Post on 01-Nov-2020
6
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Marah merupakan perasaan jengkel yang
timbul terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart &
Sundeen, 1998). Menurut Patricia D. Barry (1998) Perilaku kekerasan adalah
suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci
atau marah. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007). Perilaku kekerasan adalah suatu
keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan (Townsend, 1998).
Resiko perilaku kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang
melakukan tindakan yang dapat mencederai orang lain dan lingkungan akibat
ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif (CMHN, 2006).
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai
marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan
masih terkontol (Yosep, 2007).
7
Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan
bahwa perilaku kekerasan adalah ungkapan perasaan marah dan bermusuhan
yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana individu bisa berperilaku
menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Sedangkan resiko perilaku kekerasan
adalah adanya kemungkinan seseorang melakukan tindakan dalam bentuk
destruktif dan masih terkontol.
B. Rentang Respon Marah
Respon kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif maladaptif,
seperti rentang respon kemarahan di bawah ini (Yosep, 2007).
Adaptif Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk / PK
1. Asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau
diungkapkan tanpa menyakiti orang lain, akan memberi kelegaan pada
individu dan tidak akan menimbulkan masalah.
2. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena
yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam
keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain. Selanjutnya individu merasa
tidak mampu mengungkapkan perasaan dan terlihat pasif.
8
3. Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien
tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri dan
merasa kurang mampu.
4. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan
untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontol, perilaku
yang tampak dapat berupa : muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar
disertai kekerasan.
5. Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri orang lain dan
lingkungan.
C. Proses Terjadinya Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari – hari yang
harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan
yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam, kecemasan
dapat menimbulkan kemarahan.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu : 1)
Mengungkapkan secara verbal, 2) Menekan, 3) Menantang. Dari ketiga cara
ini, cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah
destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa
bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus – menerus, maka kemarahan dapat
diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai
depresi psikomatik atau agresi dan ngamuk.
9
Secara skematis perawat penting sekali memahami proses kemarahan
yang dapat digambarkan pada skema 2.1 dibawah ini.
Skema 2.1 Proses terjadinya marah (Yosep, 2007)
Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau
eksternal. Stressor internal seperti penyakit hormonal, dendam, kesal
sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian,
hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal
tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu
(Disruption & Loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana seorang individu
memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut
(Personal meaning).
Stressor Internal & Eksternal
Disruption & Los
Personal meaning
Resolution
Guilt Helplessness
Compensat ory act
Destructive
Anger & Agression
Expressed outward
Contructive action
Resolution
Painfull symptom
Expressed inward
10
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu
untuk istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah
melatih persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan
kegiatan secara positif (Compensatory act) dan tercapai perasaan lega
(Resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala
sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif
(olah raga, menyapu atau baca puisi saat dia marah dan sebagainya) maka
akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (Helplessness). Perasaan
itu akan memicu timbulnya kemarahan (Anger). Kemarahan yang
diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif
(Contruktive action) dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang
diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang destruktif
(Destruktive action) dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal
(Guilt). Kemarahan yang dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan
gejala psikosomatis (Poinful symptom) (Yosep, 2007).
D. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi menurut (Stuart & Sundeen, 1995), berbagai
pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika
faktor berikut dialami oleh individu :
1. Psikologi, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak – kanak
11
yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau
sanki penganiayaan dapat menyebabkan gangguan jiwa pada usia dewasa
atau remaja.
2. Biologis, respon biologis timbul karena kegiatan system syaraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epineprin, sehingga tekanan darah meningkat,
takhikardi, wajah merah, pupil melebar dan frekuensi pengeluaran urine
meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh kaku dan reflek cepat. Hal ini disebabkan energi
yang dikeluarkan saat marah bertambah.
3. Perilaku, Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
4. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif)
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah – olah perilaku kekerasan diterima (permissive).
5. Aspek spiritual, kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi ungkapan
marah individu. Aspek tersebut mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal ini bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa
tidak berdosa. Individu yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa,
selalu meminta kebutuhan dan bimbingan kepadanya.
12
E. Stresor Prespitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa
dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau
lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika
seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa
yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun
klien harus bersama – sama mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa
internal maupun eksternal, contoh : stessor eksternal : serangan secara psikis,
kehilangan hubungan yang dianggap bermakna, hingga adanya kritikan dari
orang lain. Sedangkan contoh dari stressor internal : merasa gagal dalam
bekerja, merasa kehilangan orang yang dicintai dan ketakutan terhadap
penyakit yang diderita.
Bila dilihat dari sudut perawat – klien, maka faktor yang menncetuskan
terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yakni : 1) Klien : Kelemahan fisik,
keputusan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri. 2) Lingkungan : Ribut,
kehilangan orang/objek yang berharga, konflik interaksi sosial (Yosep, 2007).
F. Etiologi
Penyebab terjadinya marah menurut Stuart & Sundeen (1995) : yaitu
harga diri rendah merupakan keadaan perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan, gangguan
ini dapat situasional maupun kronik. Bila kondisi ini berlangsung terus tanpa
kontrol, maka akan dapat menimbulkan perilaku kekerasan.
13
G. Akibat
Akibat dari resiko perilaku kekerasan yaitu adanya kemungkinan
mencederai diri, orang lain dan merusak lingkungan adalah keadaan dimana
seseorang individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan secara
fisik baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungannya. Kondisi ini
biasanya akibat ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif .
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
Tanda dan gejala perilaku kekerasan yaitu :
Fisik : Muka merah, berkeringat, pandangan tajam, sakit fisik,
nafas pendek, tekanan darah meningkat, penyalahgunaan obat. Emosi :
Tidak adekuat, rasa terganggu, tidak aman, marah / jengkel dan dendam.
Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan humor.
Spiritual : Kemahakuasaan, keragu-raguan, tidak bermoral, kebejatan,
kebajikan / kebenaran diri dan kreatifitas terhambat karena tidak dapat
dipilih secara rasional. Intelektual : Mendominasi, bawel, sarkasme,
berdebat, dan meremehkan (Keliat B.A, 1996).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Masalah keperawatan :
1) Perilaku kekerasan
14
Data – data yang mendukung menurut Towsend (1998) dan Depkes
RI (2006)
a) Data Subjektif :
(1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
(2) Klien membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
(3) Klien mengungkapkan rasa permusuhan yang mengancam,
klien merasa tidak berdaya, ingin berkelahi, dendam.
b) Data Objektif
(1) Klien mengamuk, merusak dan melempar barang – barang.
(2) Melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang
disekitarnya.
2) Resiko perilaku kekerasan
a) Data subjektif
Klien menyatakan sering mengamuk, klien mengatakan tidak
puas bila tidak memecahkan barang, klien mengungkapkan
mengancam orang lain.
b) Data objektif
Muka merah dan tegang, pandangan tajam, postur tubuh yang
kaku, mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan,
jalan mondar – mandir, bicara kasar, suara tinggi, menjerit /
berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, nafas pendek,
menolak.
15
3) Harga diri rendah
Menurut Depkes RI (2006)
a) Data subyektif:
Klien mengkritik diri, perasaan tidak mampu, klien merasa
bersalah, klien merasa tidak berguna, klien merasa malu,
pandangan hidup yang pesimis, penolakkan terhadap
kemampuan diri.
b) Data objektif:
Selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih
banyak menunduk, bicara lambat dan nada suara lemah.
b. Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan
Harga Diri Rendah
(Keliat B.A, 1999)
c. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku Kekerasan
2. Resiko Perilaku Kekerasan
3. Harga diri rendah.
Resiko Perilaku kekerasan Core Problem
16
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Tgl No DX
Diagnosa Keperawatan
Rencanana Tindakan Keperawatan Intervensi Tujuan Kriteria Evaluasi 1 Resiko
perilaku kekerasan.
1. Sp1p a. Membina
hubungan saling percaya.
Tanda-tanda percaya kepada perawat: 1. Wajah cerah,
tersenyum. 2. Mau
berkenalan. 3. Ada kontak
mata. 4. Bersedia
menceritakan perasaan.
Bina hubungan saling percaya 1. Beri salam setiap
berinteraksi. 2. Perkenalkan nama,
panggilan perawat, dan tujuan perawat berinteraksi.
3. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien.
4. Tunjukan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
5. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien.
b. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
1. Klien dapat mengungkap kan perasaannya.
2. Klien dapat mengungkap kan penyebab perasaan jengkel atau kesal (diri sendiri, orang lain, lingkungan).
1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaannya.
2. Bantu klien dapat mengungkapkan penyebab marah.
c. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala kesal/jengkel yang dialami.
1. Anjurkan klien untuk mengungkapkan rasa jengkel/marah yang dialami.
2. Simpulkan bersama klien tanda dan gejala marah.
d. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan.
1. Klien dapat mengungkap kan perilaku kekerasan yang dilakukan.
1. Tanyakan kebiasaan perilaku kekerasan yang dilakukan pasien.
2. Beri kesempatan pada klien untuk bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
17
2. Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
3. Klien dapat mengetahui perilaku kekerasan yang biasa dilkukan dapat menyelesaikan masalah atau tidak.
3. Bicarakan dengan klien apakah perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi klien.
e. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Klien dapat menjelaskan akibat perilaku kekerasan yang biasa dilakukan oleh klien.
1. Bicarakan akibat/kerugian dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
2. Bersama klien simpulkan akibat/kerugian dari perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
3. Diskusikan dengan klien: a) Apakah klien mau
mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat.
b) Jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain perilaku kekerasan yang diketahui klien.
f. Mengajarkan cara mengon trol perilaku kekerasan
Klien dapat melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif.
1. Tanyakan pada klien apakah klien ingin mempelajari cara baru mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif.
2. Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang lain mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif.
18
3. Diskusikan dengan klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif : a. Secara fisik: tari nafas
dalam jika klien sedang kesal/marah, memukul bantal/kasur, olah raga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b. Secara verbal: katakan bahwa anda sedang marah/kesal/ tersinggung / jengkel.
c. Secara sosial: lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan menejemen perilaku kekerasan perilaku kekerasan.
d. Secara spiritual: anjurkan klien untuk sembahyang, berdo’a/ ibadah lain: meminta kepada Tuhan untuk diberi kesabaran
g. Melatih klien cara mengon trol perilaku kekerasan fisik I (nafas dalam) .
Klien dapat mendemonstrasi kan cara mengontrol marah dengan cara menarik nafas dalam.
1. Berikan reinforcement positif atas keberhasilan dan usaha klien dalam mencoba melakukan cara mengontrol marah dengan menarik nafas dalam.
2. Motivasi klien untuk melakukan tarik nafas dalam sebanyak 5x atau lebih.
h. Membim bing pasien memasukkan kegiatan ke dalam jadwal harian.
Klien mau memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadwal harian.
1. Motivasi klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadwal harian.
2. Beri reinforcement positif pada klien setelah memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadwal harian.
19
2. Sp2p a. Mem
validasi masalah dan latihan sebelum nya.
Kilen dapat menyebutkan dan mendemonstrasi kan latihan yang diajarkan sebelumnya.
1. Motivasi klien untuk
menyebutkan dan mendemonstrasikan latihan sebelumnya.
2. Beri pujian atas jawaban yang benar.
b. Melatih klien cara mengon trol marah dengan cara fisik II
1. Klien dapat mendemons trasikan cara mengontrol marah dengan cara memukul bantal atau kasur atau benda lunak lainnya.
2. Klien merasa lega.
1. Motivasi klien untuk melakukan cara mengontrol marah dengan memukul bantal atau kasur atau benda lunak lainnya.
2. Anjurkan klien untuk mengikuti lalu mempraktikan cara mengontrol marah (memukul bantal).
3. Beri reinforcement positif atas tindakan benar yang dilakukan klien.
c. Meng anjurkan klien untuk memasuk kan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadwal kegiatan harian.
Klien bersedia untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadwal kegiatan harian.
1. Motivasi klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadwal kegiatan harian.
2. Beri reinforcement positif atas tindakan benar yang dilakukan klien.
3. Sp3p a. Mem
validasi masalah dan latihan sebelum nya.
1. Klien dapat
mengungkap kan apa yang dirasakan.
2. Klien dapat menyebutkan dan mendemons trasikan kembali latihan sebelumnya.
1. Motivasi klien untuk
mengungkapkan masalah dan mendemonstrasikan kembali latihan sebelumnya.
2. Beri reinforcement positif atas tindakan yang dilakukan klien.
20
b. Melatih cara mengon trol marah dengan cara verbal.
1. Klien mau mengikuti dan mempraktikan apa yang telah diajarkan.
2. Klien merasa lega.
1. Motivasi klien untuk mengikuti apa yang telah diajarkan.
2. Berikan contoh cara mengontrol perilaku kekerasan dengan menolak, mengungkapkan marah secara verbal. “saya marah sama kamu”.
3. Beri reinforcement positif atas tindakan klien yang benar.
c. Meminta klien untuk memasukkan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadwal kegiatan harian.
Klien bersedia memasukan kegiatan yang telah dilakuakn ke dalam jadwal kegiatan harian.
1. Motivasi klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadwal kegiatan harian.
2. Beri reinforcement positif atas tindakan benar yang dilakukan klien.
4. Sp4p a. Mem
validasi masalah dan latihan sebelum nya.
1. Klien dapat
mengungkap kan apa yang dirasakan.
2. Klien dapat menyebutkan dan mendemonstrasikan kembali latihan sebelumnya.
1. Motivasi klien untuk
mengungkapkan masalah dan mendemonstrasikan kembali latihan sebelumnya.
2. Beri reinforcement positif atas tindakan yang dilakukan klien.
b. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual (berdoa, shalat, wudhu).
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan salah satu cara yang diajarkan. Contoh: berwudhu.
1. Diskusikan kembali bersama klien latihan yang telah diberikan sebelumnya.
2. Bersama klien buat daftar efektif yang dapat dilanjutkan pelaksanaannya.
3. Beri pujian atas usaha yang telah dilakukan.
21
c. Meminta klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadwal kegiatan harian.
Klien bersedia memasukan kegiatan yang telah dilakuakn ke dalam jadwal kegiatan harian.
1. Motivasi klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadwal kegiatan harian.
2. Beri reinforcement positif atas tindakan benar yang dilakukan klien.
5. Sp5p a. Mem
validasi masalah dan latihan sebelum nya.
1. Klien dapat
mengungkap kan apa yang dirasakan.
2. Klien dapat menyebutkan dan mendemonstrasikan kembali latihan sebelumnya
1. Motivasi klien untuk
mengungkapkan masalah dan mendemonstrasikan kembali latihan sebelumnya.
2. Beri reinforcement positif atas tindakan yang dilakukan klien.
b. Menjelas kan cara mengon trol perilaku kekerasan dengan minum obat.
Klien dapat meminum obat sesuai aturan dan cara yang telah diajarkan.
1. Memotivasi klien untuk menyebutkan kembali latihan mengontrol perilaku kekerasan yang telah diajarkan.
2. Diskusikan bersama klien tentang latihan yang telah diajarkan sebelumnaya.
3. Ajarkan klien untuk meminum obat secara teratur.
4. Beri reinforcement positif atas tindakan benar yang dilakukan klien.
c. Meminta klien untuk memasukkan kegiatan yang telah dilakukan
Klien bersedia memasukan kegiatan yang telah dilakuakn ke dalam jadwal kegiatan harian.
1. Motivasi klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadwal kegiatan harian.
2. Beri reinforcement positif atas tindakan benar yang dilakukan klien.
22
ke dalam jadwal kegiatan harian.
6. Sp1k a. Mendisku
sikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien dengan perilaku kekerasan.
b. Menjelas kan pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejala serta proses kejadian nya.
c. Menjelas kan cara merawat klien perilaku kekerasan.
1. Keluarga
dapat: - Menjelaskan
perasaannya. - Menjelaskan
cara merawat klien perilaku kekerasan.
- Mendemonstrasikan cara perawatan klien perilaku kekerasan.
- Berpartisipasi dalam perawatan klien perilaku kekerasan.
2. Keluarga mengerti dan menyebutkan kembali pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya perilaku kekerasan.
1. Bina hubungan saling
percaya dengan keluarga. - Salam perkenalan. - Jelaskan tujuan. - Buat kontrk. - Eksplorasi perasaan
keluarga klien. 2. Motivasi keluarga klien
untuk menyetujui dan mengikuti kontrak.
3. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang: - Perilaku kekerasan. - Penyebab perilaku
kekerasan. - Akibat yang akan
terjadi jika perilaku kekerasan tidak di tangani.
- Cara keluarga menghadapi perilaku kekerasan klien.
4. Dorong anggota keluarga untuk mengikuti cara merawat klien perilaku kekerasan.
5. Beri reinforcment positif pada keluarga.
7. Sp2k a. Melatih
keluarga mempraktikkan cara merawat klien perilaku kekerasan.
b. Melatih keluarga melakukan
1. Keluarga
mampu mempraktikan cara merawat klien perilaku kekerasan.
2. Keluarga mampu melakukan cara merawat langsung klien
1. Diskusikan bersama
keluarga dalam mempraktikan cara merawat klien perilaku kekerasan.
2. Motivasi keluarga untuk mempraktikan cara merawat klien perilaku kekerasan.
3. Beri reinforcement positif pada keluarga untuk
23
cara merawat langsung pada klien perilaku kekerasan.
perilaku kekerasan.
respon baik dari anggota keluarga.
8. Sp3k a. Membantu
keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat. (discharge planning).
b. Menjelas kan follow up klien sebelum pulang.
1. Keluarga
mampu membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat secara mandiri.
2. Keluarga mematuhi jadwal yang telah dibuat untuk kesembuhan klien.
3. Keluarga mengerti/ memahami follow up yang telah diarahkan pada klien.
1. Diskusikan bersama
keluarga dalam membuat jadwal aktivitas di rumah.
2. Motivasi keluarga untuk membuat dan memenuhi jadwal aktivitas yang dibuat.
3. Beri reinforcement positif. 4. Motivasi keluarga untuk
menerima klien. 5. Diskusikan follow up
untuk keluarga.
2 Harga Diri Rendah
Sp1p 1. Membina
hubungan saling percaya.
Tanda-tanda percaya kepada perawat: Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat,
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik a. Sapa klien dengan ramah
baik verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan kesukaan yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
24
mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
e. Jujur dan menepati janji. f. Tunjukkan sikap empati
dan menerima klien apa adanya.
g. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
2. Mengidentifi kasi aspek positif dan kemampuan yang dimiliki
1. Aspek positif dan kemampuan yang dimiliki klien
2. Aspek positif keluarga
3. Aspek positif lingkungan klien
2.1. Diskusikan dengan klien tentang: a) Aspek positif yang
dimiliki klien, keluarga, lingkungan
b) Kemampuan yang dimiliki klien
2.2. Bersama klien buat daftar tentang : a) Aspek positif yang
dimiliki klien, keluarga, lingkungan
b) Kemampuan yang dimiliki klien
2.3.Beri pujian yang realistis, hindarkan memberi penilaian negatif.
3. Membantu klien menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilakukan.
Klien menyebutkan kemampuan yang dapat dilaksanakan
3.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat dilaksanakan.
3.2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan pelaksanaanya.
4. Membantu klien merencana kan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya
Klien dapat membuat rencana kegiatan harian
1.1.Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan klien.
1.2.Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien
1.3.Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan setelah pulang.
2. Membantu Klien melakukan kegiatan sesuai
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai jadwal yang dibuat
2.1.Anjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan yang sudah direncanakan.
2.2.Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien.
25
rencana yang dibuat
2.3.Beri pujian atas usaha yang dilakukan klien.
2.4.Diskusikan kemungkinan pelaksanakan kegiatan setelah pulang.
Sp2p 1.Memvalidasi
masalah dan latihan sebelumnya
Kilen dapat menyebutkan dan mendemonstrasi kan latihan yang diajarkan sebelumnya.
1.1.Motivasi klien untuk
menyebutkan dan mendemonstrasikan latihan sebelumnya.
1.2.Beri pujian atas jawaban yang benar.
2. Melatih kegiatan kedua (atau selanjutnya) yang dipilih sesuai kemampuan.
Klien dapat melakukan kegiatan selanjutnya sesuai jadwal yang dibuat.
2.1. Anjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan selanjutnya yang sudah direncanakan.
2.2. Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien.
2.3. Beri pujian atas usaha yang dilakukan klien.
2.4. Diskusikan kemungkinan pelaksanakan kegiatan setelah pulang.
3. Membimbing klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Klien mau memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadwal harian.
3.1.Motivasi klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadwal harian.
3.2.Beri reinforcement positif pada klien setelah memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadwal harian.
Sp1k 1. Mendiskusik
an masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien dengan harga diri rendah.
2. Menjelas kan pengertian harga diri
1. Keluarga dapat: - Menjelaskan
perasaannya. - Menjelaskan
cara merawat klien harga diri rendah.
- Mendemonstrasikan cara perawatan harga diri rendah.
1. Bina hubungan saling
percaya dengan keluarga. - Salam perkenalan. - Jelaskan tujuan. - Buat kontrak. - Eksplorasi perasaan
keluarga klien. 5. Motivasi keluarga klien
untuk menyetujui dan mengikuti kontrak.
6. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang: - Harga diri rendah.
26
rendah., tanda dan gejala serta proses kejadian nya.
3. Menjelas kan cara merawat klien harga diri rendah.
3. Berpartisipasi dalam perawatan klien harga diri rendah.
4. Keluarga mengerti dan menyebutkan kembali pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya harga diri rendah.
- Penyebab harga diri rendah.
- Akibat yang akan terjadi jika harga diri rendah tidak di tangani.
7. Cara keluarga menghadapi harga diri rendah.
8. Dorong anggota keluarga untuk mengikuti cara merawat klien harga diri rendah.
9. Beri reinforcement positif pada keluarga.
Sp2k 1. Melatih
keluarga mempraktik kan cara merawat klien harga diri rendah.
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada klien harga diri rendah.
1. Keluarga
mampu mempraktikan cara merawat klien harga diri rendah.
2. Keluarga mampu melakukan cara merawat langsung klien harga diri rendah.
1. Diskusikan bersama
keluarga dalam mempraktikan cara merawat klien harga diri rendah.
2. Motivasi keluarga untuk mempraktikan cara merawat klien harga diri rendah.
3. Beri reinforcement positif pada keluarga untuk respon baik dari anggota keluarga.
Sp3k 1. Membantu
keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat. (discharge planning.
2. Menjelas kan follow
1. Keluarga
mampu membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat secara mandiri.
2. Keluarga mematuhi jadwal yang telah dibuat untuk
1. Diskusikan bersama
keluarga dalam membuat jadwal aktivitas di rumah.
2. Motivasi keluarga untuk membuat dan memenuhi jadwal aktivitas yang dibuat.
3. Beri reinforcement positif. 4. Motivasi keluarga untuk
menerima klien. 5. Diskusikan follow up untuk
keluarga.
27
up klien sebelum pulang.
kesembuhan klien.
3. Keluarga mengerti/ memahami follow up yang telah diarahkan pada klien.
28
4. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
Pasien SP Ip a. Mengidentifikasi penyebab
perilaku kekerasan b. Mengidentifikasi tanda dan gejala
perilaku kekerasan c. Mengidentifikasi perilaku
kekerasan yang dilakukan d. Mengidentifikasi akibat perilaku
kekerasan e. Mengajarkan cara mengontrol
perilaku kekerasan f. Melatih klien cara mengontrol
perilaku kekerasan fisik I (nafas dalam)
g. Membimbing pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
SP IIp 1. Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya. 2. Melatih pasien cara mengontrol
perilaku kekerasan fisik II (memukul bantal / kasur / konversi energi)
3. Membimbing pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
SP IIIp 1. Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya. 2. Melatih pasien cara mengontrol
Perilaku Kekerasan secara verbal (meminta, menolak dan mengungkapkan marah secara baik)
3. Membimbing pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
SP Ivp 1. Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya 2. Melatih pasien cara mengontrol
Keluarga SP I k 1. Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejala, serta proses terjadinya perilaku kekerasan
3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan Perilaku Kekerasan
SP II k 1. Melatih keluarga
mempraktikkan cara merawat pasien dengan perilaku kekerasan
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien Perilaku Kekerasan
SP III k 1. Membantu keluarga membuat
jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning)
2. Menjelaskan follow Up pasien setelah pulang
29
Perilaku Kekerasan secara spiritual (berdoa, berwudhu, sholat)
3. Membimbing pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
SP Vp 1. Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya 2. Menjelaskan cara mengontrol
perilaku kekerasan dengan meminum obat (prinsip 5 benar minum obat)
3. Membimbing pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Harga Diri Rendah
Pasien SP Ip 1. Mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki klien 2. Membantu klien menilai
kemampuan klien yang amsih dapat digunakan
3. Membantu klien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan klien
4. Membimbing klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
SP IIp 4. Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya 5. Melatih kegiatan kedua (atau
selanjutnya) yang dipilih sesuai kemampuan
6. Membimbing klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga SP I k 1. Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat klien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang dialami klien beserta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara – cara merawat pasien harga diri rendah
SP II k 1. Melatih keluarga
mempraktikkan cara merawat klien dengan harga diri rendah
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien harga diri rendah
SP III k 1. Membantu keluarga membuat
jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning)
2. Menjelaskan follow up klien setelah pulang