Post on 03-Mar-2019
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Belajar dan Hasil Belajar
2.1.2 Pengertian Belajar
Nana (1989) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai
hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti
perubahan pengetahuan, sikap, tingkah laku, ketrampilan, kebiasaan, serta
perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
R. Gagne dalam Slameto (2003) memberikan 2 definisi mengenai
belajar : Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang diperoleh melalui interaksi.
Slameto (2003) berpendapat : Belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungan.
Menurut Cronbach di dalam bukunya Educational Psychology
(Suryabrata, 2004 : 23) menyatakan bahwa “Learning is shown by a change
in behavior as a result of experience”. Artinya belajar adalah sesuatu yang
ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman.
Pernyataan senada juga diutarakan oleh Morgan, di dalam buku
Introduction of Psychology (Purwanto, 2007) menyatakan bahwa belajar
adalah perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi
sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pengertian belajar adalah
merupakan perubahan perilaku yang terjadi karena didahului oleh proses
pengalaman dan perubahan tersebut bersifat relatif permanen.
7
2.1.3 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, umumnya ditunjukkan dengan nilai test
atau nilai yang diberikan oleh guru (Depdiknas, 2005). Menurut Anni (2006)
hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh pembelajar
setelah mengalami aktivitas belajar. Sedangkan pengertian hasil belajar
menurut Sukmadinata (2007) adalah realisasi atau pemekaran dari
kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang.
Penguasaan hasil belajar seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik
perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, ketrampilan berpikir
maupun ketrampilan motorik. Hasil belajar merupakan kemampuan yang
dapat diukur berupa penguasaan pengetahuan, sikap dan ketrampilan sebagai
hasil dari kegiatan pembelajaran.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Lina, 2009: 5), hasil belajar
merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari
sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan
mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari sisi
guru, adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik
dan siswa bisa menerimanya. Menurut Winkel (dalam Lina 2009:
5),“mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang
telah dicapai oleh seseorang. Sedangkan menurut Arif Gunarso (dalam
Lina, 2009: 5),”hasil belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh
seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar”. Jadi hasil belajar
adalah hasil yang diperoleh seseorang dari proses belajar yang telah
dilakukannya.
Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang
setelah melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan
dalam bentuk nilai. Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa
8
setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan
penting dalam proses pembelajaran.
Nana Sudjana (dalam techonly13, 2009) menyatakan bahwa proses
penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru
tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya
melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat
menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk
keseluruhan kelas maupun individu. Setiap keberhasilan belajar diukur dari
seberapa jauh hasil belajar yang diperoleh siswa. Keberhasilan siswa dalam
mencapai tujuan pengajaran diwujudkan dengan nilai. Nana Sudjana (dalam
techonly13, 2009) menyatakan bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa
adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus
semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan
penunjang hasil belajar yang dicapai siswa.
Pemerolehan hasil belajar yang baik akan memberikan kebanggaan
pada diri sendiri, dan orang lain. Untuk itu guna memperoleh hasil belajar
yang baik siswa dihadapkan dengan beberapa faktor yang bisa membuat
siswa mendapatkan hasil belajar yang baik.
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan
belajar yang kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa.
Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah mendapatkan pengetahuan,
penanaman konsep, keterampilan, dan pembentukan sikap. Menurut Slameto
(2003: 54-72) faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi
dua yaitu: faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan,
sedangkan faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Faktor-faktor intern
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor intern
ini terbagi menjadi tiga faktor yaitu : faktor jasmaniah, faktor psikologis dan
faktor kelelahan.
9
a. Faktor jasmaniah
Pertama adalah kesehatan. Sehat yang berarti dalam keadaan baik
segenap badan serta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan
seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses belajar
akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat
lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah,
kurang darah ataupun ada gangguan fungsi alat indera serta tubuhnya.
Kedua adalah cacat tubuh. Cacat tubuh adalah keadaan kurang baik
atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat ini dapat berupa : buta, tuli,
patah kaki, patah tangan, lumpuh dan lain-lain. Jika ini terjadi maka belajar
akan terganggu, hendaknya apabila cacat ia disekolahkan di sekolah khusus
atau diusahakan alat bantu agar dapat mengurangi pengaruh kecacatan itu.
b. Faktor psikologis
Ada beberapa faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang
mempengaruhi belajar. Faktor-faktor tersebut adalah: pertama inteligensi
yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang
baru dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep yang abstrak
secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Kedua
perhatian yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata
tertuju kepada suatu objek atau sekumpulan objek. Ketiga minat adalah
kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa
kegiatan. Keempat bakat yaitu kemampuan untuk belajar. Kemampuan ini
baru akan terealisasi menjadi kecakapan nyata setelah belajar atau berlatih.
Kelima motif harus diperhatikan agar dapat belajar dengan baik harus
memiliki motif atau dorongan untuk berfikir dan memusatkan perhatian saat
belajar. Keenam kematangan adalah suatu tingkat pertumbuhan seseorang.
Ketujuh kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau reaksi. Dari
faktor-faktor tersebut sangat jelas mempengaruhi belajar, dan apabila belajar
terganggu maka hasil belajar tidak akan baik.
c. Faktor kelelahan
10
Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani
(bersifat praktis).
Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul
keinginan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena
kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh sehingga darah tidak
lancar pada bagian-bagian tertentu. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan
adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat untuk menghasilkan sesuatu
menjadi hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala sehingga sulit
untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja.
Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus karena memikirkan masalah
yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi suatu hal yang selalu sama
atau tanpa ada variasi dalam mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan tidak
sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya.
Menurut Slameto (2003: 60) kelelahan baik jasmani maupun rohani
dapat dihilangkan dengan cara sebagai berikut: tidur, istirahat, mengusahakan
variasi dalam belajar, menggunakan obat-obat yang melancarkan peredaran
darah, rekreasi atau ibadah teratur, olah raga, makan makanan yang bergizi
yang memenuhi syarat empat sehat lima sempurna.
2 ) Faktor-faktor ekstern
Faktor eksten adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor
ini meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
a. Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa:
cara orang tua mendidik, hubungan antar anggota keluarga, kondisi rumah
tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Sebagian waktu seorang siswa berada
di rumah. Oleh karena itu, keluarga merupakan salah satu yang berperan pada
hasil belajar. Oleh sebab itu orang tua harus mendorong, memberi semangat,
membimbing, memberi teladan yang baik, menjalin hubungan yang baik,
11
memberikan suasana yang mendukung belajar, dan dukungan baik moril
maupun materil yang cukup.
b. Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini meliputi metode
mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa dengan
siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran,
keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Sekolah adalah
lingkungan kedua yang berperan besar memberi pengaruh pada hasil belajar
siswa. Sekolah harus menciptakan suasana yang kondusif bagi pembelajaran,
hubungan dan komunikasi perorang di sekolah berjalan baik, kurikulum yang
sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman, metode pembelajaran
aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana penunjang cukup
memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya.
c. Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam
masyarakat. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi:
pertama kegiatan siswa dalam mayarakat yaitu misalnya siswa ikut dalam
organisasi masyarakat, kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain,
belajar akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur
waktunya. Kedua multi media misalnya: TV, radio, surat kabar, buku-buku,
komik dan lain-lain. Semua itu ada dan beredar di masyarakat. Ketiga teman
bergaul, teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya daripada yang
kita duga. Teman bergaul yang baik akan memberi pengaruh yang baik
terhadap diri siswa begitu sebaliknya. Contoh teman bergaul yang tidak baik
misalnya suka begadang, perokok, keluyuran minum-minum, lebih-lebih
pemabuk, penjinah, dan lain-lain. Keempat bentuk kehidupan masyarakat.
Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh pada hasil belajar
siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar,
penjudi, suka mencuri, dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik akan
berpengaruh jelek kepada siswa yang tinggal di situ.
12
Melalui penjelasan faktor intern dan ekstern yang mempengaruhi
hasil belajar. Faktor intern dan ekstern akan sangat mempengaruhi hasil
belajar, dan untuk memperoleh hasil belajar yang baik atau memuaskan,
maka siswa harus memperhatikan faktor-faktor inten dan ekstern.
Jadi berdasarkan mengenai beberapa pendapat para ahli diatas tentang
belajar dan hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha
yang dilakukan sesoerang dengan secara sadar dan terencana untuk
memperoleh suatu pengalaman tertentu.
2.1.5 Model Pembelajaran Make-A Match
Model pembelajaran menurut Joyce & Weil adalah suatu rencana atau
pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajara, dan
membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain (Joyce & Weil, 1980:1).
Sedangkan model Make-A Match merupakan model pembelajaran aktif,
kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM), yaitu pembelajaran kooperatif
(Cooperatif Learning) yang mengutamakan kerja sama dan kecepatan di
antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda-beda dengan model
pembelajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, juga efektif untuk
mengembangkan ketrampilan sosial siswa. Robert Slavin (dalam Rusman)
berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan
bahwa model pembelajaran kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian
siswa pada belajar akademik, dan perubahan norma yang berhubungan
dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya yaitu budaya anak
muda sebenarnya tidak menyukai siswa-siswa yang menonjol secara
akademis. Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah
norma ini melalui penggunaan pembelajaran kooperatif.
13
Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar,
pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa
kelompok bawah maupun kelompok atas bekerja sama menyelesaikan tugas-
tugas akademik, siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa
kelompok bawah. Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah
untuk mengajarkan kepada siswa ketrampilan kerja sama dan kolaborasi.
Ketrampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana
banyak kerja orang dewasa sebagian dilakukan dalam organisasi yang saling
bergantung satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin
beragam. Sementara itu banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang
dalam ketrampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering
pertikaian kecil antara individu dapat mengakibatkan tindak kekerasan atau
betapa sering orang menyatakan ketidakpuasan pada saat diminta untuk
bekerja dalam situasi kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja.
Namun siswa juga harus mempelajari ketrampilan-ketrampilan khusus yang
disebut ketrampilan kooperatif. Ketrampilan kooperatif ini berfungsi untuk
melancarkan hubungan, kerja dan tugas. Peranan kerja dapat dibangun
dengan mengembangkan komunikasi antara anggota kelompok sedangkan
peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok
selama kegiatan.Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam
pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif, pelajaran dimulai
dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar.
Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan
daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam kelompok
belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama
untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran
kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi
tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap
usaha-usaha kelompok maupun individu. (Ahmadi, 2010) model
14
pembelajaran ini memiliki ciri-ciri yaitu untuk menuntaskan materi
belajarnya, siswa belajar dalam kelompok atau bersama siswa lain.
Model pembelajaran Make-A Match (mencari pasangan) merupakan
strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh Lorna Curran (1994).
Sebagaimana model yang lain, model ini merupakan model pembelajaran
berkelompok (learning community). Model ini dapat membangkitkan
semangat siswa dengan mengikutsertakan peserta didik untuk aktif dalam
proses pembelajaran. Pembelajaran kelompok dalam Make-A Match ada dua
kelompok yaitu kelompok pemegang masalah dan kelompok pemegang
jawaban. Make-A Match dapat dilakukan untuk semua mata pelajaran dan
pada semua tingkat pendidikan mulai dari SD sampai SMA. Persiapan awal
yang harus dilakukan dalam model pembelajaran ini guru harus
memberitahukan apa saja yang harus dipelajari pada pertemuan selanjutnya.
Dengan demikian siswa mempunyai modal awal dalam pembelajaran.
Dengan modal awal materi pelajaran maka proses diskusi dalam
pembelajaran Make-A Match dapat berlangsung dengan baik.
Secara rinci model pembelajaran Make-A Match mempunyai langkah-
langkah sebagai berikut :
1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu
jawaban. Kartu-kartu ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga kartu
menarik perhatian siswa. Kita dapat menggunakan gambar kartun, atau
gambar dari majalah, internet atau sumber lain sebagai materi. Guru dapat
menyiapkan tulisan-tulisan dalam kartu yang dirancang sedemikian rupa
sehingga mudah dipahami dan dimengerti oleh siswa. Tentukan bahasa yang
digunakan harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan. Jika materi ada
kaitannya dengan gambar, bagan, skema, dibuat sedemikian rupa jelas. Materi
juga dibuat dalam bentuk pertanyaan atau soal, yang berkaitan dengan
tuntutan SK atau KD yang telah ditentukan.
1) Setiap siswa mendapat satu buah kartu Sebelum kartu dibagikan kita
harus mengelompokkan siswa menjadi beberapa bagian kelompok yaitu yang
15
memegang kartu permasalahan atau soal dan kelompok yang memegang
kartu jawaban. Setiap kelompok ini dikelompokkan lagi sesuai dengan
kemampuan dan tingkat kesulitan masalah yang dihadapi. Siswa yang
berkemampuan tinggi akan dibagikan kartu dengan tingkat kognitif yang
lebih tinggi, demikian juga sebaliknya. Pembagian kartu harus dibuat secara
acak tetapi teratur sesuai dengan tingkatan masing-masing.
2) Tiap siswa memikirkan jawaban / soal dari kartu yang dipegang. Pada
saat kartu dibagikan, beri mereka waktu antara 10 menit sampai dengan 15
menit untuk memikirkan permasalahan dan jawaban masing-masing dari
kartu yang mereka pegang. Mereka dapat mendiskusikannya dengan anggota
kelompok sesama pemegang kartu, mencarinya di buku, internet, peta, globe,
kamus, catatan atau sumber belajar lain yang digunakan pada saat itu.
Berikan kesempatan agar semua dapat memikirkan soal dan jawaban pada
setiap permasalahan yang ada.
3) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya (soal / jawaban)
Setelah persoalan dipecahkan, peserta saling mencari pasangan. Agar tidak
terjadi kekacauan dapat dicari secara bergiliran dengan memberikan
kesempatan satu persatu kepada siswa untuk membacakan soal atau
permasalahan atau materi, setelah itu dapat mencari pasangan masing-masing.
Waktu pencarian diberikan waktu misalkan ada 10 persoalan maka diberi
point 10 sampai dengan 1. Siswa yang menemukan pasangan pada 1 menit
pertama diberi skor 10, 2 menit pertama diberi skor 9 dan seterusnya sampai
dengan 10 menit terakhir. Atau dapat juga setiap peserta yang menemukan
pasangan diberi skor 1.
4) Setiap siswa atau anggota kelompok yang dapat mencocokkan hasilnya
sebelum batas waktu dan jumlah ketepatan dalam memasangkan kartu yang
paling banyak diberi point.
Point dapat diberikan sesuai dengan metode di atas, dengan memberikan skor
secara bertingkat atau dengan memberikan skor 1 atau 0. Siswa yang dapat
16
menemukan pasangan sesuai dengan waktu yang diberikan diberi skor 1 dan
yang tidak berhasil menemukan jawaban diberi skor 0.
5) Setelah satu babak kartu dikocok lagi atau bertukaran antar angota
kelompok agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.
6) Demikian seterusnya, lakukan secara berulang sampai waktu
pembelajaran selesai. Siapa saja yang menjadi juara berilah mereka
apresiasi, agar di lain kesempatan lebih baik. Berilah motivasi bagi yang
belum berhasil.
7) Mengambil kesimpulan/penutup
Setelah selesai buatlah kesimpulan bersama-sama.
Model pembelajaran Make-A Match merupakan strategi yang cukup
menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan
sebelumnya. Namun demikian materi barupun tetap bisa diajarkan
menggunakan model pembelajaran Make-A Match, dengan catatan peserta
didik diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih dahulu,
sehingga ketika masuk kelas mereka sudah memiliki bekal pengetahuan.
(Hisyam Zain, 2008).
Dan perbedaan antara model Make-A Match dengan kooperatif adalah
dimana dalam model Make-A Match itu lebih fokus pada pelaksanaan
kegiatan belajarnya siswa di suruh atau diarahkan untuk mencari pasangan
kartu soal dan jawaban tanpa harus membuat kelompok pun bisa dilakukan.
Sedangkan model kooperatif yaitu, dimana pelaksanaan belajar siswa
lebih ditekankan untuk membentuk kelompok terlebih dahulu untuk
menyelesaikan soal maupun materi secara bersama-sama siswa lain yang
merupakan bagian dari kelompok masing-masing yang sudah ditentukan.
2.2 Kerangka Berfikir
Selama ini proses pembelajaran matematika di SD Negeri Mangunsari
04 belum mendapatkan perhatian secara khusus. Guru masih menggunakan
pendekatan konvensional yaitu hanya dengan menggunakan metode ceramah
17
saja secara langsung menyuruh siswa mengerjakan. Hal ini mengakibatkan
siswa pasif dan kurang semangat mengikuti KBM (kegiatan belajar
mengajar). Serta hasil belajar siswa dalam mengerjakan soal pun masih
sangat rendah. Siswa yang belum mencapai KKM ( kriteria ketuntasan
minimal) yang sudah ditentukan 65% belum memenuhi KKM, sedangkan
yang memenuhi KKM hanya 35 % dari 65 KKM dengan jumlah keseluruhan
37 siswa.
18
Skema Kerangka Berpikir
2.3 Hipotesa Penelitian
Berdasarkan teori – teori di atas dapat diambil suatu hipotesis bahwa
penggunaan model Make-A Macth dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran Matemátika Kelas V di SD Negeri Mangunsari 04 pada
materi pokok Operasi Hitung Pecahan.
Siswa :
Banyak siswa yang
mendapat nilai di
bawah KKM
KONDISI
AWAL
Menggunakan
model Make-A
Match.
Guru : Belum
menggunakan
model Make-A
Match.
Siklus I
Menggunakan
model Make-A
Match.
TINDAKAN
Siklus II
Menggunakan model
Make-A Match.
KONDISI
AKHIR
Diduga Penggunakan model Make-A Match dapat
meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V SD
Negeri Mangunsari 04 Salatiga mata pelajaran
Matematika Pada materi Pokok Operasi Hitung
Pecahan.
19
2.4 Kajian Penelitian yang Relevan
Endah Sry Wulandari (2009). dalam penenlitiannya “Pengaruh
Model Make-A Match Pada Mata Pelajaran IPA Dengan Sub Pokok Bahasan
Struktur dan Bagian-Bagian Telinga. Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Kelas IV SD Negeri Kesepuhan 05 Kecamatan Jepon Kabupaten
Blora”. Dalam hasil penelitianny menyimpulkan bahwa pembelajaran model
Make-A Match dapat meningkatkan keaktifan serta semangat siswa di dalam
kelas dalam proses pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran model Make-A
Match juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA
tentang Struktur dan Bagian-Bagian Telinga siswa kelas IV SD Negeri
Kesepuhan 05 Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Rata – rata hasil belajar
pada pelkasanaan siklus 1 sebesar 70 dengan KKM yang ditentukan yaitu 65,
dan pada pelaksanaan siklus 2 mengalami peningkatan yang sangat signifikan
yaitu dengan rata – rata sebesar 85 dengan ketuntasan sebesar 95%. Dengan
demikian siswa kelas IV SD Negeri Kesepuhan 05 mengalami peningkatan
hasil belajar pada mata pelajaran IPA tentang Struktur dan Bagian-Bagian
Telinga. Simpulan penelitian ini adalah bahwa penerapan model
pembelajaran Make-A Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam
mata pelajaran IPA kelas IV semester 2 di SD Negeri Kesepuhan 05
Kecamatan Jepon Kabupaten Blora.
Bagus Edi Rosanto (2010). dalam penenlitiannya “Penerapan Model
Make-A Match Pada Mata Pelajaran IPS Tentang Keadaan Alam Indonesia
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Negeri Semanggi 02
Kecamatan Jepon Kabupaten Blora”. Menyimpulkan bahwa pembelajaran
model Make-A Match dapat meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas
dalam proses pembelajaran IPS. Pembelajaran model Make-A Match dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS tentang keadaan
alam Indonesia siswa kelas V SD Negeri Semanggi 02 Kecamatan Jepon
Kabupaten Blora. Rata – rata hasil belajar pada siklus 1 sebesar 70,83 dengan
KKM 65 mencapai 66,66% dan pada siklus 2 mengalami peningkatan dengan
rata – rata sebesar 80 dengan ketuntasan sebesar 100%. Dengan demikian
20
siswa kelas V SD Negeri Semanggi 02 mengalami peningkatan hasil belajar
pada mata pelajaran IPS tentang keadaan alam Indonesia. Simpulan penelitian
ini adalah bahwa penerapan model pembelajaran Make-A Match dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS kelas V semester
1 di SD Negeri Semanggi 02 Kecamatan Jepon Kabupaten Blora.