Post on 30-Nov-2021
Laporan Tugas Akhir
10
Dini Pratiwi D308010
BAB II
DASAR TEORI
A. Konsep Dasar Sistem Komunikasi Satelit
Prinsip dasar komunikasi satelit adalah sama dengan sebuah sistem
komunikasi radio yang menggunakan suatu frekuensi kerja tertentu.
Komunikasi satelit adalah pesawat ruang angkasa yang ditempatkan di
sekeliling orbit bumi, di dalam pesawat ruang angkasa yang terdapat
peralatan-peralatan penerima dan pemancar gelombang mikro yang mampu
menerima dan memancarkan kembali sinyal-sinyal dari satu titik ke titik-titik
lain di bumi.
Keuntungan apabila menggunakan komunikasi satelit di antaranya
adalah sebagai berikut:
1. Cakupan layanan komunikasi satelit yang luas baik nasional, regional
maupun global.
2. Pembangunan infrastukturnya relatif cepat untuk darerah yang luas,
dibanding terestrial.
3. Sangat baik untuk daerah yang kepadatan peduduknya jarang dan belum
mempunyai infrastuktur telekomunikasi.
4. Komunikasi satelit tidak tergantung pada jarak geografis.
5. Komunikasi satelit hanya menggunakan satu repeater (satelit).
6. Komunikasi satelit bisa dikombinasikan dengan berbagai konfigurasi
jaringan.
11
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
7. Komunkasi satelit mampu menyalurkan berbagai jenis layanan informasi.
Selain memiliki kelebihan komunikasi satelit juga memiliki
kekurangan, antara lain :
1. Memiliki tunda (delay) yang cukup besar, karena jarak tempuh transmisi
yang sangat jauh dari stasiun bumi ke satelit.
2. Keterbatasan daya dan bandwidth.
3. Kapasitas transmisi bit rate yang terbatas.
4. Perlu adanya koordinasi dengan sistem satelit yang lainnya.
Dalam menjalankan sistem komunikasi dalam sebuah sistem
komunikasi satelit ada dua elemen dasar di dalamnya, yaitu Stasiun Bumi
(Grond Segment) dan Satelit (Space Segment). [4]
1. Stasuin Bumi (Ground Segment)
Stasiun bumi adalah peralatan yang berfungsi untuk komunikasi
yang merupakan perangkat awal (transmission peripheral) dan perangkat
akhir (reception peripheral) telekomunikasi dalam komunikasi satelit.
Stasiun bumi yang berfungsi sebagai perangkat awal yaitu stasiun
bumi pengirim yang mengirimkan sinyal uplink ke arah satelit. Stasiun
bumi sebagai perangkat akhir yaitu stasiun yang berfungsi sebagai
stasiun bumi penerima yang menangkap sinyal downlink dari satelit.
Secara sederhana konfigurasi stasiun bumi dapat dilihat pada Gambar
2.1.
12
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.1 Blok Diagram Stasuin Bumi Secara Umum[4]
Adapun keterangan dari masing-masing subsistem di atas adalah :
a. Antena Parabola
Antena parábola berfungsi sebagai penguat daya dan
mengubah dari gelombang RF(Radio Frequency) terbimbing
menjadi gelombang RF bebas dan sebaliknya. Bentuk antena
parábola dapat dilihat pada Gambar 2.2:
Gambar 2.2 Antena Parabola
b. High Power Amplifier (HPA)
HPA merupakan penguat akhir dari sinyal RF sebelum
dipancarkan ke satelit melalui antena parabola, input dari HPA
13
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
adalah sinyal RF dari Up Converter dengan daya rendah sehingga
dikuatkan oleh HPA sinyal RF tersebut mempunyai daya yang cukup
untuk diberikan ke antena selanjutnya dapat dipancarkan ke satelit
dengan harga efektif daya yang dipancarkan (Effective Isotropic
Radiated Power , EIRP) yang telah ditentukan. Sistem pada HPA ini
sama dengan suatu tapis lolos (Band Pass Filter , BPF) yang akan
melewatkan frekuensi diantara frekuensi-frekuensi cutt-off-nya,
dengan frekuensi yang dugunakan yaitu 5925 MHz – 64250 MHz
yang menjadi frekuensi uplink pada sistem komunikasi satelit.
c. Low Noise Amplifier (LNA)
Adalah suatu penguat pada arah terima yang berfungsi sebagai
penguat sinyal yang diterima oleh antena parabola, LNA harus
ditempatkan sedekat mungkin dengan antena, hal ini dimaksudkan
untuk mendapatkan Gain to Noise Temperature Ratio (G/T) yang
lebih baik. Pada LNA juga menggunakan BPF pada frekuensi 3700
MHZ – 4200 MHz yang merupakan frekuensi downlink yang
dikirimkan satelit ke arah antena penerima.
d. Up / Down Converter
Up / Down Converter terdiri dari dua bagian yaitu Up
Converter yang berfungsi mengubah sinyal IF (Intermediate
Frequency) 70 MHz menjadi sinyal RF 6 GHz, sedangkan bagian
Down Converter berfungsi mengubah sinyal RF 4 GHz menjadi
sinyal IF 70 MHz. Kedua bagian tersebut menggunakan common
transponder synthesizer 5 GHz.
14
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Sehingga up / down converter ini dapat dioperasikan pada
transponder yang diinginkan.
e. Perangkat IF
Perangkat IF (Intermediate Frequency) berfungsi untuk
memodulasi sinyal suara atau data menjadi sinyal IF 70 MHz dan
sebaliknya, perangakat ini disebut dengan MODEM (Modulator
Demodulator) adapun jenis- jenis modem tersebut adalah tergantung
dari sistem yang digunakan.
2. Space Segment
Satelit merupakan suatu microwave repeater station (stasiun
pengulang gelombang mikro) yang berfungsi sebagai penguat sinyal
yang berasal dari stasiun bumi serta proses translasi frekuensi dari Uplink
frekuensi yang terletak pada lebar bidang frekuensi mulai dari 5,925 GHz
sampai dengan 6,425 GHz menjadi downlink frekuensi dari 3,7 GHz
sampai dengan 4,2 GHz. Secara sederhana blok diagram fungsi satelit
digambarkan seperti pada Gamba 2.3 :
Gambar 2.3 Blok Diagram Fungsi Satelit
[4]
15
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Sinyal-sinyal RF dari stasiun bumi dengan frekeunsi pancar 6 GHz
setelah diterima oleh antena akan dilewatkan pada Band Pass Filter
(BPF) untuk melewatkan frekuensi yang perlukan saja dan terjadi proses
pemisahan sinyal komando yang menghasilkan sinyal komunikasi.
Sinyal komunikasi yang mempunyai lebar bidang frekuensi 5925
MHz – 6425 MHz setelah diperkuat oleh Low Noise Amplifier (LNA)
kemudian dicampur dengan frekuensi 2225 MHz yang dihasilkan oleh
Local Oscilator (LO) sehingga keluaran mixer merupakan sinyal yang
merupakan lebar bidang frekuensi antara 3700 MHz – 4200 MHz.
Sebelum sinyal tersebut dipancarkan kembali ke bumi, terlebih dahulu
diperkuat oleh High Power Amplifier (HPA) dan dilakukan dalam sebuah
Band Pass Filter (BPF) bersama-sama dengan sinyal yang berasal dari
telemetry transmitter yang berisi antara lain data kondisi peralatan satelit.
Sedangkan sinyal komando akan diproses oleh Command Receiver,
sehingga dapat dideteksi apa isi perintah dari stasiun bumi pengendali
utama.
3. Orbit Satelit [4]
Orbit satelit adalah lintasan beredarnya satelit yang mengitari
permukaan bumi. Jenis-jenis satelit dibedakan menjadi 3 (tiga) macam,
yaitu :
a. Orbit Stasioner
Merupakan sebuah orbit yang menempatkan satelit untuk tetap
berada pada posisinya mengacu pada sebuah titik atau lokasi. Satelit
16
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
yang ditempatkan pada orbit stasioner kebanyakan bergerak dari arah
timur ke barat mengikuti pergerakan rotasi bumi. Pada orbit stasioner
ini dibedakan berdasarkan ketinggian,yaitu :
1) Orbit Bumi Rendah (Low Earth Orbit , LEO)
Satelit jenis LEO mrupakan satelit yang mempunyai
ketinggian 320-800 km diatas permukaan bumi. Karena orbit LEO
yang sangat dekat dengan bumi, maka satelit LEO harus
mempunyai kecepatan yang sangat tinggi supaya tidak telempar ke
atmosfer. Kecepatan edar satelit LEO mencapai 27.359 km/jam
untuk mengitari bumi selama 90 menit. Aplikasi dari satelit jenis
LEO adalah Sistem Remote Sensing dan Peramalan Cuaca karena
jarak mereka dengan permukaan bumi yang tidak terlalu jauh.
Karena jarak yang tidak terlalu jauh dan biaya yang murah, satelit
LEO banyak diluncurkan untuk berbagai macam aplikasi.
2) Obit Bumi Menengah (Medium Earth Orbit, MEO)
Merupakan orbit satelit yang mempunyai ketinggian diatas
10.000 km. Dengan jarak orbit MEO yang lebih jauh dari LEO,
maka jumlah satelit lebih sedikit dibandingkan orbit LEO. Satelit
yang berada dalam orbit MEO dapat melayani pelanggan dalam
cakupan yang lebih besar dengan jumlah satelit sekitar 12 satelit
sampai 24 satelit. Dengan ketinggian diatas 10.000 km, maka
satelit yang berada pada orbit MEO hanya membutuhkan waktu
sekitar enam jam untuk mengitari bumi.
17
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.4 Periode Orbit dan Delay Propagasi untuk Berbagai
Macam Ketinggian Satelit [17]
3) Goestasioner Earth Orbit (GEO)
Orbit GEO merupakan orbit satelit yang mempunyai
ketinggian 35.786 km dari permukaan bumi. Satelit GEO
merupakan sebuah satelit yang ditempatkan dalam orbit yang
posisinya tetap dengan posisi suatu titik di bumi. Karena
mempunyai posisi yang tetap maka waktu edarnya pun sama
dengan waktu rotasi bumi. Posisi orbit satelit GEO sejajar dengan
garis katulistiwa atau mempunyai titik lintang nol derajat. Bentuk
orbit bumi dapat dilihat seperti pada Gambar 2.5.
18
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.5 Gabungan Orbit Satelit [4]
b. Orbit Eliptical
Satelit dengan orbit elips merupakan satelit yang mengorbit
dengan bentuk orbit elips terhadap bumi. Dengan bentuk orbit yang
elips tersebut maka menghasilkan suatu jarak yang tidak sama pada
setiap posisi dengan permukaan bumi. Bentuk orbit eliptical pada
orbit satelit dapat ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Orbit Eliptical
19
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
c. Orbit Polar
Merupakan satelit yang mempunyai inklinasi (penyimpangan)
sebesar 90o dari orbit geostasioner. Satelit pada orbit polar mengitari
bumi dari arah selatan ke utara. Karena arah perputarannya yang tidak
sinkron dengan arah rotasi bumi maka satelit jenis polar ini jarang
digunakan. Bentuk orbit polar pada orbit satelit dapat ditunjukkan
pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Orbit Polar
B. Very Small Aperture Terminal (VSAT)
1. Umum [5]
Very small aperture terminal (VSAT) adalah stasiun penerima
sinyal dari satelit dengan antena penerima berbentuk piringan dengan
diameter kurang dari tiga meter. Fungsi utama dari VSAT adalah untuk
menerima dan mengirim data ke satelit. Sistemnya biasanya terdiri dari
satu stasiun bumi yang besar sebagai pusatnya dan biasa disebut dengan
Hub Station. Pusat ini disekelilingi stasiun bumi yang kecil yang
menyebar ditempat-tempat yang diperlukan. Bentuk antena VSAT
ditunjukkan pada Gambar 2.8.
20
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.8 Piringan VSAT [6]
Umumnya konfigurasi VSAT adalah konfigurasi dengan topologi
bintang atau star. Piringan VSAT yang ada ditengah disebut dengan hub
dan melayani piringan lainnya yang berada dalam satu topologi jaringan
tersebut. Bentuk piringan VSAT dapat dilihat pada Gambar 2.9:
Terminal VSAT
HUB
Terminal VSAT
Terminal VSAT
Terminal VSAT
Terminal VSAT
Gambar 2.9 VSAT dengan Topologi Star
VSAT sangat cocok untuk melayani kebutuhan komunikasi data.
Akan terjadi penghematan karena suatu sistem dapat dipakai secara
bersama-sama, sehingga biaya yang harus ditanggung masing-masing
pelanggan relatif sedikit. Keuntungan lain dari sistem ini yaitu,
21
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
komunikasi data dapat menghubungkan tempat dimana saja. Tetapi
sistem ini juga mempunyai kelemahan, karena semua komunikasi harus
melewati Hub Station serta harus bergantian dengan stasiun lainnya.
Very Small Aperture Terminal (VSAT) terdiri dari beberapa
komponen, yaitu outdoor unit (ODU) dan indoor unit (IDU). ODU
merupakan interface antara VSAT dan satelit, dan IDU adalah interface
antara VSAT dengan terminal pelanggan atau Local Area Network
(LAN).
a. Outdoor Unit (ODU)
Outdoor unit (ODU) terdiri dari antena, up dan down converter,
Low Noise Amplifier (LNA), dan frekuensi synthesizer.
b. Indoor Unit (IDU)
Indoor Unit (IDU) adalah piranti yang terdapat pada bagian
pelanggan. IDU terdiri dari MODEM (Modulator dan Demudulator)
dan IFL (Inter Facility Link) yang merupakan media penghubung
antara ODU dan IDU.
2. VSAT IDIRECT [7]
VSAT IDIRECT merupakan suatu teknologi dengan layanan jasa
telekomunikasi VSAT IP yang menerapkan teknologi TDM / TDMA
dengan IP sebagai protocol komunikasi. VSAT IP adalah layanan
komunikasi data yang menggunakan media akses satelit dengan
teknologi Time Division Multiplexing (TDM)/ Time Division Multiple
Acces (TDMA) berbasis pada standar Internet Protocol (IP). TDM
22
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
adalah suatu metode multiplexing kanal yang mengalokasikan para
pengguna pada satu kanal berdasarkan pembagian waktu secara simultan.
Sedangkan TDMA adalah suatu metode. dengan penggunaan secara
bersama-sama sebuah band frekuensi transponder satelit oleh beberapa
sinyal carrier, dimana setiap carrier akan menduduki band frekuensi
yang sama pada waktu yang berlainan secara berurutan.
Gambar 2.10 Konfigurasi VSAT IP
Sistem transmisi TDMA yang ditunjukkan pada Gambar 2.11, dari
Remote ke Hub dengan data yang berbeda dari masing-masing remote
yang dikirimkan melalui satelit kemudian data tersebut akan diterima hub
menjadi satu paket data dengan sistem multiple access. Sedangkan untuk
sistem transmisi TDM yang ditunjukkan pada Gambar 2.12, dari Hub ke
Remote dengan data yang dikirimkan oleh hub sebanyak satu paket
melalui satelit kemudian data tersebut akan diterima masing-masing
remote.
23
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.11 Sistem Transmisi TDMA dari Remote ke Hub [22]
Gambar 2.12 Sistem Transmisi TDM dari Hub ke Remote [22]
a. Multiplexing
Multiplexing adalah teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk
dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi. Perangkat
yang melakukan multiplexing disebut dengan multiplexer atau
transceiver. Multiplexing dihubungkan pada demultiplexer melalui
jalur tunggal, dimana jalur ini mampu membawa banyak kanal data
24
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
yang terpisah. Multiplexer menggabungkan multiplexing data dari
jalur banyaknya masukan (input) dan mentransmisikannya melalui
jalur berkapasitas tinggi. Setelah diproses kemudian demultiplexer
menerima aliran data yang sudah melaui proses multiplexing dan
memisahkan data berdasarkan kanal yang ada untuk dikirimkan.
Gambar 2.13 Proses Multiplexing.
Macam-macam multiplexing:
1) Frequency Division Multiplexing (FDM)
Pada Frequency Division Multiplexing berbagai kanal
dikombinasikan kedalam satu sinyal pembawa (carrier) untuk
ditransmisikan dengan frekuensi yang berbeda dalam satu waktu
agar sinyal carrier tidak terjadi tumpang tindih.
2) Time Division Multiplexing (TDM)
Time Division Multiplexing menerapkan prinsip penggiliran
waktu untuk pemakaian saluran transmisi dengan
mengalokasikan satu slot waktu (time slot) bagi setiap pemakai
saluran (user).
n input n output 1 link, n kanal M
U
X
D
E
M
U
X
25
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.14 Time Division Multiplexing[12]
b. Akses Jamak (Multiple Access) [13]
Multiple acces dalam sistem komunikasi satelit adalah kemampuan
dari stasiun bumi untuk berhubungan secara serentak dalam
komunikasi suara, data, dan video melalui satelit. Teknik multiple
access mempengaruhi semua elemen sistem, menentukan kapasitas
dan fleksibilitas sistem.
Macam-macam teknik multiple access:
1) Frequency Division Multiple Access (FDMA)
Frequency Division Multiple Access adalah penggunaan secara
bersama-sama sebuah band frekuensi transponder satelit oleh
beberapa sinyal carrier, dimana setiap carrier akan menduduki
band tertentu tanpa terjadi tumpang tindih dengan sinyal
lainnya.
2) Code Division Multiple Access (CDMA)
Code Division Multiple Access adalah penggunaan secara
bersama-sama sebuah band frekuensi transponder satelit oleh
beberapa sinyal carrier, dimana setiap carrier akan menduduki
26
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
frekuensi yang sama pada waktu yang bersamaan, dimana setiap
sinyal akan mempunyai karakteristik kode yang berlainan.
Setiap sinyal carrier dari stasiun akan dipancarkan ke satelit
dengan kode-kode tertentu.
3) Time Division Multiple Acces (TDMA)
Time Division Multiple Acces adalah penggunaan secara
bersama-sama sebuah band frekuensi transponder satelit oleh
beberapa sinyal carrier, maka setiap carrier akan menduduki
band frekuensi yang sama pada waktu yang berlainan secara
berurutan. Konfigurasi sederhana TDMA dapat dilihat pada
Gambar 2.15.
Gambar 2.15 Konfigurasi Time Division Multiple Acces [22]
C. Modulasi
Modulasi adalah suatu teknik menumpangkan sinyal informasi ke
dalam suatu sinyal carrier. Sedangkan demodulasi yaitu teknik mengambil
kembali sinyal informasi dari sinyal pembawa.
27
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Sinyal informasi yang akan dibahas disini adalah sinyal informasi yang
berbentuk digital. Sinyal digital memiliki kelemahan dasar yaitu jarak
transmisi pendek. Hal tersebut disebabkan karena pengaruh redaman maupun
derau yang terdapat pada media transmisinya. Agar sinyal digital dapat
dikirimkan ke jarak yang jauh bahkan tidak terbatas, maka diperlukan suatu
teknik yang disebut dengan teknik modulasi sinyal. Sinyal tersebut diubah
terlebih dahulu menjadi sinyal analog (modulasi), setelah sinyal tersebut
berubah maka sinyal tersebut ditransmisikan melalui media transmisi dan
setelah sinyal tersebut diterima, sinyal tersebut diubah kembali menjadi sinyal
digital (demodulasi). Sinyal analog jarak transmisinya lebih jauh dari pada
digital, bahkan dengan mudah sinyal analog dapat diperkuat untuk mencapai
jarak yang tidak terbatas. Kelemahan sinyal digital adalah mudah terganggu
oleh derau selama perjalanannya.
Jenis-jenis teknik modulasi adalah:
a. Modulasi Analog
Modulasi analog adalah teknik modulasi yang menumpangkan
sinyal informasi kedalam sinyal pembawa yang berbentuk analog.
Bentuk-bentuk sinyal analog yaitu: [9]
1) Amplitudo Modulation (AM)
Modulasi ini menggunakan amplitudo sinyal analog untuk
membedakan kedua keadaan sinyal digital. Pada modulasi jenis ini,
frekuensi dan fasa dari sinyal analog adalah tetap, yang berubah
adalah amplitudo sinyal analognya. Modulasi ini merupakan cara
modulasi yang paling mudah, namun mudah dipengaruhi oleh
28
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
keadaan media transmisinya. Bentuk modulasi amplitudo dapat
dilihat pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16 Modulasi Amplitudo[14]
2) Frequency Modulation (FM)
Modulasi ini menggunakan frekuesi dari sinyal analog untuk
membedakan kedua keadaan sinyal digital. Pada modulasi jenis ini
amplitudo dan fasa dari sinyal analog adalah tetap, yang berubah
adalah frekuensi sinyal analognya. Bentuk modulasi frekuensi dapat
dilihat pada Gambar 2.17.
Gambar 2.17 Modulasi Frekuensi.[14]
3) Phase Modulation (PM)
Modulasi ini menggunakan perbedaan sudut fasa dari sinyal
analog untuk membedakan kedua keadaan sinyal digital. Pada
modulasi jenis ini, amplitudo dan frekuensi dari sinyal analog adalah
29
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
tetap, yang berubah adalah fasa sinyal analognya. Bentuk modulasi
fasa dapat dilihat pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18 Modulasi Fasa. [14]
b. Modulasi Digital
Modulasi digital adalah teknik modulasi dengan menumpangkan
sinyal informasi kedalam sinyal pembawa yang berbentuk sinyal digital.
Bentuk-bentuk sinyal digital yaitu:
1) Amplitudo Shift Keying (ASK)
Dalam teknik modulasi menggunakan ASK, nilai amplitudo dari
sinyal pembawa digeser sebanyak dua states untuk
merepresentasikan bit 0 dan bit 1.
Gambar 2.19 Amplitudo Shift Keying [14]
2) Frequency Shift Keying (FSK)
Dalam teknik modulasi FSK, sinyal informasi dikirimkan
menggunakan teknik membedakan jarak pergeseran antara dua
frekuensi yang berbeda yang merepresentasikan bit 0 dan bit 1.
30
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.20 Frequency Shift Keying [14]
3) Phase Shift Keying
Dalam teknik modulasi PSK, fasa dari sinyal carrier
divariasikan diantara dua kondisi untuk merepresentasikan bit 0 dan
bit 1.
Gambar 2.21 Phase Sihft Keying[15]
Amplitudo dari fasa dapat dimodulasi secara simultan dan terpisah
untuk menyampaikan sinyal informasi yang lain. Tetapi metode ini sulit
untuk dapat diterapkan. Sebuah metode yang lebih mudah untuk
memisahkan sinyal asli ke dalam kumpulan dari komponen bebas atau
dalam chanel-chanel tertentu, metode ini disebut I/Q modulation. I yang
dimaksud adalah In-phase modulation sedangkan Q adalah Quadrature
Modulation.
Komponen I dan Q dituangkan dalam sebuah kuadran, karena kedua
lomponen ini berbeda fase 90o. Sebuah single carrier dihasilkan dari
sebuah local oscilator yang dipisah menjadi dua aliran sinyal. Aliran
sinyal yang kedua mengalami pergeseran (delay) sebesar 90o. Komponen
I dan Q dituangkan dalam sebuah kuadran dapat dilihat pada Gambar
2.22.
31
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.22 4-QPSK [15]
Jenis pemakaian dari I/Q modulation ini antara lain:
a. Quadrature Phase Shift Keying (QPSK)
Prinsip kerja modulasi sama dengan PSK, tetapi QPSK dibagi
dalam empat kuadran. Dengan dibagi kedalam empat kuadran ini
dapat menghemat jalur transmisi dengan bandwidth tertentu.
Beberapa macam jenis QPSK yaitu 4-QPSK, 8-QPSK dan lain-
lain. Indeks angka yang tertulis pada contoh QPSK tersebut
melambangkan banyaknya data yang dapat dikirimkan secara
simultan dalam satu periode waktu. Untuk membedakan data atau bit
satu dengan bit yang lainnya pada metode ini yaitu dengan
membedakan pergeseran fasa antara bit satu dengan bit yang lainnya,
sedangkan amplitudo sinyalnya adalah sama.
32
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Tabel 2.1 Tabel kebenaran 4-QPSK [15]
Simbol dikirim Fasa Pembawa Amplitudo Pembawa
00 225º 1.0
01 135º 1.0
10 315º 1.0
11 45º 1.0
b. Quadrature Amplitudo Modulation (QAM)
Sama halnya dengan QPSK, QAM juga terbagi menjadi empat
kuadran. Perbedaanya dengan QPSK adalah cara membedakan bit
satu dengan bit lainnya yaitu dengan membedakan nilai amplitudo
bit satu dengan yang lainnya.
Beberapa macam QAM yaitu 8-QAM, 16-QAM, 32-QAM, dan
lainnya. Indeks angka tersebut menunjukkan data atau bit yang
dikirimkan secara simultan dalam satu periode tertentu.
33
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Tabel 2.2 Tabel kebenaran 16-QAM [15]
Simbol dikirim Fasa Pembawa Amplitudo Pembawa
0000 225º 0.33
0001 255º 0.75
0010 195º 0.75
0011 225º 1.0
0100 135º 0.33
0101 105º 0.75
0110 165º 0.75
0111 135º 1.0
1000 315º 0.33
1001 285º 0.75
1010 345º 0.75
1011 315º 1.0
1100 45º 0.33
1101 75º 0.75
1110 15º 0.75
1111 45o 1.0
c. Error Probability
Error probability merupakan probabilitas error suatu sistem
transmisi dengan seberapa penting ukuran performansi dari
kemungkinan terjadi kesalahan atau probabilitas error.
34
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Bit Error Ratio (BER) merupakan perbandingan antara jumlah
bit yang diterima salah dengan jumlah total bit yang dikirim[11]
.
Symbol Error Ratio (SER) merupakan perbandingan antara jumlah
simbol yang diterima salah dengan jumlah total simbol yang dikirim.
1) Error Probability Of Binary Transmission System [12]
Persamaan umum Probabilty Bit Error:
……………………...………(2.1)
……………………..……………(2.2)
Jika Z>> 4, maka …………….………(2.3)
Keterangan:
Ed = selisih kuat sinyal antara S1 (t) dan S2 (t) (volt)
Pe = Probabilitas Error Bit
Eb = energy per bit (bit per detik)
Q = complementary error function
a) Unipolar Base Band Signaling
dengan 0≤ t ≤ T
…………...………………(2.4)
Keterangan:
Eb = (rata-rata sinyal per bit) …………...……(2.5)
A = amplitudo (volt)
T = waktu (detik)
35
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
η = power spectral density (W/Hz)
b) Bipolar Base Band Signaling
dengan 0≤ t ≤ T
…………………………(2.6)
Dengan Eb = A2T …………...…………………………(2.7)
c) Amplitudo Shif Keying (On Off Keying)
dengan 0≤ t ≤ T
……………………...……(2.8)
Dimana dengan …………...…………(2.9)
d) Phase Shif Keying
dengan 0≤ t ≤ T
…………………………(2.10)
Dengan dengan ………….....………(2.11)
e) Frequency Shif Keying
dengan 0≤ t ≤ T
………...………………(2.12)
Dengan
36
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
2) Probability of Symbol Error [12]
a) M-ary PSK (MPSK)
…………………………(2.13)
Keterangan :
= Probabilitas error simbol
= energy per symbol
= = ukuran simbol
=
b) M-ary FSK (MFSK)
…………………………(2.14)
3) Hubungan dengan [12]
…………………………...……(2.15)
D. Perhitungan Anggaran Saluran (Link Budget) Komunikasi satelit[2]
Pada komunikasi satelit agar kualitas komunikasi yang dihasilkan pada
keadaan yang terbaik maka sebelum melakukan hubungan komunikasi
terdapat beberapa nilai ukuran yang harus diperhitungkan pada link satelitnya.
Dimana nilai ukuran tersebut sangat berpengaruh pada performansi satelit.
Semakin baik unjuk kerja saluran satelit maka akan semakin baik kualitas
komunikasi yang dihasilkan.
Parameter link satelit merupakan ukuran yang harus dipenuhi oleh link
satelit agar link satelit tersebut mempunyai performansi yang baik. Sehingga
37
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
parameter link budget sangat penting untuk diperhitungkan dan diketahui oleh
bagian perencanaan sistem komunikasi satelit.
Link komunikasi satelit terbagi menjadi dua arah yaitu arah uplink dan
arah downlink. Arah uplink yang merupakan arah pancaran sinyal dari stasiun
bumi pengirim kearah satelit diatas. Sedangkan arah downlink merupakan
arah pancaran sinyal dari satelit menuju stasuin bumi penerima. Propagasi
pada sistem komunikasi satelit sangat mempengaruhi link budget antara
stasuin pemancar dan stasuin penerima yang ada di bumi. Konfigurasi
sederhana uplink dan downlink dapat dilihat pada Gambar 2.19
Gambar 2.23 Definisi dari uplink dan downlink [8]
1. Link Budget arah Uplink [4]
Dalam propagasi sinyal dari stasiun bumi pengirim ke satelit,
parameter-parameter link budget uplink yang ada yaitu:
a. Slant Range (D)
Daerah kemiringan (slant range) antara stasuin bumi dengan
satelit merupakan jarak sebenarnya yang diukur dari stasiun bumi
ditarik garis lurus menuju posisi satelit.
) …………… (2.17)
38
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Keterangan :
h orbit satelit geostasioner (35.786 km)
jari-jari bumi (6.378 km)
nilai latitude dari stasiun bumi (°)
selisih longitude stasiun bumi dengan satelit (°)
b. Gain Antenna Transmitter (GTx)
Gain Antenna Transmitter (GTx) merupakan besarnya nilai
dari power yang harus disediakan oleh antena pengirim untuk
mengirimkan sinyal ke antena satelit. Diameter antena yang
digunakan akan sangat berpengaruh, semakin besar diameter antena
maka akan semakin besar power yang digunakan.
……………(2.18)
Keterangan :
= frekuensi uplink (GHz)
= diameter antena (m)
η = efisiensi antena
c. Effective Isotropic Radited Power (EIRP)
Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) merupakan
parameter yang menunjukan nilai efektif daya yang dipancarkan dari
antena yang memiliki penguatan sendiri. Bila terdapat rugi-rugi
feeder atau redaman pada saluran transmisi, maka akan mengurangi
39
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
nilai EIRP. Nilai EIRP bersifat identik tergantung dimana dan
berfungsi sebagai apakah antena yang sedang digunakan. Misal nilai
EIRP untuk stasiun bumi pengirim dan stasiun bumi penerima. Nilai
EIRP stasiun bumi bergantung pada besarnya daya keluaran High
Power Amplifier (HPA), gain antena dan loss saluran kabel feeder
yang digunakan. Sedangkan nilai EIRP stasiun bumi penerima
dipengaruhi oleh besarnya EIRP antena satelit pengirim, besarnya
redama ruang bebas dan gain antena itu sendiri.
Persamaan untuk menentukan nilai EIRP antena yang
diingingkan sesuai dengan fungsi dan letak intalasi antena tersebut,
maka menggunakan persamaan seperti berikut:
…………………………(2.19)
Keterangan:
PTX = daya keluaran dari HPA stasiun bumi (dB)
Lfeeder = loss saluran transmisi (dB)
GTx = gain antena stasiun bumi pegirim (dB)
d. Free Sapce Loss Uplink (Lfs) up
Free Space Loss Uplink (Lfs) up atau redaman ruang bebas
arah uplink merupakan rugi-rugi propagasi ruang bebas atau
pengurangan daya sinyal kirim selama menempuh jarak propagasi
dari stasiun bumi pengirim ke antena penerima pada satelit.
Free space loss uplink dapat diketahui dengan persamaan
berikut:
40
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
……………...……(2.20)
Keterangan:
= free space loss arah uplink (dB)
= frekuensi uplink (MHz)
D = slant range satelit (km)
e. Gain to Noise Temperature Uplink (G/T) up
Gain to Noise Temperature (G/T) merupakan parameter yang
membandingkan antara penguatan antena penerima dengan total dari
noise temperature yang ada pada sistem penerimaan.
Gain to Noise Temperature Ratio Uplink (G/T)Up merupakan
ukuran penampilan baik buruknya performansi sisitem penerimaan
pada antena penerima satelit, semakin besar (G/T) maka semakin
sensitif dan semakin baik kualitas panerimaan sinyal.
Sebelum dapat mengetahui besarnya (G/T) pada antena
penerima satelit, harus terlebih dahulu didapatkan besarnya noise
tempetartur perangkat yang ada pada sistem penerima tersebut.
Noise temperature pada perangkat penerima terjadi pada dua titik,
yaitu antara antena dengan kabel feeder dan perangkat penerima.
Konfigurasi Noise Temperature dapat dilihat pada Gambar 2.24.
41
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.24 Noise Temperature pada Rx
[9]
Noise temperature pada titik yang pertama dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut:
………………………………(2.21)
Keterangan:
TA = temperature antena satelit (oK)
LFRx = loss feeder sistem penerimaan satelit (dB)
TF = temperature feeder (oK)
TR = temperature pada perangkat penerima satelit (oK)
Noise temperature pada titik kedua dapat dihitung melalui
persamaan berikut:
……………………………………………….…... (2.22)
Atau
………………………….(2.23)
Sehingga total noise temperature pada sistem penerima
satelit, yaitu:
42
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
………………………………………..…… (2.24)
Dari persamaan (2.23) dapat diketahui besarnya noise
temperature pada sisntem penerima. Sehingga nilai dari
perbandingan gain antena penerima dengan noise temperature dapat
dituliskan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
…………………………………………….….. (2.25)
Jika persamaan (2.25) diatas diubah dalam bentuk satuan
decibel maka akan menjadi:
………………………………... (2.26)
Keterangan :
(G/T)up = gain to noise temperature ratio uplink (dB/oK)
GRx = gain antena penerima satelit (dB)
Tsys = temperature sistem (°K)
f. Uplink Path Loss (Ltot) up
Uplink Path Loss atau redaman total arah uplink (Ltot) up
merupakan total nilai pengurangan daya sinyal kirim dari stasiun
bumi selama menempuh propagasi antena penerima pada satelit.
Nilai Uplink Path Loss dipengaruhi oleh free space loss arah uplink,
redaman hujan atmosfer dan pointing loss. Uplink Path Loss,
dirumuskan seperti berikut:
………..(2.27)
43
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
g. Carrier to Noise Ratio (C/N) up
Carrier to Noise Ratio (C/N) up adalah parameter yang
membandingkan daya sinyal carrier yang diterima oleh antena
penerima dengan nilai noise yang ada pada sistem penerima tersebut.
Nilai (C/N) ditentukan dan dipilih berdasarkan jenis dan fasilitas
telekomunikasi yang diterapkan. Nilai (C/N) harus ditambahkan
margin yang besarnya sekitar 1 sampai 3 dB untuk menghindari
keadaan terburuk saat transmisi berlangsung. Hal ini ditujukan agar
penerima dapat menerima sinyal dengan kualitas yang masih baik.
Persamaan untuk Carrier to Noise Ratio Uplink (C/N)up, yaitu:
……. (2.28)
Keterangan :
Lu = free space loss uplink (dB)
(G/T)up = gain to Noise Temperature Ratio pada antena
penerima.
k = konstanta Boltzman (1,3803 x 10-23
J/oK
B = bandwidth (MHz)
IBo = back of input ( pengurangan nilai input yaitu
berupa kuat sinyal yang diterima satelit dibanding
masukan maksimal (dB)
44
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
2. Link Budget arah Downlink[4]
a. Gain Anteanna Receiver (GRx)
Gain Antenna Receiver (GRx) merupakan besarnya nilai dari
power yang harus disediakan oleh antena penerima untuk menerima
sinyal yang berasal dari satelit. Persamaan gain antenna receiver
adalah:
……………(2.29)
Keterangan :
= frekuensi uplink (GHz)
= diameter antena (m)
η = efisiensi antena
b. Effective Isotropic Radited Power (EIRP) saturasi
Effective Isotropic Radited Power (EIRP) saturasi merupakan
nilai dari power satelit (keluaran amplifier satelit) untuk
memancarkan frekuensi downlink ke stasiun bumi penerima.
Untuk Telkom 1 untuk standar C-Band, besarnya nilai EIRP
saturasi adalah sebesar 42 dBW, seperti yang terlihat pada Tabel 2.3
berikut ini:
45
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Tabel 2.3 Spesifikasi Satelit TELKOM [18]
c. Free Space Loss Downlink (LFs)down
Free Space Loss Downlink atau redaman bebas arah downlink
merupakan besarnya redaman atau pengurangan daya sinyal kirim
selama menempuh jarak propagasi dari satelit ke antena penerima
pada stasiun bumi penerima. Free Space Loss downlink dapat
diketahui dengan mengunakan persamaan berikut:
……………...…… (2.30)
Keterangan :
= free space loss arah downlink (dB)
= Frekuensi downlink (Hz)
D = slant range satelit (jarak transmisi dari satelit ke
stasiun bumi penerima dalam km)
46
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
d. Gain to Noise Temperature Ratio (G/T) saturasi
Gain to Noise Temperature Ratio (G/T) saturasi merupakan
nilai sensitifitas dari transponder satelit dan antena penerima, dan
nilai dari G/T saturasi satelit dapat diketahui dari peta footprint pada
satelit tertentu.
e. Downlink Path Loss (Ltot) dn
Downlink Path Loss atau redaman propagasi total arah
downlink (Ltot) dn merupakan total nilai pengurangan daya sinyal
kirim dari satelit selama menempuh propagasi ke stasiun bumi
penerima. Nilai downlink path loss (Ltot) dn dipengaruhi oleh free
space loss arah downlink, redaman hujan, redaman atmosfer dan
pointing loss, yang dirumuskan seperti persamaan berikut ini:
.....(2.31)
f. Carrier to Noise Ratio Downlink (C/N)down
Persamaan untuk Carrier to Noise Ratio Downlink (C/N)down,
yaitu:
………….(2.32)
Keterangan:
= EIRP saturasi dari satelit (dB)
= downlink path loss (dB)
47
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
= gain to noise noise temperature ratio pada antena
penerima satelit (dB)
k = konstanta boltzman = 1,3803 x 10-23
J/oK
B = bandwidth (MHz)
OBo = back of output merupakan pengurangan nilai input
yang berupa kuat sinyal yang diterima satelit
dibanding masukan maksimal (dB)
a. Carrier to noise ratio total (C/N)tot
Carrier to noise ratio total (C/N)tot adalah parameter perangkat
akhir dalam komunikasi satelit (stasiun bumi penerima). C/Ntot yang
selanjutnya akan dipakai untuk mengetahui nilai Eb/No pada bagian
modem. C/Ntot dapat dihitung dengan persamaan
…………….……………(2.33)
b. Energy per Bit to Noise Density Ratio (Eb/No)
Energy per Bit to Noise Density Ratio (Eb/No) merupakan
perbandingan dari energi per bit perkepadatan derau dari keluaran
demulator pada sistem modulasi digital. Besaran ini juga
menunjukan kualitas sinyal radio frekuensi (RF) yang diterima oleh
modem. Parameter yang mempengaruhi besaran Eb/No adalah
kecepatan transmisi data dan derau bandwidth dari demodulator.
Nilai Eb/No dapat dicari dengan persamaan berikut:
48
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
…………………………(2.34)
Keterangan:
= carrier to noise ratio total (dB)
IR = information rate (bps)
= bandwidth allocated (Hz)
c. Bit Error Ratio (BER)
Bit Error Ratio (BER) adalah perbandingan dengan jumlah bit
yang diterima secara tidak benar dengan jumlah bit informasi yang
ditransmisikan pada selang waktu tertentu. Parameter BER adalah
parameter yang digunakan untuk menilai performansi transmisi
digital. Semakin rendah parameter BER yang dihasilkan oleh suatu
transmisi digital semakin baik performansi transmisi digital tersebut.
Bit Error Ratio (BER) adalah perbandingan dengan jumlah bit
yang diterima secara tidak benar dengan jumlah bit informasi yang
ditransmisikan pada selang waktu tertentu. Parameter BER adalah
parameter yang digunakan untuk menilai performansi transmisi
digital. Semakin rendah parameter BER yang dihasilkan oleh suatu
transmisi digital, semakin baik performansi transmisi digital
tersebut.
49
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
E. Perhitungan Bandwidth Carrier (Carrier Digital) [23]
Bandwidth merupakan nilai dari lebar pita frekuensi atau besar data
yang biasa ditransmisikan dalam satuan waktu tertentu atau satuan kapasitas
media yang digunakan untuk transfer data, adapun perhitungan bandwidth
carrier adalah:
1. Composite Rate (CR)
…………………………. (2.35)
Untuk overhead rate dengan data rate lebih besar atau sama dengan 1544
Kbps, maka nilai nilai overhead rate adalah 96 Kbps, sedangkan untuk
data rate lebih kecil atau sama dengan 1543,9 Kbps maka nilai overhead
rate adalah .
2. Transmission Rate (TR)
………………………………………………….. (2.36)
3. Bandwidth Occupied (BW Occ)
………………………………..………………(2.37)
4. Bandwith Allocated (BW all)
……………….………………………..(2.38)
Keterangan:
CR = Composite Rate (Kbps)
TR = Transmission Rate
m = jumlah bit dalam 1 simbol
FEC = Forward Error Correction
50
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
F. Elevasi
Sudut elevasi (E) adalah sudut yang dihasilkan dengan memutar sebuah
sumbu tegak lurus dengan bidang horisontal, dengan bidang horizontal
sebagai titik referensi (nol hitungan)[21]
. Sudut elevasi (E) merupakan sudut
yang dibentuk antara titik lokasi stasiun bumi dengan sub satelit point,
dengan mengacu pada kutub utara sebagai referensi dan arah utara selatan
sebagai sumbu perputaran. Sudut elevasi dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
…….……………………...……………..(2.39)
latitude VSAT (o)
selisih longitude satelit (o)
E = sudut elevasi satelit (o)
G. ITU-RModel [10]
Redaman hujan merupakan rugi-rugi yang disebabkan oleh buturan air
hujan yang berpengaruh pada propagasi sinyal sistem komunikasi satelit serta
dipengaruhi besarnya frekuensi, ketinggian hujan dan polarisasi dari
gelombang yang dipancarkan. Redaman hujan dapat digambarkan seperti
pada Gambar 2.25.
51
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.25 Ilustrasi Perhitungan Radaman Hujan [10]
Perhitungan redaman hujan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Menghitung tinggi hujan
Dengan ketentuan sebagai berikut:
Jika latitude > 36o, maka:
hR = 4 – 0,0075 (latitude - 36°) …………………………………(2.40)
Keterangan :
hR = tinggi hujan di atas permukaan laut (km)
2. Menghitung panjang slant path dalam hujan
(Untuk E< 5o) ………………(2.41)
(Untuk E > 5o) …………………………………...(2.42)
Keterangan:
hR = tinggi hujan di atas permukaan laut (km)
hS = tinggi stasiun bumi terhadap permukaan laut (km)
E = sudut elevasi antenna (o)
52
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
LSI = panjang lintasan dari titik stasiun bumi hingga titik hujan
(km)
3. Menghitung proyeksi horisontal dari LSI.
…………………………….…………….……...(2.43)
Keterangan:
LG = panjang titik stasiun bumi dengan titik hR (km)
4. Menentukan intensitas / laju hujan untuk outage time tertentu
R 0,01 = bergantung dari daerah (valid untuk E>5o)
5. Menghitung redaman per km (dB/km)
…………………………….….…….…………...(2.44)
Keterangan:
…………..………………………(2.45)
…………………….…(2.46)
Keterangan:
T = sudut polarisasi gelombang terhadap horisontal
= 0o (polarisasi horisontal), 45
o (polarisasi circular), 90
o
(polarisasi vertikal)
53
Dini Pratiwi D308010
Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir Laporan Tugas Akhir
Nilai K dan β diperoleh dari tabel berikut:
Tabel 2.4 Nilai Konstanta K dan β
Frekuensi
(GHz)
KH KV βH βV
4 0.00065 0.00059 1.121 1.075
6 0.00175 0.00155 1.308 1.265
7 0.00301 0.00265 1.332 1.312
8 0.00454 0.00359 1.327 1.31
9 0.0101 0.00887 1.276 1.264
12 0.0188 0.0168 1.217 1.2
15 0.0367 0.0355 1.154 1.128
6. Menghitung faktor penurunan horisontal (r0.01)
……………………………………….………..(2.47)
Keterangan:
E = sudut elevasi antenna (o)
LSI = panjang lintasan titik stasiun bumi hingga titik hujan (km)
7. Perhitungan panjang effektif hujan (LE)
………………………………………………..…(2.48)
8. Perhitungan Redaman Hujan
…………………………………….…….….…..(2.49)
Keterangan :
= redaman hujan (dB)
redaman hujan per km (dB)
= panjang efektif hujan (km)