Post on 15-Feb-2018
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii
Lamun adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh proses
kehidupannya berlangsung di lingkungan perairan laut dangkal. Lamun memiliki
akar, rimpang, daun, bunga, buah, serta jaringan yang dilapisi lignin sebagai
penyalur bahan makanan, air, dan gas.Berbeda dengan kerabatnya yaitu rumput
laut, lamun tidak memiliki stomata (Susetiono 2004).
Menurut Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS 2005) Jenis
Lamun di Taman Nasional di seluruh dunia telah teridentifikasi 60 jenis lamun, 20
jenis diantaranya ditemukan di perairan Asia Tenggara dan terdapat 12 jenis
lamun (7 genus) yang tumbuh di perairan Indonesia (Lee Long et al. 2000,
Hutomo et al. 1988, Fortes 1988 dalam Dahuri 2003).Dari 12 jenis lamun
tersebut, 7 (tujuh) jenis diantaranya dapat ditemukan di kawasan Taman Nasional
Kepulauan Seribu.Masyarakat Kepulauan Seribu mengenal tumbuhan lamun
sebagai "samo-samo" (terutama untuk jenis Enhalus acoroides) dimana pada
kehidupan sehari-hari, buah samo-samo menjadi bahan makanan tambahan bagi
mereka.
Pemilahan untuk menuju klasifikasi jenis-jenis lamun lebih ditekankan
pada karatkteristik dari akar, rimpang, dan daunnya. Jenis-jenis lamun tersebut
yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halophila
minor, Halophila decipiens, Halophila sulawesii, Halodule uninervis, Halodule
pinifolia, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Thalassodendrum
ciliatum, dan Syringodium isoetifolium (Kiswara 1996). Menurut Susetiono
(2004) lamun jenis Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii merupakan jenis
yang dominan di perairan Indonesia. Secara umum ada tiga tipe vegetasi padang
lamun (Tomascik et al.1997 dalam Hertanto 2008) yaitu :
1) Padang lamun vegetasi tunggal (monospecific seagrass beds) dimana
hanya terdapat satu spesies saja.
7
2) Padang lamun yang berasosiasi dengan dua atau tiga spesies, dimana lebih
sering dijumpai dibandingkan vegetasi tunggal
3) Padang lamun vegetasi campuran (mixed seagrass beds)
Padang lamun telah dikenal berperan penting pada proses yang
berlangsung di pantai, antara lain:
1) Sebagai tempat persinggahan mencari makanan, asuhan dan habitat bagi
berbagai tumbuhan serta hewan (Allen 2000 dalam KLH)
2) Memperkaya produksi primer di perairan pantai (Susetiono 2004)
3) Daun-daun sebagai pelindung dasar periran dan organisme, akar-akarnya
sebagai stabilisator sedimen dan garis pantai (Lee et al. 2001 dalam
Susetiono 2004)
2.1.1 Lamun Enhalus acoroides(Linnaeus f.) Royle
Berikut klasifikasi dari Enhalus acoroides :
Domain : EukaryotaDivisio : PlantaePhylum : TracheophytaClass : SpermatopsidaOrder : AlismatalesFamily : HydrocharitaceaeGenus : EnhalusSpesies : Enhalus acoroides(Sumber : zipcodezoo.com)
(a) (b)
Gambar 1.Lamun Enhalus acoroides(Sumber (a): seagrasswatch.org (b): Dokumentasi pribadi)
Dalam Susetiono (2004) disebutkan bahwa tumbuhan tegak ini memiliki
daun sebanyak 2 sampai 5 helai dan rimpang kasar serta akar yang kuat. Helaian
8
daun berbentuk pita dengan panjang dapat mencapai 75 cm dan lebar 1,0 sampai
1,5 cm. Rimpang ketebalannya mencapai 1 cm (Gambar 1). Selain itu juga bunga
(Gambar 2a) baik jantan dan betina masing-masing berasal dari tanaman dengan
benang sari yang berukuran besar.Bunga betina memiliki tangkai pendukung yang
panjang. Benang sari ketika dilepaskan dari bunga jantan selalu mengapung di
permukaan air kemudian tersebar mengikuti arus air laut dan selanjutnya
tenggelam perlahan untuk membuahi bunga betina. Buah dari tumbuhan ini
berbentuk seperti telur dan mempunyai 12 biji (Gambar 2b).
(a) (b)Gambar 2. Bagian Tegakan LamunEnhalus acoroides
(a) Bunga jantan (b) Buah dan biji(Sumber : Dokumentasi pribadi)
Lamun Enhalus acoroides adalah salah satu jenis lamun di perairan
Indonesia yang umumnya hidup di sedimen berpasir atau berlumpur dan daerah
dengan bioturbasi tinggi, sehingga lamun jenis ini dapat beradaptasi dengan
perairan keruh akibat tingginya laju siltasi (kekeruhan) dari daratan jika sinar
matahari dan unsur-unsur nutrisi yang diperlukan masih mencukupi (Susetiono
2004).
2.1.2 Lamun Thalassia hemprichii
Lamun jenis ini memiliki ciri-ciri daun lurus sampai sedikit melengkung,
tepi daun tidak menonjol dengan panjang 10 sampai 20 cm dan lebar mencapai 1
cm, seludang daun tampak keras dengan panjang berkisar 3 sampai 6 cm. rimpang
keras, menjalar, ruas-ruas rimpang mempunyai seludang (Gambar 3) (Susetiono
2004). Dalam Dahuri (2003) disebutkan bahwa lamun jenis ini memiliki jumlah
yang cukup berlimpah dan sering dominan pada padang lamun campuran. Lebar
kisaran vertikal intertidalnya mendekati 25 cm. Lamun ini tumbuh pada substrat
9
pasir berlumpur yang berbeda atau pasir medium kasar atau pecahan koral kasar.
Berikut klasifikasi Thalassia hemprichii menurut Ehrenberg:
Domain : EukaryotaDivisio : PlantaePhylum : TracheophytaClass : SpermatopsidaOrder : AlismatalesFamily : HydrocharitaceaeGenus : ThalassiaSpesies : Thalassia hemprichii(Sumber : Zipcodezoo.com)
(a) (b)
Gambar 3. Lamun Thalassia hemprichii(Sumber (a) :seagrasswatch.org (b) : Dokumentasi pribadi)
Dalam Hertanto (2008) disebutkan beberapa parameter lingkungan yang
mempengaruhi hidup lamun yaitu kecerahan untuk intensitas cahaya dalam
melaksanakan fotosintesis, kisaran temperatur yang optimum bagi spesies lamun
adalah 28-30C, salinitas optimum adalah 35%, substrat dengan tipe lumpur
sampai sedimen dasar yang terdiri dari endapan lumpur halus sebesar 40%,
dengan kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik-1.
2.2 Metabolit Sekunder
Metabolit sekunder adalah senyawa hasil metabolisme sekunder yang
tidak dibutuhkan bagi pertumbuhan organisme akan tetapi dibutuhkan bagi
kelangsungan hidupnya yaitu senyawa yang digunakan untuk menangkal serangan
predator dan untuk bertahan terhadap lingkungannya Metabolit ini dihasilkan
10
dalam jumlah yang kecil (bisa mencapai ng/g atau 10-9 g/g bahan), dan dalam
kondisi tertentu (stressing), serta tidak diproduksi secara universal tetapi hanya
pada spesies atau strain spesifik (Wink 1999 dalam Sudibyo 2002). Fungsi
metabolit ini bagi organisme penghasil belum secara jelas diketahui, namun
diduga senyawa tersebut dibutuhkan untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya (toksin, antifungal, antibakteri, antibodi, dll) serta dibutuhkan untuk
pengaturan proses reproduksi, sporulasi dan metabolisme sekunder lainnya
(seperti vitamin, hormon, pigmen, dll) (Quenner and Day 1986, Dewick 1999
dalam Sudibyo 2002) . Beberapa senyawa metabolit sekunder :
A. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.
Umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem
siklik.Alkaloid biasanya tanpa warnatetapi beberapa senyawa yang kompleks
aromatik berwarna (contoh berberin berwarna kuning dan betanin berwarna
merah).kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan
(misalnya nikotina) pada suhu kamar (Harborne 1987).
Beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal menurut
Putra (2007) dalam Permatasari (2011) dalam bidang farmakologi diantaranya
adalah nikotin (stimulan pada saraf otonom), morfin (analgesik), kodein
(analgesik dan obat batuk), kokain (analgesik), piperin (antifeedant), quinine (obat
malaria), vinkristin (obat kanker), ergotamine (analgesik untuk migrain), reserpin
(pengobatan simptomatis disfungsi ereksi), mitraginin (analgesik dan antitusif),
serta vinblastin (antineoplastik dan obat kanker).
Sifat fisik dari alkaloid kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa
padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi.
Sifat kimia alkaloid adalah basa. Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa
tersebut sangat mudah mengalami dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar
dengan adanya oksigen.Hasil dari reaksi ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi
alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan jika
penyimpanan berlangsung dalam waktu yang lama. Pembentukan garam dengan
11
senyawa organik (tartarat, sitrat) atau anorganik (asam hidroklorida atau sulfat)
sering mencegah dekomposisi. Oleh karena itu dalam perdagangan alkaloid lazim
berada dalam bentuk garamnya (Nadjeb 2006). Berikut contoh struktur alkaloid
isoquinolin (Gambar 4)
Gambar 4. Struktur Dasar Alkaloid Isoquinolin(Sumber : Sayacintafarmasi.wordpress.com)
B. Flavonoid
Flavonoid terutama senyawa yang larut dalam air dan dapat diekstraksi
dengan etanol 70%. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya
berubah bila ditambahkan basa atau ammonia sehingga mudah dideteksi pada
kromatogram atau dalam larutan.Senyawa ini mengandung sistem aromatik yang
terkonjugasi dan daerah itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum
ultra violet (V) dan spectrum tampak.Terbentuknya warna merah, kuning atau
jingga di lapisan amil alkohol pada uji fitokimia menunjukkan adanya flavonoid
(Harbone 1987).Berikut strktur dasar dari flavonoid (Gambar 5).
Gambar 5. Struktur Dasar Senyawa Flavonoid(Sumber :www.Nadjeeb.wordpress.com)
Flavonoid memiliki banyak kegunaan baik bagi tumbuhan maupun
manusia.Flavonoid digunakan tumbuhan sebagai penarik serangga dan binatang
lain untukmembantu proses penyerbukan dan penyebaran biji. Sedangkan bagi
manusia,dalam dosis kecil flavon bekerja sebagai stimulan pada jantung, dan
flavon yangterhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada
lemak(Sirait 2007).
C. Triterpenoid/Steroid
Sterol dan triterpena memiliki kerangka dasar sistem cincin s
perhidrofenantrena.Tiga senyawa yang disebut fitosterol mungkin terdapat pada
setiap tumbuhan tingkat tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol yang
terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah, contohnya ergosterol yang terdapat
dalam khamir dan sejumlah fungi. Sterol lain terutama terdapat dalam tumbuhan
tingkat rendah kaang-kadang terdapat juga dalam tumbuhan tingkat tinggi
misalnya fukosterol, yaitu steroid utama pada alga coklat dan juga terdeteksi pada
kelapa (Harborne 1987). Kedua
gambar berikut (Gambar 6)
(a)Gambar 6.Contoh
(a) Steroid
(Sumber (a): www. nadje
E. Fenol Hidrokuinon
Komponen fenolat merupakan struktur aromatik yang berkaitan dengan
satu atau lebih gugus hidroksil, beberpa mungkin digantikan dengan gugus metal
atau glikosil. Komponen fen
berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola
sel. Berikut struktur dasar dari senyawa fenol hidrokuinon(Gambar 7)
Gambar 7. Struktur Dasar Senyawa Fenol Hidrokuinon(Sumbe
C. Triterpenoid/Steroid
Sterol dan triterpena memiliki kerangka dasar sistem cincin siklopentana
perhidrofenantrena.Tiga senyawa yang disebut fitosterol mungkin terdapat pada
setiap tumbuhan tingkat tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol yang
terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah, contohnya ergosterol yang terdapat
hamir dan sejumlah fungi. Sterol lain terutama terdapat dalam tumbuhan
kadang terdapat juga dalam tumbuhan tingkat tinggi
misalnya fukosterol, yaitu steroid utama pada alga coklat dan juga terdeteksi pada
kelapa (Harborne 1987). Kedua senyawa ini strukturnya ditampilkan dalam
gambar berikut (Gambar 6)
(a) (b)Contoh Struktur Dasar Senyawa Steroid dan Triterpenoid
(b) Quassinoid triterpenoid
adjeeb.wordpress.com (b): www.classbhe.files.wordpress.com
Komponen fenolat merupakan struktur aromatik yang berkaitan dengan
satu atau lebih gugus hidroksil, beberpa mungkin digantikan dengan gugus metal
atau glikosil. Komponen fenolat bersifat larut air selama komponen tersebut
berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola
sel. Berikut struktur dasar dari senyawa fenol hidrokuinon(Gambar 7)
Gambar 7. Struktur Dasar Senyawa Fenol Hidrokuinon(Sumber : www.mahasiswafarmasi.wordpress.com)
12
iklopentana
perhidrofenantrena.Tiga senyawa yang disebut fitosterol mungkin terdapat pada
setiap tumbuhan tingkat tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol yang
terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah, contohnya ergosterol yang terdapat
hamir dan sejumlah fungi. Sterol lain terutama terdapat dalam tumbuhan
kadang terdapat juga dalam tumbuhan tingkat tinggi
misalnya fukosterol, yaitu steroid utama pada alga coklat dan juga terdeteksi pada
senyawa ini strukturnya ditampilkan dalam
Struktur Dasar Senyawa Steroid dan Triterpenoid
classbhe.files.wordpress.com)
Komponen fenolat merupakan struktur aromatik yang berkaitan dengan
satu atau lebih gugus hidroksil, beberpa mungkin digantikan dengan gugus metal
olat bersifat larut air selama komponen tersebut
berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola
13
Flavonoid merupakan kelompok yang terbesar diantara kompoen fenolat
alami yang strukturnya telah diketahui, tetapi fenol monosiklik sederhana,
fenilpropanoid dan fenolat quinon juga terdapat dalam jumlah besar.Pigmen
quinon alami berada pada kisaran warna kuning muda atau hitam.Kuinon adalah
senyawa berwarna mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada
benzokuinon.Senyawa ini diidentifikasi menjadi 4 kelompok yaitu benzokuinon,
naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid.Tiga kelompok pertama
biasanya terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol (Harborne 1987).Sedangkan
benzakuinon terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan
rangkap karbon-karbon (Ketaren 1986).
D. Saponin
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti
sabun.Saponin dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis sel darah. Dari segi ekonomi, saponin penting karena kadang-
kadang menimbulkan keracunan pada ternak (misalnya saponin alfalfa, medicago
sativa) atau karena rasanya yang manis (misalnya glisirizin dari akar manis
Glycyrrhiza glabra) (Harborne 1987). Berikut struktur senyawa dari golongan
saponin (Gambar 8)
Gambar 8.Contoh Struktur Senyawa Saponin(Sumber :www.chemicalbook.com)
Sebagian besar saponin bereaksi netral (larut dalam air), beberapa ada
yangbereaksi asam (sukar larut dalam air), dan sebagian kecil ada yang bereaksi
basa.Saponin dapat membentuk senyawa kompleks dengan kolesterol.Saponin
bersifattoksik terhadap ikan dan binatang berdarah dingin lainnya.Hal inilah
yangmenyebabkan saponin banyak dimanfaatkan sebagai racun ikan.Saponin
yangberacun disebut sapotoksin (Sirait 2007).
14
F. Tanin
Tanin adalah senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawa
polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H, dan O serta sering membentuk
molekul besar dengan berat molekul lebih besar dari 2000. Tanin dapat dijumpai
pada hampir semua jenis tumbuhan hijau di seluruh dunia baik tumbuhan tingkat
tinggi maupun tingkat rendah dengankadar kualitas yang berbeda-beda (Shut 2002
dalam Putri 2011). Berikut contoh struktur dari golongan senyawa tanin (Gambar
9)
Gambar 9. StrukturSorghum procyanidin Golongan Tanin(Sumber : www.slideshare.net)
Senyawa ini memiliki sifat antara lain dapat larut dalam air atau alkohol
karena tanin banyak mengandung fenol yang memiliki gugus OH, dapat mengikat
logam berat, serta adanya zat yang bersifat antirayap dan jamur. Tanin yang
terdapat pada kulit kayu dan kayu dapat berfungsi sebagai penghambat kerusakan
akibat serangga dan jamur, karena memiliki sifat antiseptik (Shut 2002 dalam
Putri 2011).
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan
pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat bercampur
untuk mengambil zat terlarut tersebut dari suatu pelarut ke pelarut lain. Ekstraksi
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu fase akuades dan fase organik. Cara fase
akuades dilakukan menggunakan air, sedangkan carafase organik dilakukan
dengan menggunakan pelarut organik (Rahayu 2009).
15
Sifat penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah
kepolaran senyawa yang dilihat dari gugus polarnya (seperti gugus OH, COOH,
dan lain sebagainya). Hal lain yang diperlukan dalam pemilihan pelarut adalah
selektivitas, kelarutan, kemampuan tidak saling bercampur, kerapatan, reaktivitas,
dan titik didih. Ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara
penguapan, destilasi, atau reaktifikasi, maka titik didih kedua bahan tidak boleh
terlalu dekat (Rahayu 2009).
Sudjadi (1986) dalam Permatasari (2011) juga menyatakan bahwa
ekstraksi merupakan teknik yang sering digunakan bila senyawa organik
dilarutkan dan didispersikan dalam air.Pelarut yang tepat ditambahkan pada fase
larutan dalam airnya. Larutan organik dan air akan terpisah dan senyawa organik
akan mudah diambil ulang dari lapisan organik dengan menguapkan pelarutnya.
Teknik ekstraksi bermanfaat untuk memisahkan campuran senyawa dengan
berbagai sifat kimia yang berbeda. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses
ekstraksi yaitu : tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu
pelarut, dan tipe pelarut.
2.4 Antioksidan
Menurut Soeatmaji (1998) dalam Winarsi (2007) yang dimaksud dengan
radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau
lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Adanya elektron yang
tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut reaktif mencari pasangan
dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di
sekelilingnya. Seperti dalam Winarsi (2007) dikatakan bahwa senyawa radikal
bebas juga dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal. Terbentuknya
senyawa radikal baru bila bertemu dengan molekul lain, akan terbentuk radikal
baru lagi, dan seterusnya sehingga terjadi reaksi berantai (chain reaction). Reaksi
seperti ini akan terus berlanjut dan baru akan berhenti apabila reaktivitasnya
diredam (quenched) oleh senyawa yang bersifat antioksidan.
Antioksidan ini banyak digunakan dalam berbagai bidang, salah satunya
adalah bidang pangan, karena antioksidan berperan penting dalam
16
mempertahankan mutu produk panganyaitu untuk mencegah ketengikan,
perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain pada
produk pangan karena oksidasi dapat dihambat oleh antioksidan ini (Trilaksani
2003). Antioksidan umumnya ditambahkan pada lemak, minyak atau makanan
yang mengandung lemak atau minyak.Penambahan ini bertujuan untuk
mempertahankan produk dan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada
makanan. Penyebab ketengikan tersebut adalah senyawa–senyawa yang
merupakan produk akhir dari reaksi autooksidasi. Reaksi autooksidasi merupakan
suatu reaksi berantai dimana inisiator dan propagatornya adalah radikal bebas
(Rita et al. 2009 dalam Permatasari 2011). Konsumsi antioksidan dalam jumlah
memadai dilaporkan dapat menurunkan penyakit degeneratif seperti
kardiovaskular, kanker, aterosklerosis, osteoporosis, dan lain-lain (Winarsi 2007)
Antioksidan berdasarkan fungsinya, menurut Siagian (2002) dalam
Permatasari (2011) dibagi menjadi empat tipe yaitu :
1) Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas, dengan cara
menyumbangkan atom H, contohnya Vitamin E.
2) Tipe pereduksi yang mampu mentransferatom H atau oksigen dan bersifat
pemulung, contohnya Vitamin C
3) Tipe pengikat logam yang mampu mengikat zat prooksidan (Fe2+ dan
Cu2+) contohnya flavonoid, asam sitrat dan Ethylene Diamine Tetra
Acetid Acids (EDTA)
4) Antioksidan seluler yang mampu mendekomposisikan hidroperoksida
menjadi bentuk stabil, contohnya pada manusia dikenal Super Oksida
Dismutase (SOD), katalase, glutation peroksidase.
2.4.1 Jenis-jenis antioksidan
Secara umum antioksidan dibedakan menjadi dua kategori dasar, yaitu
antioksidan alami dan antioksidan sintetik.Saat ini, ketertarikan masyarakat pada
antioksidan alami meningkat tajam, baik untuk digunakan dalam bahan pangan
ataupun sebagai material obat menggantikan antioksidan sintetik.Hal ini
17
dikarenakan antioksidan sintetik justru berbahaya bagi kesehatan karena
berpotensi menyebabkan penyakit kanker (Wang 2006 dalam Permatasari 2011).
Antioksidan sintetik yang banyak digunakan adalah senyawa-senyawa
fenol yang biasanya agak beracun.Penambahan antioksidan ini harus memenuhi
beberapa syarat misalnya tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan
warna yang tidak diinginkan, efektif pada konsentrasi rendah, larut dalam lemak,
mudah didapat, dan ekonomis. Empat macam antioksidan sintetik yang sering
digunakan adalah butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene
(BHT), propylgallate (PG), dan nordihidroquairetic acid. Contoh antioksidan
alami antara lain tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol, karoten dan asam
askorbat yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan. Antioksidan alami yang paling
banyak ditemukan dalam minyak nabati adalah tokoferol yang mempunyai
keaktifan vitamin E dan terdapat dalam bentuk , , , -tokoferol (Ketaren
1986).
2.4.2 Mekanisme kerja antioksidan
Radikal bebas dapat terbentuk melalui dua cara yaitu secara endogen
(sebagai respon normal proses biokimia intrasel maupun ekstrasel) dan secara
eksogen (berasal dari polusi, makanan, serta injeksi ataupun absorpsi melalui
kulit). Secara umum, tahapan reaksi pembentukan reaksi radikal bebas melaui tiga
tahapan reaksi yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi (Winarsi 2007).Reaksi
penghambatan radikal bebas oleh antioksidanpadatahap inisiasi dan propagasi
adalah sebagai berikut (Gordon 1989):
Inisiasi : R* + AH RH + A*
Propagasi : ROO* + AH ROOH + A*
Terminasi : ROO*+ ROO*+ AH ROOH + ROOH + A*
ROO*+ R* + AH ROOH + RH + A*
R* + R* + AH RH + RH + A*
Keterangan : R* : radikal lipidaROO* : radikal peroksidaAH : antioksidanA* : radikal antioksidan yang terbentukROOH : hidroperoksida
18
Tahap inisiasi merupakan awal pembentukan radikal bebas, tahap propagasi
merupakan pemanjangan rantai dan tahap terminasi merupakan bereaksinya
senyawa radikal dengan radikal lain atau dengan penangkap radikal sehingga
potensi propagasinya rendah (Winarsi 2007).
Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan
reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan
oleh 4 macam mekanisme reaksi (Ketaren 1986) :
a) Pelepasan hidrogen dari antioksidan.
b) Pelepasan elektron dari antioksidan.
c) Adisi lemak ke dalam cincin aromatik pada antioksidan.
d) Pembentukan senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari
antioksidan.
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan digolongkan menjadi 3
kelompok yaitu (Winarsi 2007) :
1) Antioksidan primer (antioksidan endogenus/antioksidan enzimatis)/
Chain-breaking-antioxidant
Antioksidan ini memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida
(R*, ROO*) atau mengubahnya kedalam bentuk stabil, sementara radikal
antioksidan yang terbentuk (A*) tersebut segera berubah menjadi senyawa
yang lebih stabil. Contohnya enzim katalase dan glutation peroksidase.
2) Antioksidan sekunder (antioksidan eksogenus/antioksidan non enzimatis)
Antioksidan ini memperlambat laju autooksidasi dengan cara memotong
reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya
sehingga radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler.
Contohnya karoten, vitamin E, Vitamin C, flavonoid.
3) Antioksidan tersier
Antioksidan ini meliputi system enzim DNA-repair dan mentionin
sulfoksida reduktase.
Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada
laju oksidasi.Aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan
tersebut justru menjadi prooksidan pada konsentrasi tinggi. Pengaruh jumlah
19
konsentrasi pada laju oksidasi dipengaruhi oleh struktur antioksidan, kondisi dan
sampel yang akan diuji (Trilaksani 2003).
Mekanisme penghambatan oksidasi lemak oleh antioksidan yaitu dengan
mengurangi peroksida yang dapat merangsang terjadinya proses ketengikan yang
terbentuk pada permulaan autooksidasi. Kemungkinan lain, antioksidan akan
dioksidasi secara langsung atau saling mempengaruhi dengan peroksida, sehingga
dengan demikian mencegah oksidasi langsung atau tidak langsung dengan
memutuskan rantai reaksi pembentukan gugusan peroksida (Goutara dkk. 1980
dalam Permatasari 2011)
Kemungkinan selanjutnya, molekul aktif dari lemak bereaksi dengan
oksigen menghasilkan peroksida aktif. Peroksida aktif memberikan energinya lagi
kepada molekul lemak yang lain sehingga terbentuk reaksi rantai. Adanya zat
penghambat oksidasi, dalam hal ini antioksidan, sejumlah peroksida yang aktif
dipisahkan dari rantai reaksi dengan memindahkan energinya kepada antioksidan.
Molekul aktif dari antioksidan akan teroksidasidan menjadi tidak aktif lagi karena
lemahnya pemindahan energi kepada molekul lemak (Goutara dkk. 1980 dalam
Permatasari 2011).
2.4.3 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH
Pengujian antioksidan dengan DPPH merupakan salah satu metode yang
sederhana dengan menggunakan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH) sebagai
senyawa pendeteksi. Senyawa DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang
bersifat stabil sehingga dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari
suatu antioksidan membentuk DPPH tereduksi (Molyneux 2004).Berikut struktur
kimia DPPH dalam bentuk radikal bebas (1) dan bentuk kompleks non radikal (2)
(Gambar 10).
Gambar 10.Struktur kimia (1): radikal bebas (2): non radikal bebas(Sumber : Molyneux 2004)