Post on 28-Jul-2019
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2009 pasal 1 angka 1 “Kontribusi wajib
kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sedangkan definisi pajak dalam Mardiasmo (2011:1) pajak adalah
iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapakan jasa timbal
balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan
digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
2.1.2 Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011;7) dalam pemungutan pajak
yang terhutang dikenal beberapa sistem pemungutan pajak yaitu:
9
1) Official Assesment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan
aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak
yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan perpajakan yang berlaku .
2) Self Assesment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak
yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan perpajakan yang berlaku .
3) With Holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2.1.3 Pajak Penghasilan
2.1.3a Pengertian Pajak Penghasilan
Menurut Mardiasmo (2011;135) Pajak Penghasilan (PPh)
adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun
pajak.
10
2.1.3b Subjek Pajak Penghasilan
1) Subjek PPh meliputi;
a. Orang Pribadi
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.
c. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha
maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau
daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi
sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga, bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif.
d. Bentuk Usaha Tetap.
2) Subjek Pajak dapat dibedakan menjadi:
A. Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari:
a. Subjek Pajak orang pribadi, yaitu:
i. Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, atau
11
ii. Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada
di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal
di Indonesia.
b. Subjek Pajak badan, yaitu:
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah
yang memenuhi kriteria:
i. Pembentukannya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
ii. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
iii. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
iv. Pembukuannya diperiksa oleh aparat
pengawasan fungsional negara.
c. Subjek Pajak warisan, yaitu:
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.
B. Subjek Pajak luar negeri yang terdiri dari:
a) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
12
kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
b) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di
Indonesia.
Subjek Pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah
menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan
Tidak Kena Pajak. Subjek Pajak badan dalam negeri menjadi Wajib Pajak sejak
saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek Pajak luar negeri
baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena
menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau
menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib Pajak
adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan
objektif.
13
2.1.3c Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan
Yang tidak termasuk subjek pajak penghasilan adalah
1) Kantor perwakilan negara asing
2) Pejabat pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-
pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-
sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia tidak
menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik
3) Organisasi-oragnisasi Internasional dengan syarat :
a) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut
b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman
kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota.
4) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat:
a) Bukan warga Negara Indonesia
b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain
untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
14
2.1.3d Objek Pajak Penghasilan
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama
dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji,
upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,
uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan;
3) Laba usaha;
4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan
harta termasuk:
a) Keuntungan karena pengalihan harta kepada
perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal;
b) Keuntungan karena pengalihan harta kepada
pemegang saham, sekutu, atau anggota yang
15
diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya;
c) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambil
alihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apa pun;
d) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,
bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan
kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan; dan
e) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan
sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda
turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan
dalam perusahaan pertambangan;
5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan
pengembalian pajak;
16
6) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang;
7) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis,
dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
10) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai
dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah;
12) Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14) Premi asuransi
15) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas;
16) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan
yang belum dikenakan pajak;
17) Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan
tata cara perpajakan; dan
17
19) Surplus Bank Indonesia.
2.1.3e Objek Pph Bersifat Final:
1) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
2) Penghasilan berupa hadiah undian;
3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan
saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan
tanah dan/atau bangunan; dan
5) Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
2.1.3f Dikecualikan Dari Objek Pajak
1) a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang
diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak
atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, dan yang
18
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah; dan
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
2) Warisan;
3) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang
diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan
pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15;
19
5) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
6) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi,
badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
dan
b) Bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
yang menerima dividen, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25%
(dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
7) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
8) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
9) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
20
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
10) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
11) Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
12) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
13) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
14) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga
nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau
bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada
instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali
dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
15) Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu,
21
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
2.1.4 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah pengurangan
terhadap penghasilan neto orang pribadi atau perseorangan sebagai
Wajib Pajak Dalam Negeri dalam menghitung Penghasilan Kena
Pajak yang menjadi objek Pajak Penghasilan yang harus dibayar
Wajib Pajak. (Stiti Resmi,2013:96).
1) Besarnya PTKP setahun menurut Peraturan Menteri Keuangan
No. 162/PMK.011/2012:
a. Rp. 24.300.000,00 untuk Wajib Pajak orang pribadi.
b. Rp. 2.025.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang
kawin.
c. Rp. 24.300.000,00 tambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami,
dengan syarat:
i. Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau
diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah
dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam
Undang-undang PPh pasal 21, dan
ii. Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan
usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota
keluarga yang lain.
22
d. Rp 2.025.000,00 tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang
menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang).
2.1.5 Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Penghasilan Kena Pajak adalah penghasilan Wajib Pajak
yang menjadi dasar untuk menghitung Pajak Penghasilan.
Penghasilan Kena Pajak didapat dengan menghitung penghasilan
bruto dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan. Apabila dalam menghitung penghasilan
kena pajak, penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya
untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan didapat
kerugian, kerugian tersebut dikompensasi mulai dengan
penghasilan tahun pajak berikutnya sampai dengan berturut-turut
lima tahun.
2.1.6 Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama
dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa dan kegiatan yang di lakukan oleh orang pribadi,
subjek pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
23
1. Pemotong PPh Pasal 21
Adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak
badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai
kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan
orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-
Undang Pajak Penghasilan.
Yang termasuk pemotong pajak PPh Pasal 21 adalah:
a) Pemberi kerja
Yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik
merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit
yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun,
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
b) Bendahara atau pemegang kas pemerintah,
Termasuk bendahara atau pemegang kas pada
pemerintah pusat termasuk institusi TNI/POLRI,
pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah,
lembaga-lembaga negara lainnya, dan kedutaan besar
Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan
nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
24
c) Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga
kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun
dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;
d) Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas serta badan yang membayar :
i. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek
pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan
atas namanya sendiri bukan untuk dan atas nama
persekutuannya;
ii. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang
dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek
pajak luar negeri;
iii. Honorarium atau imbalan lain kepada peserta
pendidikan, pelatihan, dan magang;
e) Penyelenggara kegiatan,
Termasuk badan pemerintah, organisasi yang
bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang
pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan
kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau
penghargaan dalam bentuk apapun kepada wajib pajak
25
orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu
kegiatan.
2. Tidak Termasuk Sebagai Pemberi Kerja Yang Mempunyai
Kewajiban Untuk Melakukan Pemotongan Pajak adalah:
a) Kantor perwakilan negara asing;
b) Organisasi-organisasi internasional sebagaimana yang
telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
c) Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata
mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan
pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam
rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
3. Wajib Pajak Pph Pasal 21
A. Pegawai;
B. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat
pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk
ahli warisnya;
C. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan, antara lain meliputi:
a) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang
terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
26
b) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi,pelawak,
bintang film, bintang sinetron, bintang iklan,
sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari,
pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
c) Olahragawan;
d) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh,
dan moderator;
e) Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik,
komputer dan system aplikasinya, telekomunikasi,
elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
g) Agen iklan;
h) Pengawas atau pengelola proyek;
i) Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan
atau yang menjadi perantara;
j) Petugas penjaja barang dagangan;
k) Petugas dinas luar asuransi
l) Distributor perusahaan multilevel marketing atau
direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;
D. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam
suatu kegiatan, antara lain meliputi:
27
a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain
perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu
pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
b. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan,atau
kunjungan kerja
c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan
sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
e. Peserta kegiatan lainnya.
4. Tidak Termasuk Wajib Pajak Pph Pasal 21
A. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau
pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan
warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak
menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar
jabatan atau pekerjaan nya tersebut, serta negara yang
bersangkutan memberikan perlakuan yang sama.
B. Pejabat perwakilan organisasi internasional, yang telah
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat
bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
28
5. Objek Pph Pasal 21
A. Penghasilan yang dipotong pph pasal 21 :
a) Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap,
baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak
teratur,
b) Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun
secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan
sejenisnya
c) Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja
dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima
secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat
pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan
pembayaran lain sejenis,
d) Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas,
berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah
borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan,
e) Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa
honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan
nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan,
f) Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang
saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah
29
atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun,
dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
g) Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh :
i. Bukan wajib pajak
ii. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan
yang bersifat final
iii. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan
berdasarkan norma penghitungan khusus.
B. Penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan PPh pasal 21
a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan
asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa.
b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam
bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah,
termasuk Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi
kerja, termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah,
c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran
tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan
30
penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara
jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi
kerja.
d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari
badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang
diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
e. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan
6. Biaya Jabatan Dan Biaya Pensiun
Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan pajak
penghasilan bagi pegawai tetap ditetapkan sebesar 5% dari
penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp. 6.000.000 setahun
atau Rp. 500.000 sebulan.
Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan pajak
penghasilan bagi pensiunan ditetapkan sebesar 5% dari
31
penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 2.400.000 setahun
atau Rp. 200.000 sebulan.
7. Tarif Pajak Dan Penerapannya
I. Tarif Pajak
a) Wajib pajak orang pribadi dalam negeri
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena
Pajak (PKP) bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tarif Pajak Orang Pribadi
Lapisan Penghasailan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000 5%
Diatas Rp. 50.000.000 sampai dengan
Rp. 250.000.000
15%
Diatas Rp. 250.000.000 sampai dengan
Rp. 500.000.000
25%
Diatas Rp. 500.000.000 30%
b) Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas
Pengasilan Kena Pajak dari :
i. Bagi pegawai tetap :
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai
tetap adalah sebesar penghasilan neto dikurangi PTKP.
32
Sedangkan Penghasilan neto dihitung seluruh
penghasilan bruto dikurangi dengan :
a. Biaya jabatan
b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh
pegawai kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan
hari tua atau jaminan hari tua yang
dipersamakan dengan dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut :
PPh Pasal 21 = (Penghasilan netto - PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh =
(Penghasil bruto – Biaya Jabatan – iuran pensiun dan iuran THT/JHT yang
dibayar sendiri – PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh
8. Tarif Pemotongan Pph Pasal 21 Bagi Penerima Penghasilan Yang Tidak
Mempunyai Npwp
Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 yang
tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif
lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak
yang memiliki NPWP. Artinya jumlah PPh pasal 21 yang harus dipotong
adalah sebesar 120% dari jumlah PPh pasal 21 yang seharusnya
33
dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP. Pemotongan
PPh Pasal 21 seperti ini hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21
yang tidak final.
9. Saat Terutang
Saat terutang PPh Pasal 21 dibagi menjadi 2 yaitu, bagi penerima
penghasilan dan pemotongan penghasilan. Bagi penerima penghasilan
adalah pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya
penghasilan yang bersangkutan, sedangkan bagi pemotong PPh Pasal 21
adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan
terutangnya penghasilan bersangkutan.
2.1.7 Pajak Penghasilan Pasal 23
1. Pengertian
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang
dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal,
penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah
dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang
oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya.
34
2. Pemotong PPh Pasal 23:
a. Badan pemerintah;
b. Subjek pajak badan dalam negeri;
c. Penyelenggaraan kegiatan;
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT);
e. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
f. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
3. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
a) WP dalam negeri;
b) BUT
4. Tarif dan Objek PPh Pasal 23
A. 15% dari jumlah bruto atas:
a. Dividen kecuali pembagian dividen kepada orang
pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti;
b. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong
PPh pasal 21.
B. 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah
dan/atau bangunan.
C. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konstruksi dan jasa konsultan.
35
D. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, yaitu:
a. Jasa penilai;
b. Jasa aktuaris;
c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan
keuangan;
d. Jasa perancang;
e. Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang
dilakukan oleh BUT;
f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang
penambangan selain migas;
h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar
udara;
i. Jasa penebangan hutan
j. Jasa pengolahan limbah
k. Jasa penyedia tenaga kerja
l. Jasa perantara dan/atau keagenan;
m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga,
kecuali yang dilakukan KSEI dan KPEI;
n. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang
dilakukan oleh KSEI;
o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
p. Jasa mixing film;
36
q. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk
perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
r. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik,
telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di
bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
s. Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin,
peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV
kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai
izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
t. Jasa maklon
u. Jasa penyelidikan dan keamanan;
v. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
w. Jasa pengepakan;
x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media
masa, media luar ruang atau media lain untuk
penyampaian informasi;
y. Jasa pembasmian hama;
z. Jasa kebersihan atau cleaning service;
aa. Jasa katering atau tata boga.
Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif
PPh Pasal 23.
37
2.1.8 Pajak Penghasilan Pasal 26
1. Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang
dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari
Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar
negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
2. Pemotong PPh Pasal 26
a. Badan Pemerintah;
b. Subjek Pajak dalam negeri;
c. Penyelenggara Kegiatan;
d. BUT;
e. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di
Indonesia.
3. Tarif dan Objek PPh Pasal 26
A. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau
diperoleh wajib pajak luar negeri berupa untuk penghasilan
berupa :
a. Dividen;
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
38
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan;
e. Hadiah dan penghargaan
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
h. Keuntungan karena pembebasan utang.
B. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto untuk penghasilan
berupa :
a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
b. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan
langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan
asuransi di luar negeri.
C. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau
pengalihan saham perusahaan antara conduit company atau
spesial purpose company yang didirikan atau bertempat
kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak
yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di
Indonesia;
D. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi
pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
E. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.
39
2.1.9 Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2
1. Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Sewa Tanah dan/atau
Bangunan
Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas
penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun
2002;
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002;
c. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./ 2002;
d. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-50/PJ./ 1996
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau
badan dari penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan wajib
dibayar Pajak Penghasilan (PPh) dengan tarif:
PPh (Final) = 10% x Bruto
2. Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau
Bangunan Wajib Dibayar Pajak Penghasilan (Pph).
40
1) Pembayar atau Penyetor PPh
a. Orang Pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan;
b. Bendahara Pemerintah atau Pejabat yang melakukan
pembayaran atau menyetujui tukar-menukar.
2) Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
A. Wajib Pajak Orang Pribadi, yayasan atau organisasi sejenis dan
Wajib Pajak Badan baik merupakan usaha pokok maupun
diluar usaha pokok yang mengalihkan hak atas tanah dan atau
bangunan membayar PPh Final 5% (lima persen) dari jumlah
bruto nilai pengalihan yaitu nilai tertinggi antara nilai
berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) tanah dan atau bangunan, kecuali:
a. dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah, adalah
nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan;
b. dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan
lelang, adalah nilai menurut risalah lelang.
Dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah, PPh Final 5%
dipotong oleh Bendahara Pemerintah atau pejabat yang berwenang.
NJOP adalah NJOP menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB), atau dalam hal SPPT belum
41
terbit, adalah NJOP menurut SPPT tahun sebelumnya.
Apabila tanah dan atau bangunan belum terdaftar pada Kantor
Pelayanan Pajak, maka NJOP yang dipakai adalah NJOP menurut
surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan
Pajak setempat.
Pph final = 5% X penghasailan bruto
3. Usaha Jasa Konstruksi
1) Pengertian
A. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan
pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan
konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan konstruksi;
B. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian
rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta
pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil,
mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing
beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan
atau bentuk fisik lain.
C. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang
pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di
bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan
pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik
lain.
42
D. Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang
pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di
bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil
perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain,
termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu
penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan
perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering,
procurement and construction) serta model penggabungan
perencanaan dan pembangunan (design and build).
E. Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang
pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di
bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu
melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan
pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserah terimakan;
F. Pengguna jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk
bentuk usaha tetap yang memerlukan layanan jasa konstruksi;
G. Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan termasuk
bentuk usaha tetap, yang kegiatan usahanya menyediakan
layanan jasa kontruksi baik sebagai perencana konstruksi,
pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi maupun sub-
subnya;
H. Nilai kontrak jasa konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam
suatu kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan;
43
2) Subjek pajak
Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang
menerima penghasilan dari usaha di bidang jasa konstruksi.
3) Tarif
Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang
menerima penghasilan dari jasa konstruksi dikenakan Pajak
Penghasilan sebagai berikut :
Tabel 2.2 Tarif Pajak Atas Jasa Kontruksi
Bentuk pekerjaan Klasifikasi usaha Tarif Sifat
Pelaksanaan kontruksi Kecil 2% Final
Pelaksanaan kontruksi Menengah, besar 3% Final
Pelaksanaan kontruksi Tidak memiliki
KLU
4% Final
Perencanaan atau Pengawasan
Kontruksi
Memiliki KLU 4% Final
Perencanaan atau Pengawasan
Kontruksi
Tidak Memiliki
KLU
6% Final