BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

14
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii Lamun adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh proses kehidupannya berlangsung di lingkungan perairan laut dangkal. Lamun memiliki akar, rimpang, daun, bunga, buah, serta jaringan yang dilapisi lignin sebagai penyalur bahan makanan, air, dan gas.Berbeda dengan kerabatnya yaitu rumput laut, lamun tidak memiliki stomata (Susetiono 2004). Menurut Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS 2005) Jenis Lamun di Taman Nasional di seluruh dunia telah teridentifikasi 60 jenis lamun, 20 jenis diantaranya ditemukan di perairan Asia Tenggara dan terdapat 12 jenis lamun (7 genus) yang tumbuh di perairan Indonesia (Lee Long et al. 2000, Hutomo et al. 1988, Fortes 1988 dalam Dahuri 2003).Dari 12 jenis lamun tersebut, 7 (tujuh) jenis diantaranya dapat ditemukan di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu.Masyarakat Kepulauan Seribu mengenal tumbuhan lamun sebagai "samo-samo" (terutama untuk jenis Enhalus acoroides) dimana pada kehidupan sehari-hari, buah samo-samo menjadi bahan makanan tambahan bagi mereka. Pemilahan untuk menuju klasifikasi jenis-jenis lamun lebih ditekankan pada karatkteristik dari akar, rimpang, dan daunnya. Jenis-jenis lamun tersebut yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halophila minor, Halophila decipiens, Halophila sulawesii, Halodule uninervis, Halodule pinifolia, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Thalassodendrum ciliatum, dan Syringodium isoetifolium (Kiswara 1996). Menurut Susetiono (2004) lamun jenis Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii merupakan jenis yang dominan di perairan Indonesia. Secara umum ada tiga tipe vegetasi padang lamun (Tomascik et al.1997 dalam Hertanto 2008) yaitu : 1) Padang lamun vegetasi tunggal (monospecific seagrass beds) dimana hanya terdapat satu spesies saja.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii

Lamun adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh proses

kehidupannya berlangsung di lingkungan perairan laut dangkal. Lamun memiliki

akar, rimpang, daun, bunga, buah, serta jaringan yang dilapisi lignin sebagai

penyalur bahan makanan, air, dan gas.Berbeda dengan kerabatnya yaitu rumput

laut, lamun tidak memiliki stomata (Susetiono 2004).

Menurut Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS 2005) Jenis

Lamun di Taman Nasional di seluruh dunia telah teridentifikasi 60 jenis lamun, 20

jenis diantaranya ditemukan di perairan Asia Tenggara dan terdapat 12 jenis

lamun (7 genus) yang tumbuh di perairan Indonesia (Lee Long et al. 2000,

Hutomo et al. 1988, Fortes 1988 dalam Dahuri 2003).Dari 12 jenis lamun

tersebut, 7 (tujuh) jenis diantaranya dapat ditemukan di kawasan Taman Nasional

Kepulauan Seribu.Masyarakat Kepulauan Seribu mengenal tumbuhan lamun

sebagai "samo-samo" (terutama untuk jenis Enhalus acoroides) dimana pada

kehidupan sehari-hari, buah samo-samo menjadi bahan makanan tambahan bagi

mereka.

Pemilahan untuk menuju klasifikasi jenis-jenis lamun lebih ditekankan

pada karatkteristik dari akar, rimpang, dan daunnya. Jenis-jenis lamun tersebut

yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halophila

minor, Halophila decipiens, Halophila sulawesii, Halodule uninervis, Halodule

pinifolia, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Thalassodendrum

ciliatum, dan Syringodium isoetifolium (Kiswara 1996). Menurut Susetiono

(2004) lamun jenis Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii merupakan jenis

yang dominan di perairan Indonesia. Secara umum ada tiga tipe vegetasi padang

lamun (Tomascik et al.1997 dalam Hertanto 2008) yaitu :

1) Padang lamun vegetasi tunggal (monospecific seagrass beds) dimana

hanya terdapat satu spesies saja.

7

2) Padang lamun yang berasosiasi dengan dua atau tiga spesies, dimana lebih

sering dijumpai dibandingkan vegetasi tunggal

3) Padang lamun vegetasi campuran (mixed seagrass beds)

Padang lamun telah dikenal berperan penting pada proses yang

berlangsung di pantai, antara lain:

1) Sebagai tempat persinggahan mencari makanan, asuhan dan habitat bagi

berbagai tumbuhan serta hewan (Allen 2000 dalam KLH)

2) Memperkaya produksi primer di perairan pantai (Susetiono 2004)

3) Daun-daun sebagai pelindung dasar periran dan organisme, akar-akarnya

sebagai stabilisator sedimen dan garis pantai (Lee et al. 2001 dalam

Susetiono 2004)

2.1.1 Lamun Enhalus acoroides(Linnaeus f.) Royle

Berikut klasifikasi dari Enhalus acoroides :

Domain : EukaryotaDivisio : PlantaePhylum : TracheophytaClass : SpermatopsidaOrder : AlismatalesFamily : HydrocharitaceaeGenus : EnhalusSpesies : Enhalus acoroides(Sumber : zipcodezoo.com)

(a) (b)

Gambar 1.Lamun Enhalus acoroides(Sumber (a): seagrasswatch.org (b): Dokumentasi pribadi)

Dalam Susetiono (2004) disebutkan bahwa tumbuhan tegak ini memiliki

daun sebanyak 2 sampai 5 helai dan rimpang kasar serta akar yang kuat. Helaian

8

daun berbentuk pita dengan panjang dapat mencapai 75 cm dan lebar 1,0 sampai

1,5 cm. Rimpang ketebalannya mencapai 1 cm (Gambar 1). Selain itu juga bunga

(Gambar 2a) baik jantan dan betina masing-masing berasal dari tanaman dengan

benang sari yang berukuran besar.Bunga betina memiliki tangkai pendukung yang

panjang. Benang sari ketika dilepaskan dari bunga jantan selalu mengapung di

permukaan air kemudian tersebar mengikuti arus air laut dan selanjutnya

tenggelam perlahan untuk membuahi bunga betina. Buah dari tumbuhan ini

berbentuk seperti telur dan mempunyai 12 biji (Gambar 2b).

(a) (b)Gambar 2. Bagian Tegakan LamunEnhalus acoroides

(a) Bunga jantan (b) Buah dan biji(Sumber : Dokumentasi pribadi)

Lamun Enhalus acoroides adalah salah satu jenis lamun di perairan

Indonesia yang umumnya hidup di sedimen berpasir atau berlumpur dan daerah

dengan bioturbasi tinggi, sehingga lamun jenis ini dapat beradaptasi dengan

perairan keruh akibat tingginya laju siltasi (kekeruhan) dari daratan jika sinar

matahari dan unsur-unsur nutrisi yang diperlukan masih mencukupi (Susetiono

2004).

2.1.2 Lamun Thalassia hemprichii

Lamun jenis ini memiliki ciri-ciri daun lurus sampai sedikit melengkung,

tepi daun tidak menonjol dengan panjang 10 sampai 20 cm dan lebar mencapai 1

cm, seludang daun tampak keras dengan panjang berkisar 3 sampai 6 cm. rimpang

keras, menjalar, ruas-ruas rimpang mempunyai seludang (Gambar 3) (Susetiono

2004). Dalam Dahuri (2003) disebutkan bahwa lamun jenis ini memiliki jumlah

yang cukup berlimpah dan sering dominan pada padang lamun campuran. Lebar

kisaran vertikal intertidalnya mendekati 25 cm. Lamun ini tumbuh pada substrat

9

pasir berlumpur yang berbeda atau pasir medium kasar atau pecahan koral kasar.

Berikut klasifikasi Thalassia hemprichii menurut Ehrenberg:

Domain : EukaryotaDivisio : PlantaePhylum : TracheophytaClass : SpermatopsidaOrder : AlismatalesFamily : HydrocharitaceaeGenus : ThalassiaSpesies : Thalassia hemprichii(Sumber : Zipcodezoo.com)

(a) (b)

Gambar 3. Lamun Thalassia hemprichii(Sumber (a) :seagrasswatch.org (b) : Dokumentasi pribadi)

Dalam Hertanto (2008) disebutkan beberapa parameter lingkungan yang

mempengaruhi hidup lamun yaitu kecerahan untuk intensitas cahaya dalam

melaksanakan fotosintesis, kisaran temperatur yang optimum bagi spesies lamun

adalah 28-30C, salinitas optimum adalah 35%, substrat dengan tipe lumpur

sampai sedimen dasar yang terdiri dari endapan lumpur halus sebesar 40%,

dengan kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik-1.

2.2 Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder adalah senyawa hasil metabolisme sekunder yang

tidak dibutuhkan bagi pertumbuhan organisme akan tetapi dibutuhkan bagi

kelangsungan hidupnya yaitu senyawa yang digunakan untuk menangkal serangan

predator dan untuk bertahan terhadap lingkungannya Metabolit ini dihasilkan

10

dalam jumlah yang kecil (bisa mencapai ng/g atau 10-9 g/g bahan), dan dalam

kondisi tertentu (stressing), serta tidak diproduksi secara universal tetapi hanya

pada spesies atau strain spesifik (Wink 1999 dalam Sudibyo 2002). Fungsi

metabolit ini bagi organisme penghasil belum secara jelas diketahui, namun

diduga senyawa tersebut dibutuhkan untuk mempertahankan kelangsungan

hidupnya (toksin, antifungal, antibakteri, antibodi, dll) serta dibutuhkan untuk

pengaturan proses reproduksi, sporulasi dan metabolisme sekunder lainnya

(seperti vitamin, hormon, pigmen, dll) (Quenner and Day 1986, Dewick 1999

dalam Sudibyo 2002) . Beberapa senyawa metabolit sekunder :

A. Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.

Umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau

lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem

siklik.Alkaloid biasanya tanpa warnatetapi beberapa senyawa yang kompleks

aromatik berwarna (contoh berberin berwarna kuning dan betanin berwarna

merah).kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan

(misalnya nikotina) pada suhu kamar (Harborne 1987).

Beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal menurut

Putra (2007) dalam Permatasari (2011) dalam bidang farmakologi diantaranya

adalah nikotin (stimulan pada saraf otonom), morfin (analgesik), kodein

(analgesik dan obat batuk), kokain (analgesik), piperin (antifeedant), quinine (obat

malaria), vinkristin (obat kanker), ergotamine (analgesik untuk migrain), reserpin

(pengobatan simptomatis disfungsi ereksi), mitraginin (analgesik dan antitusif),

serta vinblastin (antineoplastik dan obat kanker).

Sifat fisik dari alkaloid kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa

padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi.

Sifat kimia alkaloid adalah basa. Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa

tersebut sangat mudah mengalami dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar

dengan adanya oksigen.Hasil dari reaksi ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi

alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan jika

penyimpanan berlangsung dalam waktu yang lama. Pembentukan garam dengan

11

senyawa organik (tartarat, sitrat) atau anorganik (asam hidroklorida atau sulfat)

sering mencegah dekomposisi. Oleh karena itu dalam perdagangan alkaloid lazim

berada dalam bentuk garamnya (Nadjeb 2006). Berikut contoh struktur alkaloid

isoquinolin (Gambar 4)

Gambar 4. Struktur Dasar Alkaloid Isoquinolin(Sumber : Sayacintafarmasi.wordpress.com)

B. Flavonoid

Flavonoid terutama senyawa yang larut dalam air dan dapat diekstraksi

dengan etanol 70%. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya

berubah bila ditambahkan basa atau ammonia sehingga mudah dideteksi pada

kromatogram atau dalam larutan.Senyawa ini mengandung sistem aromatik yang

terkonjugasi dan daerah itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum

ultra violet (V) dan spectrum tampak.Terbentuknya warna merah, kuning atau

jingga di lapisan amil alkohol pada uji fitokimia menunjukkan adanya flavonoid

(Harbone 1987).Berikut strktur dasar dari flavonoid (Gambar 5).

Gambar 5. Struktur Dasar Senyawa Flavonoid(Sumber :www.Nadjeeb.wordpress.com)

Flavonoid memiliki banyak kegunaan baik bagi tumbuhan maupun

manusia.Flavonoid digunakan tumbuhan sebagai penarik serangga dan binatang

lain untukmembantu proses penyerbukan dan penyebaran biji. Sedangkan bagi

manusia,dalam dosis kecil flavon bekerja sebagai stimulan pada jantung, dan

flavon yangterhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada

lemak(Sirait 2007).

C. Triterpenoid/Steroid

Sterol dan triterpena memiliki kerangka dasar sistem cincin s

perhidrofenantrena.Tiga senyawa yang disebut fitosterol mungkin terdapat pada

setiap tumbuhan tingkat tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol yang

terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah, contohnya ergosterol yang terdapat

dalam khamir dan sejumlah fungi. Sterol lain terutama terdapat dalam tumbuhan

tingkat rendah kaang-kadang terdapat juga dalam tumbuhan tingkat tinggi

misalnya fukosterol, yaitu steroid utama pada alga coklat dan juga terdeteksi pada

kelapa (Harborne 1987). Kedua

gambar berikut (Gambar 6)

(a)Gambar 6.Contoh

(a) Steroid

(Sumber (a): www. nadje

E. Fenol Hidrokuinon

Komponen fenolat merupakan struktur aromatik yang berkaitan dengan

satu atau lebih gugus hidroksil, beberpa mungkin digantikan dengan gugus metal

atau glikosil. Komponen fen

berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola

sel. Berikut struktur dasar dari senyawa fenol hidrokuinon(Gambar 7)

Gambar 7. Struktur Dasar Senyawa Fenol Hidrokuinon(Sumbe

C. Triterpenoid/Steroid

Sterol dan triterpena memiliki kerangka dasar sistem cincin siklopentana

perhidrofenantrena.Tiga senyawa yang disebut fitosterol mungkin terdapat pada

setiap tumbuhan tingkat tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol yang

terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah, contohnya ergosterol yang terdapat

hamir dan sejumlah fungi. Sterol lain terutama terdapat dalam tumbuhan

kadang terdapat juga dalam tumbuhan tingkat tinggi

misalnya fukosterol, yaitu steroid utama pada alga coklat dan juga terdeteksi pada

kelapa (Harborne 1987). Kedua senyawa ini strukturnya ditampilkan dalam

gambar berikut (Gambar 6)

(a) (b)Contoh Struktur Dasar Senyawa Steroid dan Triterpenoid

(b) Quassinoid triterpenoid

adjeeb.wordpress.com (b): www.classbhe.files.wordpress.com

Komponen fenolat merupakan struktur aromatik yang berkaitan dengan

satu atau lebih gugus hidroksil, beberpa mungkin digantikan dengan gugus metal

atau glikosil. Komponen fenolat bersifat larut air selama komponen tersebut

berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola

sel. Berikut struktur dasar dari senyawa fenol hidrokuinon(Gambar 7)

Gambar 7. Struktur Dasar Senyawa Fenol Hidrokuinon(Sumber : www.mahasiswafarmasi.wordpress.com)

12

iklopentana

perhidrofenantrena.Tiga senyawa yang disebut fitosterol mungkin terdapat pada

setiap tumbuhan tingkat tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol yang

terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah, contohnya ergosterol yang terdapat

hamir dan sejumlah fungi. Sterol lain terutama terdapat dalam tumbuhan

kadang terdapat juga dalam tumbuhan tingkat tinggi

misalnya fukosterol, yaitu steroid utama pada alga coklat dan juga terdeteksi pada

senyawa ini strukturnya ditampilkan dalam

Struktur Dasar Senyawa Steroid dan Triterpenoid

classbhe.files.wordpress.com)

Komponen fenolat merupakan struktur aromatik yang berkaitan dengan

satu atau lebih gugus hidroksil, beberpa mungkin digantikan dengan gugus metal

olat bersifat larut air selama komponen tersebut

berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola

13

Flavonoid merupakan kelompok yang terbesar diantara kompoen fenolat

alami yang strukturnya telah diketahui, tetapi fenol monosiklik sederhana,

fenilpropanoid dan fenolat quinon juga terdapat dalam jumlah besar.Pigmen

quinon alami berada pada kisaran warna kuning muda atau hitam.Kuinon adalah

senyawa berwarna mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada

benzokuinon.Senyawa ini diidentifikasi menjadi 4 kelompok yaitu benzokuinon,

naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid.Tiga kelompok pertama

biasanya terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol (Harborne 1987).Sedangkan

benzakuinon terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan

rangkap karbon-karbon (Ketaren 1986).

D. Saponin

Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti

sabun.Saponin dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan

menghemolisis sel darah. Dari segi ekonomi, saponin penting karena kadang-

kadang menimbulkan keracunan pada ternak (misalnya saponin alfalfa, medicago

sativa) atau karena rasanya yang manis (misalnya glisirizin dari akar manis

Glycyrrhiza glabra) (Harborne 1987). Berikut struktur senyawa dari golongan

saponin (Gambar 8)

Gambar 8.Contoh Struktur Senyawa Saponin(Sumber :www.chemicalbook.com)

Sebagian besar saponin bereaksi netral (larut dalam air), beberapa ada

yangbereaksi asam (sukar larut dalam air), dan sebagian kecil ada yang bereaksi

basa.Saponin dapat membentuk senyawa kompleks dengan kolesterol.Saponin

bersifattoksik terhadap ikan dan binatang berdarah dingin lainnya.Hal inilah

yangmenyebabkan saponin banyak dimanfaatkan sebagai racun ikan.Saponin

yangberacun disebut sapotoksin (Sirait 2007).

14

F. Tanin

Tanin adalah senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawa

polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H, dan O serta sering membentuk

molekul besar dengan berat molekul lebih besar dari 2000. Tanin dapat dijumpai

pada hampir semua jenis tumbuhan hijau di seluruh dunia baik tumbuhan tingkat

tinggi maupun tingkat rendah dengankadar kualitas yang berbeda-beda (Shut 2002

dalam Putri 2011). Berikut contoh struktur dari golongan senyawa tanin (Gambar

9)

Gambar 9. StrukturSorghum procyanidin Golongan Tanin(Sumber : www.slideshare.net)

Senyawa ini memiliki sifat antara lain dapat larut dalam air atau alkohol

karena tanin banyak mengandung fenol yang memiliki gugus OH, dapat mengikat

logam berat, serta adanya zat yang bersifat antirayap dan jamur. Tanin yang

terdapat pada kulit kayu dan kayu dapat berfungsi sebagai penghambat kerusakan

akibat serangga dan jamur, karena memiliki sifat antiseptik (Shut 2002 dalam

Putri 2011).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan

pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat bercampur

untuk mengambil zat terlarut tersebut dari suatu pelarut ke pelarut lain. Ekstraksi

dapat dilakukan dengan dua cara yaitu fase akuades dan fase organik. Cara fase

akuades dilakukan menggunakan air, sedangkan carafase organik dilakukan

dengan menggunakan pelarut organik (Rahayu 2009).

15

Sifat penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah

kepolaran senyawa yang dilihat dari gugus polarnya (seperti gugus OH, COOH,

dan lain sebagainya). Hal lain yang diperlukan dalam pemilihan pelarut adalah

selektivitas, kelarutan, kemampuan tidak saling bercampur, kerapatan, reaktivitas,

dan titik didih. Ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara

penguapan, destilasi, atau reaktifikasi, maka titik didih kedua bahan tidak boleh

terlalu dekat (Rahayu 2009).

Sudjadi (1986) dalam Permatasari (2011) juga menyatakan bahwa

ekstraksi merupakan teknik yang sering digunakan bila senyawa organik

dilarutkan dan didispersikan dalam air.Pelarut yang tepat ditambahkan pada fase

larutan dalam airnya. Larutan organik dan air akan terpisah dan senyawa organik

akan mudah diambil ulang dari lapisan organik dengan menguapkan pelarutnya.

Teknik ekstraksi bermanfaat untuk memisahkan campuran senyawa dengan

berbagai sifat kimia yang berbeda. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses

ekstraksi yaitu : tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu

pelarut, dan tipe pelarut.

2.4 Antioksidan

Menurut Soeatmaji (1998) dalam Winarsi (2007) yang dimaksud dengan

radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau

lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Adanya elektron yang

tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut reaktif mencari pasangan

dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di

sekelilingnya. Seperti dalam Winarsi (2007) dikatakan bahwa senyawa radikal

bebas juga dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal. Terbentuknya

senyawa radikal baru bila bertemu dengan molekul lain, akan terbentuk radikal

baru lagi, dan seterusnya sehingga terjadi reaksi berantai (chain reaction). Reaksi

seperti ini akan terus berlanjut dan baru akan berhenti apabila reaktivitasnya

diredam (quenched) oleh senyawa yang bersifat antioksidan.

Antioksidan ini banyak digunakan dalam berbagai bidang, salah satunya

adalah bidang pangan, karena antioksidan berperan penting dalam

16

mempertahankan mutu produk panganyaitu untuk mencegah ketengikan,

perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain pada

produk pangan karena oksidasi dapat dihambat oleh antioksidan ini (Trilaksani

2003). Antioksidan umumnya ditambahkan pada lemak, minyak atau makanan

yang mengandung lemak atau minyak.Penambahan ini bertujuan untuk

mempertahankan produk dan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada

makanan. Penyebab ketengikan tersebut adalah senyawa–senyawa yang

merupakan produk akhir dari reaksi autooksidasi. Reaksi autooksidasi merupakan

suatu reaksi berantai dimana inisiator dan propagatornya adalah radikal bebas

(Rita et al. 2009 dalam Permatasari 2011). Konsumsi antioksidan dalam jumlah

memadai dilaporkan dapat menurunkan penyakit degeneratif seperti

kardiovaskular, kanker, aterosklerosis, osteoporosis, dan lain-lain (Winarsi 2007)

Antioksidan berdasarkan fungsinya, menurut Siagian (2002) dalam

Permatasari (2011) dibagi menjadi empat tipe yaitu :

1) Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas, dengan cara

menyumbangkan atom H, contohnya Vitamin E.

2) Tipe pereduksi yang mampu mentransferatom H atau oksigen dan bersifat

pemulung, contohnya Vitamin C

3) Tipe pengikat logam yang mampu mengikat zat prooksidan (Fe2+ dan

Cu2+) contohnya flavonoid, asam sitrat dan Ethylene Diamine Tetra

Acetid Acids (EDTA)

4) Antioksidan seluler yang mampu mendekomposisikan hidroperoksida

menjadi bentuk stabil, contohnya pada manusia dikenal Super Oksida

Dismutase (SOD), katalase, glutation peroksidase.

2.4.1 Jenis-jenis antioksidan

Secara umum antioksidan dibedakan menjadi dua kategori dasar, yaitu

antioksidan alami dan antioksidan sintetik.Saat ini, ketertarikan masyarakat pada

antioksidan alami meningkat tajam, baik untuk digunakan dalam bahan pangan

ataupun sebagai material obat menggantikan antioksidan sintetik.Hal ini

17

dikarenakan antioksidan sintetik justru berbahaya bagi kesehatan karena

berpotensi menyebabkan penyakit kanker (Wang 2006 dalam Permatasari 2011).

Antioksidan sintetik yang banyak digunakan adalah senyawa-senyawa

fenol yang biasanya agak beracun.Penambahan antioksidan ini harus memenuhi

beberapa syarat misalnya tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan

warna yang tidak diinginkan, efektif pada konsentrasi rendah, larut dalam lemak,

mudah didapat, dan ekonomis. Empat macam antioksidan sintetik yang sering

digunakan adalah butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene

(BHT), propylgallate (PG), dan nordihidroquairetic acid. Contoh antioksidan

alami antara lain tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol, karoten dan asam

askorbat yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan. Antioksidan alami yang paling

banyak ditemukan dalam minyak nabati adalah tokoferol yang mempunyai

keaktifan vitamin E dan terdapat dalam bentuk , , , -tokoferol (Ketaren

1986).

2.4.2 Mekanisme kerja antioksidan

Radikal bebas dapat terbentuk melalui dua cara yaitu secara endogen

(sebagai respon normal proses biokimia intrasel maupun ekstrasel) dan secara

eksogen (berasal dari polusi, makanan, serta injeksi ataupun absorpsi melalui

kulit). Secara umum, tahapan reaksi pembentukan reaksi radikal bebas melaui tiga

tahapan reaksi yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi (Winarsi 2007).Reaksi

penghambatan radikal bebas oleh antioksidanpadatahap inisiasi dan propagasi

adalah sebagai berikut (Gordon 1989):

Inisiasi : R* + AH RH + A*

Propagasi : ROO* + AH ROOH + A*

Terminasi : ROO*+ ROO*+ AH ROOH + ROOH + A*

ROO*+ R* + AH ROOH + RH + A*

R* + R* + AH RH + RH + A*

Keterangan : R* : radikal lipidaROO* : radikal peroksidaAH : antioksidanA* : radikal antioksidan yang terbentukROOH : hidroperoksida

18

Tahap inisiasi merupakan awal pembentukan radikal bebas, tahap propagasi

merupakan pemanjangan rantai dan tahap terminasi merupakan bereaksinya

senyawa radikal dengan radikal lain atau dengan penangkap radikal sehingga

potensi propagasinya rendah (Winarsi 2007).

Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan

reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan

oleh 4 macam mekanisme reaksi (Ketaren 1986) :

a) Pelepasan hidrogen dari antioksidan.

b) Pelepasan elektron dari antioksidan.

c) Adisi lemak ke dalam cincin aromatik pada antioksidan.

d) Pembentukan senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari

antioksidan.

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan digolongkan menjadi 3

kelompok yaitu (Winarsi 2007) :

1) Antioksidan primer (antioksidan endogenus/antioksidan enzimatis)/

Chain-breaking-antioxidant

Antioksidan ini memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida

(R*, ROO*) atau mengubahnya kedalam bentuk stabil, sementara radikal

antioksidan yang terbentuk (A*) tersebut segera berubah menjadi senyawa

yang lebih stabil. Contohnya enzim katalase dan glutation peroksidase.

2) Antioksidan sekunder (antioksidan eksogenus/antioksidan non enzimatis)

Antioksidan ini memperlambat laju autooksidasi dengan cara memotong

reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya

sehingga radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler.

Contohnya karoten, vitamin E, Vitamin C, flavonoid.

3) Antioksidan tersier

Antioksidan ini meliputi system enzim DNA-repair dan mentionin

sulfoksida reduktase.

Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada

laju oksidasi.Aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan

tersebut justru menjadi prooksidan pada konsentrasi tinggi. Pengaruh jumlah

19

konsentrasi pada laju oksidasi dipengaruhi oleh struktur antioksidan, kondisi dan

sampel yang akan diuji (Trilaksani 2003).

Mekanisme penghambatan oksidasi lemak oleh antioksidan yaitu dengan

mengurangi peroksida yang dapat merangsang terjadinya proses ketengikan yang

terbentuk pada permulaan autooksidasi. Kemungkinan lain, antioksidan akan

dioksidasi secara langsung atau saling mempengaruhi dengan peroksida, sehingga

dengan demikian mencegah oksidasi langsung atau tidak langsung dengan

memutuskan rantai reaksi pembentukan gugusan peroksida (Goutara dkk. 1980

dalam Permatasari 2011)

Kemungkinan selanjutnya, molekul aktif dari lemak bereaksi dengan

oksigen menghasilkan peroksida aktif. Peroksida aktif memberikan energinya lagi

kepada molekul lemak yang lain sehingga terbentuk reaksi rantai. Adanya zat

penghambat oksidasi, dalam hal ini antioksidan, sejumlah peroksida yang aktif

dipisahkan dari rantai reaksi dengan memindahkan energinya kepada antioksidan.

Molekul aktif dari antioksidan akan teroksidasidan menjadi tidak aktif lagi karena

lemahnya pemindahan energi kepada molekul lemak (Goutara dkk. 1980 dalam

Permatasari 2011).

2.4.3 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Pengujian antioksidan dengan DPPH merupakan salah satu metode yang

sederhana dengan menggunakan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH) sebagai

senyawa pendeteksi. Senyawa DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang

bersifat stabil sehingga dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari

suatu antioksidan membentuk DPPH tereduksi (Molyneux 2004).Berikut struktur

kimia DPPH dalam bentuk radikal bebas (1) dan bentuk kompleks non radikal (2)

(Gambar 10).

Gambar 10.Struktur kimia (1): radikal bebas (2): non radikal bebas(Sumber : Molyneux 2004)