Post on 06-Apr-2019
10
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Manajemen Kesiswaaan
2.1.1 Pengertian Manajemen Kesiswaan
Berikut ini beberapa pengertian manajemen
kesiswaan dari para ahli. Mulyono (2009: 178),
manajemen kesiswaan adalah seluruh proses
kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara
sengaja serta pembinaan secara berkelanjutan
terhadap seluruh siswa (dalam lembaga pendidikan
yang bersangkutan) agar dapat mengikuti proses
belajar mengajar dengan efektif dan efisien. Pendapat
lain dikemukakan oleh Mulyasa (2003:46)
manajemen kesiswaan atau manajemen kemuridan
(peserta didik) merupakan salah satu bidang
operasional Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Manajemen kesiswaan adalah penataan atau
pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan
peserta didik, mulai dari masuk hingga sampai
keluarnya peserta didik tersebut dari suatu
sekolahan.
Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk
pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi
aspek yang lebih luas yang secara operasional dapat
11
membantu upaya pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah.
Prihatin (2011:4) manajemen peserta didik adalah
suatu penataan atau pengaturan segala aktivitas
yang berkaitan dengan peserta didik, yaitu dari mulai
masuknya peserta didik sampai dengan keluarnya
peserta didik tersebut dari suatu sekolah atau suatu
lembaga. Manajemen kesiswaan tidak hanya sebagai
aktivitas kegiatan yang diprogram sekolah seperti
kegiatan penerimaan siswa baru, penempatan, serta
pembinaan siswa, tetapi juga diharapkan potensi
yang dimiliki siswa baik potensi rohaniah dan
jasmaniah, dapat berkembang secara maksimal. Agar
nantinya pada saat siswa tersebut lulus dari jenjang
pendidikan sekolah, siswa memiliki pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang diharapkan
(Hermawan, 2015:10).
Dari beberapa definisi tentang manajemen
kesiswaan yang dikemukakan oleh para ahli di atas
memiliki persamaan konsep pemahaman tentang
manajemen kesiswaan yaitu tentang pengelolaan
siswa dari masuk sampai keluar (lulus) dari sekolah.
Namun dari pendapat pakar diatas juga terdapat
perbeedaan pendapat, Mulyono menekankan pada
pembinaan berkelanjutan yang efektif dan efisien.
12
Sedangkan Hermawan menambahkan tentang
adanya pembinaan terhadap potensi siswa baik
jasmani atau rohani sehingga nantinya mereka
memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Dengan demikian maka dapat diambil kesimpulan
bahwa manajemen kesiswaan merupaka pengelolaan
segala sesuatu yang berkaitan dengan siswa, baik itu
proses pembelajaran di dalam kelas maupun proses
pengembangan potensi siswa di luar kelas. Selain itu
manajemen kesiswaan juga mengatur kegiatan siswa,
mulai dari siswa terdaftar dalam suatu lembaga
sekolah sampai ia lulus dari lembaga sekolah
tersebut.
2.1.2 Fungsi Manajemen Kesiswaan
Imron (2011:12) fungsi manajemen peserta
didik secara umum adalah: sebagai wahana bagi
peserta didik untuk mengembangkan diri seoptimal
mungkin, baik yang berkenaan dengan segi-segi
individualitasnya, segi sosialnya, segi aspirasinya,
segi kebutuhannya dan segi-segi potensi peserta
didik lainnya. Imron (2011:12) menyebutkan fungsi
manajemen peserta didik secara khusus dirumuskan
sebagai berikut:
13
1. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan
individualitas peserta didik.
2. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan
fungsi sosial peserta didik.
3. Fungsi yang berkenaan dengan penyaluran
aspirasi dan harapan peserta didik.
4. Fungsi yang berkenaan dengan pemenuhan
kebutuhan dan kesejahteraan peserta didik.
Pendapat Imron menekankan bahwa
manajemen kesiswaan memiliki dua fungsi yakni
fungsi secara umum dan secara khusus. Fungsi
secara umum adalah untuk mengembakan diri siswa
dari segi individu, sosial, aspirasi, kebutuhan, dan
potensi. Sedangkan fungsi secara khusus adalah
untuk mengembangkan potensi individu,
mengembangkan potensi sosial supaya dapat
berinteraksi dengan lingkungan, menyalurkan
aspirasi atau pendapat, dan sebagai wahana untuk
memperoleh kesejahteraan. Dari pendapat pakar
diatas maka dapat disimpulkan fungsi manajemen
kesiswaan adalah sarana bagi siswa untuk
menyalurkan dan mengembangkan segala
kemampuannya dalam aspek individu dan sosial,
sehingga mereka mampu beradaptasi dengan
14
lingkungan dan memperoleh kesejahteraan dalam
hidup baik kesejahteraan fisik maupun batin.
2.1.3 Tujuan Manajemen Kesiswaan
Karena pengelolaan manajemen kesiswaan di
lembaga pendidikan begitu penting, maka dalam
pelaksanaannya manajemen kesiswaan juga memiliki
tujuan tertentu. Menurut Imron (2011:12) tujuan
umum manajemen peserta didik adalah mengatur
kegiatan-kegiatan peserta didik agar kegiatan-
kegiatan tersebut menunjang proses belajar
mengajar di sekolah; lebih lanjut, proses belajar
mengajar di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan
teratur sehingga dapat memberikan kontribusi bagi
pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan
secara keseluruhan.
Sedangkan tujuan khusus manajemen peserta
didik menurut Imron (2011:12) adalah sebagai
berikut:
Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan psikomotor peserta didik.Menyalurkan dan mengembangkan kemampuan umum, bakat dan minat peserta didik.Menyalurkan aspirasi, harapan dan memenuhi kebutuhan peserta didik.
Pendapat Imron menekankan bahwa
manajemen kesiswaan memiliki dua tujuan yakni
15
tujuan secara umun dan secara khusus. Tujuan
umumnya adalah untuk mengatur kegiatan siswa
agar menunjang proses belajar mengajar di sekolah,
sehingga tujuan pendidikan sekolah dapat tercapai.
Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk
meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan
psikomotor. Menyalurkan dan mengembangkan
bakat minat siswa dan menyalurkan aspirasi
hartapan serta memenuhi kebutuhan siswa. Dari
pendapat pakar diatas maka dapat disimpulkan
tujuan manajemen kesiswaan adalah untuk
mengatur kegiatan siswa sehingga siswa mampu
meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan
psikomotornya. Dengan meningkatnya pengetahuan,
ketrampilan, dan psikomotor siswa diharapkan
mereka mampu mencapai cita-cita dan
kesejahteraan.
2.1.4 Ruang Lingkup Manajemen Kesiswaan
Manajemen kesiswaan itu bukanlah dalam
bentuk pencatatan data siswa saja, melainkan
meliputi aspek yang lebih luas yang secara
operasional dapat digunakan untuk membantu
kelancaran upaya pertumbuhan dan perkembangan
16
siswa melalui proses pendidikan di sekolah. Berikut
ini adalah ruang lingkup manajemen kesiswaan.
A. Analisis Kebutuhan Peserta Didik
Menurut Sururi dan Sukarti (2010:207)
langkah pertama dalam manajemen peserta didik
adalah melakukan analisis kebutuhan siswa oleh
lembaga sekolah. kegiatannya adalah merencanakan
siswa yang akan diterima dan menyusun program
kegiatan kesiswaan.
1. Merencanakan siswa yang akan diterima
Penentuan jumlah siswa yang diterima perlu
dilakukan agar layanan pada siswa bisa optimal.
Besarnya siswa yang diterima harus
mempertimbangkan:
a. Daya tampung kelas. Jumlah siswa dalam
satu kelas berdasarkan kajian teoritik
adalah 25-30 siswa.
b. Rasio murid dan guru. Yang dimaksud rasio
murid dan guru adalah perbandingan antara
banyaknya siswa dengan guru. Rasio yang
ideal adalah 1:30.
2. Menyusun Program Kegiatan Kesiswaan
Penyusunan program kegiatan siswa di sekolah
harus berdasarkan pada: visi dan misi sekolah
17
bersangkutan, minat dan bakat siswa, sarana
dan prasarana yang ada, anggaran yang tersedia,
dan tenaga kependidikan yang tersedia
B. Penerimaan Peserta Didik Baru
Penerimaan peserta didik baru perlu dikelola
sedemikian rupa mulai dari perencanaan penentuan
daya tampung sekolah atau jumlah peserta didik
baru yang akan diterima yaitu dengan mengurangi
daya tampung dengan jumlah anak yang tinggal
kelas atau mengulang.
Menurut Sururi dan Sukarti (2010:208)
langkah-langkah penerimaan peserta didik baru
(siswa baru) adalah sebagai berikut:
1. Membentuk panitia penerimaan peserta didik
baru. Pembentukan panetia ini disusun
berdasarkan hasil musyawarah yang terdiri dari
unsur guru, tenaga tata usaha, dan komite
sekolah.
2. Pembuatan dan pemasangan pengumuman
secara terbuka. Isi dari pengumuman
diantaranya adalah: gambaran singkat sekolah,
persyaratan pendaftaran, cara pendaftaran,
waktu pendaftaran ,tempat pendaftaran, biaya
pendaftaran, waktu dan tempat seleksi, dan
pengumuman hasil seleksi
18
C. Seleksi Peserta Didik
Menurut Sururi dan Sukarti (2010:209) seleksi
peserta didik adalah kegiatan pemilihan calon
peserta didik yang akan diterima di lembaga sekolah
tersebut berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Kegiatan ini penting dilakukan bagi sekolah yang
jumlah pendaftar melebihi daya tampung sekolah.
cara yang dilakukan dalam seleksi antara lain
adalah:
1. Melakukan tes atau ujian
2. Melakukan penelusuran bakat kemampuan
3. Melakukan seleksi melalui nilai pada STTB atau
nilai UN
Dari hasil seleksi kemudian diumumkan calon
peserta didik yang diterima. Bagi calon peserta didik
yang diterima diharuskan melakukan daftar ulang
pada lembaga sekolah yang telah menerima.
D. Orientasi Peserta Didik Baru
Orientasi peserta didik (siswa) baru adalah
kegiatan penerimaan siswa baru dengan
mengenalkan situasi dan kondisi lembaga
pendidikan (sekolah) tempat peserta didik itu
menempuh pendidikan. Situasi dan kondisi ini
menyangkut lingkungan fisik sekolah dan
19
lingkungan sosial sekolah. Tujuan diadakan orientasi
bagi peserta didik antara lain:
a. Agar peserta didik dapat mengerti dan mentaati
segala peraturan yang berlaku di sekolah.
b. Agar peserta didik dapat berpartisipasi aktif
dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan
sekolah.
c. Agar peserta didik siap menghadapi
lingkungannya yang baru baik secara fisik,
mental dan emosional sehingga ia merasa betah
mengikuti proses pembelajaran di sekolah.
E. Pengelompokan Peserta didik
Pengelompokan peserta didik diadakan dengan
maksud agar pelaksanaan kegiatan proses belajar
dan mengajar disekolah bisa berjalan lancar, tetib
dan bisa tercapai tujuan-tujuan pendidikan yang
telah diprogramkan. Menurut Soetopo sebagaimana
dikutip oleh Sururi dan Sukarti (2010:211), dasar-
dasar pengelompokkan peserta didik ada 5 macam
yaitu:
1) Friendship Grouping
2) Achievement Grouping
3) Aptitude Grouping
4) Attention or Interest Grouping
5) Intelligence Grouping
20
Dari pendapat pakar diatas maka dapat
disimpulkan bahwa pengelompokan peserta didik
dapat didasarkan pada kecocokan pada teman,
prestasi, kemampuan serta bakat yang dimiliki,
minat, dan intelegensi siswa.
Pendapat lain dikemukakan Jeager
sebagaimana dikutip oleh Sururi dan Sukarti
(2010:210) dalam mengelompokkan peserta didik
dapat berdasarkan pada:
a. Fungsi integrasi, yaitu pengelompokan
berdasarkan kesamaan yang ada pada peserta
didik.
b. Fungsi perbedaan, yaitu pengelompokan
berdasarkan perbedaan individu peserta didik.
Nampak pendapat Jeager hanya membedakan
dalam dua kelompok yakni perbedaan dan
persamaan peserta didik saja. Dari pendapat kedua
pakar diatas terlihat pendapat Soetopo lebih
mendetail dibandingkan pendapat Jeager yang lebih
simpel.
F. Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik
Lembaga sekolah dalam pembinaan dan
pengembangan peserta didik biasanya melakukan
kegiatan kurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler.
21
Menurut Sururi dan Sukarti (2010:212) kegiatan
kurikuler adalah semua kegiatan yang telah
ditentukan di dalam kurikulum yang pelaksanaanya
dilakukan pada jam pelajaran.
Kegiatan ekstrakulikuler adalah kegiatan
pendidikan yang dilaksanakan disekolah, namun
dalam pelaksanaannya berada di luar jam pelajaran
yang tercantum dalam jadwal pelajaran. Kegiatan
ekstrakurikuler biasanya terbentuk berdasarkan
bakat dan minat peserta didik (Sururi dan Sukarti,
2010:212).
Bakat minat kemampuan peserta didik harus
ditumbuhkembangkan secara optimal melalui
kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Kedua
kegiatan ini dimaksudkan untuk mengembangkan
pribadi peserta didik, karena kegiatan-kegiatan itu
secara tidak langsung akan memberikan dukungan
terhadap kegiatan pembelajaran yang ada dikelas
dan memberikan tambahan pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan peserta didik.
G. Penyelenggaraan Layanan Khusus
a. Layanan Bimbingan dan Konseling
Menurut Soetopo sebagaimana dikutip oleh
Sururi dan Sukarti (2010:212) bimbingan adalah
proses bantuan yang diberikan kepada siswa dengan
22
memperhatikan kemungkinan dan kenyataan
tentang adanya kesulitan yang dihadapi dalam
rangka perkembangan yang optimal, sehingga
mereka memahami dan mengarahkan diri serta
bertindak dan bersikap sesuai dengan tuntutan dan
situasi lingkungan sekolah, keluarga dan
masyarakat. Menurut Sururi dan Sukarti (2010:215)
fungsi bimbingan di sekolah ada tiga, yaitu:
a. Fungsi Penyaluran, yaitu membantu peserta
didik dalam memilih jenis sekolah lanjutannya,
memilih program, memilih lapangan pekerjaan
sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan
cita-citanya
b. Fungsi pengadaptasian, yaitu membantu guru
dan tenaga edukatif lainnya untuk
menyesuaikan program pengajaran yang
disesuaikan dengan minat, kemampuan dan
cita-cita peserta didik.
c. Fungsi penyesuaian, yaitu membantu peserta
didik dalam menyesuaikan diri dengan bakat,
minat, kemampuannya untuk mencapai
perkembangan yang optimal.
Inti dari ketiga fungsi bimbingan adalah untuk
membantu siswa dalam penyaluran, adaptasi dan
penyesiuaian dengan sekolah lanjutan, serta program
23
sekolah yang sesuai dengan bakat, minat,
kemampuan siswa itu sendiri.
b. Layanan Perpustakaan
Perpustakaan sekolah merupakan pangkat
kelengkapan pendidikan dalam mencapai tujuan
pendidikan di sekolah. Keberadaan perpustakaan di
sekolah sangatlah penting. Perpustakaan sekolah
sering disebut sebagai jantungnya sekolah, karena
menjadi denyut nadi proses pembelajaran disekolah
adalah perpustakaan.
Menurut Sururi dan Sukarti (2010:216) Tujuan
perpustakaan disekolah :
a. Mengembangkan minat, kemampuan dan
kebiasaan membaca khususnya serta
mendayagunakan budaya menulis.
b. Mendidik peserta didik agar mampu memelihara
dan memanfaatkan bahan pustaka secara
efektik dan efisien.
c. Meletakkan dasar kearah belajar mandiri.
Memupuk bakat dan minat.
d. Memgembangkan kemampuan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dalam
kehidupan sehari hari atas usaha dan tanggung
jawab sendiri.
24
Layanan perpustakaan bertujuan untuk
menyajikan informasi untuk peningkatan proses
belajar mengajar serta rekreasi bagi semua warga
sekolah dengan menggunakan bahan pustaka.
Dengan demikian siswa mampu memperluas
pengetahuannya dan meningkatkan ketrampilan.
c. Layanan Kesehatan
Layanan kesehatan disekolah biasanya
dibentuk sebuah wadah bernama Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS). Usaha Kesehatan Sekolah adalah
usaha kesehatan masyarakat yang dijalankan di
sekolah.
Sasaran utama UKS adalah untuk
meningkatkan atau membina kesehatan murid dan
lingkungannya. Program Usaha Kesehatan Sekolah
adalah sebagai berikut:
Mencapai lingkungan hidup yang sehat
Pendidikan kesehatan
Pemeliharaan kesehatan di sekolah
Gedung sekolah merupakan tempat para
peserta didik belajar dan menghabiskan sebagian
waktunya. Karena itu sekolah hendaknya memenuhi
persyaratan, misalnya gedung sekolah harus
ditanami rumput, air yang bersih, WC tersedia dan
memenuhi persyaratan serta dibersihkan setiap hari,
25
ruangan kelas harus bersih dan nyaman. Inilah
dimaksud dengan mencapai lingkungan hidup di
sekolah.
Peranan guru sangat besar dalam pendidikan
kesehatan. Guru harus menegur peserta didiknya
yang berpakaian dan berbadan kotor, sewaktu waktu
guru mengajak peserta didik untuk membersihkan
lingkungan sekolah. Pemeriksaan kesehatan umum
maupun khusus diadakan secara berkala. Sejak
masuk kelas satu hati sudah mulai diajarkan hidup
sehat, lingkungan sehat, pemberantasan penyakit,
sehingga peserta didik terpelihara kesehatan jasmani
dan rohaninya.
Penyelenggaraan UKS memerlukan kerja sama
antara seluruh warga sekolah. Setiap warga sekolah
hendaknya menjalankan tugas dengan sebaik-
baiknya. Para guru sebagai penenggung jawab
umum, sedangkan peserta didik membantu
pelaksanaan UKS, dengan piket secara bergiliran.
Selain penanggung jawab umum, hendaknya ada
penanggung jawab bidang pendidikan kesehatan,
bidang kebersihan lingkungan kelas sehat, bidang
pemeliharaan kesehatan dan penanggungjawab
mengenai usaha usaha yang dijalankan sekolah
26
(misalnya: kantin sekolah, usaha beternak, bertelur
dan lain lain).
H. Pencatatan, Pelaporan, dan Evaluasi Peserta
Didik
Kegiatan pencatatan dan pelaporan dimulai
sejak peserta didik diterima di sekolah sampai
mereka tamat di sekolah tersebut. Pencatatan
tentang kondisi peserta didik perlu dilakukan agar
pihak lembaga dapat memberikan bimbingan yang
optimal pada peserta didik. Sedangkan pelaporan
dilakukan sebagai wujud tanggungjawab lembaga
agar pihak-pihak terkait dapat mengetahui
perkembangan peserta didik di lembaga tersebut.
Menurut Sururi dan Sukarti (2010:213)
peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk
mempermudah melakukan pencatatan dan
pelaporan biasanya berupa: buku induk siswa, buku
klapper, daftar presensi, daftar mutasi peserta didik,
buku catatan pribadi peserta didik, daftar nilai, buku
legger, dan buku raport
Dalam melaksanakan evaluasi kegiatan peserta
didik terdapat beberapa langkah yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1. Penentuan Standar.
27
2. Mengadakan pengukuran.
3. Membandingkan hasil pengukuran dengan
standar yang telah ditentukan.
4. Mengadakan perbaikan.
Kegiatan evaluasi ini biasanya digunakan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik
serta untuk mengetahui tindak lanjut apa yang akan
dilakukan.
I. Kelulusan dan Alumni
Sururi dan Sukarti (2010:214) kelulusan
adalah pernyataan dari sekolah/madrasah suatu
lembaga tentang diselesaikannya program
pendidikan yang harus diikuti peserta didik. Salah
seorang peserta didik selesai mengikuti seluruh
program pendidikan di suatu sekolah/madrasah dan
berhasil lulus dalam UN, maka kepadanya diberikan
surat keterangan atau sertifikat, yang umumnya
disebut ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar
(STTB).
Proses kelulusan biasanya ditandai dalam
suatu upacara pelepasan peserta didik. Dalam acara
ini, disamping mewisuda peserta didik yang lulus
sekaligus sekolah/madrasah “melepas” peserta didik
dan “menyerahkan kembali” kepada orang tua.
28
Dengan demikian “habislah” (dalam arti telah selesai)
hubungan ikatan antara para lulusan (alumni) dan
sekolah dan orang tua. Sedangkan hubungan
sekolah dengan para lulusan (alumni) diharapkan
masih akan terjalin. Sekolah mengharapkan agar
alumninya tetap menjalin hubungan dengan sekolah
garba ibunya (almamaternya). Sebaliknya para
alumnus, biasanya juga tetap membanggakan
sekolah, dan selalu mengadakan hubungan dimana
perlu.
2.2 Konsep Program dan Evaluasi Program
2.2.1 Konsep Program
Program diartikan sebagai serangkaian
kegiatan yang direncanakan dengan saksama dan
dalam pelaksanaannya berlangsung dalam proses
yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu
organisasi yang melibatkan banyak orang
(Tayibnapis, 2000:9). Program adalah kegiatan atau
aktivitas yang dirancang untuk melaksanakan
kebijakan dan melaksanakan untuk waktu yang
tidak terbatas (Wirawan, 2012:16). Menurut Sukardi
(2014:4) bahwa program merupakan salah satu hasil
kebijakan yang penetapannya melalui proses panjang
29
dan disepakati oleh para pengelolanya untuk
dilaksanakan.
Dari pendapat Tayibnapis dan Wirawan
menekankan bahwa program merupakan kegiatan
yang direncanakan oleh sekelompok orang atau
organisasi untuk melaksanakan kebijakan dalam
waktu yang tidak terbatas. Sementara Sukardi lebih
menekankan pada hasil kebijakan yang disepakati
oleh para pengelola untuk dilaksanakan. Akan tetapi
ketiga pakar diatas memiliki persamaan pendapat
tentang program, dimana program merupakan
sebuah kebijakan dalam organisasi dimana
didalamnya terdapat perkumpulan orang. Dengan
demikian maka dapat disimpulkan bahwa program
merupakan kegiatan yang direncanakan dan
disepakati oleh sekelompok orang atau organisasi
untuk dilaksanakan secara terus menerus
(berkesinambungan) untuk mencapai tujuan yang
akan datang.
2.2.2 Evaluasi Program
Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis
dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas dari
sesuatu yang berdasarkan pada pertimbangan dan
kriteria tertentu dalam upaya membuat keutusan
30
(Arifin, 2012:2). Evaluasi menurut Arikunto (2010:2)
adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi
tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya
informasi tersebut digunakan untuk menentukan
alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah
keputusan. Dari pendapat dua pendapat diatas maka
dapat dipahami bahwa evaluasi merupakan poses
sistematis yang berkelanjutan dari sebuah aktifitas
atau program yang hasilnya dapat dijadikan sebagai
alternatif pengambilan keputusan.
Arikunto (2010:4) menjelaskan lagi bahwa
evaluasi program adalah proses untuk mengetahui
apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasi
Menurut Rahayu (2014:14) evaluasi program adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja
dan secara cermat untuk mengetahui tingkat
keterlaksanaan atau keberhasilan suatu program
untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam
rangka menentukan kebijakan selanjutnya yang
lebih tepat.
Dari pendapat beberapa pakar diatas maka
dapat dipahami bahwa evaluasi program merupakan
kegiatan mencari informasi dengan melakukan
pengukuran terhadap informasi yang diperoleh dari
pelaksanaan suatu program. Sehingga dapat diambil
31
keputusan terhadap kebijakan yang akan diterapkan
selanjutnya dalam pelaksanaan program. Berkaitan
dengan evaluasi program manajemen kesiswaan di
SDN 1 Reco, penelitian ini berupaya untuk mencari
dan melakukan pengukuran terhadap informasi yang
diperoleh dari pelaksanaan program manajemen
kesiswaan di SDN 1 Reco. Dari hasil yang diperoleh
maka dapat diambil keputusan terhadap
keberlanjutan program manajemen kesiswaan di
SDN 1 Reco.
2.2.3 Tujuan Evaluasi Program
Kegiatan evaluasi program tentu saja memiliki
tujuan yang diinginkan. Berikut ini tujuan evalusai
program menurut para ahli. Menurut Arikunto
(2010:18), tujuan diadakannya evaluasi program
adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan
program dengan langkah mengetahui
keterlaksanaan kegiatan program, karena
evaluator program ingin mengetahui bagaimana
dari komponen dan subkomponen program yang
belum terlaksana dan apa sebabnya. Dari pendapat
Arikunto dapat dipahami bahwa evaluasi program
bertujuan untuk mengetahui pencapaian program
32
dan mencari tahu hambatan selama program
dilaksanakan.
Sementara itu Mulyatiningsih (2011:114),
mengemukakan pendapatnya tentang tujuan
evaluasi program yaitu:
(1).Untuk menunjukkan sumbangan
program terhadap pencapaian tujuan
organisasi. Hasil evaluasi ini penting untuk
mengembangkan program yang sama
ditempat lain. (2).Mengambil keputusan
tentang keberlanjutan sebuah program,
apakah program perlu diteruskan, diperbaiki
atau dihentikan.
Dari pendapat Mulyatiningsih maka dapat
dipahami bahwa tujuan evaluasi progam yaitu untuk
menunjukkan sumbangan program sehingga dapat
dikembangkan di tempat lain dan mengambil
keputusan terhadap keberlanjutan program.
Menurut Widoyoko (2008:1), tujuan dari
evaluasi program adalah untuk menghasilkan
informasi yang dapat dijadikan sebagai dasar
pengambil keputusan, penyusunan kebijakan,
maupun penyusunan program berikutnya.
Sependapat dengan Widoyoko, Dwianti (2015:11)
mengemukakan pendapatnya bahwa tujuan dari
evaluasi program adalahuntuk mengetahui akhir dari
adanya program, dalam rangka menentukan
33
rekomendasi atas kebijakan program yang lalu,
yang pada tujuan akhirnya adalah untuk
menentukan kebijakan program selanjutnya.
Para pakar diatas sama-sama mengemukakan
pendapatnya bahwa tujuan evaluasi program
bertujuan untuk mengetahui keberlanjutan program
yang dilaksanakan. Akan tetapi dalam pendapat
Arikunto menyebutkan tujuan evaluasi program juga
untuk mengetahui hambatan yang dialami selama
melaksanakan program. Dengan demikian maka
dapat dipahami tujuan evaluasi program adalah
untuk mengetahui bagaimana program dilaksanakan
apakah sudah sesuai dengan tujuan awalnya dan
mengetahui hambatan (kekurangan) yang dialami
selama melaksanakan program sehingga dapat
diambil kesimpulan mengenai keberlanjutan program
tersebut.
2.2.4 Model Evaluasi Program
Dalam ilmu evaluasi program pendidikan ada
banyak model yang bisa digunakan untuk
mengevaluasi program itu sendiri. Meskipun antara
model yang satu dengan yang lainnya berbeda, akan
tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu
melaksanakan kegiatan pengumpulan data atau
34
informasi yang berkaitan dengan objek yang
dievaluasi, yang bertujuan untuk menyediakan
bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan
tindak lanjut pada suatu program.
Menurut Arikunto (2010:40) ada beberapa ahli
evaluasi program yang dikenal sebagai penemu
model evaluasi program adalah Stufflebeam,
Metfessel, Michael Scriven, Stake dan Glaser.
Kaufman dan Thomas membedakan model evaluasi
menjadi delapan yaitu :
1. Goal Oriented Evaluation Model 2. Goal Free Evaluation Model 3. Formatif Summatif Evaluation Model 4. Countenance Evaluation Model 5. Responsive Evaluation Model 6. CSE-UCLA Evaluation Model 7. CIPP Evaluation Model 8. Discrepancy Model
Dari bebeberapa model evaluasi program yang
telah disebutkan diatas, tidak semua cocok
diterapkan dengan program yang dilakukan di
sekolah. Dalam penelitian ini model evaluasi program
yang akan digunakan adalah model evaluasi
Discrepancy yang dikembangkan olehMalcolm
Provous. Alasan dipilihnya model Discrepancy karena
model ini memiliki tahapan yang jelas dalam
melakukan evaluasi. Evaluasi difokuskan untuk
mengetahui kesenjangan antara standar dan
35
implementasinya. Dengan diketahuinya kesenjangan
maka dibuat rekomendasi untuk memperbaiki
program Manajemen Kesiswaan yang ada di SDN 1
Reco. Pada akhirnya implementasi Program
Manajemen Kesiswaan di sekolah diharapkan dapat
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
2.2.5 Model Evaluasi Discrepancy
Kata Discrepancy adalah istilah bahasa Inggris,
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
menjadi ”kesenjangan”. Malcolm Provus adalah yang
mengembangkan model ini. Model ini merupakan
model yang menekankan pada pandangan adanya
kesenjangan di dalam pelaksanaan program.
Evaluasi program yang dilakukan oleh evaluator
mengukur besarnya kesenjangan yang ada disetiap
komponen. Kesenjangan ini sebetulnya merupakan
persyaratan umum bagi semua kegiatan evaluasi,
yaitu mengukur adanya perbedaan antara yang
seharusnya dicapai dengan yang sudah riel dicapai.
Evaluasi model kesenjangan menurut Provus
(Rahayu, 2014:14) adalah untuk mengetahui tingkat
kesesuaian antara baku (standar) yang ditentukan
dalam program dengan kerja (performance)
sesungguhnya dengan program tersebut. Baku
36
adalah kriteria yang ditetapkan, sedangkan kinerja
adalah hasil pelaksanaan program. Pendapat serupa
juga dikemukakan oleh Suciptoardi (2011:1) yang
menyatakan evaluasi kesenjangan dimaksudkan
untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standar
yang sudah ditentukan dalam program dengan
penampilan aktual dari program tersebut. Dari
pendapat pakar di atas dapat kita pahami bahwa
evaluasi kesenjangan menekankan pada
perbandingan antara yang seharusnya (standar) dan
kenyataan yang ada dilapangan.
Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa
evaluasi kesenjangan merupakan proses penilaian
terhadap pelaksanaan program sekaligus
membandingkan dengan standar pelaksanaan. Dari
perbandingan ini nantinya akan diperoleh
kesenjangan (perbedaan) antara yang standar
pelaksanaan dengan pelaksanaannya. Pada akhirnya
evaluator dapat mengambil kesimpulan tentang
kesenjangan yang ada sekaligus dapat memberikan
masukan pada pelaksana program untuk
memperbaiki program yang dilaksanakan.
Macam-macam kesenjangan yang dapat
dievaluasi dalam program pendidikan menurut
Rahayu (2014:14) antara lain:
37
1. Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan program
2. Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan akan diperoleh dengan yang benar-benar direalisasikan.
3. Kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan yang ditentukan
4. Kesenjangan tujuan 5. Kesenjangan mengenai bagian program
yang diubah 6. Kesenjangan dalam sistem yang tidak
konsisten.
Dari pendapat Rahayu maka dalam
mengevaluasi kesenjangan program dapat mengacu
pada kesenjangan antara rencana dengan
pelaksanaan, hasil yang ingin dicapai dengan hasil
nyata, kemampuan dengan standar pelaksanaan,
tujuan, program yang diubah, dan sistem yang tidak
konsisten. Dengan demikian maka dalam melakukan
evaluasi program dengan model kesenjangan kita
harus menentukan kesenjangan apa yang akan kita
teliti, sehingga hasil penelitian dapat fokus pada satu
masalah.
Provus memperkenalkan evaluasi program
Discrepancy dengan langkah-langkah: Definisi,
Instalasi, Proses, Produk, Analisis Biaya-Manfaat
(Cost-Benefit Analysis). Sependapat dengan Provus,
Suciptoardi (2011) menjelaskan langkah-langkah
38
atau tahap-tahap yang dilalui dalam mengevaluasi
kesenjangan adalah menyusun desain, tahap
instalasi, tahap proses, tahap produk, dan tahap
perbandingan. Perbedaan pendapat antara Provus
dan Suciptoardi adalah pada langkah yang ke lima.
Provus menjelaskan bahwa langkah yang ke lima
adalah analisis kesesuaian biaya, sedangkan
Suciptoardi lebih menekankan pada membandingkan
pelaksanakan program dengan standar
pelaksanaannya. Secara rinci kelima tahap itu antara
lain:
1. Tahap Penyusunan Desain. Dalam tahap ini
dilakukan kegiatan:
a. Merumuskan tujuan
b. Menyiapkan kelengkapan
c. Merumuskan standar dalam bentuk
rumusan yang menunjuk pada suatu yang
dapat diukur, biasa di dalam langkah ini
evaluator berkonsultasi dengan
pengembangan program.
Sesudah memahami tentang isi yang terdapat
di dalam program yang merupakan obyek
evaluasi, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan penyusunan desain.
39
2. Tahap Instalasi atau Penetapan Kelengkapan
Program. Yaitu melihat kelengkapan yang
tersedia sudah sesuai dengan yang diperlukan
atau belum. Dalam tahap ini dilakukan
kegiatan: Meninjau kembali penetapan
standar,Meninjau program yang sedang
berjalan,Meneliti kesenjangan antara yang
direncanakan dengan yang sudah dicapai.
3. Tahap Proses (Process). Dalam tahap ketiga
dari evaluasi kesenjangan ini adalah
mengadakan evaluasi, tujuan tujuan manakah
yang sudah dicapai. Tahap ini juga disebut
“tahap mengumpulkan data dari pelaksanaan
program”.
4. Tahap Pengukuran Tujuan (Product). Yaitu
tahap melaksanakan analisis data dan
menetapkan tingkat output yang diperoleh.
Pertanyaan yang diajukan dalam tahap ini
adalah “Apakah program sudah mencapai
tujuan terminalnya?”.
5. Tahap perbandingan (Program Comparation),
Yaitu tahap membandingkan hasil yang telah
dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam tahap ini evaluator menuliskan semua
penemuan kesenjangan untuk disajikan
40
kepada para pengambil keputusan, agar
mereka dapat memutuskan kelanjutan dari
program tersebut.
Kunci dari evaluasi Discrepancy adalah dalam
hal membandingkan penampilan dengan tujuan yang
telah ditetapkan. Yang menjadi dasar dalam evaluasi
program ini adalah menilai kesenjangan, dengan
demikian tanpa perlu menganailis pihak-pihak yang
dipasangkan. Kita segera dapat menyimpulkan
bahwa model evaluasi kesenjangan dapat ditetapkan
untuk mengevaluasi pemrosesan. Sebelum
melakukan desain evaluasi maka terlebih dahulu
harus dilakukan fokus evaluasi yaitu
mengkhususkan apa dan bagaimana evalusi akan
dilakukan. Bila evaluasi sudah terfokus, maka ini
berarti proses dan desain dimulai.
2.3 Penelitian Relevan
Berikut ini akan disajikan beberapa penelitian
yang relevan terkait degan manajemen kesiswaa,
diantaranya:
Penelitian yang berjudul “Manajemen Dan
Pengelolaan Peserta Didik (Studi Pada SD di Kota
Makassar)”. Oleh Kamaruddin dkk tahun
2013.Dengan hasil penelitian bahwa (1) Pengelolaan
41
peserta didik harus berbasis pada kebutuhan
mereka. (2) pengelolaan peserta didik memiliki
langkah-langkah penting yaitu: perencanaan
terhadap peserta didik; pembinaan peserta didik,
evaluasi peserta didik, dan mutasi peserta didik. (3)
Perlu sinkronisasi antara output kebutuhan peserta
didik dengan kapasitas sumberdaya jurusan atau
prodi setempat.
Penelitian yang berjudul “Manajemen Peserta
Didik Sekolah Luar Biasa Di Yayasan SLB Tunas
Mulya Surabaya”. Oleh Purwanto tahun 2013. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kegiatan
perencanaan penerimaan peserta didik baru
merupakan kegiatan yang sangat penting untuk
dilakukan. Pelaksanaan pengelolaan dan pembinaan
peserta didik dilakukan dengan menekankan pada
aspek individual dari masing-masing anak,
pembelajarannya dilakukan dengan adanya berbagai
inovasi dan kreatifitas dari guru dalam
menyampaikan pembelajaran sedangkan kegiatan
pembinaannya dilakukan dengan selalu memberikan
pendekatan kepada setiap siswa. Penilaian dan
evaluasi peserta didik menganut standar dari
pemerintah namun ada penyederhanaan.Kelulusan
dapat dilakukan setelah siswa mengikuti seluruh
42
rangkaian ujian dan setelah siswa lulus maka dapat
bergabung dengan ikatan alumni.
Penelitian yang berjudul“Manajemen Peserta
Didik Di Sekolah Satu Atap”. OlehIrfan, dkk tahun
2013. Hasil penelitian menunjukkan tahapan dalam
manajemen peserta didik mulai dari proses
perencanaan, penerimaan peserta didik baru,
pengelompokan, pengaturan mutasi dan drop out,
pengaturan disiplin dan tata tertib, pembinaan,
hingga penilaian di Sekolah Satu Atap.
Penelitian yang berjudul“Evaluation of a
comprehensive behavior management program to
improve school-wide positive behavior support”. Oleh
Metzler, dkk pada tahun 2001. Penelitian ini
menjelaskan evaluasi pendekatan konsultatif untuk
membantu sekolah-sekolah menengah dalam
menerapkan praktek manajemen perilaku sekolah
berbasis empiris. Hasil penelitian menunjukkan
adanya peningkatan dukungan positif untuk perilaku
sosial yang tepat dan pada penurunan perilaku sosial
agresif dikalangan siswa di sekolah. Disiplin rujukan
secara signifikan menurunkan pelecehan diantara
laki-laki untuk siswa kelas 7. Persepsi siswa tentang
keamanan sekolah menjadi lebih baik, namun tidak
terjadi di sekolah pembanding. Laporan siswa secara
43
fisik atau secara lisan menyerang sehari sebelumnya
berkurang di sekolah target, tapi perubahan ini juga
terlihat di sekolah pembanding.
Penelitian yang berjudul“Effects and
implications of self-management for students with
autism a meta-analysis” oleh Lee, dkk pada tahun
2007.Penelitian ini melaporkan hasil pemeriksaan
kemanjuran manajemen diri untuk meningkatkan
perilaku yang sesuai dari anak-anak dan remaja
dengan autisme. Hasil dalam penelitian ini
menunjukkan nilai PND rata menunjukkan bahwa
intervensi manajemen diri adalah pengobatan yang
efektif untuk meningkatkan frekuensi perilaku yang
sesuai dari siswa dengan autisme. Implikasi untuk
penelitian lebih lanjut memperluas penggunaan dan
pemahaman tentang prosedur pengelolaan diri untuk
siswa didiagnosis dengan autisme dibahas.
Penelitian yang berjudul “Comparisons of
student satisfaction with the school food service
programs in middle and high schools by food service
management types” oleh Kim, dkk pada tahun 2003.
Penelitian ini membahas tentang manajemen
layananan makanan bagi siswa. Hasil penelitian
menunjukkan siswa puas dengan pelayanan
makanan di sekolah. Selain itu kepuasan siswa
44
terhadap sanitasi sekolah tidak sama seperti
kepuasan siswa terhadap layanan makanan, dimana
siswa merasa tidak puas dengan layanan sanitasi
sekolah. Dalam penelitian ini dijelaskan pula tentang
bagaimana pemberian jumlah makanan pada siswa
disarankan supaya disesuaikan dengan tingkat
perkembangan siswa.
Penelitian oleh Kamaruddin dkk (2013)
menekankan dalam melaksanakan manajemen
kesiswaan perlu menyesuaikan dengan kebutuhan
siswa dan dijalankan sesuai denga prosedur yang
ada. Selain itu sekolah juga harus menyesuaikan
antara sarana prasarana yang ada dengan jumlah
siswa.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Purwanto (2013) menekankan pentingnya
menajemen kesiswaan di sekolah. Manajemen
kesiswaan yang diteliti antara lain adalah
perencanaan peserta didik baru, pengelolaan peserta
didik, penilaian peserta didik, serta kelulusan dan
alumni. Bila dibandingkan dengan penelitian
Purwanto, penelitian Irfan, dkk (2013) memiliki
lingkup yang lebih luas. Dalam penelitian Irfan, dkk
lingkup manajemen kesiswaan meliputi
perencanaan, penerimaan peserta didik baru,
45
pengelompokan, pengaturan mutasi dan drop out,
pengaturan disiplin dan tata tertib, pembinaan,
hingga penilaian.
Berbeda dengan tiga penelitian di atas
penelitian oleh Metzler, dkk (2001) menjelaskan
tentang penerapan manajemen perilaku
komperhensif. Dari hasil penelitian oleh Metzler, dkk
menunjukkan bahwa manajemen perilaku
komperhensif dapat memberikan dampak positif bagi
perilaku sosial siswa. Sementara Lee, dkk (2007)
melakukan penelitian tentang manajemen diri yang
diterapkan kepada siswa yang memiliki autisme.
Hasil penelitian oleh Lee, dkk menunjukkan adanya
peningkatan perilaku yang baik setelah manajemen
diri di terapkan pada sekolah dengan siswa autisme.
Sedangkan penelitian Kim, dkk (2003) yang
meneliti tentang kepuasan siswa terhadap kepuasan
siswa pada layanan makanan dan layanan sanitasi
sekolah. Dalam penelitian Kim, dkk ada beberapa
persamaan kesimpulan dengan penelitian
Kamaruddin dkk, dimana dalam memberikan
layanan kepada siswa harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan kemampuan siswa.
Penelitian-penelitian diatas berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis. Dimana
46
dalam penelitian yang dirancang penulis akan
berkonsentrasi pada penelitian evaluasi pada
program manajemen kesiswaan. Jika dalam
penelitian di atas hanya dibahas tentang pengukuran
terhadap pelaksanaan manajemen kesiswaan di
sekolah. Penelitian yang dirancang penulis ini akan
mengukur sekaligus mencari kesenjangan antara
pelaksanaan program Manajemen Kesiswaan dengan
standard pelaksanaan manajemen kesiswaan. Selain
itu ruang lingkup dalam penelitian ini akan lebih
luas dibandingkan penelitian sebelumnya. Sehingga
dengan adanya enelitian ini diharapkan mampu
membentu pelaksana program dalam menyusun dan
melaksanakan program Manajemen Kesiswaan di
sekolah.
2.3 Kerangka Pikir
Dalam lingkup sekolah pengelolaan kesiswaan
menjadi penting untuk dilaksanakan guna
memberikan pelayanan maksimal kepada siswanya.
Maka program manajemen kesiswaan menjadi
penting untuk dilaksanakan guna memberikan
pelayanan kepada siswa. Evaluasi manajemen
kesiswaan bertujuan untuk mengetahui keberlajutan
program dengan mencari kesenjangan-kesenjangan
47
yang ada dan mengetahui hambatan selama
melaksanakan serta mengetahui hasil dari
pelaksanaan program.
Berdasarkan tujuan dan masalah yang ada,
penulis melakukan penelitian evaluasi program
manajemen kesiswaan menggunakan pendekatan
Discrepancy(kesenjangan). Pendekatan Discrepancy
ini menitikberatkan pada kesenjangan yang muncul
dalam desain program, instalasi program, proses
pelaksanaan program, dan hasil (produk) program
manajemen kesiswaan. Dari kesenjangan yang
muncul maka akan diketahuai solusi yang tepat
guna memperbaiki program manajemen kesiswaan
ke depannya. Berikut kerangka pikir evaluasi
program manajemen kesiswaan di SDN 1 reco
berdasarkan model Discrepancy.