktik swasta, rumah sakit
umum daerah maupun rumah sakit swasta.
2.1.6.6. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan
yang dengan penyedia layanan dokter praktik.
2.1.7. Anderson (1979) menyatakan faktor-faktor yang
mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan
adalah Notoatmodjo, 2007:
2.1.7.1. Karakteristik Predisposisi
Karakteristik ini digunakan untuk
menggambarkan fakta bahwa tiap individu
mempunyai kecenderungan yang berbeda dalam
menggunakan pelayanan kesehatan. Hal ini
disebabkan karena ciri-ciri individu, yaitu:
a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan
umur.
20
b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan,
pekerjaan dan suku.
c. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti
keyakinan bahwa pelayanan kesehatan
dapat menolong proses penyembuhan
penyakit.
2.1.7.2. Karakteristik Pendukung
Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun
mempunyai predisposisi untuk menggunakan
pelayanan kesehatan, tetapi tidak akan bertindak
untuk menggunakannya, kecuali jika mampu
untuk menggunakannya. Penggunaan
pelayanan kesehatan yang ada tergantung
kepada kemampuan konsumen untuk
membayar.
2.1.7.3. Karakteristik Kebutuhan
Faktor predisposisi dan faktor pendukung untuk
mencari pengobatan dapat terwujud di dalam
tindakan jika dirasakan sebagai kebutuhan.
Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus
langsung untuk menggunakan pelayanan
kesehatan.
21
Berikut ilustrasi model Anderson (1979):
Keterangan:
: Variabel
2.2. Tinjauan Praktik Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian Young, Wolfhiem, Marsh dan
Hammany (2012) bahwa WHO dan UNICEF mendukung
integrasi manajemen berbasis komunitas yang merupakan
strategi penting dalam mendorong kesetaraan dan
berpengaruh terhadap penurunan jumlah kematian anak usia di
bawah 5 tahun hingga dua pertiga untuk mencapai tujuan
Predisposing Enabling Need Health
Service
s Use
Demography
Social
Structure
Health
Beliefs
Family
Resources
Community
Resources
Perceived
Evaluating
22
pembangunan milenium keempat tahun 2015 dalam
meningkatkan akses pelayanan kesehatan anak. Tindakan-
tindakan tersebut termasuk menjangkau kelompok terlayani
dalam menyediakan jasa pelayanan kesehatan penting yang
mereka butuhkan. Melalui tenaga kesehatan yang terlatih,
integrasi manajemen berbasis komunitas adalah menyediakan
pelayanan kepada masyarakat seperti diare, pneumonia,
malaria dan perawatan bayi baru lahir sebagai rencana yang
efektif untuk meningkatkan akses dan ketersediaan layanan
pengobatan pada anak.
Berbeda dengan hasil penelitian oleh Exter (2005) akses
perawatan kesehatan di Belanda dipengaruhi oleh hukum
internasional. Norma-norma hukum internasional berisi tentang
hak perawatan kesehatan. Akses perawatan kesehatan dijamin
oleh asuransi kesehatan. Pada prinsipnya akses perawatan
kesehatan merupakan hak sosial dan berarti pihak yang
berwenang memiliki kebijaksanaan yang luas dalam
menentukan bagaimana dan kapan hak sosial akan
diwujudkan. Asuransi kesehatan dapat diartikan sebagai hak
jaminan sosial, dimana akses pelayanan kesehatan
berdasarkan konsep solidaritas dan kesetaraan, yang berarti
dapat dinikmati oleh setiap orang. Dengan adanya undang-
undang asuransi kesehatan yang baru, mempengaruhi orang-
23
orang bertindak secara tidak proporsional dalam pembagian
biaya dan merubah konsep solidaritas yang ada. Pemerintah
menyatakan bahwa asuransi kesehatan baru tidak mengubah
skema asuransi kesehatan sosial yang bersifat kompetitif.
Perubahan bertahap dari sosial terhadap asuransi langsung
sulit untuk menyesuaikan dengan konsep solidaritas.
Penelitian Regmi, Williams dan Regmi (2009) pada
kelompok Black and Minority Ethnic (BME) tentang
pengalaman dalam akses pelayanan kesehatan nasional
terhadap 34 responden yang berasal dari kelompok Asia dan
Afrika, menunjukkan bahwa sebanyak 75 % dari responden
mempunyai pengalaman yang baik dalam akses pelayanan
kesehatan nasional. Layanan kesehatan untuk BME
merupakan strategi untuk menurunkan tingkat kesenjangan di
Inggris. Tetapi dalam mewujudkan hal tersebut terdapat
beberapa halangan diantaranya adalah kesulitan dalam
menepati janji, ketidaktahuan kebutuhan dari BME, kebutuhan
layanan yang kompleks dan saling berhubungan, layanan yang
kurang, masalah bahasa dan komunikasi dan pengguna pusat
layanan.
Hal yang hampir serupa terhadap perbedaan signifikan
dalam akses pelayanan kesehatan masih sangat terlihat antara
orang-orang yang berada di pinggiran dan orang-orang yang
24
ada di perkotaan. Penelitian menurut Perry, King-Schultz,
Aftab, dan Bryant (2007), menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan dalam mengakses pelayanan kesehatan pada
daerah pegunungan dan daerah pusat. Hal ini dikarenakan
kualitas pelayanan dari layanan utama di daerah pegunungan
lebih rendah dibandingkan di pusat. Status kesehatan di
daerah pegunungan termasuk dalam kategori yang rendah jika
dilihat dari angka kematian anak usia di bawah lima tahun dan
tingkat kurang gizi pada anak. Tingkat ketidaksetaraan
pelayanan kesehatan di seluruh dunia hampir sama, hal ini
berhubungan dengan keadaan geografis dan minimnya sumber
daya yang ada. Program kesehatan setempat (Haiti) perlu
memberikan perhatian dalam memantau status kesehatan
serta kualitas dan pelayanan dasar pada kelompok-kelompok
terpinggirkan dalam jangkauan layanan. Ketidaksetaraan
dalam mengakses pelayanan kesehatan harus dievaluasi lagi
oleh pemimpin program pelayanan kesehatan agar tercapai
program kesehatan melalui pemerataan dan peningkatan
pelayanan kesehatan pada komunitas.
Hasil penelitian oleh Guendelman, Wier, Angulo dan Oman
(2005), yang dilakukan di California menunjukkan bahwa
asuransi pada lingkup anak memiliki akses pelayanan
kesehatan yang terbatas dibandingkan asuransi pada lingkup
25
keluarga. Asuransi pada lingkup keluarga dapat meningkatkan
akses rutin ke sumber perawatan dan penyedia sektor swasta
dan untuk mengurangi diskriminasi yang dirasakan.
Berbeda halnya dengan penelitian menurut Yu, Huang,
Schwaiberg dan Nyman (2006) yang dilakukan di California
menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa inggris orang tua
mempengaruhi akses pelayanan kesehatan anak. Kemampuan
berbahasa inggris memiliki pengaruh yang kuat terhadap akses
asuransi kesehatan bagi anak-anak. Sedangkan anak-anak
yang terutama orang tuanya memiliki kemampuan berbahasa
inggris rendah, lebih cenderung bergantung pada negara lain,
keterbatasan dalam akses asuransi kesehatan, tidak memiliki
kontak dengan dokter dan jika pergi ke negara lain cenderung
memiliki keterbatasan dalam mengakses layanan gawat
darurat. Karena kemampuan berbahasa inggris orang tuanya
mempengaruhi pelayanan kesehatan anak-anak menjadi
tertunda atau dikorbankan karena ada diskriminasi dalam
perawatan kesehatan. Kemampuan berbahasa inggris dapat
mengurangi dampak ras / etnis yang berpengaruh terhadap
akses pelayanan kesehatan.
Menurut penelitian Randolph, Murray, Swanson dan
Margolis (2004) dalam meningkatkan akses perawatan di
Amerika Serikat adalah dengan meningkatkan jadwal
26
kunjungan anak dalam akses perawatan kesehatan. Selain itu
terdapat hubungan yang saling berkaitan tentang akses dan
kualitas pelayanan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
anak untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang pantas
dan dibutuhkan (Chung dan Schuster, 2004). Pendapatan
orang tua juga memiliki pengaruh terhadap akses perawatan
kesehatan pada anak. Tidak hanya orang tua dengan
pendapatan yang rendah, tetapi pendapatan orang tua yang
dalam kategori menengah juga memiliki keterbatasan dalam
mengakses perawatan kesehatan pada anak (Larson dan
Halfon, 2009).
Perbedaan akses pelayanan kesehatan juga terlihat pada
penelitian menurut Rahman, Islam, Islam, Sadhya, Latif (2011)
fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan
medis secara keseluruhan harus dimanfaatkan dalam
meningkatkan sistem kesehatan pedesaan di Bangladesh.
Adanya beberapa sistem terapi yang berbeda dalam
lingkungan budaya merupakan faktor yang mempengaruhi
sistem perawatan kesehatan di Bangladesh. Dalam hal ini,
upaya untuk meningkatkan kesehatan yang berhubungan
dengan pengetahuan dan keterampilan untuk memfasilitasi
dalam keputusan pencarian pelayanan kesehatan yang sesuai
ditekankan pada perawatan kesehatan primer. Hasil penelitian
27
menunjukkan bahwa status pendidikan, pendapatan rumah
tangga dan standar hidup merupakan faktor penting dalam
pemanfaatan fasilitas kesehatan non publik. Rendahnya
kualitas pelayanan, lamanya waktu tunggu dan waktu
konsultasi yang singkat merupakan alasan utama masyarakat
tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan umum. Hal ini
berdampak pada minimnya pemanfaatan fasilitas pelayanan
kesehatan publik, khususnya layanan untuk pemantauan
pertumbuhan anak, layanan pencegahan penyakit dan
pendidikan kesehatan, pelayanan perawatan nifas dan layanan
keluarga berencana. Selain itu, tidak adanya fasilitas umum
terdekat juga merupakan suatu alasan tidak mencari perawatan
medis pada pelayanan kesehatan masyarakat.
Lain halnya dengan penelitian Yu, Huang dan Singh (2010)
dalam sebuah tentang status kesehatan dan akses pelayanan
kesehatan diantara anak-anak Cina, Filipina, Jepang, Korea,
Asia Selatan dan Vietnam yang tinggal di California
menunjukkan bahwa etnis Asia memiliki akses perawatan
kesehatan dan pemanfaatan yang kurang baik / buruk.
Ditemukan faktor sosio-demografi yang berpengaruh dalam
perilaku pencarian pelayanan kesehatan, yaitu sejarah dan
budaya. Perbedaan pola menunjukkan bahwa pelayanan
kesehatan yang menjangkau kelompok etnis Asia harus
28
disesuaikan dengan kebutuhan spesifik mereka. Keluarga yang
kurang mengerti dengan sistem pelayanan kesehatan di
Amerika memerlukan layanan yang sesuai dengan bahasa dan
budayanya. Selain itu usia, jenis kelamin, kemiskinan, status
kelahiran dan kewarganegaraan, asuransi kesehatan, status
perkawinan orang tua dan status kesehatan anak sangat
berpengaruh dalam akses pelayanan kesehatan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa anak-anak Korea memiliki
asuransi yang kurang baik dibandingkan dengan anak Spanyol
berkulit putih, sedangkan anak-anak Filipina memiliki
kemungkinan dua kali lebih banyak untuk tidak bertemu
dengan dokter, anak-anak Cina, Korea dan Vietnam memiliki
kemungkinan lebih sedikit dalam mengakses pelayanan
kesehatan gawat darurat dalam satu tahun terakhir yang
cenderung mengakibatkan kondisi kesehatan yang buruk.
Penelitian menurut Soeung, Grundy, Sokhom, Blanc dan
Thor (2012), studi di empat komunitas miskin di Kamboja
menunjukkan bahwa faktor sosial menentukan dalam akses
pelayanan kesehatan. Dalam rangka meningkatkan akses
pelayanan kesehatan masyarakat miskin di perkotaan,
memerlukan perluasan fungsi kesehatan masyarakat dan
kemampuan dalam hal membangun hubungan antara penyedia
pelayanan kesehatan, pemerintah kota dan masyarakat. Dalam
29
hal ini, meskipun faktor keluarga yang memiliki penghasilan
dan tingkat pendidikan rendah, tetapi mereka memiliki akses
pelayanan kesehatan yang cukup dalam perawatan preventif
dan kuratif. Namun, masyarakat memiliki pengertian yang
kurang baik dalam hal kesehatan dan akses pelayanan
kesehatan, terutama berhubungan dengan ketidakamanan
kondisi lingkungan dan sosial. Hubungan antara pendidikan
yang rendah, kondisi hidup miskin dan tingginya biaya hidup,
menyebabkan masyarakat hidup dari waktu ke waktu pada pola
yang sama dan dapat menyebabkan dampak pada kesehataan
masyarakat. Beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat
miskin memiliki kelemahan dalam hal kesehatan, diantaranya
adalah kondisi kehidupan sehari-hari masyarakat, kesenjangan
sosial dan ekonomi, serta sejauh mana masyarakat menilai dan
bertindak atas ketidakadilan dalam akses pelayanan
kesehatan.
Pemanfaatan pelayanan kesehatan secara umum
dipengaruhi oleh faktor predisposisi, pendukung dan kebutuhan
terhadap pelayanan kesehatan. Hal ini berhubungan dengan
karakteristik demografi, sosial kultural dan kepercayaan
terhadap pelayanan kesehatan. Selain itu, kondisi ekonomi,
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan, kualitas pelayanan
yang diberikan, ketersediaan sumber daya dan fasilitas
30
pelayanan kesehatan yang terjangkau juga mempengaruhi
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Jika dirasakan sebagai
kebutuhan, maka orang tua akan mencari perawatan
kesehatan saat anak sakit. Pengetahuan tentang tanda-tanda
bahaya penyakit merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan, jika orang tua
mengetahui tanda-tanda bahaya penyakit anak, maka orang
tua akan berusaha mencari perawatan pada layanan
kesehatan dengan cepat. Selain itu terdapat beberapa
pertimbangan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan saat
anak sakit. Hal ini berhubungan dengan stres psikologis
maupun stres secara fisik/biologis. Stres psikologis dapat
berupa kecemasan, takut, marah, kekecewaan, kesedihan,
malu dan merasa bersalah. Stres secara fisik dapat berupa
tidak dapat tidur, keengganan untuk bergerak akibat adanya
nyeri, kenaikan suhu yang ekstrim, suara yang gaduh, cahaya
yang sangat terang atau gelap. Oleh karena itu ketika anak
sakit harus mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal.