Post on 11-Feb-2018
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1. Gambaran Umum Kota Bandung
Gambaran umum Kota Bandung dijelaskan menurut, georafis,
kependudukan, perekonomian perencanaan kota sebagai berikut:
2.1.1. Geografis Kota Bandung
Bandung terletak pada koordinat 107° BT and 6° 55’ LS. Luas Kota
Bandung adalah 16.767 hektare. Kota ini secara geografis terletak di tengah-
tengah provinsi Jawa Barat, dengan demikian, sebagai ibu kota provinsi, Bandung
mempunyai nilai strategis terhadap daerah-daerah di sekitarnya.
Kota Bandung terletak pada ketinggian ±768 m di atas permukaan laut rata-
rata (mean sea level), dengan di daerah utara pada umumnya lebih tinggi daripada
di bagian selatan. Ketinggian di sebelah utara adalah ±1050 msl, sedangkan di
bagian selatan adalah ±675 msl. Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga
Bandung merupakan suatu cekungan (Bandung Basin).
Melalui Kota Bandung mengalir sungai utama seperti Sungai Cikapundung
dan Sungai Citarum serta anak-anak sungainya yang pada umumnya mengalir ke
arah selatan dan bertemu di Sungai Citarum, dengan kondisi yang demikian,
Bandung selatan sangat rentan terhadap masalah banjir.
2.1.2. Kependudukan
Penduduk Kota Bandung berdasarkan hasil Susenas tahun 2005
adalah 2.270.970 jiwa (penduduk perempuan 1.135.485 Jiwa dan penduduk
laki-laki 1.135.485 jiwa). Angka tersebut menentukan Laju Pertumbuhan
Penduduk (LPP) sebesar 1,72%.
Rata-rata kepadatan penduduk Kota Bandung 13.505 jiwa/Km2, dilihat
dari segi kepadatan penduduk per Kecamatan, maka Kecamatan Bojongloa
Kaler merupakan daerah terpadat dengan kepadatan penduduk 39.256 jiwa/Km2.
Salah satu upaya Pemerintah Kota Bandung untuk mengurangi
tingkat kepadatan penduduk adalah dengan Program Transmigrasi ke daerah
II - 2
luar Pulau Jawa, diantaranya ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan
Irian Jaya.
Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Kota Bandung Menurut Kecamatan, Luas Wilayah Serta Kepadatan Penduduk Per Km 2
No Kecamatan Luas (km2) Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk/km2 1 Bandung Kulon 6.46 125.929 19.494 2 Babakan Ciparay 7.45 127.151 17.067 3 Bojongloa Kaler 3.03 118.948 39.257 4 Bojongloa Kidul 6.26 74.626 11.921 5 Astanaanyar 2.89 73.992 25.603 6 R e g o l 4.3 78.69 18.3 7 Lengkong 5.9 74.621 12.648 8 Bandung Kidul 6.06 50.119 8.27 9 Margacinta 10.87 118.299 1.088 10 Rancasari 13.17 64.659 4.91 11 Cibiru 10.81 79.968 7.398 12 Ujungberung 10.34 77.096 7.456 13 Arcamanik 8.8 62.777 7.134 14 Cicadas 8.66 97.561 11.266 15 Kiaracondong 6.12 125.6 20.523 16 Batununggal 5.03 121.65 24.185 17 Sumur Bandung 3.4 40.594 11.939 18 A n d i r 3.71 95.447 25.727 19 Cicendo 6.86 102.139 14.889 20 Bandung Wetan 3.39 33.404 9.853 21 Cibeunying Kidul 5.25 109.337 20.826 22 Cibeunying Kaler 4.5 70.546 15.677 23 Coblong 7.35 122.161 16.621 24 Sukajadi 4.3 100.943 23.475 25 Sukasari 6.27 77.75 12.4 26 Cidadap 6.11 46.962 7.686
Jumlah/Total 2005 167.29 2.270.970 13.505 2004 167.29 2.232.624 13.346 2003 167.29 2.228.268 13.32 2002 167.29 2.142.194 12.805
Sumber : Bandung Dalam Angka (2005)
2.1.3. Perekonomian
Laju pertumbuhan ekonomi Kota Bandung, berkembang cukup
signifikan yaitu dari 7,31 % pada tahun 2003 menjadi 7,47 % pada tahun 2004
(Data BPS), kondisi tersebut sudah berada di atas LPE Propinsi Jawa Barat yaitu
4,50 % pada tahun 2003 menjadi 5,06 % pada tahun 2004. PDRB perkapita kota
Bandung atas dasar harga konstan pada tahun 2004 mengalami peningkatan
sebesar Rp 1.772.605 menjadi Rp 12.282.595 dari tahun 2003 yang
II - 3
mencapai Rp 10.509.990. Berdasarkan kriteria Bank Dunia angka pemerataan
pendapatan di Kota Bandung baru mencapai 13,34 %, yang berarti bahwa
40 % penduduk (893.050 jiwa) berpenghasilan rendah menerima pendapatan
rata-rata perkapita per tahun sebesar 13,44 % dari seluruh PDRB Kota
Bandung yang mencapai Rp 19.402.859.000.000,-, maka sejumlah 893.050 jiwa
hanya meniikmati sebesar Rp. 2.898.318,-. Sementara sejumlah 40 % (893.050
jiwa) menerima 26,47 % dari total PDRB atau menerima sebesar Rp 5.751.006,-
sedangkan 20 % penduduk (446.525 jiwa) berpenghasilan tinggi menikmati
sebesar 61,19 % dari total PDRB atau menerima pendapatan rata-rata perjiwa
pertahun sebesar Rp 26.154.383, dengan demikian masih terjadi disparitas
dalam distribusi pendapatan Kota Bandung.
Kontribusi sektor yang cukup besar terhadap PDRB kota Bandung berasal
dari sektor jasa yang disusul oleh sektor industri pengolahan dan sektor prasarana
(utiliy). Usaha-usaha tersebut sebagain besar dilaksanakan Koperasi, Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM).
2.1.4. Perencanaan Kota
Kota Bandung dalam konteks pembangunan nasional sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN) ditetapkan sebagai salah satu Pusat Kegiatan
Nasional (PKN) disamping 14 kota yang lainnya yaitu Medan, Batam,
Palembang, Bandar Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,
Denpasar, Pontianak, Balikpapan, Manado, Ujung Padang, Biak. Disamping itu
dalam RTRWN tersebut, Kota Bandung dan sebagian wilayah Kabupaten
Bandung ditetapkan juga sebagai Kawasan Andalan Cekungan Bandung dengan
sektor unggulan industri, pertanian tanaman pangan, pariwisata dan
perkebunan. Sedangkan dalam konteks pembangunan regional sesuai dengan
Perda Propinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2003 tentang RTRW Propinsi Jawa Barat,
Kota Bandung merupakan Pusat Pertumbuhan Wilayah Barat disamping
DKI Jakarta.
Pembangunan Kota Bandung dalam konteks regional di era otonomi saat ini
menjadi salah satu isu strategis mengingat kota Bandung terbuka terhadap
II - 4
wilayah di sekitarnya disamping peranannya sebagai pusat pertumbuhan yang
ditunjang dengan kelengkapan infrastruktur pelayanan serta memiliki iklim yang
sejuk, mendorong migrasi penduduk dari wilayah di sekitarnya. Kota
Bandung sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat terus berkembang, perkembangan
Bandung bukan hanya terpusat di pusat kota, akan tetapi terus menyebar seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk sebagai akibat arus migrasi yang
mengakibatkan tingginya pertumbuhan penduduk.
Disatu sisi peningkatan jumlah penduduk akibat migrasi dengan
berbagai aktivitasnya menuntut adanya peningkatan penyediaan infrastruktur
pelayanan, sedangkan disisi lain tidak mungkin Pemerintah Kota dengan segala
keterbatasan, dana dan sumber daya lingkungan, diharapkan akan menyediakan
fasilitas pelayanan tersebut secara terus-menerus. Oleh karena itu diperlukan
adanya koordinasi dengan wilayah di sekitarnya dalam perumusan kebijakan
secara terpadu.
Arahan fungsi sistem kota-kota di Metropolitan Bandung merupakan arahan
untuk menetapkan sistem perwilayahan dengan hierarki pusat-pusat pelayanan
jasa dan produksi sesuai dengan fungsi, kecenderungan perkembangan dan
orientasi perkembangannya. Arahan sistem kota-kota Metropolitan Bandung
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.2. Arahan Sistem Kota-Kota Wilayah Metropolitan Bandung
Kota Inti Bandung - Cimahi Kota Satelit 1. Lembang
2. Padalarang dan sekitarnya 3. Soreang dan sekitarnya 4. Banjaran dan sekitarnya 5. Majalaya dan sekitarnya 6. Rancaekek dan sekitarnya
Fungsi khusus 1. Cipendeuy dan sekitarnya 2. Cililin 3. Ciwidey dan sekitarnya 4. Pangalengan 5. Jatinangor dan sekitarnya
Sumber : Penyusunan Rencana Strategis Infrastruktur Wilayah Metro Bandung, Dinas Tata Ruang dan Permukiman Jawa Barat (2004)
Adapun fungsi sistem kota-kota di Wilayah Metropolitan Bandung dapat
dilihat pada tabel berikut :
II - 5
Tabel 2.3. Arahan Fungsi Sistem Kota-Kota Wilayah Metropolitan Bandung
No Peran Kota/Kawasan Kegiatan 1 Kota Inti Bandung - Cimahi • Pemerintahan
• Perkantoran • Jasa • Perdagangan grosir • Industri (teknologi tinggi)
2 Kota Satelit Lembang • Pariwisata • Perdagangan dan jasa • Permukiman • Pertanian
Padalarang • Industri • Perdagangan dan jasa • Permukiman
Soreang • Pemerintahan • Perdagangan dan jasa • Industri • Permukiman
Banjaran • Industri • Perdagangan dan jasa • Permukiman
Majalaya • Industri • Perdagangan dan jasa • Permukiman
Cicalengka • Industri • Perdagangan dan jasa • Permukiman
3 Fungsi Khusus Jatinangor • Pendidikan Tinggi • Perdagangan dan jasa • Permukiman
Cipeundeuy • Industri • Perdagangan • Permukiman
Cililin • Industri • Permukiman
Ciwidey • Pariwisata • Permukiman • Pertanian
Pangalengan • Pariwisata • Permukiman • Pertanian
Sumber : Penyusunan Rencana Strategis Infrastruktur Wilayah Metro Bandung, Dinas Tata Ruang dan Permukiman Jawa Barat (2004)
II - 6
2.2. Gambaran Umum Kota Jakarta
Jakarta berkedudukan sebagai propinsi sekaligus Ibukota Negara Republik
Indonesia, hal ini membedakan Kota Jakarta dengan propinsi lain yang ada di
Indonesia. Sebagai sebuah propinsi, Jakarta dikepalai oleh seorang Gubernur yang
bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia melalui Menteri
Dalam Negeri. Dengan memiliki posisi ganda sebagai kota propinsi dan ibukota
negara, Jakarta memperoleh status sebagai Daerah Khusus Ibukota ( DKI ).Badan
Perencana Pembangunan Daerah ( BAPPEDA ) menetapkan kebijakan - yang
merupakan petunjuk bagi badan-badan pemerintah daerah - serta membantu
Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam menetapkan kebijakan-
kebijakan mengenai perencanaan strategis,pembangunan, dan keuangan untuk
wilayah DKI Jakarta. DKI Jakarta terdiri dari lima Kotamadya dan satu
Kabupaten Administratif, yang berkedudukan sebagai daerah swatantra tingkat
dua, di bawah pengawasan kantor Gubernur. Kelima kotamadya tersebut adalah
Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan
Kabupaten Kepulauan Seribu. Tiap kotamadya dikepalai oleh seorang Walikota
yang membantu mempersiapkan perencanaan wilayahnya, sedangkan Kepulauan
Seribu dikepalai oleh seorang Bupati bertanggung jawab dalam bidang keuangan.
Masing-masing wilayah kota membawahi sejumlah kecamatan dan kelurahan. Di
seluruh DKI Jakarta terdapat 43 kecamatan dan 265 kelurahan. Selain itu terdapat
juga organisasi-organisasi kemasyarakatan yakni Rukun Tetangga (RT), Rukun
Warga (RW), yang berada di bawah yurisdiksi kecamatan.
2.2.1. Geografis Kota Jakarta
Jakarta terletak pada koordinat 6°12' Lintang Selatan, 106°48' Bujur Timur,
dan 7 m diatas permukaan laut. Luas Kota Jakarta adalah sekitar 740 km². Kota ini
terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Karena Jakarta merupakan sebuah kota
yang amat besar dan sekaligus ibu kota Indonesia, maka kota ini mempunyai
status yang sama dengan sebuah provinsi.
II - 7
2.2.2. Kependudukan
Jumlah penduduk DKI Jakarta berbeda antara siang dan malam hari. Hal ini
disebabkan banyaknya penduduk yang bekerja di Kota Jakarta mempunyai tempat
tinggal di daerah sekitarnya, seperti Bogor, Bekasi, Depok dan Tangerang.
Tabel 2.4. Proyeksi Penduduk DKI Jakarta Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin pada Tahun 2007
Umur Laki-laki Perempuan Jumlah 0 - 4 363.400 353.700 717.100 5 - 9 340.800 333.200 674.000
10 - 14 372.100 372.700 744.800 15 - 19 357.200 378.600 735.800 20 - 24 403.700 458.600 862.300 25 - 29 502.700 554.700 1.057.400 30 - 34 506.700 521.600 1.028.300 35 - 39 404.900 395.100 800.000 40 - 44 304.100 299.800 603.900 45 - 49 236.500 240.800 477.300 50 - 54 188.200 184.400 372.600 55 - 59 139.400 132.100 271.500 60 - 64 97.100 91.900 189.000 65 - 69 65.100 63.800 128.900 70 - 74 38.100 40.900 79.000
75 + 33.100 39.000 72.100 Jumlah 4.353.100 4.460.900 8.814.000
Sumber : BPS Jakarta
2.2.3. Perencanaan Kota
Tata ruang kota Jakarta untuk masa mendatang, sesuai dengan Peraturan
Daerah DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
bahwa arahan penataan ruang wilayah akan ditujukan untuk melaksanakan 3 (tiga)
misi utama, yaitu :
1. Membangun Jakarta yang berbasis pada masyarakat
2. Mengembangbiakan lingkungan kehidupan perkotaan yang berkelanjutan
3. Mengembangkan Jakarta sebagai kota jasa skala nasional dan internasional
Penataan ruang kota Jakarta dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan
masyarakat yang sejahtera berbudaya dan berkeadilan, terselenggaranya
II - 8
pemanfaatan ruang wilayah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
hidup sesuai dengan kemampuan daya dukung dan daya tampungnya, kemampuan
masyarakat dan pemerintah, serta kebijakan pembangunan nasional dan daerah.
Selain itu penataan ruang juga bertujuan untuk mewujudkan keterpaduan dalam
penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan serta terselenggaranya
pengaturan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan budi daya.Dengan
adanya penataan ruang yang lebih baik dan terarah, diharapkan visi pembangunan
kota Jakarta yaitu agar sejajar dengan kota-kota besar negara maju lainnya dapat
terwujud.
2.3. Keterkaitan Bandung- Jakarta
Pergerakan dari Bandung ke seluruh Indonesia menurut hasil survey asal
tujuan nasional (Origin-Destination) yang dilaksanakan oleh Departemen
Perhubungan Tahun 2001 menggambarkan tingginya perjalanan Bandung –
Jakarta sebagai berikut :
Tabel 2.5. Jumlah Pergerakan Penumpang dari Bandung
Provinsi Jumlah Prosen- Tujuan Penumpang tase DI Aceh 169,998 0.1765%
Sumatera Utara 240,387 0.2495% Sumatera Barat 97,364 0.1011%
Riau 41,169 0.0427% Jambi 10,792 0.0112%
Sumatera Selatan 202,460 0.2101% Bengkulu 60,695 0.0630% Lampung 112,091 0.1163%
Kep. Bangka Belitung 2,481 0.0026% DKI Jakarta 4,200,097 4.3596% Jawa Barat 79,787,231 82.8174%
Jawa Tengah 7,300,582 7.5778% DI Yogyakarta 561,336 0.5827%
Jawa Timur 2,108,143 2.1882% Banten 1,006,294 1.0445%
Bali 183,063 0.1900% Nusa Tenggara Barat 222,683 0.2311% Kalimantan Selatan 31,536 0.0327%
Sulawesi Selatan 1,176 0.0012% Irian Jaya Tengah 1,510 0.0016%
Jumlah 96,341,088 100.0000%
II - 9
Sumber : Hasil Survey Asal Tujuan Departemen Perhubungan, 2001 (diolah)
Huruf dan angka yang ditebalkan pada tabel diatas memperlihatkan volume
perjalanan penumpang tertinggi dari Bandung. Perjalanan dalam Provinsi Jawa
Barat masih mendominasi dengan prosentase 82,82% diikuti perjalanan menuju
Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,58%, kemudian perjalanan menuju Provinsi DKI
Jakarta dengan prosentase 4,36%.Perlu dicatat bahwa studi ini dilakukan sebelum
dibukanya jalan tol Cipularang yang telah membuat aksesibilitas Bandung –
Jakarta saat ini semakin baik.
Yun Artanti dan Niken Puspitasari (2002), menggambarkan bahwa
perjalanan Bandung – Jakarta terus meningkat setiap tahun, berdasarkan
rekapitulasi data 1996-1999, perjalanan Bandung-Jakarta telah mencapai 9 juta
orang per tahunnya dengan tingkat pertumbuhan sebesar 8% per tahun. Tingginya
perjalanan Bandung – Jakarta atau sebaliknya ini disebabkan oleh masing-masing
kota mempunyai karakteristik yang saling menguntungkan. Kota Bandung yang
dikenal dengan sebutan “Kota Kembang” sangat menarik bagi pengunjung yang
berasal dari Kota Jakarta yang merupakan kota bisnis. Karena jaraknya yang
cukup dekat, banyak penduduk Kota Jakarta yang menghabiskan akhir pekannya
di Kota Bandung. Tidak sedikit pula penduduk Kota Jakarta yang mempunyai
rumah peristirahatan/villa di Kota Bandung.
Umbou, Laode Muhammad Idul (2006), menyatakan bahwa dengan
dioperasikannya Tol Cipularang, menyebabkan terjadinya :
a. pengalihan penumpang yang berasal dari moda angkutan lain dan atau
moda angkutan yang sama namun berbeda rute yang ditempuhnya, sebesar
19,85 %;.
b. bangkitan perjalanan baru 5,88 %;
c. peningkaan frekuensi perjalanan 14,97 %.
Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan lalu lintas kendaraan dan
penumpang asal Jakarta dengan tujuan Bandung sebesar 40,70 %. Peningkatan
pergerakan ini berasal dari peningkatan frekuensi perjalanan digunakan untuk :
perjalanan wisata sebesar 37,24 %, perjalanan bisnis sebesar 31,47 %, perjalanan
sosial sebesar 27,62 %, perjalanan kuliah sebesar 4,20 % dan sisanya merupakan
perjalanan pekerjaan.
II - 10
Melihat peningkatan lalu lintas Jakarta Bandung yang cukup besar,
menunjukan Kota Bandung sangat atraktif bagi warga Jakarta, terutama untuk
perjalanan wisata, dimana sebagian perjalanan bisnis dan sosial pun diikuti
dengan kegiatan wisata.
2.3.1. Infrastruktur Transportasi
Pengembangan infrasruktur transportasi di Wilayah Metropolitan Bandung
diarahkan agar dapat mendukung struktur ruang untuk meningkatkan interaksi
antara pusat pertumbuhan (kota inti, kota satelit) dengan wilayah penunjangnya
(termasuk kawasan khusus), dan antar pusat pertumbuhan (kota inti/kota satelit).
Upaya peningkatan interaksi tersebut dilakukan melalui peningkatan kapasitas
jalan khususnya yang menghubungkan kota inti (Bandung-Cimahi) dan kota
satelit (Soreang, Banjaran, Majalaya, Padalarang, Lembang, dan Cicalengka).
Selain itu juga dengan meningkatkan fungsi jalan terutama penghubung antara
kota satelit dan kawasan/ fungsi khusus (Cipeundeuy, Cililin, Ciwidey dan
Pangalengan).
Dalam hal pelayanan angkutan umum, seperti halnya bus way Di Jakarta,
Kota Bandung merencanakan untuk mengoperasikan Trans Metro Bandung
(TMB) dengan jurusan Cibiru-Cibeureum. Saat ini, Pemerintah Daerah Kota
Bandung tengah membangun prasarana untuk mendukung pengoperasian TMB ini
yang direncakan akan melintasi jalan Soekarna-Hatta dari ujung timur ke ujung
barat kota Bandung.
Untuk pergerakan keluar Wilayah Metropolitan Bandung, terdapat
infrastruktur seperti Bandara Internasional Husein Sastranegara yang
menghubungkan Bandung dengan kota-kota lainnya di Indonesia, Singapore dan
Kuala Lumpur di Malaysia. Bandung juga mempunyai dua stasiun kereta api,
yaitu Stasiun Bandung yang melayani rute Bandung-Jakarta (Gambir), Surabaya
dan Semarang setiap harinya untuk kelas Bisnis dan Eksekutif dan Stasiun
Kiaracondong untuk Kelas Ekonomi. Jalan tol Padaleunyi menghubungkan
Padalarang, Cimahi, Bandung sebelah selatan dan Cileunyi. Selanjutnya jalan tol
yang menghubungkan Padalarang dan Purwakarta (Cipularang) sudah dibangun,
digabungkan dengan Padaleunyi dan dinamai Purbaleunyi. Jalan tersebut
II - 11
mempersingkat perjalanan antara Bandung dan Jakarta. Dengan adanya jalur ini,
waktu tempuh Jakarta-Bandung hanya 1,5 jam sampai dengan 2 jam
Selain infrasruktur yang disebutkan diatas, Kota Bandung juga memiliki
Jembatan Pasupati yang menghubungkan bagian utara dan timur Bandung
melewati lembah Cikapundung. Panjangnya 2,8 km dan lebarnya 30-60 m
2.3.2. Permasalahan Infrastruktur Transportasi
Permasalahan pelayanan transportasi yang dihadapi Metropolitan Bandung
menurut studi “Penyusunan Rencana Strategis Infrastuktur Wilayah Metro
Bandung” yang disusun oleh Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa
Barat Tahun 2004 adalah sebagai berikut :
a. terdapatnya hambatan samping dan volume lalulintas tinggi ;
b. kinerja pelayanan jalan pada beberapa ruas jalan relatif rendah (VCR
tinggi);
c. tingkat pergerakan internal – eksternal yang tinggi ;
d. keberadaan terminal bayangan ;
e. jumlah angkutan umum yang tinggi;
f. tingginya penggunaan kendaraan pribadi (90% perjalanan dibandingkan
angkutan umum).
Permasalahan tersebut dipengaruhi pula oleh keterbatasan sarana dan
prasarana tranportasi seperti antara lain :
a. rendahnya total luas jaringan jalan dengan total daerah perkotaan yang
harus dilayani (1,5%);
b. kapasitas operasional ruas jalan menurun (30-40%) kapasitas
seharusnya;
c. ketidakseimbangan ketersediaan prasarana jalan, misal antara wilayah
selatan dan utara serta kabupaten dan kota ;
d. kondisi jalan banyak yang rusak ;
e. efisiensi utilitas rendah ;
f. disiplin penggunaan badan jalan masih kurang ;
g. ketidaklengkapan hirarki jaringan jalan.
II - 12
2.4. Pilihan Moda Perjalanan
Pilihan moda perjalanan dibedakan atas pemilihan moda untuk perjalanan
Bandung – Jakarta dan untuk Bandung- Bandara Soekarno Hatta, dengan
pertimbangan masing-masing perjalanan mempunyai karakteristik yang berbeda.
Untuk perjalanan Bandung – Jakarta, tujuan akhir perjalanan adalah Jakarta,
sedangkan untuk perjalanan Bandung – Sukarno Hatta, Jakarta tidak dipandang
sebagai tujuan akhir perjalanan, namun sebagai kota persinggahan. Perbedaan
tujuan akhir perjalanan ini akan mempengaruhi penentuan moda yang akan
digunakan oleh penumpang.
2.4.1. Pilihan Moda Perjalanan Bandung - Jakarta
Perjalanan pada lintasan Bandung – Jakarta dapat ditempuh dengan
beberapa macam transportasi, yaitu dengan kendaraan pribadi, bus antar kota,
kereta api, travel dan pesawat terbang. Popularitas masing-masing jenis angkutan
tersebut berubah seiring dengan perkembangan infrastruktur masing-masing jenis
angkutan.
Pada awalnya angkutan bus menjadi primadona untuk melayani perjalanan
Bandung – Jakarta dengan angkutan umum, pada saat itu rute yang ditempuh
adalah via Puncak atau Sukabumi. Dengan semakin padatnya volume lalu lintas
pada lintasan tersebut dan terjadi peningkatan pelayanan angkutan kereta api,
sebagian masyarakat mulai beralih menggunakan moda kereta api pilihan utama.
Dengan dibangunnya tol Jakarta – Cikampek, moda angkutan jalan menjadi
pesaing moda angkutan kereta api.
Pembangunan Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang) yang
diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhyono pada Hari Selasa 12 Juli 2005
bersamaan dengan peresmian pengoperasian jembatan layang Pasteur-
Cikapayang-Suropati (Pasupati) di Kota Bandung (Majalah Tempo, 12 Juli
2005), membuat jarak antara Bandung – Jakarta semakin terasa lebih dekat.
Sebagai gambaran waktu perjalanan, apabila melewati jalan biasa diperlukan
waktu tempuh antara tiga sampai empat jam, sedangkan dengan menggunakan tol
Cipularang waktu tempuh dapat dipersingkat menjadi kurang dari dua jam. Hal ini
II - 13
membuat moda kereta api menjadi kurang populer, karena waktu tempuh dengan
menggunakan kereta api masih lebih dari 2,5 jam.
Di satu sisi, perkembangan infrastruktur ini membuat gairah baru
kepengusahaan angkutan pada lintasan Bandung – Jakarta. Pilihan perjalanan
bukan hanya pada kereta api dan bus antar kota, tapi ada pilihan lain yang lebih
menarik yaitu travel yang melewati tol Cipularang. Beberapa angkutan travel yang
berkembang diantaranya adalah CitiTrans, X-Trans, Tranzlink dan Cipaganti.
Namun di sisi lain perkembangan pilihan rute ini kurang menguntungkan bagi
perusahaan- perusahaan yang lambat beradaptasi dengan perubahan. Perusahaan-
perusahaan bus antar kota yang tetap menggunakan rute lama (tidak melalui tol
Cipularang) mengalami penurunan pendapatan yang diakibatkan rendahnya
jumlah penumpang. Faktor lain yang membuat angkutan travel diminati adalah
pelayanan yang diberikan merupakan door to door service atau atau point to point
service, tidak menggunakan terminal sebagai tempat menaikkan/menurunkan
penumpang.
2.4.2. Pilihan Moda Perjalanan Bandung – Bandara Soekarno Hatta
Perjalanan antara Bandung dan Bandara Soekarno Hatta dapat ditempuh
dengan beberapa macam jenis angkutan. Perjalanan ini dapat digolongkan menjai
dua tipe, yaitu perjalanan langsung tanpa pengantian kendaraan dan perjalanan
tidak langsung dengan pergantian kendaraan (singgah dan berganti kendaraan di
Jakarta), baik dengan jenis angkutan yang sama maupun jenis angkutan yang
berbeda. Jarak lurus Bandung - Bandara Soekarno Hatta adalah 135 km,
sedangkan jarak lurus Bandung - Jakarta adalah 116 km.
II - 14
Gambar 2.1. Tipe Perjalanan Bandung – Bandara Soekarno Hatta
Jenis angkutan yang ada saat ini untuk perjalanan langsung tanpa ganti
kendaraan adalah kendaraan pribadi, travel dan angkutan pemadu moda antar
kota, sedangkan jenis angkutan untuk perjalanan dengan ganti kendaraan (singgah
dan berganti kendaraan di Jakarta) adalah :
a. untuk menempuh ruas Bandung – Jakarta (antar kota) mempergunakan
kendaraan pribadi, travel, bus antar kota, kereta api dan pesawat
terbang;
b. untuk menempuh ruas Jakarta – Bandara Soekarno Hatta (dalam kota)
mempergunakan kendaraan pribadi, taksi, bus kota, angkuan pemadu
moda dalam kota.
2.5. Angkutan Udara
Sejak diberlakukannya deregulasi di bidang angkutan udara, yaitu ditandai
dengan terbitnya :
a. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.11 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Udara
b. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 8 Tahun 2002 tentang
Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitunga Tarif Angkutan Udara
Berjadual Dalam Negeri
yang memberikan kemudahan beroperasinya maskapai penerbangan baru serta
tarif penerbangan dalam negeri yang relatif murah, menyebabkan jumlah
penumpang pesawat udara terus mengalami peningkatan.
Bandung sebagai sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat memiliki Bandara
Hussein Sastranegara, namun karena kapasitasnya yang sangat terbatas, sebagian
besar masyarakat Bandung yang akan menggunakan moda udara, mau tidak mau
II - 15
harus melakukannya melalui Bandara Soekarno Hatta, sementara bandar udara
lain yang ada disekitar Jawa Barat bukanlah bandar udara yang bersifat komersil
(digunakan untuk kepentingan militer).
Besarnya volume perjalanan dari Bandung menuju Bandara Soekarno Hatta
atau sebaliknya, menuntut ketersedian sarana transportasi yang memadai. Dari
sudut pandang lain, dalam lintasan Bandung – Bandara Soekarno Hatta terdapat
ruas jalan yang cukup krusial, yang memiliki volume perjalanan yang relatif
tinggi yaitu ruas jalan yang menghubungkan Bandung dan Jakarta.
.
2.5.1. Potensi Penumpang Angkutan Udara di Bandung
Departemen Perhubungan (2007), menyatakan bahwa jumlah penumpang
pesawat udara di Bandara Soekarno Hatta pada tahun 2007 diperkirakan sebanyak
34 juta penumpang atau rata-rata sebanyak 93 ribu penumpang/hari. Dari hasil
survey yang dilakukan pada tahun 2004, bahwa wilayah Bandung dan sekitarnya
memberikan kontribusi sebesar 13 % jumlah penumpang pesawat udara di
Bandara Soekarno Hatta. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat
seiring dengan telah dioperasikannya jalan tol Cipularang.
Tabel. 2.6. Banyaknya Penerbangan dan Penumpang Domestik di Bandara Husein Sastranegara Bandung Tahun 2004
Penerbangan Penumpang Bulan Berangkat Datang Berangkat Datang Januari 367 367 10 774 107 230 Pebruari 357 357 10 581 9 570 Maret 388 387 11 291 10 504 April 398 398 13 424 12 987 M e i 425 422 14 874 14 443 Juni 419 420 15 843 14 830 Juli 443 443 17 612 17 615
Agustus 455 455 16 834 16 652 September 474 470 16 897 16 382 Oktober 512 506 17 113 16 543
Nopember 488 489 17 897 18 309 Desember 543 541 19 320 17 212
Jumlah / Total 5 269 5 255 182 460 162 770 2004 4 190 4 241 127 986 122 692 2003 9 041 2 406 113 817 75 979 2002 1 911 1 909 48 428 45 873
Sumber : BPS Jawa Barat
II - 16
2.5.2. Kapasitas Penerbangan di Bandung
Kota Bandung saat ini hanya memiliki satu bandara udara komersial yang
dapat dipakai untuk pelayanan jasa angkutan udara masyarakat umum, yaitu
Bandara Hussein Sastranegara. Namun kapasitas bandara ini sangatlah terbatas,
keterbatasan tersebut antara lain adalah dalam hal ketersediaan landasan pacu,
yang hanya bisa melayani jenis pesawat tertentu saja. Keterbatasan ini diperparah
bahwa Bandara Hussein Sastranegara tidak hanya berfungsi bagi penerbangan
komersial saja, tetapi juga digunakan untuk kepentingan TNI AU (militer) dan
kepentingan PT.Dirgantara Indonesia.
Saat ini penerbangan dari Bandara Hussein Sastranegara, melayani 13
tujuan penerbangan domestik dan satu tujuan penerbangan internasional. Adapun
jadual penerbangan dari Bandara Hussein Sastranegara adalah sebagai berikut :
Tabel 2.7. Jadual Penerbangan di Bandara Hussein Sastranegara
MERPATI - NUSANTARA AIRLINES ( MNA ) Bandung - Surabaya 06.05 (Setiap Hari) Bandung - Singapura 09.00 (Rabu, Jumat, Minggu) Bandung - Padang 14.00 (Jumat, Minggu) Bandung - Surabaya 14.15 (Rabu) Bandung - Batam 16.50 (Setiap Hari) Bandung - Surabaya 18.20 (Jumat, Minggu) DERAYA Bandung - Semarang 7.45 (Senin,Rabu, Jumat, Minggu) Bandung - Kuala lumpur 06.00 (Setiap Hari) Bandung - Halim Perdanakusuma 15.30 (kecuali Rabu dan Minggu) AIR ASIA Bandung - Kualalumpur 09.05 (Setiap hari) CITILINK / GARUDA INDONESIA Bandung - Batam 16.20 (Setiap hari) Bandung - Surabaya 06.00 (Setiap hari) Sumber : Harian Kompas
2.5.3. Permasalahan Penerbangan di Bandung
Permasalahan transpotasi udara/penerbangan di Bandung adalah bahwa
Meropolitan Bandung masih sangat tergantung kepada Bandara Husein
Sastranegara yang memiliki kendala sebagai berikut :
• keterbatasan panjang landas pacu ;
• bandara hanya dapat melayani pesawat jenis tertentu ;
II - 17
• luas dan fasilitas terminal penumpang dan barang yang tidak mendukung ;
• belum dapat melayani rute-rute ke kota besar di Indonesia.
2.6. Angkutan Kereta Api
Jadual pemberangkatan kereta api Bandung – Jakarta dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 2.8. Jadual Pemberangkatan Kereta Api
Bandung – Jakarta (Gambir) Jakarta (Gambir) - Bandung Argo Gede 06.00 – 08.43 Argo Gede 06.15 – 09.03 Argo Gede 07.35 – 10.17 Argo Gede 09.10 – 11.56 Argo Gede 10.30 – 01.12 Argo Gede 11.45 – 14.23 Argo Gede 14.30 – 17.13 Argo Gede 14.45 – 17.23 Argo Gede 16.15 – 19.04 Argo Gede 17.45 – 20.23 Argo Gede 18.30 – 21.13 Argo Gede 19.30 – 22.08
Parahyangan 04.00 – 06.45 Parahyangan 05.15 – 08.25 Parahyangan 05.00 – 07.47 Parahyangan 07.45 – 10.38 Parahyangan 06.30 – 09.14 Parahyangan 08.30 – 11.19 Parahyangan 08.45 – 11.36 Parahyangan 10.45 – 13.33 Parahyangan 13.00 – 15.54 Parahyangan 13.30 – 16.22 Parahyangan 17.15 – 20.07 Parahyangan 16.30 – 19.24 Parahyangan 19.19 – 22.24 Parahyangan 20.30 – 23.19 Sumber : Harian Pikiran Rakyat No.138, Selasa, 14 Agustus 2007
Tabel 2.9. Lalu Lintas Penumpang Kereta Api di Jawa Barat Tahun 2005
Bulan Penumpang Penumpang / Km Pendapatan (Ribu) Januari 9,558,111 396,733 32,409,288 Pebruari 8,562,625 349,252 28,872,190 Maret 9,915,093 397,977 32,029,275 April 9,782,034 389,407 31,154,982 M e i 10,175,770 404,001 30,920,033 Juni 9,888,714 390,526 30,642,011 Juli 10,152,027 428,185 34,406,961
Agustus 10,002,925 398,248 30,591,821 September 10,131,843 402,194 30,893,773 Oktober 10,808,628 431,612 34,557,777
Nopember 9,467,055 410,958 33,170,270 Desember 10,684,453 421,651 33,550,753
Jumlah / Total 119,129,278 4,820,744 383,199,134 2004 117,287,102 4,544,295 339,174,403 2003 119,726,489 4,613,213 316,940,429 2002 140,289,993 5,056,074 294,518,355
Sumber : BPS Jawa Barat
II - 18
Permasalahan angkutan kereta api adalah sebagai berikut :
• kondisi jaringan jalan kereta api : mengikuti jalur jalan arteri yaitu
menghubungkan kota-kota pusat kegiatan ekonomi primer ;
• jaringan jalan kereta api yang beroperasi merupakan jalur lintas Pulau Jawa
Utara-Tengah koridor Padalarang – Bandung – Cicalengka ;
• Jaringan jalan kereta api tidak aktif adalah :
o Koridor Cikudapateuh – Soreang – Ciwidey ;
o Koridor Bandung- Dayeuhkolot – Majalaya ;
o Koridor Rancaekek – Tanjungsari.
2.7. Angkutan Jalan Raya.
Perjalanan dengan angkutan jalan raya dapat menggunakan bus antar kota
dan travel yang selanjutnya dijelaskan sebagai berikut :
2.7.1. Bus Antar Kota
Pelayanan angkutan umum dengan bus Antar Kota dari Bandung – Jakarta
adalah 500 kendaraan, dengan terminal di Kota Bandung adalah Terminal Leuwi
Panjang dan terminal di Jakarta adalah Kampung Rambutan, Lebak Bulus,
Kalideres dan Pulo Gadung. Rincian pelayanan bus Antar Kota dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 2.10. Rute Pelayanan Bus Antar Kota Bandung – Jakarta
No Rute Jumlah kendaraan
1 Jakarta (Kp. Rambutan) – Jagorawi - Puncak - Bandung 188 2 Jakarta (Kp. Rambutan) – Sukabumi - Bandung 22 3 Jakarta (Lebak bulus) – Tol Cikampek – Purwakarta - Bandung 69 4 Jakarta (Kalideres) – Jagorawi -Puncak - Bandung 15 5 Jakarta (Kalideres) – Tol Cikampek – Purwakarta - Bandung 31 6 Jakarta (Pulo Gadung) – Purwakarta - Bandung 15 7 Jakarta (Pulo Gadung) – Tol Cikampek – Purwakarta - Bandung 45 8 Jakarta (Kp. Rambutan) – Cibinong – Puncak - Bandung 48 9 Jakarta (Kp. Rambutan) – Tol Cikampek – Purwakarta - Bandung 64 10 Jakarta (Kp. Rambutan) – Cibinong – Sukabumi - Bandung 3
Total 500 Sumber : Departemen Perhubungan, 2007
II - 19
2.7.2. Angkutan Travel
Peluang pelayanan transportasi seiring gairah baru yang ditimbulkan
pengoperasian Tol Cipularang telah ditangkap dengan baik oleh perusahaan –
perusahaan travel, yang pada proses selanjutnya memperbesar pangsa pasar
angkutan travel. Pergeseran moda (modal shifting) telah terjadi dari angkutan bus
reguler (bus antar kota) ke angkutan travel dengan pertimbangan waktu dan
pelayanan yang lebih baik. Kondisi ini semakin memperburuk kinerja angkutan
bus reguler yang sedang dihadapkan pada masalah-masalah yang belum
terselesaikan seperti kenaikan bahan bakar, suku cadang, dan banyaknya
pungutan-pungutan di jalan dan terminal.
Berdasarkan survey yang dilakukan Dinas Perhubungan Provinsi Jawa pada
Bulan Juni 2007 ditemukan 412 kendaraan namun jumlah angkutan travel yang
memiliki ijin sebanyak 67 kendaraan, berarti terdapat sebanyak 345 kendaraan
yang tidak memiliki ijin. Kendaraan yang tidak memiliki ijin tersebut disinyalir
jumlahnya jauh lebih besar mengingat sulit mengidentifikasikan kendaraan travel
yang menyerupai kendaraan pribadi.
2.8. Angkutan Pemadu Moda
Kurang baiknya pelayanan terminal (karena Pemerintah Daerah juga
dihadapkan pada masalah pendapatan asli daerah (PAD) yang didapatkan di
terminal, kurang disiplinnya operator dan pengguna angkutan) semakin
memperburuk kinerja pelayanan angkutan bus reguler di mata masyarakat. Hal ini
menjadi masalah karena terjadi peningkatan prasarana jalan, namun tidak
didukung dengan sarana yang memadai. Dan menjadi kewajiban bagi pemerintah
untuk mencari solusi baru penanganan permasalahan transportasi yang sedang
terjadi.
Konsep angkutan pemadu moda adalah untuk memperbaiki citra
pelayanan angkutan umum yang saat ini dinilai mempunyai pelayanan kurang
baik dan kurang disukai pengguna yang pada akhirnya menurunkan tingkat
penggunaan angkutan umum. Standar pelayanan angkutan pemadu moda itu
sendiri dipersyaratkan diatas standar pelayanan angkutan reguler yang telah ada
lebih dulu.
II - 20
Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 Tahun
2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan
Umum, definisi Angkutan Pemadu Moda adalah angkutan yang dilaksanakan
untuk melayani penumpang dari dan/atau ke terminal, stasiun kereta api,
pelabuhan dan bandar udara kecuali dari terminal ke terminal.
Ciri-ciri pelayanan angkutan pemadu moda adalah diselenggarakan
sebagai berikut :
1. khusus mengangkut perpindahan penumpang dari satu moda ke moda lain; 2. berjadual; 3. menggunakan mobil bus dan /atau mobil penumpang; 4. menggunakan plat tanda nomor warna dasar kuning dengan tulisan hitam.
2.8.1. Pelayanan Angkutan Pemadu Moda Bandung Super Mall – Bandar
Udara Soekarno Hatta
Pengoperasian angkutan pemadu moda, dengan rute Bandung Super Mall
(BSM) Bandung – Bandar Udara Soekarno Hatta (BSH) Cengkareng, dilakukan
sejak Bulan Oktober 2006 dengan operator PT.Primajasa Perdanarayautama.
Gambar 2.2. Peta Lintasan Angkutan Pemadu Moda Trayek Bandung Supermall – Bandara Soekarno Hatta
II - 21
Jumlah kendaraan yang dioperasikan pada trayek ini adalah sebanyak
21 unit bus, masing-masing bus berkapasitas 39 tempat duduk penumpang
yang terdiri dari 36 tempat duduk untuk penumpang umum dan 3 tempat
duduk untuk area merokok. Pada masing-masing tempat duduk terdapat
bantal dengan jenis tempat duduk recleaning seat. Fasilitas lainnya adalah
fasilitas audio video, pendingin udara serta fasilitas toilet.
Keberangkatan dan kedatangan bus mengambil tempat di pelataran
parkir BSM. Tempat menurunkan penumpang di Bandar Udara (Bandara)
Soekarno Hatta di setiap sub terminal keberangkatan yaitu terminal IA, IB,
IC, IIE, dan IIF. Adapun tempat menaikkan penumpang yaitu di terminal
kedatangan IB dan terminal IIE.
Rute yang dilalui adalah Bandung Super Mall, Kiaracondong, Jalan
Soekarno Hatta, Tol Buahbatu, Tol Purbaleunyi, Tol Cikampek, Tol Dalam
Kota Jakarta, Cengkareng, sampai Bandara Soekarno Hatta.
Penumpang hanya turun atau naik di BSM dan Bandara Soekarno
Hatta. Selama perjalanan, bus tidak diperkenankan menurunkan atau
menaikkan penumpang di jalan.
Jam keberangkatan dari BSM dimulai sejak pukul 01.00 sampai
dengan 15.00. Keberangkatan dari Bandara Soekarno Hatta dimulai sejak
pukul 08.00 sampai dengan 23.00. Adapun jadual keberangkatan
selengkapnya adalah sebagi berikut :
Tabel.2.11. Jadual Keberangkatan Angkutan Pemadu Moda
Waktu Keberangkatan (WIB) No Bandung Super Mall Bandara Soekarno Hatta 1 01.00 08.00 2 01.30 09.00 3 02.00 10.00 4 02.30 11.00 5 03.00 12.00 6 04.00 12.30 7 05.00 13.00 8 05.30 13.30 9 06.00 14.00
10 06.30 14.30 11 07.00 15.00
II - 22
Waktu Keberangkatan (WIB) No Bandung Super Mall Bandara Soekarno Hatta 12 07.30 15.30 13 08.00 16.00 14 08.30 16.30 15 09.00 17.00 16 09.30 17.30 17 10.00 18.00 18 10.30 18.30 19 11.00 19.00 20 12.00 20.00 21 13.00 21.00 22 14.00 22.00 23 15.00 23.00
Tiket dapat dibeli langsung di loket BSM dan loket Bandara Soekarno
Hatta terminal kedatangan IB dan terminal IIE serta dapat dipesan sehari
sebelumnya tanpa dikenakan biaya tambahan.
Setiap penumpang dikenakan tarif Rp 60.000 dengan fasilitas bagasi
sampai 20 kilogram, untuk kelebihan bagasi dikenakan biaya tambahan Rp.
3.000 per kilogram.
Bus tetap berangkat sesuai jadwal dan tepat waktu meskipun
penumpangnya sedikit, dengan lama perjalanan 3-4 jam bila kondisi
lalulintas dalam keadaan normal. Pelayanan dalam angkutan ini diharapkan
mendekati pelayanan seperti di dalam pesawat udara.
2.8.2. Pelayanan Angkutan Lainnya di Bandara Soekarno – Hatta
Selain pelayanan angkutan pemadu moda trayek Bandung Super Mall –
Bandara Soekarno Hatta, pelayanan angkutan umum di Bandara Soekarno Hatta
saat ini dilayani juga oleh angkutan pemadu moda yang dioperasikan PT.DAMRI
pada 11 lintasan trayek, taksi dan travel.
Tabel.2.12. Trayek-trayek PT.DAMRI ke/dari Bandara Soekarno Hatta
No. Trayek Jumlah 1 Blok M – Bandara 17 2 Gambir - Bandara 20 3 Kemayoran - Bandara 7 4 Rawamangun - Bandara 15
II - 23
No. Trayek Jumlah 5 Bogor – Bandara 8 6 Jababeka – Bandara 10 7 Kp. Rambutan - Bandara 7 8 Lebak Bulus – Bandara 5 9 Pasar Minggu – Bandara 5 10 Tj. Priok – Bandara 4 11 MM Bekasi – Bandara 5 12 Cadangan 4
Sumber : Departemen Perhubungan 2007
Pelayanan taksi khusus bandara dioperasikan oleh 13 perusahaan taksi
dengan jumlah sebanyak 1.718 kendaraan. Wilayah pelayanan angkutan ini
terbatas pada wilayah Jakarta dan sekitarnya (Depok, Bogor,Tangerang, Bekasi).
Saat ini ijin angkutan travel yang dikeluarkan baru terdapat 10 uni
kendaraan. Namun pada kenyataan di lapangan banyak beroperasi angkutan travel
yang tidak memiliki ijin. Ijin trayek dari 10 angkutan travel tersebut dimiliki oleh
satu perusahaan yang melayani trayek Bandung – Bandara Soekarno Hatta.
Tabel.2.13. Perbandingan Rata-rata Penumpang Pesawat/hari dengan Kapasitas Angkutn Umum di Bandara Soekarno Hatta
Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005Rata-rata
Penumpang/Hari 36.894 23.659 22.542 27.261 30.275 38.729 50.994 67.681 72.524
Taksi Bandara - 2.400 2330 2190 2040 1890 1510 1550 1530Bus Damri Bandara 92 92 92 105 105 105 114 115 118
Rute/Trayek Bus Damri Bandara 8 8 8 10 10 10 12 13 14
Sumber : Departemen Perhubungan (2007)
Memperhatikan perbandingan rata-rata penumpang pesawat per hari dengan
kapasitas angkutan umum sebagaimana tabel 2.13. di atas, terlihat bahwa jumlah
angkutan umum dari tahun ke tahun masih belum mengimbangi perkembangan
jumlah penumpang pesawat.