Post on 03-Feb-2018
4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran
Strategi menurut Kemp (1995) adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Senada dengan pendapatnya Kemp, Dick and Carey (1985) juga menyebutkan bahwa strategi
pembelajaran itu adalah suatu perangkat materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan
secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada peserta didik atau siswa. Upaya
mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar
tujuan yang telah disusun dapat tercapai secara optimal, maka diperlukan suatu metode yang
digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.
Model-model pembelajaran sendiri biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau
teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip
pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang
mendukung (Joyce dan Weil: 1980). Joyce dan Weil mempelajari model-model pembelajaran
berdasarkan teori belajar yang dikelompokkan menjadi empat model pembelajaran. Model
tersebut merupakan pola umum perlakuan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang diharapkan. Joyce dan Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu
rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran
jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di
kelas atau yang lain (Joyce dan Weil, 1980). Model pembelajaran dapat disajikan pola pilihan,
artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai
tujuan pendidikan.
Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh,
model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John
Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.
5
2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif
dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.
3. Dapat disajikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya
model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.
4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan atau langkah-langkah
pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial; (4) sistem
pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan
melaksanakan suatu model pembelajaran.
5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi:
(1) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (2) Dampak pengiring,
yaitu hasil belajar jangka panjang.
6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model
pembelajaran yang dipilih.
a. Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik merupakan salah satu model dalam pembelajaran terpadu
(integrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan
siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta
prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik. Pembelajaran terpadu
berorientasi pada praktik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
siswa.
Model pembelajaran tematik adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan
pendekatan tematik yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman
bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik, siswa
akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Fokus perhatian dalam
pembelajaran tematik terletak pada proses yang ditempuh siswa saat berusaha memahami isi
pembelajaran sejalan dengan bentuk-bentuk keterampilan yang harus dikembangkannya.
Dalam pelaksanaannya, pendekatan pembelajaran tematik ini bertolak dari suatu tema
yang dipilih dan dikembangkan oleh guru bersama siswa dengan memperhatikan
6
keterkaitannya dengan isi mata pelajaran. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan yang
menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Tujuan dari adanya tema ini bukan
hanya untuk menguasai konsep-konsep dalam suatu mata pelajaran, akan tetapi juga
keterkaitan dengan konsep-konsep dari mata pelajaran lainnya.
Dengan adanya tema ini akan memberikan banyak keuntungan di antaranya :
1. Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu.
2. Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan pengembangan berbagai kompetensi dasar
antarmatapelajaran dalam tema yang sama.
3. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan.
4. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain
dengan pengalaman pribadi siswa.
5. Siswa dapat lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam
konteks tema yang jelas.
6. Siswa dapat lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata,
untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus
mempelajari matapelajaran lain.
7. Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu
dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu,
selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Selain kelebihan di atas pembelajaran tematik memiliki beberapa kelemahan.
Kelemahan pembelajaran tematik tersebut terjadi apabila dilakukan oleh guru tunggal.
Misalnya seorang guru kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema sehingga
dalam pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk mengaitkan tema dengan materi pokok
setiap mata pelajaran. Di samping itu, jika skenario pembelajaran tidak menggunakan metode
yang inovatif maka pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tidak akan
tercapai karena akan menjadi sebuah narasi yang kering tanpa makna.
b. Tahap Perkembangan Belajar Anak Sekolah Dasar
Tahap perkembangan tingkah belajar siswa Sekolah Dasar sangat dipengaruhi oleh
aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungan yang ada disekitarnya. Kedua hal tersebut
7
tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri
siswa dengan lingkunganya. Menurut Piage (1950) setiap anak memiliki cara tersendiri dalam
menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori kognitif).
Menurut Piage, setiap anak memiliki srtuktur kognitif yang disebut schemata, yaitu
sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada
dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses
asimilasi, yaitu menghubungkan objek denga konsep yang sudah ada dalam pikiran anak dan
akomodasi, yaitu proses pemanfaatan konsep-konsep dalam pikirannya untuk menafsirkan
objek yang dilihatnya. Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat
pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu anak
secara bertahap dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan di
sekitarnya.
Piage membagi perkembangan berpikir anak ke dalam tahap-tahap sebagai berikut :
usia 0-2 tahun (sensorimotor), 2-7 tahun (praoperasional), 7-11 (opera konkret), dan usia 11
tahun lebih (opera formal). Pada setiap tahapan tersebut. Anak pada usia Sekolah Dasar (7-11
tahun) barada pada tahapn opera konkret. Pada usia ini tingkah laku anak yang tampak yaitu:
(1) anak mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek
lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) anak mulai berpikir
secara operasional, (3) anak mampu mempergunakan cara berpikir operasional untuk
mengklasifikasikan benda-benda, (4) anak dapat membentuk dan menggunakan hubungan
aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5)
anak dapat memahami konsep substasi, panjang, lebar, luas, tinggi, rendah, ringan, dan berat.
Kecenderungan belajar anak usia Sekolah Dasar memiliki tiga ciri, yaitu konkret,
integratif, dan hierarkis. Konkret mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang
konkret yakni dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik. Dengan titik penekanan
pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber balajar yang dapat dioptimalkan untuk
pencapaian proses dan hasil pembelajaran yang berkualitas bagi anak usia sekolah dasar.
Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proese dan hasil belajar lebih bermakna dan
bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan
8
yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, dan kebenarannya lebih dapat
dipertanggungjawabkan.
Hampir semua tema/topik pembelajaran dapat dipelajari dari lingkungan. Integratif
berarti memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan dan terpadu. Anak usia
Sekolah Dasar belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini
melukiskan cara berpikir deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian. Dengan
demikian, keterpaduan konsep tidak dipilah-pilah dalam berbagai disiplin ilmu, tetapi terkait-
kaitkan menjadi pengalaman belajar yang bermakna. Hierarki adalah berkembang secara
bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Dengan demikian,
perlu diperhatikan urutan logis, keterkaitan antar materi pelajaran, dan cakupan keluasan
materi pelajaran.
c. Karakteristik Model Pembelajaran Tematik
Sebagai suatu model pembelajaran di Sekolah Dasar, pembelajaran tematik memiliki
karakteristi-karakteristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan
pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar,
sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, yaitu memberikan kemudahan-
kemudahan pada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung pada siswa (direct
experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata
(konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
3. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antarmata pelajaran menjadi tidak begitu jelas.
Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tema-temayang paling dekat berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari.
4. Menyajikan konsep dari berbagai dari berbagai mata pelajaran
9
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam
suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat memahami konsep-konsep
tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) di mana guru dapat mengaitkan bahan
ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan mengaitkannya dengan
kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di mana sekolah dan siswa berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai minat
dan kebutuhan.
7. Menggunakan prinsip-prinsip sambil bermain dan menyenangkan.
d. Manfaat Pembelajaran Tematik
1. Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata
pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi
bahkan dihilangkan,
2. Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi
pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir,
3. Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses
dan materi yang tidak terpecah-pecah,
4. Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin
baik dan meningkat.
e. Memilih dan Menetapkan Tema/ Topik Pemersatu
Memilih dan menetapkan tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi
dasar dan indikator pada setiap mata pelajaran yang akan dipadukan pada kelas dan
semester yang sama. Dalam memilih dan menetapkan tema terdapat beberapa hal yang perlu
pertimbangan, diantaranya: a) tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses
berpikir pada siswa serta terkait dengan cara dan kebiasaan belajarnya, b) ruang lingkup tema
disesuaikan dengan usia dan perkembangan siswa, termasuk minat, kebutuhan, dan
10
kemampuannya, dan c) penetapan tema dimulai dari lingkungan yang terdekat dan dikenali
oleh siswa. Tema-tema pemersatu yang akan dibahas dalam pembelajaran tematik bisa
ditetapkan sendiri oleh guru dan/ atau bersama siswa berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan tersebut. Contoh tema, seperti: peristiwa alam, keluarga, kebersihan, kesehatan
rekresi, alat tranportasi, alat komunikasi, pengalaman, dan sebagainya.
Ruang lingkup tema yang ditetapkan sebaiknya tidak terlalu luas atau terlalu sempit.
Tema yang terlalu luas bisa dijabarkan lagi menjadi anak tema atau subtema yang sifatnya
lebih spesifik dan lebih konkret. Anak tema atau subtema tersebut selanjutnya dapat
dikembangkan lagi menjadi suatu materi/isi pembelajaran.
Bila digambarkan akan tampak seperti di bawah ini.
Gambar 2.1
Penentuan Ruang Lingkup Tema dalam Model Pembelajaran Tematik
TEMA
Anak Tema 2
Anak Tema 3 Anak Tema 1
Materi 2 Materi 1
Materi 3
11
Sebagai contoh, tema tentang “Pengalaman” dapat dikembangkan menjadi anak tema:
(1) pengalaman menyenangkan, (2) pengalaman menyedihkan, dan (3) pengalaman
lucu/menggelikan. Tema “Alat Transportasi” dapat dikembangkan menjadi anak tema: (1) alat
transportasi darat, (2) alat transportasi laut, dan (3) alat transportasi udara.
f. Menyusun Silabus Pembelajaran Tematik
Hasil seluruh proses yang telah dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya disajikan
dasar dalam penyususnan silabus pembelajaran tematik. Secara umum, silabus ini diartikan
sebagai garis-garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi/materi pembelajaran
tematik. Silabus merupakan penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi, kompetensi
dasar yang akan dicapai, dan pokok-pokok materi yang perlu dipelajari siswa. Dalam
menyusun silabus perlu didasarkan pada matriks/bagan keterhubungan yang telah
dikembangkan. Kompetensi dasar setiap mata pelajaran yang tidak bisa dikaitkan dalam
pembelajaran tematik disusun dalam silabus tersendiri. Format silabus disusun dalam bentuk
matriks dan memuat tentang: (1) mata pelajaran yang akan dipadukan, (2) kompetensi dasar,
(3) indikatornya yang akan dicapai, (4) kegiatan pembelajaran berisi tentang materi pokok,
strategi pembelajaran, dan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan, dan alokasi
waktu yang dibutuhkan, (5) sarana dan sumber, yaitu diisi dengan media/sarana yang akan
digunakan dan sumber-sumber bacaan yang dijadikan bahan atau rujukan dalam kegiatan
pembelajaran, dan (6) penilaian, yaitu jenis dan bentuk evaluasi yang akan dilakukan.
g. Penyusunan Rencana Pembelajaran Tematik
Pelaksanaan pembelajaran tematik perlu disusun suatu rencana pembelajaran.
Penyusunan rencana pembelajaran ini merupakan realisasi dari pengalaman belajar siswa
yang telah ditetapkan dalam silabus pembelajaran. Komponen rencana pembelajaran tematik
meliputi:
1. Tema atau judul yang akan dipelajari dalam pembelajaran.
2. Identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan dipadukan, kelas, semester,
dan waktu/banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan).
3. Kompetensi dasar dan indikator yang hendak dicapai.
12
4. Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai
kompetensi dasar dan indikator.
5. Strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus dilakukan siswa
dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber belajar untuk menguasai
kompetensi dasar dan indikatornya).
6. Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian kompetensi dasar, serta
sumbar bahan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran tematik sesuai dengan
kompetensi dasar yang harus dikuasai.
7. Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang akan digunakan untuk menilai
pencapaian belajar siswa serta tindak lanjut hasil penilaian).
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tematik sebaiknya disusun dalam bentuk
atau format naratif. Contoh format dan pedoman penyusunan rencana pembelajaran tematik
dapat dilihat pada uraian berikut.
FORMAT
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK
Nama Sekolah
Alamat Sekolah
Tema : .................................................
Mata Pelajaran :
1. ....................................................................................
2. ....................................................................................
3. ....................................................................................
Kelas/ Semester :
Alokasi Waktu :
1. Kompetensi Dasar
Tulisan kompetensi dasar yang dapat dipadukan dari beberapa mata
pelajaran yang akan dicapai dengan menggunakan pembelajaran tematik.
Tuliskan juga nomor kompetensi dasarnya.
13
2. Indikator
Tuliskan indikator yang Anda kembangkan dari Kompetensi Dasar di
atas dari beberapa mata pelajaran yang akan dicapai dengan
menggunakan pembelajaran tematik.
3. Tujuan Pembelajaran
Tuliskan tujuan pembelajaran yang Anda jabarkan dari Kompetensi
Dasar di atas yang mengandung kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor. (domain tersebut bersifat fleksibel tergantung dari tema yang
ditetapkan).
4. Materi Pokok
Tulisan pokok-pokok materi (beserta uraian singkat) yang perlu
dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi dasar dan indikator
yang telah ditetapkan.
5. Metode yang Digunakan
Tuliskan metode yang digunakan dalam pembelajaran tematik.
Penatapan motode boleh lebih dari satu, misalnya: ceramah bervariasi,
tanya jawab, diskusi, pembelajaran kooperatif, pemecahan masalah, dan
sebagainya.
6. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Tuliskan langkah-langkah kegiatan pembelajaran berupa alur kegiatan
pembelajaran secara konkret yang harus dilakukan siswa dalam
berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber untuk menguasai
kompetensi dasar, mencakup kegitan tatap muka dan pengalaman belajar.
1. Kegiatan Pendahuluan (± 25 menit)
Kegiatan awal atau pendahuluan (introduction) pada dasarnya
merupakan kegiatan pembuka yang harus ditempuh guru dan siswa pada
setiap kali pelaksanaan pembelajaran tematik. Fungsingnya terutama
memberikan motivasi dan menciptakan suasana pembelajaran yang efektif
yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan
14
baik. Efisien waktu dalam kegiatan awal ini perlu diperhatikan, karena
waktu yang tersedia relatif singkat berkisar antara 10-30 menit. Dengan
waktu relatif singkat tersebut diharapkan guru dapat menciptakan kondisi
awal pembelajaran dengan baik, sehingga dalam kegiatan inti pmbelajaran
siswa sudah sip untuk mengikuti pelajaran dengan saksama.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam pendahuluan pembelajaran ini di
antaranya, yaitu: (1) melakukan apersepsi, yaitu mengaitkan materi yang
telah diberikan dengan materi yang telah dipelajari, sehingga pemahaman
siswa menjadi utuh, (2) menginformasikan tujuan atau kompetensi yang
akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran, hal ini dilakukan agar siswa
mengetahui arah dan capaian yang akan diperoleh dalam kegiatan yang
akan dilakukannya, (3) melakukan pretest atau kuis, yaitu untuk
mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi yang akan dipelajari,
penciptaan kondisi awal pembelajaran dilakukan dengan cara: mengecek
atau memeriksa kehadiran siswa, menumbuhkan kesiapan belajaran
siswa, menumbuhkan kesiapan belajar siswa (readiness), menciptakan
suasana belajar yang demokratis, membangkitkan motivai belajar siswa,
dan membangkitkan perhatian siswa.
2. Kegiatan Inti (Sesuai dengan Alokasi Waktu yang Ditetapkan)
Kegitan inti merupakan proses pembelajaran untuk untuk mencapai
kompetensi dasar dan indikator yang telah ditetapkan. Kegiatan
pembelajaran harus dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta spikologis
siswa. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistematik melalui
proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
Kegiatan ini merupakan kegiatan dalam rangka pelaksanaan
pembelajaran tematik yang menekankan pada proses pembentukan
15
pengalaman belajar siswa (learning experiences). Pengalaman belajar
tersebut bisa dalam bentuk tatap muka dan non-tatap muka. Pengalaman
belajar tatap muka dimaksudkan sebagai kegiatan pembelajaran yang
dilakukan dengan mengembangkan bentuk-bentuk interaksi langsung
antara guru dengan siswa, sedangkan pengalaman belajar nontatap muka
dimaksudkan sebagai kegiatan belajar yang dilakukan siswa dalam
berinteraksi dengan sumber belajar lain yng bukan kegiatn interaksi guru-
siswa.
Kegiatan inti dalam pembelajaran tematik bersifat situasional, dalam
arti perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi di mana proses
pembelajaran itu berlangsung. Terdapat beberapa kegiatan yang dapat
dilakukan dalam kegiatan inti pembelajaran tematik. Kegiatan paling awal
yang perlu dilakukan guru adalah memberitahukan tentang tema yang
akan dibahas dan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa beserta
garis-garis besar materi/bahan pembelajaran yang akan dipelajari. Hal ini
perlu dilakukan agar siswa mengetahui semenjak awal kemampuan-
kemampuan apa saja yang akan diperoleh setelah proses pembelajaran
berakhir. Cara yang cukup praktis untuk memberitahukan kompetensi
tersebut kepada siswa bisa dilakukan dengan cara tertulis atau lisan, atau
kedua-duanya, guru menuliskan kompetensi tersebut di papan tulis
dilanjutkan dengan penjelasan secara lisan mengenai pentingnya
kompetensi tersebut dikuasai siswa.
Kegiatan lainnya di awal kegiatan inti pembelejaran, yaitu
menjelaskan alternatif kegiatan belajar yang akan dialami siswa. Dalam
tahapan ini guru perlu menyampaikan kepada siswa tentang kegiatan-
kegiatan belajar yang harus ditempuh siswa dalam mempelajari tema,
topik, atau materi pembelajaran. Kegiatan belajar yang ditempuh siswa
dalam pembelajaran tematik lebih diutamakan pada terjadinya proses
belajar yang berkadar aktivitas tinggi. Pembelajaran berorientasi pada
16
aktivitas siswa, sedangkan guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator
yang memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk belajar.
Siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri apa yang
dipelajarinya, sehingga prinsip-prinsip belajar dalam teori konstruktivisme
dapat dijalankan.
Dalam membahas dan mengkaji materi pembelajaran tematik harus
diarahkan pada suatu proses perubahan tingkah laku siswa. Penyajian
bahan pembelajaran harus dilakukan secara terpadu melalui hubungan
konsep-konsep dari mata pelajaran satu dengan konsep-konsep dari mata
pelajaran lainnya. Dalam hal ini guru harus berupaya penemuan
pengetahuan baru. Kegiatan pembelajaran tematik dalam bentuk kegiatan
pembelajaran secara klasikal, kelompok kecil, dan perorangan.
3. Kegiatan Penutup (± 25 menit)
Kegiatan akhir dalam pembelajaran tematik tidak hanya diartikan
sebagai kegiatan untuk menutup pelajaran, tetapi juga sebagai kegiatan
penilaian hasil belajar siswa dan kegiatan tindak lanjut. Kegiatan tindak
lanjut harus ditempuh berdasarkan pada proses dan hasil belajar siswa.
Waktu yang tersedia untuk kegiatan ini relatif singkat, oleh karena itu, guru
perlu mengatur dan memanfaatkan waktu seefisien mungkin. Secara
umum kegiatan akhir dan tindak lanjut dalam pembelajaran terpadu
diantaranya: (1) siswa menyampaikan KBM di bawah arahan guru, (2)
melaksanakan post test atau penilaian akhir, (3) melaksanakan tindak
lanjut pembelajaran melalui kegiatan pemberian tugas atau latihan yang
harus dikerjakan di rumah, (4) menjelaskan kembali bahan pelajaran yang
dianggap sulit oleh siswa, (5) menginformasikan topik atau tema yang akan
dibahas pada pertemuan yang akan datang, dan (6) menutup kegiatan
pembelajaran.
7. Alat, Media, dan Sumber
17
Tuliskan berbagai alat, media, dan sumber belajar yang digunakan
dalam kegiatan pembelajaran sesuai untuk pencapaian kompetensi dasar
dan indikator. Gunakan cara penulisan yang sedah baku, tuliskan juga
bagian/bab dan halaman.
8. Penilaian Hasil Belajar
Tuliskan jenis, bentuk, dan alat tes yang digunakan untuk menilai
pencapaian proses dan hasil belajar siswa, serta tindak lanjut siswa
penilaian (kalau diperlukan), seperti: remedial, pengayaan, atau
percepatan. Sesuai dengan teknik penilaian berbasis kelas, seperti
penilaian portofolio, hasil karya (product), penugasan (project), kinerja
(performance), dan tes tertulis (written test). Dan tidak lupa mencantumkan
kunci jawaban dari soal tes yang telah dibuat.
h. Pengaturan Jadwal Pelajaran
Pelaksanaan pembelajaran tematik setiap hari dilakukan dengan menggunakan tiga
tahapan yaitu:
1. Kegiatan Pendahuluan/ awal/ pembukaan
Kegiatan ini dilakukan terutama untuk menciptakan suasana awal pembelajaran berupa
kegiatan untuk pemanasan. Pada tahap ini dapat dilakukan penggalian terhadap pengalaman
anak tentang tema yang akan disajikan. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan
adalah bercerita, kegiatan fisik/ jasmani, dan menyanyi.
2. Kegiatan Inti
Dalam kegiatan inti difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk
pengembangan kemampuan baca, tulis dan hitung. Penyajian bahan pembelajaran dilakukan
dengan menggunakan berbagai strategi/ metode yang bervariasi dan dapat dilakukan secara
klasikal, kelompok kecil, ataupun perorangan.
3. Kegiatan Penutup/ Akhir dan Tindak Lanjut
Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan. Kegiatan yang dapat dilakukan
adalah menyimpulkan/ mengungkapkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan,
18
mendongeng, membacakan cerita dari buku, pantomim, pesan-pesan moral, musik/ apresiasi
musik.
2.1.2 Media Gambar
a. Pengertian Media Gambar
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium
yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah pengantar pesan dari
pengirim kepenerima pesan. Banyak batasan yang diberikan orang tentang media. Asosiasi
Teknologi dan Komunikasi Pendidikan di Amerika, membatasi media sebagai segala bentuk
dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/ informasi. Gagne (1970)
menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang
dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara itu Briggs (1970) berpendapat bahwa media
adalah segala alat fisik yang dapat menghasilkan pesan serta merangsang siswa untuk
belajar.
Asosiasi Pendidikan Nasional memiliki pengertian yang berbeda. Media adalah bentuk-
bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatannya. Media hendaknya
dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar dan dibaca. Apapun batasan yang diberikan, ada
persamaan yang diantara batasan tersebut, yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim pesan ke penerima pesan sehingga
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian
rupa sehingga proses belajar terjadi.
Media gambar adalah media yang paling umum dipakai. Hal ini dikarenakan siswa lebih
menyukai gambar daripada tulisan, apalagi jika gambar dibuat dan disajikan sesuai dengan
persyaratan yang baik, sudah tentu akan menambah semangat siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran. Simpulannya media gambar adalah perwujudan lambang dari hasil peniruan-
peniruan benda, pemandangan, curahan pikiran, atau ide-ide yang divisualisasikan kedalam
bentuk 2 dimensi. Bentuknya dapat berupa gambar situasi dan lukisan yang berhubungan
dengan pokok bahasan.
19
b. Fungsi Media Gambar
Pemanfaatan media pembelajaran ada dalam komponen metode mengajar sebagai
salah satu upaya untuk mempertinggi proses interaksi guru-siswa dan interaksi siswa dengan
lingkungan belajarnya. Fungsi utama dari media pembelajaran adalah sebagai alat bantu
mengajar yang dipergunakan guru.
Media gambar untuk membantu guru dan siswa dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar, tidak terkecuali untuk anak-anak Sekolah Dasar. Secara umum fungsi media
gambar menurut Basuki dan Farida (2001) yaitu:
1. Mengembangkan kemampuan visual
2. Mengembangkan imanijasi anak
3. Membantu meningkatkan kemampuan anak terhadap hal-hal yang abstrak atau
peristiwa yang tidak mungkin dihadirkan di dalam kelas
4. Mengningkatkan kreativitas siswa.
c. Kelebihan dan Kekurangan Media Gambar
1) Kelebihan Media Gambar
Beberapa kelebihan media gambar antara lain :
1. Sifatnya konkrit, maksudnya gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah
dibandingkan dengan media verbal semata.
2. Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda/ peristiwa
dapat dibawa kedalam kelas, dan tidak selalu bisa anak–anak dibawa keobjek/
peristiwa tersebut. Media gambar dapat mengatasi masalah tersebut.
3. Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Sela atau penampang
daun yang tak mungkin kita lihat dengan mata telanjang dapat disajikan dengan jelas
dalam bentuk gambar.
4. Gambar dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat
usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman.
5. Gambar harganya murah dan mudah didapat serta digunakan, tanpa memerlukan
peralatan khusus.
20
2) Kelemahan Media Gambar
1. Gambar hanya menekankan persepsi indera mata
2. Gambar benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran.
3. Ukurannya sangat terbatas kelompok besar.
2.1.3 Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri atas dua kata yaitu “hasil“ dan “belajar“
yang memiliki arti yang berbeda. Menurut Djamarah (2000), hasil adalah prestasi dari suatu
kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil tidak
akan pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu. Untuk menghasilkan sebuah
prestasi dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar. Hanya dengan keuletan,
sungguh–sungguh, kemauan yang tinggi dan rasa optimisme dirilah yang mampu untuk
mancapainya.
Sementara itu, Arikunto (1990) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir
setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat diamati,
dan dapat diukur”. Nasution (1995) mengemukakan bahwa hasil adalah suatu perubahan pada
diri individu. Perubahan yang dimaksud tidak halnya perubahan pengetahuan, tetapi juga
meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengertian, dan penghargaan diri pada individu
tersebut.
Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat
adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan,
pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga
nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan
dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu
perubahan tingkah laku secara kuantitatif.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri
siswa dan faktor dari luar diri siswa (Sudjana, 1989). Dari pendapat ini faktor yang dimaksud
adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang
21
dikemukakan oleh Clark (1981) menyatakan bahwa hasil belajar siswa disekolah 70%
dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga
faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran
(Sudjana, 2002).
"Belajar adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya" (Ali
Muhammad, 2004). Perubahan perilaku dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi
dengan lingkungan. Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar
dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi
perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas pengajaran.
Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya
kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang
perilaku (psikomotorik).
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
a) Penelitian yang dilakukan oleh Suhermin, 2009. Permainan Ular Tangga ada Pembelajaran
Tematik untuk Meningkatkan Keterampilan Interaksi Sosial dan Hasil Belajar Siswa Kelas II-a
di SD Negeri Gununggangsir I.Skripsi. Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar dan Pra Sekolah,
FIP Universitas Negeri Malang.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan permainan ular tangga pada
pembelajaran tematik yang dapat meningkatkan keterampilan interaksi sosial siswa kelas II
SDN Gununggangsir I dan mengetahui apakah penggunaan permainan ular tangga pada
pembelajaran tematik dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas II-a di SDN
Gununggangsir I. Penelitian ini dilakukan selama bulan Maret-April 2009 di SD Negeri
Gununggangsir I kelas II-a yang terdiri dari 24 siswa. Rancangan penelitian menggunakan
penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari 2 siklus, dengan pengambilan data melalui
observasi dengan rubrik, tes, wawancara, dan catatan lapangan selama penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan keterampilan interaksi sosial dalam
aspek komunikasi, kerjasama, kontak sosial, tanggung jawab, dan keaktifan siswa sebesar
35%, yaitu dari siklus I, 41% ke siklus II, 76% dari pra tindakan 16,6% dan ada peningkatan
22
hasil belajar sebesar 22,67%, yaitu dari siklus I, 76,50% ke siklus II, 89,17% dari pra tindakan
66,50%. Berdasarkan hasil penelitian selama 2 siklus dapat disimpulkan bahwa: 1) permainan
ular tangga pada pembelajaran tematik dapat meningkatkan keterampilan interaksi sosial
siswa kelas II SDN Mangunsari 01; 2) penggunaan permainan ular tangga yang didalamnya
terdapat kuis dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas II SDN Mangunsari 01.
b) Penelitian yang dilakukan oleh Wilujeng, Pristiwana Tri. 2009. Peningkatan Hasil Belajar PKn
Melalui Pembelajaran Tematik Siswa Kelas III di SDN Kedungmlaten Kecamatan Lengkong
Kabupaten Nganjuk Skripsi, Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar FIP Universitas Negeri
Malang.
Kegiatan Pembelajaran Tematik ini menggabungkan mata pelajaran PKn dengan
Bahasa Indonesia. Pada mata pelajaran PKn mempelajari tentang aturan sekolah, sedangkan
pada mata pelajaran Bahasa Indonesia mempelajari tentang membuat paragraf. Penelitian ini
dilakukan di SDN Kedungmlaten Kecamatan Lengkong Kabupaten Nganjuk, tanggal 1
November sampai 31 Desember 2009. Rancangan Penelitian yang digunakan adalah
penelitian tindakan kelas. Kriteria ketuntasan yang digunakan yaitu ketuntasan individu 65%
dan ketuntasan klasikal 70% dengan kategori tingkat keberhasilan belajar siswa yaitu skor 85-
100 = sangat baik; 70-84 = baik; 55-69= cukup; 45-54= kurang; dan skor 0-44 masuk kategori
sangat kurang. Dengan adanya kriteria tersebut maka dengan mudah akan mengetahui
peningkatan hasil belajar siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa sebelum
menerapkan pembelajaran tematik dan setelah menerapkan pembelajaran tematik pada mata
pelajaran PKn di kelas III. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa melalui pembelajaran
tematik terjadi peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini dapat diketahui dari data mulai dari pra
tindakan sampai siklus II. Pada pra tindakan dan siklus I terjadi peningkatan ketuntasan
individu 22% dan ketuntasan klasikal 6%, kemudian dilanjutkan siklus II terjadi peningkatan
ketuntasan individu 19% dan ketuntasan klasikal 4%.
Dari hasil penelitian yang diuraikan di atas, penerapan model pembelajaran tematik
pada dasarnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara berkala. Hal itu menunjukkan
adanya perubahan pada hasil belajar siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa yang
23
menyajikan materi pelajaran oleh guru dengan menggunakan penerapan model pembelajaran
tematik.
Akan tetapi apakah penerapan model pembelajaran tematik dengan menggunakan
media gambar dalam pelajaran dapat memberikan perubahan yang signifikan karena dalam
penelitian yang sebelumnya dilakukan secara bertahap sampai benar-benar menunjukkan
peningkatan. Dengan ini peneliti akan melakukan penelitian dan menguji apakan terdapat
pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa dengan adanya penerapan model
pembelajaran tematik dengan menggunakan media gambar.
Perbedaan penelitian saya dengan beberapa hasil penelitian diatas adalah saya
mengambil judul penerapan model pembelajaran tematik dengan menggunakan media
gambar pada mata pelajaran IPA, Bahasa Indonesia dan Matematika terhadap hasil belajar
siswa di kelas II SD Negeri Tuntang 02 dan SD Kanisius Cungkup. Skripsi Jurusan Pendidikan
Guru Sekolah Dasar, FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran tematik
dengan menggunakan media gambar pada mata pelajaran IPA, Bahasa Indonesia dan
Matematika terhadap hasil belajar siswa di kelas II SD Negeri Tuntang 02 dan SD Kanisius
Cungkup dan apakah penggunaan media gambar pada pembelajaran tematik terhadap hasil
belajar dapat memberikan perubahan yang signifikan. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Januari-April 2012 di SD Negeri Tuntang 02 terdiri dari 29 siswa dan SD Kanisius Cungkup
terdiri dari 24 siswa dengan jumlah keseluruhan 53 siswa. Rancangan penelitian ini
menggunakan penelitian eksperimen yang terdiri dari dua kelas yaitu kelas eksperimen SD
Negeri Tuntang 02 dan kelas kontrol SD Kanisius Cungkup.
2.3 Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini, peniliti akan membandingkan hasil belajar antara kelas kontrol dan
kelas eksperimen dimana kelas kontrol pembelajaran dilakukan seperti biasa guru kelas
mengajar dan kelas eksperimen pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model
pembelajaran tematik dengan menggunakan media gambar. Untuk pretest diambil dari alat
evaluasi pada kelas uji coba hasil dan hasil pretest kedua kelas (kelas kontrol dan kelas
eksperimen) di uji coba beda rata-rata apakah menunjukan adanya perbedaan yang signifikan.
24
Kemudian dilakukan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran tematik dengan
media gambar pada kelas eksperimen dan pembelajaran secara konvensional pada kelas
kontrol, hasil kedua kelompok dilakukan uji beda rata-rata apakah penggunaan model
pembelajaran tematik berpengaruh yang signifikan terhadap rata-rata hasil belajar siswa.
Berkaitan dengan hal ini maka perlu diteliti bagaimana penerapan model pembelajaran
tematik dengan menggunakan media gambar di kelas II SD Negeri Tuntang 02 dan SD
Kanisius Cungkup yang diwujudkan dalam penyusunan RPP dalam pelaksanaannya.
Dibawah ini gambar kerangka berpikir yang dirancang oleh peneliti:
Gambar 2.2 : Bagan Kerangka Berpikir Penelitian.
Kelas kontrol Pre test Post test
Pembelajaran
seperti biasa
yang dilakukan
guru kelas
(konvensional).
Terdapat pengaruh yang
signifikan dengan penggunaan
model pembelajaran tematik
dengan menggunakan media
gambar dimana hasil belajar
kelas eksperimen lebih tinggi
dari kelas kontrol.
Hasil pretest
tidak boleh ada
perbedaan
yang signifikan.
Pembelajaran
dengan model
pembelajaran
tematik dengan
menggunakan
media gambar
Kelas eksperimen Pre test Post test
25
Kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran tematik dengan media
gambar akan mendapatkan nilai yang lebih baik dari pada kelas kontrol yang menggunakan
pembelajaran konvensional atau metode ceramah sering dipandang sudah biasa bahkan
cenderung membuat siswa merasa bosan dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal ini
menjadikan siswa menjadi pasif. Oleh karena itu, perlu adanya penggunaan model-model
pembelajaran yang dapat menjadikan siswa menjadi lebih aktif dan kreatif.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas dapat dirumuskan hipotesis
peneliti menduga “ada perbedaan pengaruh penerapan model pembelajaran tematik dengan
menggunakan media gambar dan siswa yang diajar dengan menggunakan model transmisi
pengetahuan pada mata pelajaran IPA, Bahasa Indonesia dan Matematika terhadap hasil
belajar siswa di kelas II SDN Tuntang 02 dan SD Kanisius Cungkup pada semester II tahun
pelajaran 2011/2012?