Post on 10-Jul-2020
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pertumbuhan Jumlah Penduduk
Proyeksi jumlah penduduk digunakan sebagai dasar untuk menghitung tingkat kebutuhan
air bersih pada masa mendatang. Proyeksi jumlah penduduk di masa mendatang dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu :
1. Metode Eksponensial
2. Metode Aritmatik
3. Metode Geometrik
2.1.1 Metode Eksponensial
Proyeksi jumlah penduduk dengan metode eksponensial menggunakan persamaan
berikut: (Muliakusumah, 2000:255).
nr
n ePP .
0 . (2 - 1)
Dengan :
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
P0 = jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r = angka pertambahan penduduk (%)
n = periode tahun yang ditinjau (tahun)
e = bilangan logaritma natural (2,7182818)
2.1.2 Metode Aritmatik
Proyeksi jumlah penduduk dengan metode aritmatik menggunakan persamaan berikut:
(Muliakusumah, 2000:255).
rnPPn 10 (2 - 2)
Dengan :
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
P0 = jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r = angka pertambahan penduduk per tahun (%)
n = jumlah tahun proyeksi (tahun)
2.1.3 Metode Geometrik
Proyeksi jumlah penduduk dengan metode aritmatik menggunakan persamaan berikut:
(Muliakusumah, 2000:255).
nn rPP 10 (2 - 3)
Dengan :
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
6
P0 = jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r = angka pertambahan penduduk tiap tahun (%)
n = jumlah tahun proyeksi (tahun)
2.2 Uji Kesesuaian Metode Proyeksi
2.2.1. Standar deviasi
Standar deviasi dapat diartikan sebagai niali atau standar yang menunjukkan besar jarak
sebaran terhadap nilai rata-rata. Jadi semakin besar nilai standar deviasi, maka data menjadi
kurang akurat. Berikut merupakan rumusan dari perhitungan standar deviasi (Soewarno,
1995:75).
1
)(1
2
n
XX
S
n
i
i
(2 - 4)
dimana:
S = standar deviasi
Xi = nilai varian (penduduk proyeksi)
X = nilai rata-rata
2.2.2. Koefisien korelasi
Koefisien korelasi merupakan koefisien yang sesuai bila variabel Y dianggap sebagai
dependen terhadap X. Nilai korelasi dapat bervariasi dari -1 melalui nol hingga terbesar
mendekati +1. Semakin besar nilai korelasi (r = +1 atau mendekati 1) maka korelasi antara
dua variabel dapat dikatakan positif dan sangat kuat. Adapun rumusan untuk menentukan
besarnya koefesien korelasi sebagai berikut (Dejan, 1974:301).
2222 YYnXnX
YXXYnr
(2 - 5)
Dengan :
r = koefisien korelasi
X = jumlah penduduk data (jiwa)
Y = jumlah penduduk hasil proyeksi (jiwa)
2.3 Kebutuhan Air Bersih
Kebutuhan air bersih adalah jumlah air yang diperlukan secara wajar untuk keperluan
pokok manusia (domestik) dan kegiatan-kegiatan lainnya yang memerlukan air (non
domestik). Sebuah perencanaan sistem jaringan distribusi air bersih harus berdasarkan pada
standar yang ada dengan mempertimbangkan kondisi yang ada di sekitarnya seperti
7
perkembangan daerah, kondisi daerah dan penduduknya. Dengan demikian dapat dilakukan
perencanaan yang mendekati besarnya tingkat kebutuhan air bersih sehari-hari ditambah
dengan faktor kehilangan air. Secara umum, kehilangan air atau kebocoran yang terjadi pada
suatu system jaringan distribusi air bersih dapat dibedakan menjadi dua factor (DPUD
Jenderal Cipta Karya Direktorat Air Bersih, 1987 : 158) yaitu :
1.Kehilangan air akibat faktor teknis
Adanya lubang atau celah pada pipa dan sambungan.
Pipa pada jaringan distribusi pecah.
Meter yang dipasang pada pipa konsumen kurang baik.
Kehilangan air pada instalasi pengolahan.
Pemasangan pipa di rumah konsumen yang kurang baik
2.Kehilangan air akibat faktor non teknis
Kesalahan membaca meter air
Kesalahan pencatatan hasil pembacaan meter air
Kesalahan pemindahan atau pembuatan rekening air
Angka yang ditunjukkan oleh meter air berkurang akibat adanya aliran udara
pada pipa distribusi ke rumah konsumen melalui meter air tersebut.
2.3.1 Fluktuasi Kebutuhan Air Bersih
Besarnya pemakaian air oleh masyarakat pada sistem jaringan distribusi air bersih
tidak berlangsung konstan tetapi terjadi fluktuasi antara satu jam dengan jam yang lainnya,
begitu pula dengan satu hari dengan hari lainnya. Fluktuasi yang terjadi tergantung pada
suatu aktivitas penggunaan air dalam keseharian oleh masyarakat.
Adapun kriteria tingkat kebutuhan air pada masyarakat dapat digolongkan sebagai
berikut :
1. Kebutuhan air rata-rata, yaitu penjumlahan kebutuhan total (domestik dan non domestik)
ditambah dengan kehilangan air.
2. Kebutuhan harian maksimum, yaitu kebutuhan air terbesar dari kebutuhan rata-rata harian
dalam satu minggu.
3. Kebutuhan air pada jam puncak, yaitu pemakaian air tertinggi pada jam-jam tertentu
selama periode satu hari.
Untuk perhitungan kebutuhan pada hari tertentu serta pada jam puncak, PDAM Kota
Malang menggunakan pendekatan angka koefisien sebagai berikut (Pedoman/Petunjuk
Teknik dan Manual Bagian: 6 (Volume IV, V & VI) Air Minum Perkotaan, 2002 ):
- Kebutuhan harian maksimum = 1,15 x kebutuhan air rata-rata (2- 1)
8
- Kebutuhan jam puncak = 1,56 x kebutuhan air rata-rata (2-2)
Gambar 2. 1 Grafik Fluktuasi Load Factor Pemakaian Air Bersih Harian
Sumber : DPUD Jendral Cipta Karya Direktorat Air Bersih
Berdasarkan grafik fluktuasi load factor kebutuhan air bersih dari DPUD Jendral
Cipta Karya Direktorat Air Bersih didapatkan nilai sebagai berikut :
Tabel 2. 1 Faktor Pengali (Load Factor) Terhadap Kebutuhan Air Bersih
Jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Load Factor 0.3 0.37 0.45 0.64 1.15 1.4 1.53 1.56 1.41 1.38 1.27 1.2
Jam 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Load Factor 1.14 1.17 1.18 1.22 1.31 1.38 1.25 0.98 0.62 0.45 0.37 0.25
(Pedoman/Petunjuk Teknik dan Manual Bagian: 6 (Volume IV, V & VI) Air Minum Perkotaan, 2002)
2.3.2 Kebutuhan Domestik
Kebutuhan Domestik adalah kebutuhan air bersih yang digunakan untuk keperluan
rumah tangga dan sambungan kran umum. Penggunaan air bersih oleh konsumen rumah
tangga tidak hanya terbatas untuk memasak dan mandi saja, namun juga hampir untuk setiap
aktivitas yang memerlukan air.
2.3.3 Kebutuhan Non Domestik
Kebutuhan non domestik adalah kebutuhan air bersih selain untuk keperluan rumah
tangga dan sambungan kran umum, seperti penyediaan air bersih untuk perkantoran,
perdagangan serta fasilitas sosial seperti tempat ibadah, sekolah, hotel, puskesmas, militer,
serta pelayanan jasa umum lainnya.
9
Tabel 2. 2. Nilai Kebutuhan Air Bersih untuk Bangunan Tempat Tinggal
Kategori Kota Keterangan Jumlah Penduduk Kebutuhan Air Bersih
(l/org/hari)
Kategori I Kota Metropolitan > 1.000.000 190
Kategori II Kota Besar 500.000 s.d 1.000.000 170
Kategori III Kota Sedang 100.000 s.d 500.000 150
Kategori IV Kota Kecil 20.000 s.d 100.000 130
Kategori V Desa 10.000 s.d 20.000 100
Kategori VI Desa Kecil 3.000 s.d 10.000 60
Sumber: DPUD Jendral Cipta Karya Direktorat Air Bersih
2.3.4 Kehilangan Air
Kehilangan air merupakan kehilangan air pada pipa distribusi dan tidak termasuk dalam
katagori pemakaian air, akan tetapi dalam perencanaannya besarnya angka kehilangan air
harus diperhitungkan. Faktor kehilangan air dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.Kehilangan air akibat faktor teknis
Adanya lubang atau celah pada pipa atau pada sambungan.
Pipa pada jaringan distribusi pecah.
Meter yang dipasang pada pipa konsumen kurang baik.
Kehilangan air pada instalasi pengolahan.
Pemasangan perpipaan yang kurang baik.
2.Kehilangan air akibat faktor non teknis
Kesalahan membaca meter teknis
Kesalahan dalam penjumlahan atau pengurangan data
Kesalahan pencatatan hasil pembacaan meter air
Pencurian air atau pemasangan sambungan air
2.3.5 Rencana Alokasi Air bersih
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 18/PRT/M/2007 tentang
Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Lampiran I, maka
perencanaan kebutuhan air bersih dapat dihitung sebagai berikut:
Tabel 2.3 Kriteria Pemakaian Air bersih
No. Parameter Kota
Metro Besar Sedang Kecil
1 Kebutuhan Domestik (tingkat pemakaian air) :
Sambungan Rumah (liter/orang/hari) 190 170 150 130
Kran Umum (liter/orang/hari) 30 30 30 30
2 Kebutuhan Non domestik :
Industri (liter/detik/hektar)
10
- Berat 0,5 - 1,00
- Sedang 0,25 - 0,50
- Ringan 0,15 - 0,25
Komersial (liter/detik/hektar)
- Pasar 0,10 - 1,00
- Rumah Makan (liter/unit/hari) 15
- Hotel (liter/kamar/hari)
Lokal 400
Internasional 1000
Sosial dan Institusi
- Sekolah (liter/siswa/hari) 15
- Rumah Sakit (m3/unit/hari) -
- Puskesmas (liter/hari) 400
3 Kebutuhan Air Rata-rata Kebutuhan domestik + non domestik
4 Kebutuhan Air Maksimum Kebutuhan rata-rata x 1,15 -1,2
(faktor kehilangan jam maksimum)
5 Kehilangan Air 25% x Kebutuhan rata-rata
Kota Metro dan Besar
Kota Sedang dan Kecil 30% x Kebutuhan rata-rata
6 Kebutuhan Jam Puncak Kebutuhan rata-rata x Faktor jam
puncak (165% - 200%)
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Ditjen Cipta Karya Direktorat Air Bersih (1994 : 38)
Kebutuhan air bersih domestik berdasarkan jumlah proyeksi penduduk dan tingkat pemakaian
per orang per hari.
1. Kebutuhan air non domestik diperhitungkan sebesar 15 % dari kebutuhan domestik.
2. Kehilangan air diperhitungkan sebesar 15 % dari total kebutuhan domestik dan non
domestik
3. Kebutuhan hari maksimum, diperhitungkan sebesar 1,15 kebutuhan air total.
Faktor perkalian tersebut diambil untuk mengimbangi kebocoran pipa.
4. Kebutuhan jam puncak, diperhitungkan sebesar 1,56 kebutuhan air total.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan puncak di mana akan terjadi laju maksimum
pada sistem distribusi air. Angka ini penting untuk menentukan ukuran pipa dan
sistem distribusi yang akan direncanakan.
Selanjutnya kebutuhan air bersih penduduk dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keb. Total = Kebutuhan Domestik + Kebutuhan non domestik + kehilangan air
2.4 Hidraulika Aliran pada Jaringan Pipa
2.4.1 Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran dalam pipa yang diijinkan adalah 0,3 – 6 m/det, dimana hal ini akan
disesuaikan dengan kondisi setempat mengenai kemiringan lahan maupun adanya
penambahan tekanan dari adanya pemompaan. Kecepatan tidak boleh terlalu kecil sebab
11
dapat menyebabkan endapan dalam pipa tidak terdorong, selain itu juga diameter pipa jadi
berkurang karena adanya endapan itu, dan itu akan membebani biaya perawatan. Sebaliknya,
jika kecepatan aliran terlalu tinggi, maka akan berakibat korosi pada pipa dan juga menambah
nilai headloss yang berakibat elevasi reservoirnya harus tinggi. Untuk menghitung kecepatan
digunakan rumus sebagai berikut :
VAQ . (2 - 6)
VDQ ...4
1 2 (2 - 7)
Dimana :
Q : debit aliran (m3/det) V : kecepatan aliran (m/det)
A : luas basah (m2) D : diameter pipa (m)
2.4.2 Hukum Bernoulli
Air pada pipa selalu mengalir dari tempat yang memiliki tinggi energi yang lebih
besar ke tempat yang memiliki energi yang lebih kecil. Hal tersebut dikenal dengan prinsip
Bernoulli.
Hukum Bernoulli menyatakan bahwa tinggi energi total pada sebuah penampang pipa
adalah jumlah energi kecepatan, energi tekanan dan energi ketinggian yang dapat ditulis
sebagai berikut :
ETot = Energi ketinggian + Energi kecepatan + Energi tekanan
ETot = w
p
g
Vh
2
2
(2 - 8)
Menurut teori Kekekalan Energi dari hukum Bernoulli apabila tidak ada energi yang
lolos atau diterima antara dua titik dalam satu sistem tertutup, maka energi totalnya tetap
konstan. Hal tersebut dapat dijelaskan pada gambar 2.2. berikut :
HGL
EGLV1
2
2g
a
P1
V2
2
2g
P 2
a
b b
V1
V2h1
h 2
h L
Gambar 2.2 Diagram Energi dan Garis Tekanan
Sumber : Priyantoro (1991:7)
12
Hukum Kekekalan Bernoulli pada Gambar 2.2. dapat ditulis sebagai berikut
(Priyantoro, 1991 : 8) :
(2 – 9)
Dengan :
γ
p1 , γ
p 2 = tinggi tekan di titik 1 dan 2 (m)
2g
v2
1 , 2g
v2
2 = tinggi energi di titik 1 dan 2 (m)
P1, P2 = tekanan di titik 1 dan 2 (kg/m2)
w = berat jenis air (kg/m3)
v1, v2 = kecepatan aliran di titik 1 dan 2 (m/det)
g = percepatan gravitasi (m/det2)
h1, h2 = tinggi elevasi di titik 1 dan 2 dari garis yang ditinjau (m)
hL = kehilangan tinggi tekan dalam pipa (m)
Pada gambar di atas, terlihat garis yang menunjukkan besarnya tinggi tekan air pada
titik tinjauan yang dinamakan garis gradien hidrolis atau garis kemiringan hidrolis. Jarak
vertikal antara pipa dengan gradien hidrolis menunjukkan tekanan yang terjadi dalam pipa.
Perbedaan ketinggian antara titik 1 dan 2 merupakan kehilangan energi yang terjadi
sepanjang penampang 1 dan 2.
2.4.3 Hukum Kontinuitas
Air yang mengalir dalam suatu pipa secara terus menerus yang mempunyai luas
penampang dan kecepatan akan memiliki debit yang sama pada setiap penampangnya. Dalam
persamaan hukum kontinuitas dinyatakan bahwa debit yang masuk ke dalam pipa sama
dengan debit yang keluar.
Q
V
1
1
A1
1
2
Q
V
2
2
A2
Gambar 2.3 Aliran dengan Penampang Pipa yang Berbeda
Sumber : Triatmodjo (1996:137)
L 2
2
2 2
2 1
1 1 h
2g v
γ P
h 2g v
γ p
h
13
Sehingga dapat dituliskan persamaan:
A1.V1 = A2.V2 (2 - 10)
atau,
Q = A.V = konstan (2 - 11)
dengan :
Q1, Q2 = debit pada potongan 1 dan 2 (m3/det)
V1, V2 = kecepatan pada potongan 1 dan 2 (m/det)
A1, A2 = luas penampang pada potongan 1 dan 2 (m2)
Pada aliran percabangan pipa juga berlaku hukum kontinuitas dimana debit yang masuk
pada suatu pipa sama dengan debit yang keluar pipa. Hal tersebut diilustrasikan sebagai
berikut :
V1Q 1
A1
V 2
Q 2
A 2
V3Q 3
A3
1
2
3
Gambar 2.4 Persamaan Kontinuitas pada Pipa Bercabang
Sumber Triatmodjo (1996 : 137)
Sedangkan hukum kontinuitas pada pipa bercabang dapat diuraikan sebagai berikut
(Triatmodjo, 1996 : 137) :
Q1= Q2 + Q3
Atau
A1.V1 = (A2.V2) + (A3.V3) (2 - 12)
dengan :
Q1, Q2, Q3 = debit pada potongan 1, 2 dan 3 (m3/det)
V1, V2, V3 = kecepatan pada potongan 1, 2 dan 3 (m/det)
A1, A2, A3 = luas penampang pada potongan 1, 2 dan 3 (m2)
2.4.4 Kehilangan Tinggi Tekan (Head Loss)
2.4.4.1 Kehilangan Tinggi Tekan Mayor (Major Losses)
Fluida yang mengalir di dalam pipa akan mengalami tegangan geser dan gradien
kecepatan pada seluruh medan. Tegangan geser tersebut akan menyebabkan terjadinya
kehilangan tenaga selama pengaliran (Triatmodjo 2003:25). Tegangan geser yang terjadi
pada dinding pipa merupakan penyebab utama menurunnya garis energi pada suatu aliran
(major losses) selain bergantung pada jenis pipa. Ada beberapa teori untuk menghitung
14
besarnya kehilangan tinggi tekan mayor, tetapi dalam kajian ini digunakan persamaan Hazen-
Williams sebagai berikut: (Priyantoro 1991 : 21).
54,063,0 ...85,0 SRCV hw (2 – 13)
dimana :
Q = debit aliran pada pipa (m3/det)
V = kecepatan pada pipa (m/det)
0.85 = konstanta
Chw = koefisien kekasaran Hazen-Williams
A = Luas penampang aliran (m2)
R = Jari-jari hidrolis (m)
= πD
D 41
P
A 2
R = D / 4
S = kemiringan garis energi (m/m)
= fh / L
Untuk Q = V / A, didapat persamaan kehilangan tinggi tekan mayor menurut Hazen-
Williams sebesar (Webber 1971 : 121) :
85,1.Qkh f (2 – 14)
k 87,485,1
.
7,10
DC
L
hw
(2 – 15)
Dengan :
fh = kehilangan tinggi tekan mayor (m) Chw = koefisien kekasaran Hazen-Williams
k = koefisien karakteristik pipa D = Diameter pipa (m)
Q = debit aliran pada pipa (m3/det) L = panjang pipa (m)
Tabel 2.4 Koefisien Kekasaran Pipa Menurut Hazen-Williams
Jenis Pipa Nilai Koefisien
Hazen-Williams (Chw)
PVC 140 - 150
Pipa Asbes 120 -150
Pipa berlapis semen 100 - 140
Pipa besi digalvani 100 - 120
Cast iron 90 - 125 Sumber : DPUD Jenderal Cipta Karya Direktorat Air Bersih (1987 : 8 dari 14)
15
2.4.4.2 Kehilangan Tinggi Tekan Minor (Minor Losses)
Faktor lain yang juga ikut menambah besarnya kehilangan tinggi tekan pada suatu
aliran adalah kehilangan tinggi tekan minor. Kehilangan tinggi tekan minor ini disebabkan
oleh adanya perubahan mendadak dari ukuran penampang pipa yang menyebabkan
turbulensi, belokan-belokan, adanya katup dan berbagai jenis sambungan. Kehilangan tinggi
tekan minor semakin besar bila terjadi perlambatan kecepatan aliran di dalam pipa
dibandingkan peningkatan kecepatan akibat terjadi pusaran arus yang ditimbulkan oleh
pemisahan aliran dari bidang batas pipa. Untuk jaringan pipa sederhana, kehilangan tinggi
tekan minor ini tidak boleh diabaikan karena nilainya cukup berpengaruh. Namun untuk pipa-
pipa yang panjang atau L/D>>1000, kehilangan tinggi tekan minor ini dapat diabaikan
(Priyantoro, 1991 : 37).
Kehilangan energi ditempat-tempat tersebut disebut sebagai kehilangan energi
minor. Tidak menutup kemungkinan kehilangan energi minor dapat berpengaruh lebih besar
daripada mayor. Dengan demikian kehilangan energi minor juga harus diperhatikan dan dapat
ditulis sebagai berikut (Triatmodjo, 2008: 109):
gA
Qkh f 22
(2 - 16)
Atau
g
vkh f
2
2
(2 - 17)
dengan:
hf = kehilangan energi minor (m)
v = kecepatan aliran (m/detik)
g = percepatan gravitasi (m/detik2)
k = koefisien kehilangan energi minor
Koefisien k sangat bervariasi tergantung dari bentuk fisik saluran, bisa dikarenakan
belokan, pengecilan, katup, dan sebagainya. Oleh karena itu Triatmodjo (2008 : 110) sudah
memberikan range dari setiap parameter k itu tentu saja angka yang ditujukan masih berupa
pendekatan dikarenakan harga k masih bergantung juga dari bahan, umur, pembuatan fitting,
dan faktor manusia.
16
Tabel 2.5 Koefisien Kehilangan Tinggi Tekan Berdasarkan Perubahan Bentuk Pipa (k)
Jenis Perubahan Bentuk
Pipa
k Jenis Perubahan
Bentuk Pipa
k
Inlet
Bell mounth
Rounded
Sharp Edged
Projecting
Pengecilan Tiba-tiba
D2/D1 = 0,80
D2/D1 = 0,50
D2/D1 = 0,20
Pengecilan Mengerucut
D2/D1 = 0,80
D2/D1 = 0,50
D2/D1 = 0,20
Pembesaran Tiba-tiba
D2/D1 = 0,80
D2/D1 = 0,50
D2/D1 = 0,20
Pembesaran Mengerucut
D2/D1 = 0,80
D2/D1 = 0,50
D2/D1 = 0,20
0,03 – 0,05
0,12-0,25
0,50
0,80
0,18
0,37
0,49
0,05
0,07
0,08
0,16
0,57
0,92
0,03
0,08
0,13
Belokan 90o
R/D = 4
R/D = 2
R/D = 1
Belokan Tertentu
θ = 15o
θ = 30o
θ = 45o
θ = 60o
θ = 90o
T (Tee)
Aliran searah
Aliran bercabang
Persilangan
Aliran searah
Aliran bercabang
45o Wye
Aliran searah
Aliran bercabang
0,16-0,18
0,19-0,25
0,35-0,40
0,05
0,10
0,20
0,35
0,80
0,03-0,04
0,75-1,80
0,50
0,75
0,30
0,50
Sumber : Haestad, 2001
2.5 Area Bermeter (District Metered Area atau DMA)
District Metered Area merupakan sebuah area dalam sistem distribusi yang pada
umumnya dibangun dari penutupan katub sehingga terisolasi sempurna, dimana air yang
masuk dan keluar dari area diukur melalui meter induk.
Prinsip utama dalam pemanfaatan DMA adalah menggunakan aliran untuk
menentukan tingkat kehilangan air pada satu wilayah tertentu. Apabila tingkat kehilangan air
bisa ditentukan, maka menemukan dan memperbaiki kebocoran dalam DMA mudah
dilaksanakan.
17
2.5.1.1 Desain Kriteria DMA
Faktor-faktor yang harus diperhitungkan dalam mendesain suatu DMA agar dicapai
hasil yang optimal adalah :
1. Target atau tingkat kebocoran yang ingin dicapai.
2. Ukuran.
3. Tipe Bangunan.
4. Variasi ketinggian tanah.
5. Pertimbangan kualitas air.
6. Tekanan.
7. Jumlah valve yang harus ditutup.
8. Jumlah meter induk DMA.
9. Kondisi infrastruktur.
Wilayah geografis DMA tidak terlalu luas sehinnga memudahkan pemantauan.
Jumlah sambungan ideal antara 500-2000, semakin kecil ukuran DMA semakin mahal
biayanya karena semakin banyak meter air dan valve yang harus dipasang. Tetapi
keuntungannya, semakin mudah untuk mendeteksi dan memperbaiki kebocoran di area yang
lebih kecil
Pembuatan DMA menyebabkan lebih banyak ujung pipa mati akibat ditutup dengan
valve atau diputus pipanya. Biasanya akan menurunkan kualitas air karena terjadi endapan,
terutama di awal-awal opresional DMA. Hal ini dapat diatasi dengan lebih sering melakukan
penggelontoran/pengurasan (flushing) jaringan distribusi.
Dalam merencanakan DMA sebaiknya mempertimbangkan dan memahami tekanan
dalam jaringan distribusi. Tekanan yang semula terlalu rendah dalam tahap awal
pengoprasian mungkin akan mengakibatkan tekanan lebih rendah lagi, apabila dibuat DMA.
Namun dengan perbaikan-perbaikan kebocoran pipa, tekanan akan kembali meningkat.
Sebagai pemutus hubungan antara satu jaringan DMA dengan jaringan lain, penggunaan
valve lebih dianjurkan daripada pemutusan pipa, supaya lebih mudah dilakukan perubahan
apabila dalam perkembangannya batasan DMA harus disesuaikan. Batas DMA tidak perlu
terlalu kaku, sehingga mudah untuk disesuaikan saat diperlukan perubahan.
Jumlah meter induk DMA yang digunakan sebaiknya dibatasi seminimal mungkin.
Semakin banyak materi induk yang digunakan, semakin rumit oprasi DMA. Kondisi
infrastrktur yang baik, kualitas bahan (pipa dan perlengkapanya) dan cara pemasangan yang
baik, tentu lebih memudahkan dalam membangun dan mengoprerasikan DMA. Kondisi
infrastruktur yang buruk akan mengakibatkan pendeteksian dan perbaikan yang melelahkan.
18
Demikian pula apabila meter pelanggan tidak akurat karena terlalu tua akan mengakibatkan
kesalahan dalam analisis.
2.5.2 Perencanaan DMA
DMA pada satu sistem penyediaan air minum berbeda dengan sistem penyediaan air
minum yang lain. Umumnya perencanaan dimulai dari pipa induk lalu menuju kearah pipa
lain yang lebih kecil. Tujuannya adalah sedapat mungkin memisahkan suatu DMA dari pipa
induk, jadi pengendalian tanpa dampak yang berarti pada sistem secara keseluruhan.
Prinsip pendekatan pembentukan DMA adalah :
1. Pembagian jaringan perpipaan distribusi menjadi zona hidrolik yang lebih kecil.
2. Pengukuran tekanan dan aliran secara berkelanjutan untuk mengetahui kebocoran
pipa dan memperbaikinya.
Manfaat yang dapat diperoleh dengan pembentukan DMA antara lain :
1. Untuk prioritasisasi kegiatan deteksi kebocoran.
2. Pengaturan tekanan yang ideal.
3. Pengendalian kehilangan air sekaligus berguna untuk perbaikan kualitas air dan
pelayanan
DMA harus dipandang sebagai bagian sistem yang besar dalam konteks saat ini
maupun pada masa yang akan datang, untuk memonitor aliran dari sumber (pengelolaan air).
Sistem dibagi dalam beberapa sektor, setiap sektor dianalisis secara terpisah kehilangan
airnya dengan menggunakan neraca air. Dari analisis ini bisa diketahui sektor mana saja yang
paling memiliki kehilangan air yang tinggi, sehingga bisa dibuat prioritas awal pembentukan
DMA. Batas-batas sektor atau DMA sebaiknya menggunakan batas alami, seperti sungai,
jalan raya, rel kereta api dan lain sebagainya untuk mengurangi katup yang harus ditutup.
Pengendalian tekanan saat ini merupakan cara yang paling efektif dalam pengelolaan
kebocoran, sehingga harus dipertimbangkan dari awal saat merencanakan DMA, karena :
1. Mengurangi tingkat kebocoran.
2. Mengurangi resiko kebocoran baru terjadi ketika perbaikan pipa yang bocor sedang
dilakukan.
3. Memperpanjang usia jaringan perpipaan.
Data awal yang diperlukan dalam merencanakan DMA adalah :
1. Gambar nyata jaringan perpipaan, terutama untuk zona DMA tersebut.
2. Jumlah pelanggan.
3. Jumlah konsumsi air atau penjualan air.
19
4. Jumlah sambungan aktif dan diputus, dimana pipa dinas masih terpasang.
5. Rincian biaya produksi.
6. Rincian biaya oprasional.
7. Kehilangan air 5 tahun terakhir.
8. Target kehilangan air 5 tahun kedepan (bila ada).
9. Data dasar untuk penyusunan neraca air.
Setelah data awal terkumpul, maka survey calon lokasi DMA. Data yang
dikumpulkan khusus untuk calon DMA yaitu :
1. Jumlah sambungan di lokasi DMA antara 500-2000 sambungan.
2. Titik inlet (diusahakan single inlet).
3. Kelengkapan yang ada (meter air, valve, dll).
4. Karakteristik pelanggan di DMA.
5. Kondisi topografi.
6. Analisis kemungkinan dilakuakan lokalisir sumber kebocoran fisik.
2.6 Komponen pada Jaringan Distribusi Air Bersih
Suatu jaringan distribusi air bersih umumnya memiliki fasilitas perpipaan, pompa,
katub dan meter air. Fungsi utama jaringan distribusi air minum adalah mengirimkan debit
penyediaan air yang dibutuhkan ke semua bagian dari daerah layanan dengan tingkat tekanan
yang layak.
2.6.1 Pipa
Pada suatu sistem jaringan distribusi air bersih, pipa merupakan komponen yang
utama. Dalam pelayanan penyediaan air bersih lebih banyak digunakan pipa bertekanan
karena lebih sedikit kemungkinan tercemar dan biayanya lebih murah dibandingkan
menggunakan saluran terbuka atau talang.
2.6.1.1 Jenis Pipa
Dalam studi perencanaan ini pipa yang dipakai untuk sistem jaringan distribusi air
adalah : Pipa Polyethyline (PE), merupakan pipa plastik berwarna hitam dan fleksibel. Desain
tangguh pipa PE menghasilkan pipa yang memiliki kekuatan maksimum dan menghasilkan
aliran yang optimum, sehingga menjadikan pipa ini sebagai pilihan yang baik untuk
kebutuhan distribusi air minum yang besar dan kebutuhan drainase.
Pipa PE terbuat dari bahan PERT (Polyethyline of Raised Temperature). Tersedia dalam
beberapa ukuran 6m, 10m, 12m per batang dengan diameter 6”, 4”, 3”, 2”, 1.5”, 1”, 3/4”.
20
Gambar 2.5. Pipa Polyethyline (PE) Sumber : hdpe100.blog.com
Tabel 2.6. Karakteristik dan Keuntungan Pipa Polyethyline (PE)
Karakteristik Keuntungan
Memiliki fleksibilitas tinggi (kekuatan
tensil > 22 mPa dan elasitias >700%)
Memiliki kemampuan menahan benturan
(impact Strength)
Memiliki ketahanan terhadap temperatur
remdah bahkan temperature air beku
Ringan (mengapung di air) dengan
densitas = 0.940 gr/cm3, sehingga mudah
dalam penanganan dan transportasi
Tahan terhadap korosi dan abrasi
Sangat disarankan untuk distribusi air
minum (ramah lingkungan)
Umur relatif panjang, 50 tahun
Memiliki koefisien kekasaran 140 yang
termasuk halus dan sangat baik untuk
mengurangi headloss gradient
Dapat mengalirkan air dalam pipa sampai
kecepatan 5,5 m/dt
Kemiringan garis hidrolis (headloss
gradient) sampai 25 m/km
Kuat terhadap beban berat
Tahan panas hingga 95 C
dan temperatur rendah
Mudah dalam pemasangan
Ekonomis
Tahan terhadap bahan kimia
dan abrasi
Memiliki fleksibilitas tinggi
sehingga tahan terhadap
gempa bumi
21
2.6.2 Sarana Penunjang
Pipa yang bisa digunakan dalam distribusi air minum harus dilengkapi dengan alat
bantu agar bisa berfungsi dengan baik, seperti :
1. Sambungan antar pipa :
Giboult Joint
Giboult Joint adalah salah satu aksesoeris sambungan pipa PDM yang berfungsi sebagai
penutup kebocoran saluran pipa saluran air bersih.
Gambar 2.6. Flange Joint Sumber : http://jualalatperpamsi.blogspot.com
Increaser dan Reducer
Increaser digunakan untuk menyambung pipa dari diameter kecil ke pipa yang
berdiameter lebih besar. Sedangkan reducer digunakan untuk menyambung pipa dari
diameter besar ke diameter yang lebih kecil.
Gambar 2.7. Increaser Gambar 2.8 Reducer Sumber : www.beritaiptek.com Sumber : www.alibaba.com
Perlengkapan “T”
Untuk pipa sekunder dipasang tegak lurus (90o) pada pipa primer berbentuk T. Pada
ujung-ujungnya perlengkapan dapat terdiri dari kombinasi spigot, socket dan flens.
Gambar 2.9. Sambungan T Sumber : www.minhaipipe-fitting.com
22
Belokan (bend/elbow/knee)
Belokan (Bend) digunakan untuk mengubah arah dari lurus dengan sudut perubahan
standar yang merupakan sudut dari belokan tersebut. Besar belokan standar di bawah
90º biasa disebut elbow dan belokan 90o biasa disebut knee.
Gambar 2.10. Belokan 450 Sumber : www.fandisc.com
2. Katup (valve)
FCV (Flow Control Valve) atau katup pengatur aliran.
Digunakan untuk membatasi aliran maksimum rata-rata yang melalui katup dari hulu ke
hilir. Dimaksudkan untuk melindungi suatu komponen tertentu yang letaknya di hilir
agar tidak rusak akibat lairan yang terlalu besar.
Gambar 2.11. Katup Pengatur Aliran Sumber : www.proces-controls.com
GPV (General Purpose Valve) atau katup biasa.
Katup biasa (GPV) dapat digunakan untuk menyatakan sebuah ikatan jika hubungan
antara aliran dan kehilangan tinggi dapat disediakan oleh penggunaan, sebagai
pengganti dari salah satu rumus standar hidrolika.
Gambar 2.12. Katup Biasa Sumber : www.snap-tite.com
23
Air Relief Valve/BR (Katup Udara)
Katup udara dipasang pada jaringan pipa transmisi pada bagian elevasi tertinggi
misalnya pada jembatan – jembatan pipa dimaksudkan guna membuang udara yang ada
di dalam pipa hal ini guna menjamin kelancaran aliran air. Katup udara ini yang umum
digunakan adalah model tunggal dan model ganda yang biasa dikenal dengan nama air
vent valve.
Gambar 2.13. Katup Udara Sumber : www.woojini.com
3. Meter Air
Meter air digunakan untuk mengetahui debit atau jumlah aliran yang mengalir dalam
pipa. Salah satu manfaat penggunaan meter air pada sistem jaringan penyediaan air bersih
adalah untuk mengetahui jumlah air yang mengalir ke konsumen.
Gambar 2.14. Meter Air Sumber : www.beritaiptek.com
4. Hydrant
Hydrant berfungsi sebagai pengambilan air oleh Dinas Pemadam Kebakaran sebagai
pemadam api/kebakaran di tempat yang terdekat dengan letak hydrant tersebut.
Sedangkan oleh PDAM hydrant digunakan sebagai pembuang udara sekaligus penguras
air.
Gambar 2.15. Hydrant Sumber : www.hardwarestore.com
24
2.6.2 Pompa
Pompa adalah perangkat yang mengubah tenaga mekanis menjadi tenaga hidrolis
(linsley II,1996 :17) penggunaan pompa mampu memberikan tambahan tekanan dalam
suatu sistem jaringan distribusi air bersih. Dengan adanya pompa tinggi tekanan yang
berkurang dapat dinaikkan kembali sehingga sistem dapat mengalirkan air ketempat
pelayanan yang lebih tinggi dan jauh. Sehingga dalam operasinya pompa harus dapat
memenuhi tinggi tekan yang dibutuhkan sistem. Apabila sebelum pompa dipasang telah ada
aliran, maka pompa dapat digunakan untuk menambah kapasitas debitnya.
Pompa dapat dipasang secara seri atau pararel. Pada pemasangan seri, debit yang
dihasilkan sama dengan satu unit pompa saja, namun tinggi tekan menjadi dua kali lipat.
Sedangkan pada pemasangan secar pararel debit yang dihasilkan dua kali lipat, namun tinggi
tekannya sama dengan satu unit pompa.
Pompa 1 Pompa1 Pompa2
Pompa 2
(a) (b)
Q 2Q Q
Gambar 2.16. (a) Pemasangan pompa pararel dan (b) secara seri Sumber: Sularso, 2006 : 94
Dalam hal pemilihan pompa untuk suatu maksud tertentu terlebih dahulu harus
diketahui kapasitas aliran, head total pompa, jenis aliran yang akan dipompa dan kondisi
pemasangannya. Selain itu agar pompa dapat bekerja tanpa menaglami kavitasi, maka perlu
ditaksir berapa tekanan minimum yang tersedia pada sisi masuk pompa yang terpasang pada
instalasinya. (Sularso, 2000 : 13)
Karakteristik pompa ditunjukkan oleh debit yang dihasilkan pada berbagai variasi
tinggi tekan (head). Kapasitas pompa merupakan debit dan tinggi tekan hasil pemompaan
yang diperoleh pada efisiensi pompa akan berkurang. Besarnya tinggi tekan sistem, yaitu
tinggi tekan yang diperoleh untuk mengalirkan air melalui sistem pipa adalah sama dengan
tinggi tekan untuk mengatasi kehilangan akibat gesekan ditambah tinggi tekan statis dari
2H
H H
25
sistem. Titik perpotongan antara kurva karakteristik sistem merupakan titik kerja dari pompa
dan sistem pada titik ini tinggi tekan yang dapat diperlukan oleh sistem sama dengan tinggi
tekan yang dapat diberikan oleh pompa pada aliran yag sama. Kurva mengenai kurva head-
kapasitas dari pompa dan sistem disajikan pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.17. Kurva Head-Kapasitas dari Pompa (P) dan Sistem (S) Sumber: Sularso, 2000 : 91
2.6.3 Tandon (Water Tank)
Tandon merupakan komponen dari sistem jaringan distribusi air bersih yang
memiliki fungsi menampung dan menyimpan air untuk digunakan pada kondisi tertentu.
Pengisian tampungan tandon dilakukan apabila kebutuhan air bersih tidak mencapai puncak
atau menurun. Disamping fungsi untuk memenuhi fluktuasi permintaan pada keadaan darurat,
tandon juga berfungsi meratakan tekanan untuk operasi.
Gambar 2.18. Water Tank Sumber : http://www.oakharbor.org
2.6.4 Titik Simpul (Junction)
Titik simpul merupakan titik-titik pada sistem jaringan pipa dimana air akan masuk
dan keluar dari jaringan melalui titik terebut, sedangkan yang dimaksud dengan titik simpul
persimpangan adalah titik simpul yang merupakan penghubung dua pipa atau lebih. Titik
simpul mempunyai kondisi tetap jika tekanan dan elevasi tetap.
2.6.5 Penghubung (link)
Penghubung adalah elemen yang menghubungkan titik-titik simpul dimana bagian
awal dan akhir dari link merupakan titik simpul itu sendiri. Penghubung dapat berupa pipa
maupun katup.
26
2.7 Mekanisme Pengaliran dalam Pipa
2.7.1 Sistem Pipa
Sistem pemipaan berfungsi untuk mengalirkan zat cair dari satu tempat ke tempat
yang lain. Aliran terjadi karena adanya perbedaan tinggi tekanan di kedua tempat, yang bisa
terjadi karena adanya perbedaan elevasi muka air atau karena digunakannya pompa.
Beberapa contoh sistem pemipaan adalah pengaliran minyak antar kota/daerah, pipa
pembawa dan pipa pesat dari waduk ke turbin pembangkit listrik tenaga air, jaringan air
minum di perkotaan, dan sebagainya. (Triatmojo, 1996:69)
Sistem pengaliran dalam pipa pada jaringan distribusi air bersih dapat dibagi menjadi
dua yaitu hubungan seri dan hubungan paralel.
2.7.1.1 Pipa Hubungan Seri
Pada hubungan seri, debit aliran di semua titik adalah sama sedangkan kehilangan
tekanan di semua titik berbeda. Hal tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
H
Hf3
Hf2
Hf1
H2
L3
L2
L1
pipa 3
pipa 2
pipa 1
D3
D2
D1
Tandon B
Tandon A
H1
Gambar 2.19. Hubungan Pipa Seri
Sumber : Triatmojo, 1996 :74
Adapun persamaan kontinuitasnya dapat dituliskan sebagai berikut (Triatmodjo, 1996 : 78) :
Q = Q1 = Q2 = Q3 (2-1)
Sedangkan untuk total kehilangan tekanan pada pipa yang terpasang secara seri
dirumuskan sebagai berikut (Triatmodjo, 1996 : 74) :
H = Hf1 + Hf2 + Hf3 (2-2)
dengan :
Q = total debit pada pipa yang terpasang secara seri (m3/det)
Q1,Q2,Q3 = debit pada tiap pipa (m3/det)
H = total kehilangan tekan pada pipa yang terpasang secara seri (m)
Hf1, Hf2, Hf3 = kehilangan tekan pada tiap pipa (m)
Keterangan :
------ Garis kehilangan tekan pada pipa
------ Garis total kehilangan tekan pipa
27
2.7.1.2 Pipa Hubungan Pararel
Pada keadaan dimana aliran melalui dua atau lebih pipa dihubungkan secara paralel
seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.10. maka persamaan kontinuitasnya dapat dituliskan
sebagai berikut (Triatmojo, 1996 : 78) :
Q = Q1 + Q2 + Q3 (2-3)
(Persamaan energi untuk pipa sambungan paralel :
H = Hf1 = Hf2 = Hf3 (2-4)
dengan :
Q = total debit pada pipa yang terpasang secara paralel (m3/det)
Q1,Q2,Q3 = debit pada tiap pipa (m3/det)
H = total kehilangan tekan pada pipa yang terpasang secara paralel (m)
Hf1, Hf2, Hf3 = kehilangan tekan pada tiap pipa (m)
pipa 3
pipa 2
pipa 1
Tandon B
Tandon AH
Gambar 2.20. Hubungan Pipa Paralel Sumber : Triatmojo, 1996 : 79
2.8 Metode Analisa dalam Jaringan Pipa
Analisis jaringan pipa cukup rumit dan memerlukan perhitungan yang besar yang
tentu saja juga memerlukan waktu yang lama, oleh karena itu pemakaian perangkat komputer
untuk analisis ini akan sangat membantu. Dalam perhitungan sistem jaringan pipa metode
Hardy Cross banyak digunakan.
Untuk melakukan perhitungan dengan menggunakan metode Hardy Cross ada dua
kondisi dasar yang wajib dipenuhi :
1. Hukum Kontinuitas
Menurut hukum kontinuitas, dalam tiap-tiap titik simpul aliran yang masuk harus
sama dengan aliran yang keluar (Triatmodjo, 1996 : 92) :
0iQ (2-5)
dengan :
Qi = debit eksternal yang masuk/keluar dari titik simpul
Keterangan :
------ Garis perbedaan tinggi pada pipa
------ Garis total kehilangan tekan pipa
28
2. Jumlah aljabar dari kehilangan energi dalam setiap jaringan pipa tertutup harus sama
dengan nol.
0fH (2-6)
dengan :
Hf = kehilangan tinggi tekan
2.8.1 Metode Titik Simpul (Node Method)
Dalam persamaan titik simpul digunakan persamaan kontinuitas aliran dengan lebih
mempertimbangkan besarnya debit aliran dengan lebih mempertimbangkan besarnya debit
aliran pada pipa seperti yang dipakai dalam metode jaringan tertutup (loop method). Pada
gambar 2.11. ditunjukkan suatu skema jaringan dengan menggunakan metode titik simpul.
Gambar 2.26. Contoh Skema Jaringan Sederhana
Penggunaan sistem keseimbangan debit ini merupakan modifikasi yang diusulkan
oleh R.J. Connish dengan langkah sebagai berikut (Webber, 1971 : 126) :
1. Asumsi tinggi tekan ha pada tiap-tiap titik pertemuan yang tekanannya belum diketahui.
2. Memilih salah satu dari titik-titik pertemuan ini dan hitung nilai Hfa untuk masing –
masing percabangan.
3. Hitung dan cocokkan debit Qa dengan menggunakan rumus (2-13).
4. Jika tinggi tekanan yang telah diasumsikan pada awal perhitungan tidak sesuai dengan
jumlah debit pada titik pertemuan atau tidak sama dengan nol, maka hitung kelebihan
atau kekurangan pada debit ΣQa.
5. Menghitung nilai (Σhfa/Qa) untuk tiap-tiap jaringan tertutup.
6. Menentukan koreksi ΔH pada pipa pertemuan dengan persamaan :
)/( faa
a
hQ
Qmh (2-7)
7. Kehilangan tinggi tekan pada titik-titik pertemuan dihitung dengan menggunakan
persamaan :
hhH a (2-8)
29
8. Hasil perhitungan tinggi tekanan untuk titik-titik pertemuan ditetapkan di dalam jaringan
pipa yang diperoleh dari kehilangan tinggi tekan sebelumnya.
9. Ulangi langkah-langkah diatas sampai didapatkan keseimbangan seperti yang
diharapkan.
2.8.2 Metode Jaringan Tertutup (Loop Method)
Pada gambar 2.12. menunjukkan suatu sistem kecil yang terdiri dari dua jaringan
tertutup (loop). Jika di dalam sistem sudah terjadi keseimbangan maka kehilangan gesekan
pipa 1 dan pipa 2 sama dengan kehilangan di pipa 3 dan pada pipa 4. Dengan perumpamaan
arah jarum jam, kehilangan gesekan dinyatakan positif bila searah dengan arah jarum jam dan
sebaliknya. Kemudian jaringan tersebut dapat dikatakan seimbang apabila besarnya
kehilangan gesekan pada pipa sama dengan nol (Σhf = 0), syarat tersebut berlaku untuk
keseluruhan jaringan dari tiap-tiap pipa yang terangkai menjadi sebuah jaringan tertutup.
Gambar 2.27. Ilustrasi Persamaan Kontinuitas Dalam Jaringan Tertutup Sumber : Hasil Analisa
Prosedur perhitungan dengan metode Hardy Cross adalah sebagai berikut ini
(Triatmodjo, 1996 : 93)
1. Pilih pembagian debit melalui tiap-tiap Q0 hingga memenuhi syarat kontinuitas.
2. Hitung kehilangan tenaga pada tiap pipa dengan rumus 2kQhf
3. Jaringan pipa dibagi menjadi sejumlah jaringan tertutup sedemikian sehingga tiap pipa
termasuk dalam paling sedikit satu jaring.
4. Hitung jumlah kehilangan tekanan (hf) pada tiap-tiap jaringan pipa. Jika pengaliran
seimbang maka hf0 = 0
5. Menghitung nilai | 2kQ | untuk tiap-tiap jaringan tertutup.
6. pada tiap jaring diadakan koreksi debit Q, supaya kehilangan tekanan dalam jaring
seimbang. Adapun koreksinya adalah sebagai berikut :
0
2
0
2kQ
kQQ
30
7. Dengan debit yang telah dikoreksi sebesar QQQ 0 , prosedur 1 sampai 6 diulangi
hingga akhirnya Q 0, dengan Q adalah debit sebenarnya, Q0 adalah debit misalkan
dan Q adalah debit koreksi.
2.9 Simulasi aliran pada Sistem Jaringan Distribusi
Dalam kajian ini hanya dibahas analisa tekanan dan aliran di sistem jaringan distribusi
pada kondisi tidak permanen.
2.9.1 Analisa pada Kondisi Permanen
Analisa pada kondisi permanen akan mengevaluasi kondisi aliran, tekanan dan
kapasitas dari komponen sistem distribusi air bersih termasuk sistem pipa, penampungan dan
sistem pompa pada corak permintaan tunggal. Simulasi ini dilakukan pada saat kondisi kritis
pada harian maksimum, jam puncak, kebutuhan puncak dan pengisian tampungan sehingga
memberikan suatu informasi dari kondisi jaringan pada waktu yang diberikan.
2.9.2 Analisa pada Kondisi Tidak Permanen
Analisa pada kondisi tidak permanen akan mengevaluasi kondisi aliran, tekanan dan
kapasitas dari komponen sistem distribusi air bersih termasuk sistem pipa, penampungan dan
sistem pompa pada corak rangkaian permintaan serial dengan permintaan sistem berubah-
ubah. Dalam simulasi ini terdapat beberapa parameter yang digunakan seperti : karakteristik
tandon, kontrol operasi, pompa, durasi dan nilai tahap waktu, rasio dan faktor beban (loading
factor). Beberapa kriteria dan asumsi yang digunakan yaitu : simulasi didasarkan pada
perhitungan fluktuasi beban titik simpul sebagai akibat corak perubahan permintaan yang
dilakukan pada kondisi normal dimana variasi kebutuhan titik simpul disebabkan oleh
fluktuasi kebutuhan pelanggan tiap jam dengan durasi 24 jam.
2.10 Penggunaan Software pada Analisa Sistem Jaringan Distribusi Air Bersih
2.10.1 Pengertian EPANET v 2.0
EPANET (Environmental Protection Agency Networks) dikembangkan oleh Water
Supply and Water Resources Division of U.S Environmental Protection Agency’s National
Risk Management Research Laboratory, Cincinnati Ohio (1995). EPANET adalah suatu
perangkat lunak yang bekerja dengan menggunakan sistem Windows 95/98/NT yang dapat
menghasilkan simulasi tingkat lanjut dengan sistem periodik atas kualitas air dan sifat
hidrolis pipa dalam jaringan pipa yang bertekanan. Sebuah jaringan atau sistem dapat terdiri
dari pipa, node/titik (sambungan pipa), pompa, katup dan bak penyimpan (reservoir).
EPANET dapat mengidentifikasikan aliran atau debit pada tiap-tiap pipa, tekanan pada tiap-
31
tiap titik simpul, ketinggian air tandon dan perubahan konsentrasi senyawa kimia yang
ditambahkan pada jaringan dalam sebuah system distribusi selama periode simulasi.
EPANET menyediakan paket sistem analisis hidrolika lengkap yang termasuk di
dalamnya kemampuan untuk :
1. Menangani segala ukuran sistem jaringan.
2. Menghitung kehilangan tinggi energi akibat gesekan berdasarkan rumus Hazen –
William, Darcy – Weisbach atau Chezy – Manning .
3. Menghitung kehilangan tinggi energi akibat belokan, sambungan dan sebagainya.
4. Permodelan kecepatan konstan atau variasi untuk aliran pompa.
5. Perhitungan energi pompa serta biaya operasinya.
6. Permodelan untuk berbagai variasi tipe katup termasuk di dalamnya katup penutup,
katup cek, katup pengatur tekanan dan katup pengatur aliran.
7. Merancang beragam ukuran tangki atau bak penyimpanan.
8. Menentukan bermacam-macam kategori kebutuhan pada tipe titik atau node, yang
memiliki variasi pola waktu tersendiri.
9. Permodelan tekanan aliran bebas seperti pada sprinkler.
10. Melakukan sistem yang operasinya berbasis pada tingkatan sederhana atau dengan
pengaturan waktu pada sistem kontrol operasi yang kompleks.
Dalam menghitung kehilangan tekan, Epanet menggunakan 3 rumus yaitu sebagai
berikut :
• Rumus Hazen-Williams
• Rumus Darcy-Weisbach
• Rumus Chezy-Manning
EPANET yang berbasiskan sistem Windows menyediakan editor jaringan secara
visual yang menyederhanakan proses pembangunan model jaringan pipa dan mengganti-ganti
spesifikasinya (vizualisation tools) digunakan untuk membantu menginterpretasikan hasil
dari analisa jaringan. Termasuk di dalamnya tampilan grafis (skala, profil, kontur dan
sebagainya), tampilan tabulasi dan tambahan informasi tentang penggunaan energi, reaksi
dan kalibrasi.
EPANET dikembangkan khusus untuk mempermudah pemeliharaan ultilitas air dan
meningkatkan kualitas pengiriman air ke pengguna (konsumen) melalui sistem jaringan
distribusinya. Selain itu dapat digunakan untuk merencanakan serta meningkatkan kinerja
sistem hidrolis. Peletakan dan penentuan ukuran pipa, pompa dan katup serta meminimalkan
penggunaan energi adalah beberapa aktifitas yang dapat dibantu oleh EPANET.
32
EPANET mengidealiskan sebuah sistem distribusi air sebagai suatu kumpulan dari
hubungan titik-titik yang menyambung. Hubungan tersebut menunjukkan berbagai pipa,
pompa dan katup pengontrol.
2.10.2 Ruang Lingkup Paket Program EPANET Versi 2.0
EPANET dapat digunakan untuk berbagai macam aplikasi dalam menganalisis sistem
distribusi air bersih, misalkan untuk merencanakan sistem distribusi, analisis kandungan
chlorine pada aliran dalam sistem distribusi, menganalisis arah aliran pada sistem distribusi
air bersih, menganalisis ketinggian air tandon, menganalisis arah aliran pada pipa distribusi
dan lain sebagainya. Secara umum, paket program EPANET terdiri atas tiga program tama
yang saling berhubungan, yaitu :
a. Program simulasi (Simulation Routine) yaitu program yang mensimulasikan kondisi
hidrolik pada semua komponen sistem distribusi air bersih, tidak hanya untuk kondisi
permintaan permanen namun juga dapat dilakukan simulasi hidrolik non permanen.
EPANET menggunakan metode simultan (Simutaneous Node Adjusment Method) yaitu
program yang menghitung analisa kondisi hidrolik semua komponen sistem distribusi air
bersih pada kondisi kebutuhan air yang berubah sepanjang waktu dengan
mempertimbangkan perubahan fluktuasi muka air tandon (tank/reservoir) dan operasi
kontrol pompa, sebagai metode penyelesaian numerik pada analisa jaringan pipa dengan
persamaan Hazen – William atau Darcy – Weisbach untuk mencari kehilangan tinggi
tekan pada jaringan pipa.
b. Program simulasi kualitas air meruakan program simulasi dinamik untuk kualitas air
yang dapat melacak senyawa kimia yang ditambahkan dalam aliran pada suatu sistem
jaringan.
c. Program lama air dan arah aliran, disamping untuk simulasi hidrolik dan kualitas air,
EPANET dapat digunakan untuk mengetahui lama air dalam pengalirannya pada suatu
sistem distribusi air bersih dan juga dapat melacak sumber atau asal dari suatu pengaliran
di dalam suatu pipa berasal dari mana.
2.10.3 Batasan Permodelan Sistem Distribusi Air Bersih dengan Paket Program
EPANET Versi 2.0
Paket program EPANET dapat menganalisa suatu sistem jaringan distribusi jaringan
dengan denah (lay-out) tidak terbatas untuk sistem jaringan tertutup (looped networks) atau
sistem percabangan (branced networks). Batasan jumlah titik simpulnya dari 1 sampai
214783647 buah titik simpul maksimum, dengan adanya pengoperasian stasiun pompa, katup
peubah tekanan (PRV) dan katup kontrol dengan sedikitnya 1 buah titik simpul kondisi tetap
(tank/reservoir) dan beberapa sumber air. Paket program EPANET menggunakan satuan
33
British maupun satuan internasional, tergantung mana yang akan digunakan dalam
perencanaan.
2.10.4 Struktur Umum Paket Program EPANET Versi 2.0
Operasional paket program EPANET dikendalikan dari menu program kontrol utama.
Dari program kontrol ini dapat diakses 6 menu utama yang saling terkait, yaitu : file, edit,
view, project, report dan windows. Struktur menu dari masing-masing program utama pada
program kontrol ini sangat interaktif.
2.10.5 Parameter Permodelan dengan Paket Program EPANET Versi 2.0
Paramater permodelan dimasukkan ke dalam program EPANET secara interaktif
dengan menggunakan kata kunci (keywords) yang berupa masukan data atau modifikasi data.
a. TITLE (nama proyek), akan dicetak pada awal setiap keluaran maksimal 80 karakter.
b. JUNCTION (titik simpul), yaitu nomor titik simpul, elevasi (m), debit kebutuhan (liter
per sekon).
c. TANK (data tandon), merupakan kata kunci penugasan suatu titik simpul dengan
tinggi tekan yang dapat berubah, yaitu nomor identitas, elevasi (m), tinggi air rerata,
tinggi air minimal, ketinggian air maksimal, diameter (m).
d. PIPE (data pipa), yaitu nomor pipa, titik simpul awal dan akhir, panjang (m),
diameter (mm) dan koefisien kekasaran.
e. PUMP (data pompa), yaitu nomor penghubung (link) pompa dan titik simpul di awal
dan akhir pompa, tinggi tekan (m), kemampuan debit (ltr/dt). Dapat pula diikuti
dengan pola pengoperasian pompanya, misalkan pompa on bila ketinggian air tandon
telah mencapai ketinggian tertentu.
f. VALVES (katub), yaitu nomor identitas, titik simpul awal dan akhir katup, diameter
katup (mm), jenis katup, setting dan koefisien kehilangan.
g. REPORT (output), yaitu nama file, pilihan (yes, full or no), lines (nomor garis pada
halaman dalam hasil keluaran), nomor titik simpul, nomor pipa, variabel dan value
(nilai tertentu).
h. STATUS, yaitu nomor pipa pada kedua ujung dan setting.
i. CONTROLS, yaitu nomor pipa, setting (close atau open) dan waktu
pengoperasiannya.
j. PATTERNS, (pola operasi) pattern (pola periodik) nilai tertentu dan seterusnya.
k. TIMES (variasi waktu dalam simulasi), yaitu nilai tertentu , units (satuan waktu).
l. QUALITY (kualitas air dalam jaringan), yaitu nomor titik pada kedua ujungnya,
kualitas (konsentrasi senyawa kimia).
34
m. OPTIONS (ketetapan nilai untuk pola karakteristik dan ketentuan simulasi), option
(pilihan untuk mengeset optimasi), nama file, nilai atau angka tertentu.
n. DEMAND (besar debit yang harus dipenuhi), value (nilai tertentu), besar pembebanan
(ltr/dt).
o. ROUGHNESS (angka koefisien kekasaran pipa) nomor pipa, nilai koefisien
kekasaran.
p. END, pertanda berakhirnya file input.
2.10.6 Tahapan-tahapan dalam penggunaan Program EPANET v 2.0
Berikut ini tahapan dari penggunaan EPANET untuk mengerjakan model sebuah
sistem distribusi air :
1. Menggambarkan jaringan sistem distribusi air atau memasukkan deskripsi dasar
jaringan dengan menggunakan file text, seperti terlihat pada gambar berikut ini.
Gambar 2.28. Contoh Jaringan Sistem Distribusi Perpipaan Sumber : EPANET User Manual
2. Meng-edit spesifikasi dari obyek-obyek yang membentuk jaringan seperti pipa, katup
dan lain sebagainya. Obyek utama yang harus ada dalam jaringan adalah pipe,
junction dan reservoir. Sedangkan tank serta pump bisa ditambahkan sesuai
keinginan. Spesifikasi (properties) yang harus dimasukkan dalam ketiga obyek di atas
adalah koordinat X dan Y, junction base demand, pipe length, pipe diameter, pipe
roughness dan junction elevation.
3. Mengatur bagaimana sistem bekerja, apakah menggunakan kurva, pola waktu atau
kontrol-kontrol yang ada. Penggunaan pola waktu dipakai bila ingin membandingkan
antara analisa statis dan dinamis.
35
Gambar 2.29. Pengaturan Cara Kerja Sistem Sumber : EPANET User Manual
4. Menentukan pilihan/option pengaturan analisa yang dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 2.30. Pengaturan Pilihan Analisa Hidraulis Sumber : EPANET User Manual
5. Menjalankan analisa hidrolis. Dilakukan dengan menekan ikon run , apabila
proses ini berjalan dengan benar maka tanda katup bukaan di bawah akan
mengeluarkan air . Tanda tersebut juga menandakan bahwa logika pengisian
spesifikasi seluruh obyek telah benar dan tidak terjadi tekanan negatif.
6. Menampilkan hasil analisa. Hasil analisa yang diinginkan bermacam-macam. Bisa
berupa tampilan dinamis atau statis. Tampilan dinamis bisa dilihat pada peta yang
nantinya akan berubah-ubah warna sesuai dengan skala warna yang telah ditentukan
(dipojok kiri atas). Kotak browser harus berada pada pilihan map dan diposisi play.
36
Tampilan statis ditampakkan dengan memilih menu Report dan akan tampak tampilan
seperti Network table – Links at 0 : 00 Hrs
Gambar 2.31. Tampilan Hasil Analisa
Sumber : EPANET User Manual
2.10.7 Menampilkan Hasil Epanet v2.0
Banyak cara untuk menampilkan hasil dari simulasi dan nilai database pada map,
salah satunya melalui grafik. Beberapa tipe grafik dapat digunakan untuk melihat nilai dari
parameter yang terpilih :
No Tipe Plot Penjelasan Digunakan untuk
1 Time Series
Plot Mem-plot nilai vs waktu
Node atau link khusus pada semua
periode waktu
2 Profile Plot Mem-plot nilai vs jarak Daftar dari node pada waktu yang khusus
3 Contour Plot Memperlihatkan area dari
peta Semua node pada waktu yang khusus
dengan interval nilai yang
khusus
4 Frequency
Plot
Mem-plot nilai vs sedikit
objek Semua node atau link pada waktu khusus
atau nilai dibawahnya
5 System
Flow
Mem-plot keseluruhan
sistem Kebutuhan air untuk semua node
37
Berikut merupakan beberapa contoh grafik :
Gambar 2.32. Contoh dari bermacam-macam tipe grafik
Sumber : Epanet User Manual
Untuk membuat grafik :
1. Pilih Report>>Graph atau klik pada Standard Toolbar.
2. Isi pilihan pada kotak dialog Graph Selection yang muncul 3. Klik OK untuk membuat grafik
Gambar 2.33. Dialog Graph Section
38
2.10. Rencana Anggaran Biaya
Sebuah konsep estimasi anggaran biaya yang terstruktur sehingga menghasilkan nilai
estimasi rancangan yang tepat dalam arti ekonomis yang selanjutnya dikenal dengan istilah
Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek, yang mempunyai fungsi dan manfaat lebih lanjut
dalam hal mengendalikan sumberdaya material, tenaga kerja, peralatan dan waktu
pelaksanaan proyek sehingga pelaksanaan kegiatan proyek yang dilakukan akan mempunyai
nilai efisiensi dan efektivitas.
Konsep penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek, pada pelaksanaannya
didasarkan pada sebuah analisa masing-masing komponen penyusunnya (material, upah dan
peralatan) untuk tiap-tiap item pekerjaan yang terdapat dalam keseluruhan proyek. Hasil
analisa komponen tersebut pada akhirnya akan menghasilkan Harga Satuan Pekerjaan (HSP)
per item yang menjadi dasar dalam menentukan nilai estimasi biaya pelaksanaan proyek
keseluruhan dengan mengonversikannya kedalam total volume untuk tiap item pekerjaan
yang dimaksud.
2.10.1. Harga Satuan Pekerjaan (HSP)
Harga Satuan Pekerjaan (HSP) terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung.
Biaya langsung terdiri atas upah, alat, dan bahan. Biaya tidak langsung terdiri atas biaya
umum dan keuntungan. Biaya langsung masing-masing perlu ditetapkan harganya sebagai
Harga Satuan Dasar (HSD) untuk setiap satuan pengukuran standar, sehingga hasil rumusan
analisis yang diperoleh mencerminkan harga aktual di lapangan. Biaya tidak langsung dapat
ditetapkan sesuai dengan asumsi pelaksanaan/penyediaan yang aktual (sesuai dengan kondisi
lapangan) dan mempertimbangkan harga pasar setempat waktu penyusunan Harga Perkiraan
Sendiri (HPS) atau Harga Perkiraan Perencana (HPP).
Dalam penerapannya, perhitungan harga satuan pekerjaan harus disesuaikan dengan
spesifikasi teknis yang digunakan, asumsi-asumsi yang secara teknis mendukung proses
analisis, penggunaan alat secara mekanis atau manual, peraturanperaturan dan ketentuan-
ketentuan yang berlaku, serta pertimbangan teknis (engineering judgment) terhadap situasi
dan kondisi lapangan setempat. (Kementerian Pekerjaan Umum, 2012: 10).
2.10.2. Harga Satuan Dasar
Harga komponen dari mata pembayaran dalam satuan tertentu, misalnya bahan (m,
m2, m3, kg, ton, zak, dsb.), peralatan (unit, jam, hari, dsb.), dan upah tenaga kerja (jam, hari,
bulan, dsb). (Kementerian Pekerjaan Umum, 2012: 4).
39
2.10.3. Harga Satuan Dasar Tenaga Kerja
Komponen tenaga kerja berupa upah yang digunakan dalam mata pembayaran
tergantung pada jenis pekerjaannya. Faktor yang mempengaruhi harga satuan dasar tenaga
kerja antara lain jumlah tenaga kerja dan tingkat keahlian tenaga kerja. Penetapan jumlah dan
keahlian tenaga kerja mengikuti produktivitas peralatan utama.
Biaya tenaga kerja standar dapat dibayar dalam sistem hari orang standar atau jam
orang standar. Besarnya sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan dan lokasi pekerjaan. Secara
lebih rinci faktor tersebut dipengaruhi antara lain oleh:
• Keahlian tenaga kerja
• Jumlah tenaga kerja
• Faktor kesulitan pekerjaan
• Ketersediaan peralatan
• Pengaruh lamanya kerja, dan
• Pengaruh tingkat persaingan tenaga kerja.
2.10.4. Harga Satuan Dasar Bahan
Faktor yang mempengaruhi harga satuan dasar bahan antara lain adalah kualitas,
kuantitas, dan lokasi asal bahan . Faktor-faktor yang berkaitan dengan kuantitas dan kualitas
bahan harus ditetapkan dengan mengacu pada spesifikasi yang berlaku. Data harga satuan
dasar bahan dalam perhitungan analisis ini berfungsi untuk control terhadap harga penawaran
kontraktor. Harga satuan dasar bahan dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu:
• Harga satuan dasar bahan baku, misal: batu, pasir, semen, baja, tulangan, dan lain-lain.
• Harga satuan dasar bahan olahan, misal: agregat kasar dan agregat halus, campuran
beton semen, campuran beraspal, dll.
• Harga satuan dasar bahan jadi, misal: tiang pancang beton pracetak, geosintetik dan
lain-lain.