Post on 26-Dec-2015
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diagnosis dan Intervensi Komunitas
Diagnosis komunitas adalah suatu kegiatan untuk menentukan adanya suatu masalah
dengan cara pengumpulan data di masyarakat (lapangan). Dengan demikian diagnosis
komunitas merupakan kegiatan survey. Dengan melakukan diagnosis komunitas ini maka
masalah kesehatan di komunitas akan dapat diidentifikasi dan dibuat intervensi
pemecahannya. Dengan adanya diagnosis komunitas diharapkan dapat menerapkan prinsip
kedokteran pencegahan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan latar
belakang, profil keluarga binaan, penentuan area masalah dan hasil jawaban kuesioner maka
kami mengangkat diagnosis komunitas mengenai pengetahuan faktor resiko hipertensi pada
keluaarga binaan di desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang
Provinsi Banten.
2.2 Teori Pengetahuan
2.2.1 Definisi Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2005) pengetahuan merupakan hasil “Tahu” dan ini terjadi
setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu subyek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran penciuman, rasa, dan
raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat berperan untuk
terbentuknya suatu tindakan seseorang.
Berdasarkan pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan
(Notoatmodjo, 2007).
2.2.2 Tingkatan Pengetahuan
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk di dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall). Menurut
Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang cukup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan, yaitu:
52
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “Tahu” ini
adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain :
menyabutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang menganai obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan meteri
tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan, contoh menyimpulkan, merencanakan, dan sebagainya terhadap
obyek yang telah dipelajari.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks dan situasi yang lain. Dalam menggunakan prinsip-
prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan
masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek
ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi
dan masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata-kata kerja. Dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk kesluruhan yang baru.
Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
53
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan
suatu kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2007), pengetahuan yang telah dimilki seseorang
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon yang
datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang
rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana
keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Ibu hamil
yang berpendidikan, tentu akan banyak memberi perubahan terhadap apa yang
mereka lakukan dimasa lalu.
2. Paparan Media Massa
Melalui berbagai media baik cetak maupun elektrolik, berbagai informasi dapat
diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering mendengar atau
melihat media massa (TV, radio, majalah, pamflet,dan lain-lain) akan
memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak
pernah mendapat informasi media. Ini berarti informasi media masa
mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.
3. Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder, keluarga
dalam status ekonomi baik lebih mudah tercukupi dibanding keluarga dengan
status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi
yang termasuk kebutuhan sekunder.
4. Hubungan Sosial
Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam kehidupan saling berinteraksi
antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu
akan lebih besar terpapar informasi. Sementara faktor hubungan sosial juga
54
mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikan untuk menerima pesan
menurut model komunikasi media.
5. Pengalaman
Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal bisa diperoleh dari
lingkungan. Kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya sering
mengikuti kegiatan. Kegiatan yang mendidik misalnya seminar. Organisasi dapat
memperluas jangkauan pengalamanya, karena dari berbagai kegiatan tersebut
informasi tentang suatu hal dapat diperoleh.
Pengalaman merupakan guru yang terbaik (experience is the best teacher),
pepatah tersebut bisa diartikan bahwa pemngalaman merupakan sumber
pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh
suatu kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat
dijadikan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan
dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan persoalan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2002 :
13).
2.2.4 Cara Memperoleh Pengetahuan
Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu cara tradisional
(non-ilmiah) dan cara modern (ilmiah).
a. Cara tradisional (non-ilmiah)
Cara ini dipakai untuk memperoleh pengetahuan sebelum ditemukannya
metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematis dan logis. Cara
penentuan pengetahuan secara tradisional antara lain:
Coba-coba dan salah
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan
mungkin sebelum adanya peradaban. Cara ini dilakukan dengan
menggunakan kemungkinan tersebut tidak berhasil akan dicoba dengan
kemungkinan yang lain.
Cara kekuasaan (otoritas)
Prinsip dalam cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang
ditemukan oleh orang yang mempunyai aktivitas tanpa menguji atau
55
membuktikan kebenaran terlebih dahulu berdasarkan fakta empiris atau
berdasarkan penalaran sendiri.
Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang ada pada masa lalu. Pengalaman pribadi dapat
menuntun kembali seseorang untuk menarik kesimpulan dengan benar.
Untuk menarik kesimpulan dari pengalaman dengan benar, diperlukan
berpikir kritis dan logis.
Melalui jalan pikir
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah
menggunakan jalan pikirannya secara induksi dan deduksi.
b. Cara modern (ilmiah)
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada saat ini lebih
sistematis, logis, dan ilmiah. Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan
jalan mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan terhadap semua
fakta sebelumnya dengan obyek penelitian (Notoatmodjo, 2005).
2.2.5 Sumber Pengetahuan
Menurut Istiarti (2000), pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari berbagai
macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas
kesehatan, media poster, kerabat dekat, dan sebagainya. Sumber pengalaman dapat
berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama,
pemegang pemerintahan dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2005).
2.2.6 Cara Pengukuran Pengetahuan
Cara pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat
alat tes/kuesioner tentang objek pengetahuan yang mau diukur. Pengukuran tingkat
pengetahuan dimaksudkan untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan disajikan
dalam table distribusi frekuensi.
Selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing
pertanyaan diberi nilai 1 jika salah diberi nilai 0 (Notoatmodjo, 2003). Penilaian
56
dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang
diharapkan (tertinggi) kemudian dilakukan 100% dan hasilnya berupa persentasi dengan
rumus yang digunakan sebagai berikut:
Secara umum tingkat pengetahuan dapat dibagi menjadi 3, yaitu
1) Kategori Baik : 79-100 %
2) Kategori Cukup : 56-78 %
3) Kategori Kurang : <56%
2.3 Teori TB Paru
2.3.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberkulosis complex.
2.3.2 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan
bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus
BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman
tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia
tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah
penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar
dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta
setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian
akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39
orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per
57
100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat
kasus TB yang muncul.
Tabel 2.1 Perkiraan insidens TB dan angka mortaliti, 2002
Jumlah kasus
(Ribu)
Kasus per 100 000
penduduk
Kematian akibat TB
(termasuk kematian
TB pada penderita
HIV)
Pembagian
daerah WHO
Semua
kasus (%)
Sputum
positif
Semua
kasus (%)
Sputum
positif
Jumlah
(Ribu)
Per 100
000
penduduk
Afrika 2354 (26) 1000 350 149 556 83
Amerika 370 (4) 165 43 19 53 6
Mediteranian
timur
622 (7) 279 124 55 143 28
Eropa 472 (5) 211 54 24 73 8
Asia Tenggara 2890 (33) 1294 182 81 625 39
Pasifik Barat 2090 (24) 939 122 55 373 22
Global 8797
(100)
2887 141 63 1823 29
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah
India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000
kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara
penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung
dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.
Perkiraan kasus TB secara global pada tahun 2009 adalah :
o Insidens kasus : 9,4 juta (8,9 – 9,9 juta),
o Prevalens kasus : 14 juta (12 – 16 juta),
58
o Kasus meninggal (HIV -) : 1,3 juta (1,2 – 1,5 juta),
o Kasus meninggal (HIV +): 0,38 juta (0,32 – 0,45 juta)
Gambar 2.1 Insidensi penyakit TB
2.3.3 Etiologi
Tuberkulosis di sebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Adapun jenisnya, di
antaranya adalah Mycobacterium tuberculosis (reservoar manusia), Mycobacterium bovis
(reservoar manusia dan ternak), Mycobacterium africanum (reservoar manusia dan kera).
Morfologi dan Struktur Bakteri
Mycobacterium tuberkulosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang
1 – 4 mm. Dinding M. tuberkulosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup
tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberkulosis ialah asam mikolat, lilin
kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan
mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Unsur lain yang terdapat pada
dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M.
tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap
upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol.
59
Gambar 2.2 M.tuberculosis
2.3.4 Patogenesis
TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau
afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda
dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran
kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan
limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan
mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan
bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis
dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang
dikenal sebagai epituberkulosis.
Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan.
Penyebaran secara hematogen dan limfogen.
Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi
kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
60
tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan
menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat
menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,
ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran
ini mungkin berakhir dengan :
Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma) atau
Meninggal.
Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
Gambar 2.3 Patogenesis TB Paru
61
TUBERKULOSIS POSTPRIMER
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer
mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized
tuberkulosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang
terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber
penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak
di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk
suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan
sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif
kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila
jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Kaviti tersebut akan menjadi:
Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan
di atas.
Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi
mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.
Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut
sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).
62
Gambar 2.4 Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan
penyembuhannya
2.3.5 Klasifikasi
Klasifikasi Tuberkulosis dibagi menjadi dua, TB Paru dan TB ekstra paru
Gambar 2.5 Skema klasifikasi tuberculosis
63
A. TUBERKULOSIS PARU
2.3.6 Faktor Risiko Penularan
a. Cara penularan
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
b. Risiko penularan
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)
orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi
positif.
c. Risiko menjadi sakit TB
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
64
Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi
1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB
setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk).
HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB
menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya
tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi
penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan
menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah
orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat,
dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
d. Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:
50% meninggal,
5% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi,
25% menjadi kasus kronis yang tetap menular.
Faktor risiko kejadian TB, secara ringkas digambarkan pada gambar berikut:
Gambar 2.6 Faktor Resiko Tuberkulosis
65
2.3.7 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala Klinis
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratori
Batuk lebih dari 2 minggu/batuk darah
Batuk terjadi karea adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif. Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yang pecah.
Sesak napas
Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.
Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radng sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua
pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
2. Gejala sistemik
Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, kadang dapat mencapai 40-
41oC. Demam hilang timbul, sehingga pasien tidak pernah terbebas dari
66
serangan demam. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
pasien dan berat ringanya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri
dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus
inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di
daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.
67
Gambar 2.7 Paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior
Pemeriksaan Bakteriologi
a. Bahan pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),
urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS)
- Sewaktu /spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Pagi (keesokan harinya)
- Sewaktu/spot (saat mengantarkan dahak pagi)
Atau tiap pagi 3 hari berturut-turut.
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin,
faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara mikroskopis
dan biakan.
Pemeriksaan Mikroskopis
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
68
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif
1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positif
bila 3 kali negatif ® BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberkulosis and
Lung Disease):
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negative
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut +
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++
- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++
Pemeriksaan Biakan kuman
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional, dengan cara :
Egg base media : Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh
Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan untuk mendapatkan diagnosis pasti dan mendeteksi M.
tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT).
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif:
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
69
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :
a. Fibrotik
b. Kalsifikasi
c. Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) :
Gambaran radiologi menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru
terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit
untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran
radiologi tersebut.
Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses
penyakit.
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
a. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di
atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus
dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak
dijumpai kaviti.
b. Lesi luas. Bila proses lebih luas dari lesi minimal
Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai
70
indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap
darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didaptkan jumlah leukosit yang
sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah
normal, LED mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali
normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Led mulai turun kea rah normal lagi.
Uji tuberculin
Tuberkulin merupakan protein kuman Tuberkulosis yang bersifat antigenic kuat.
Jika disuntikan secara intrakutan akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan.
Indurasi terjadi karena vasodilatasi local, edem, endapan fibrin dan meningkatkan sel
radang lain di daerah suntikan. Tes ini banyak dipakai dalam menegakkan diagnosis TBC
terutama pada anak-anak (balita).
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia
dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik
penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila
didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada
malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.
Cara mantoux
Dengan menyuntikan 0,1 ml PPD RT-23 2 TU atau PPS 5 TU intrakutan di
bagian volar lengan bawah, lalu setelah 48-72 jam dilakukan pembacaan. Dasar tes
tuberculin adalah reaksi alergi tipe lambat (hipersensitivitas tipe IV). Makin besar
pengaruh antibody humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.
Hasil tes Mantoux :
o Indurasi D = 0-5 mm, tes mantoux negative, golongan NO sensitivity (peran
antibody humoral paling menonjol),
o Indurasi D = 6-9 mm, tes mantoux meragukan, golongan low grade sensitivity,
o Indurasi D = 10-15 mm, tes mantoux positif, golongan normal sensitivity,
o Indurasi D >= 15 mm, tes mantoux positif kyat, golongan hypersensitivity dengan
antibodi seluler paling menonjol.
71
Uji Tuberkulin positif dijumpai pada :
Infeksi TB alamiah, infeksi TB tanpa sakit, dan sakit TB atau pasca terapi TB,
Imunisasi BCG (Infeksi TB buatan),
Infeksi Mycobacterium atipik.
Tes Tuberkulin negatif pada 3 kemungkinan sebagai berikut :
Tidak ada infeksi TBC,
Dalam masa inkubasi infeksi TBC,
Anergi (keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan sehingga tubuh
tidak memberikan reaksi walaupun sebenarnya sudah terinfeksi TB).
Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan
pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil
analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan
cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa
rendah.
Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat
diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
a. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
b. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen
Silverman)
c. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans
thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).
d. Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan
ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta
sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
72
Diagnosis TB paru
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu -
pagi - sewaktu (SPS),
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan
dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai
dengan indikasinya,
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga
sering terjadi overdiagnosis,
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
73
Gambar 2.8 Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa
2.3.8 Penatalakasanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.
A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan,
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO),
74
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat,
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu,
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama,
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
2. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan :
a. 2 RHZE / 4 RH atau,
b. 2 RHZE / 4R3H3 atau,
c. 2 RHZE/ 6HE.
Paduan ini dianjurkan untuk:
1) TB paru BTA (+), kasus baru,
2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh
paru)
Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk
memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang
ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan
uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi.
TB Paru kasus kambuh
75
Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase
intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai
hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga
paduan obat yang diberikan : 2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Bila diperlukan
pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung dari perkembangan penyakit.
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan
obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).
TB Paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan
menggunakan minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya
H resisten tetap diberikan. Lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil
menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian
dilanjutkan sesuai uji resistensi
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB),
Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru.
TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali
sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
a. Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan OAT
dilanjutkan sesuai jadwal,
b. Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan:
Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif, klinik dan radiologik tidak aktif /
perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran radiologik aktif,
lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti
TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih
kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati
dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal,
76
Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang
lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori
II diulang dari awal,
Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan
radiologik positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
sama.
Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi)
terhadap OAT.
TB Paru kasus kronik
Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES.
Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan
walaupun resisten) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam,
makrolid,
1. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup,
2. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan,
3. Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru,
Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus.
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid
dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan
program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang
penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug
resistant tuberkulosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi
TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberkulosis
and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan
77
obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada
tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO
seperti terlihat pada tabel.
Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal,
Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan
pengobatan yang tidak disengaja,
Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar
dan standar,
Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit,
Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi.
Tabel 2.2 Jenis dan Dosis OAT
Obat Dosis
(mg/
kgBB/
Hari)
Dosis yang dianjurkan
Dosis
maksi
mum
Dosis (mg) / BB (kg)
Harian
(mg/kgBB/Hr)
Intermitten
(mg/kgBB/Hr)
< 40 40-
60
> 60
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S 15-58 15 15 1000 Sesuai
BB
750 1000
Tabel 2.3 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1
Berat Badan
Tahap Intensif
tiap hari selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama
16 minggu
RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
78
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
Tabel 2.4 Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1
Tahap
Pengobatan
Lama
Pengobatan
Dosis per hari / kali Jumlah
hari /
kali
menelan
obat
Isoniazid
@300mg
Rifampisin
@450mg
Pirazinamid
@500mg
Etambutol
@250mg
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a. Pasien baru TB paru BTA positif,
b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif,
c. Pasien TB ekstra paru.2
Tabel 2.5 Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2
Berat Badan
Tahap Intensif
tiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) +
E(275)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30 – 37 kg
2 tab 4KDT
+ 500 mg
Streptomisin inj.
2 tab 4KDT 2 tab 2KDT
+ 2 tab Etambutol
38 – 54 kg
3 tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT
79
+ 750 mg
Streptomisin inj.
+ 3 tab Etambutol
55 – 70 kg
4 tab 4KDT
+ 1000 mg
Streptomisin inj.
4 tab 4KDT 4 tab 2KDT
+ 4 tab Etambutol
≥ 71 kg
1000mg
Streptomisin inj.
5 tab 4KDT 5 tab 2KDT
+ 5 tab Etambutol
Tabel 2.6 Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 2
Tahap
Pengobat-
an
Lama
Peng-
obata
n
Dosis per hari / kali
Etam-
butol
@400m
g
Strepto-
misin
injeksi
Jumlah
hari /
kali
me-
nelan
obat
Isoni-
azid
@300
mg
Rifam-
pisin
@450m
g
Pirazi-
namid
@500m
g
Etam-
butol
@250
mg
Tahap
Intensif
(dosis
harian)
2
bulan
1
bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
-
-
0.75gr
-
56
28
Tahap
Lanjutan
(dosis 3x
seminggu)
4
bulan
2 1 - 1 2 - 60
Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
a. Pasien kambuh,
b. Pasien gagal,
80
c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default).
81
Catatan:
a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah
500mg tanpa memperhatikan berat badan,
b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus,
c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
Tabel 2.7 Dosis KDT untuk sisipan
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE (150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT
Tabel 2.8 Dosis OAT Kombipak untuk sisipan
Tahap
Pengobatan
Lamanya
Pengobatan
Tablet
Isoniasid
@ 300
mg
Kaplet
Rifampisin
@ 450 mg
Tablet
Pirazinamid
@ 500 mg
Tablet
Etambutol
@ 250 mg
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
Tahap
Intensif
(dosis
harian)
1 bulan 1 1 3 3 28
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang
telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas
dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut,
bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru /
fasiliti yang mampu menanganinya.
82
Efek Samping OAT
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.
Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan
kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat
diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan,
rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin
dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut
pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom
pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul pada kurang
lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan
pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah :
a. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang,
b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang
diare,
c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan.
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan
penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus,
Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala
ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun
gejalanya telah menghilang,
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas.
83
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur.
Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini
harus diberitahukan kepada pasien agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB
pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat
menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya
ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan
dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler
tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg
BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan
kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak
diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
denganckeseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat
seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan
meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang
terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini
dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan
diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan
keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitivitas kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai
sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang
terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera
setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin
84
dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab
dapat merusak syaraf pendengaran janin.
Tabel 2.9 Efek Samping Minor OAT dan Penatalaksanaannya
Efek samping Minor Kemungkinan Penyebab Tatalaksana
OAT diteruskan
Tidak nafsu makan, mual,
sakit perut
Rifampisin Obat diminum malam
sebelum tidur
Nyeri sendi Pirazinamid Beri aspirin/allopurinol
Kesemutan sampai dengan
rasa terbakar di kaki
Isoniazid Beri vitamin B6 1x100
mg/hari
Warna kemerahan pada air
Seni
Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu
diberi apa-apa
Tabel 2.10 Efek Samping Mayor OAT dan Penatalaksanaannya
Efek Samping Mayor Kemungkinan Penyebab Tatalaksana
Hentikan Pengobatan
Gatal dan Kemerahan pada
kulit
Semua Jenis OAT Beri antihistamin, dan
evaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisisn dihentikan,
ganti etambutol
Gangguan Keseimbangan
(vertigo dan nistagmus)
Streptomisin Streptomisin dihentikan,
ganti etambutol
Ikterik / Hepatitis imbas obat Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT
sampai ikterik menghilang
dan boleh diberikan
hepatoprotektor
Muntah dan bingung Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT dan
85
(suspect drug-induced
preicteric
hepatitis)
lakukan uji fungsi hati
Gangguan
Penglihatan
Etambutol Hentikan Etambutol
Kelainan sistemik, termasuk
syok dan purpura
Rifampisin Hentikan Rifampisin
Pengobatan Suportif / Simptomatik
Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis
baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang
perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk meningkatkan daya tahan tubuh
atau mengatasi gejala/keluhan.
1. Pasien rawat jalan
Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan
(pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk
penyakit komorbidnya),
Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam,
Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau
keluhan lain.
2. Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
o Batuk darah (profus),
o Keadaan umum buruk,
o Pneumotoraks,
o Empiema,
o Efusi pleura masif / bilateral,
86
o Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura).
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
o TB paru milier,
o Meningitis TB,
Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan
indikasi rawat.
Terapi Pembedahan
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif,
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif,
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif.
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang,
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan,
c. Sisa kavitas yang menetap.
Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
1. Bronkoskopi,
2. Punksi pleura,
3. Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage).
Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping
obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinik:
1. Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1
bulan,
87
2. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya
komplikasi penyakit,
3. Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.
Evaluasi bakteriologik
(0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)
1. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak,
2. Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik :
Sebelum pengobatan dimulai,
Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif),
Pada akhir pengobatan,
3. Bila ada fasilitas biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
Evaluasi radiologik
(0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
Sebelum pengobatan,
Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan
keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan),
Pada akhir pengobatan.
Evaluasi efek samping secara klinik
Bila mungkin sebaiknya sejak awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap,
Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah ,
serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan
Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid,
Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan)
Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri
(bila ada keluhan),
Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut.
Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada
evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium
untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman.
88
Evalusi keteraturan berobat
Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum /
tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau
pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan
dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya,
Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi. Evaluasi
pasien yang telah sembuh,
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun
pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal
yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA
dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan
sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.
Kriteria Sembuh
BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan
telah mendapatkan pengobatan yang adekuat,
Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan
Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif.
Komplikasi
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan
atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang
mungikin timbul adalah :
- Batuk darah
- Pneumotoraks
- Gagal napas
- Gagal jantung
- Efusi pleura
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi,
antara lain :
89
Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s
arthopathy
Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis), kerusakan parenkim berat fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis,
karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS) sering terjadi pada TB milier
dan kavitas TB.
Pencegahan
Usaha preventif terhadap tuberculosis antara lain:
Vaksinasi BCG
Dari beberapa peneliti diketahui bahwa vaksinasi BCG yang telah dilakukan pada
anak-anak selama ini hanya memberikan daya proteksi sebagian saja, 0-80%. Tetapi BCG
masih tetap dipakai karena dapat mengurangi kemungkinan terhadap tuberkulosis berat
(meningitis, tb milier, dll) dan tuberkulosis ekstra paru lainya.
Kemoprofilaksis
Isoniazid banyak dipakai selama ini karena harganya murah dan efek samping sedikit.
Obat alternatif lain adalah Rifampisin. Beberapa peneliti pada I DAT (International Union
Against Tuberkulosis) menyatakan bahwa profilaksis dengan INH selama 1 tahun dapat
menurunkan insidens tuberkulosis sampai 55-83%, dan yang kepatuhan minum obatnya
cukup baik dapat mencapai penurunan 90%.
Lama profilaksis yang optimal belum diketahui, tetapi banyak peneliti menganjurkan
waktu 6-12 bulan.pada negara-negara dengan populasi tuberkulosis tinggi sebaiknya
diberikan terhadap semua pasien HIV positif dan pasien yang mendapat terapi imunosupresi.
2.4 Kerangka Teori
Konsep yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada teori Notoatmodjo (2007),
yang menyatakan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi
terbentuknya pengetahuan, yaitu:
90
Gambar 2.9 Kerangka Teori
2.5 Kerangka Konsep
Berdasarkan teori sebelumnya, dapat dibuat suatu kerangka konsep yang berhubungan
dengan area permasalahan yang terjadi pada keluarga binaan RT 005/002 Kampung Gaga
Sukamana, Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi
Banten.
Gambar 2.10 Kerangka Konsep Pengetahuan Tentang Penularan TB Paru Pada Keluarga
Binaan91
2.6 Definisi Operasional
Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau
diteliti, variabel tersebut diberi batasan atau definisi operasional. Definisi operasional ialah
suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang
didefinisikan dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati
dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain.
Tabel 2.11 Tabel Definisi Operasional Diagnosis dan Intervensi Komunitas Area Masalah
Penularan TB Paru Pada Daerah Keluarga Binaan
NO VARIABELDEFINISI
OPERASIONAL
ALAT
UKUR
CARA
UKURHASIL SKALA
1. Pengetahuan
tentang
penularan TB
Paru
Segala sesuatu
yang diketahui,
yang diperoleh
dari persentuhan
panca indra
terhadap
penularan TB
Paru.
Kuesioner Wawancara Baik : 26 – 32
Kurang:18 − 25
Buruk: 11 − 19
Ordinal
2. Pendidikan Jenjang
pendidikan formal
terakhir yang
ditamatkan oleh
responden
Kuesioner Wawancara Tinggi: Perguruan
Tinggi
Menengah:
SMP/SMA
Rendah : SD/ Tidak
sekolah
Nominal
3. Paparan
Media Massa
Informasi yang
didapatkan
tentang
pengetahuan
penularan TB
Paru
Kuesioner Wawancara Baik : 9 – 10
Cukup: 7 − 8
Kurang :5 –
6
Ordinal
NO VARIABEL DEFINISI ALAT CARA HASIL SKALA
92
OPERASIONAL UKUR UKUR
4. Ekonomi Tingkat
pendapatan dari
seseorang atau
keluarga yang
diukur dengan
UMR Kabupaten
Tangerang tahun
2014
Kuesioner Wawancara Dibawah UMR : ≤ 5
Diatas UMR : >5
Ordinal
5. Hubungan
Sosial
Interaksi antara
responden dengan
keluarga lain di
lingkungan sekitar
tetnag
pengetahuan
penularan TB
Paru
Kuesioner Wawancara Dipengaruhi:≥ 8
Tidak
Dipengaruhi:< 8
Ordinal
6. Pengalaman Pengalaman
seseorang dalam
melihat,
menangani dan
atau mengalami
kejadian TB,
sehingga
meningkatkan
pemahaman
terhadap penyakit
TB
Kuesioner Wawancara Pernah Melihat/
Mengalami: ≥ 20
Belum Pernah
Melihat/Mengalami:
< 20
Ordinal
93