Post on 28-Apr-2018
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait. Sesuai dengan arti tersebut,
suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka,
laporan penelitian, dan csebagainya tentang masalah yang berkaitan, tidak
selaluharus tepat identik dengan bidang permasalahan yang dihadapi tetapi termasuk
pula yang seiring dan berkaitan (correlateral).
2.1.1 Pengertian WorkLife Balance
Menurut Sturges dan Guest (2004) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H
Langford (2008) Keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance didefinisikan
di sini sebagai kemampuan individu untuk memenuhi pekerjaan mereka, memenuhi
komitmen keluarga, serta tanggung jawab kerja dan kegiatan lainnya (seperti
kegiatan sosial).
Konsisten dengan strategi untuk menarik dan mempertahankan tenaga kerja
yang beragam, keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance sering dianggap
lebih penting bagi perempuan dan karyawan yang lebih tua ( De Cieri et al 2005;
Pocock 2005; Schmidt 2006) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford
(2008).
De Cieri et al (2005) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford
(2008) berpendapat bahwa setiap organisasi bertujuan untuk meningkatkan
keunggulan kompetitif harus mengembangkan kemampuan untuk menarik,
memotivasi dan mempertahankan tenaga kerja, harus terampil, fleksibel, dan
8
adaptif, dengan pendekatan HR dan strategi keseimbangan kerja dan kehidupan
worklife balance yang diperuntukkan bagi beragam kebutuhan karyawan.
Grawitch, Gottschalk & Munz (2006) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter
H Langford (2008) berpendapat bahwa keseimbangan kerja dan kehidupan worklife
balance memberikan kontribusi untuk employee engagement (keterlibatan
karyawan) dan komitmen organisasi, yang pada gilirannya memberikan kontribusi
untuk produktivitas yang lebih tinggi dan turn over yang lebih rendah.
Allen, Herst, Bruck & Sutton (2000) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H
Langford (2008) berpendapat bahwa kerja dan kehidupan worklife balance
berhubungan dengan berkurangnya stress, dan kepuasan hidup yang lebih besar,
dengan beberapa indikasi bahwa hubungan ini memperkuat dari waktu ke waktu.
Keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance terletak dalam kaitannya
dengan aspek lain dari lingkungan kerja untuk membantu manajer mengintegrasikan
pekerjaan dan kehidupan strategi keseimbangan dalam konteks organisasi yang lebih
luas. Dengan demikian, tujuan ketiga kami adalah untuk menguji variabel individu
dan pekerjaan yang sedang atau memediasi hubungan antara keseimbangan kerja
dan kehidupan worklife balance dan hasil kerja. (Allen et al, 2000) dalam jurnal
Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008).
Keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance telah lama menjadi fokus
perbincangan dalam dunia akademik dan pengurusan organisasi (Guest, 2002).
Greenhaus, Collins dan Shaw (2003) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H
Langford (2008) mendefinisikan keseimbangan kerja dan kehidupan worklife
balance sebagai tahap di mana seseorang terikat dengan seimbang di antara
tangungjawab pekerjaan dan tanggungjawabnya dalam keluarga/kehidupan
9
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian dari worklife
balance tersebut adalah keseimbangan kehidupan dan kerja terhadap seorang
karyawan wanita maupun pria untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai
karyawan terhadap perusahaan. Disamping itu tanggung jawab didalam kehidupan.
Berkeluarga sama pentingnya, sehingga karyawan wanita atau pria tersebut dapat
menyelesaikan semua tanggung jawab dalam kehidupan dan pekerjaan diperusahaan
tersebut dengan sempurna dan tanpa tekanan tekanan yang membuat pekerjaan
terhambat.
2.1.1.1 Menghubungkan Work-Life Balance Terhadap Organisasi
Menemukan hubungan langsung antara keseimbangan kerja dan
kehidupan Worklife balancedan hasil organisasi merupakan hasil dari pengembangan
teori atau pengujian oleh (Eby et al 2005) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H
Langford (2008). Pengecualian hanya sedikit yang mengandalkan konsep-konsep
seperti kontrak psikologis dan teori pertukaran sosial. Namun, mungkin ada
hubungan langsung antara keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance dan
kepuasan karyawan, komitmen dan niat untuk tinggal dengan perusahaan.
Keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance lebih bermanfaat untuk
organisasi secara tidak langsung . Misalnya, keseimbangan kerja dan kehidupan
secara positif terkait dengan keadilan yang dirasakan dan dukungan dari orgnisasi
(Nielson, Carlson & Lankau 2001; Hill, McGovern, Mills & Smeaton 2003) Namun
Frone, Yardley dan Markel (1997) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H
Langford (2008) menemukan bahwa dukungan dari supervisor dan rekan kerja
tampaknya mengurangi konflik keluarga terutama dengan mengurangi tekanan kerja
dan kelebihan beban kerja
10
Yang termasuk manajemen beban kerja untuk mengurangi stres:
memberikan pengaturan jam kerja yang fleksibel
supervisor dan rekan kerja mendukung
prioritas utama adalah keselamatan ditempat kerja
Organisasi dapat mendorong persepsi bahwa jam kerja yang panjang diperlukan
untuk kemajuan organisasi (Sturges & Guest 2004) dalam jurnal Louise P Parkes dan
Peter H Langford (2008), dan karyawan banyak yang percaya bahwa mereka
cenderung untuk maju dalam karir mereka jika mereka menggunakan pengaturan jam
kerja yang fleksibel (Bond , Thompson, Galinsky & Prottas 2003) dalam jurnal
Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008). Selain itu, sementara fleksibilitas jam
kerja sangat dianjurkan karena bermanfaat untuk mencapai keseimbangan kerja dan
kehidupan worklife balance (Bond et al 2004; Hill, Hawkins, Ferris & Weitzman
2001) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008).
Greenhaus, Parasuraman & Collins (2001) dalam jurnal Louise P Parkes dan
Peter H Langford (2008) berpendapat bahwa organisasi dapat menciptakan sebuah
komitmen tinggi, budaya, dan kinerja yang baik, di mana karir profesional yang
terlibat bersedia menerima tuntutan pekerjaan, menyeimbangkan keluarga karyawan
untuk penghargaan dan karir mereka
Honeycutt dan Rosen (1997) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford
(2008) menemukan organisasi yang dianggap sebagai tempat yang menarik untuk
bekerja jika mereka menawarkan jenjang karir yang fleksibel, worklife balance dan
kebijakan-kebijakan lainnya.
11
2.1.1.2 Menghubungkan WorkLife Balance terhadap wanita
Menemukan langsung hubungan penelitian tentang worklife balance terhadap
wanita dalam pengembangan teori dan pengujian oleh Syeb Shabib ul Hasan dalam
journal Work life balance, stress, working hours, and productivity : a case study of
fashion retailers in the UK(2011). Bahwa keseimbangan kehidupan dan kerja juga
banyak terdapat pada wanita. Karena wanita harus melakukan peran dalam keluarga
yang meliputi menjadi seorang istri yang harus memperhatikan suami, memberikan
waktu yang cukup untuk merawat anak-anak, mengelola tugas-tugas rumah tangga
harian dan serta harus menyelesaikan pekerjaan yang sempurna dan efisien dikantor.
Namun dibalik itu wanita juga harus merawat diri sendiri serta harus memperhatikan
kesehatan dia sendiri serta urusan pribadi karyawan wanita tersebut. situasi ini
mengakibatkan tidak adanya work-life balance terhada karyawan wanita tersebut.
Sebaliknya menurut Riney V. Mathew dan N. Panchanatham (2009) dalam
journal an exploratory study on the work-life balance of women entrepreneurs in
south india (2011). Mengatakan bahwa terdapat issu bahwa wanita dinegara maju
lebih cenderung bergaya saling eksklusif, dan mengakibatkan mereka juga harus
bekerja untuk saling menyeimbangi gaya hidup diantara mereka. Dari issu tersebut
wanita sulit untuk mengimbangi antara peran dan tuntutan wanita. Dan dalam
konteks ini bekerja merupakan langkah awal masalah worklife balance dari beberapa
pendapat wanita itu sendiri.
2.1.1.3 Kepuasan Dengan WorkLife Balance
Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa sebagian besar organisasi yang
menyediakan lingkungan yang mendukung memuaskan keseimbangan kerja dan
kehidupan worklife balance. Dari 28 praktek manajemen dinilai, keseimbangan
12
kehidupan kerja faktor tertinggi . Artinya, 73% karyawan baik setuju atau sangat
setuju bahwa mereka mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka dan memiliki
keseimbangan yang baik antara pekerjaan dan aspek lain dari kehidupan mereka.
Sebaliknya, kurang dari setengah karyawan merasa puas dengan kemampuan
organisasi untuk memberikan kesempatan karir, untuk berkonsultasi dengan dan
melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi mereka,
atau untuk berbagi informasi dan pengetahuan dalam organisasi. Hasil ini cukup
konsisten dengan data empiris yang menunjukkan bahwa di Australia, hampir dua
pertiga karyawan puas dengan jumlah jam mereka saat bekerja (Thornthwaite 2004)
dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008).
Sesuai dengan temuan sebelumnya, semakin besar jumlah jam kerja setiap
minggu, semakin rendah tingkat keseimbangan kerja dan kehidupan (Dex & Bond
2005; Sturges & Guest 2004; White, et al 2003) dalam jurnal Louise P Parkes dan
Peter H Langford (2008). Seiring dengan peneliti sebelumnya, kami perlakukan jam
kerja sebagai variabel individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti status full timer
vs paruh waktu. Namun, jumlah jam kerja karyawan juga sangat dipengaruhi oleh
organisasi mereka bekerja. Ini menyediakan dukungan untuk gagasan bahwa sebuah
organisasi dapat dicirikan oleh budaya perusahaan.
Secara keseluruhan, keseimbangan kerja dan kehidupan menunjukkan bahwa
keseimbangan kerja dan kehidupan tidak dapat diperlakukan sebagai isu hanya untuk
bagian demografis tertentu dari tenaga kerja dan fokus pada kebutuhan individu,
akan memiliki terbatasnya kesuksesan. Sebaliknya, kebijakan untuk meningkatkan
keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance perlu ditargetkan pada tingkat
organisasi yang luas.
13
Menurut Louise P Parkes and Peter H Langford (2008) dimensi dan indikator
didalam Worklife Balance:
Tabel 2.1 Worklife BalanceDimensi Indikator
1. Keseimbangan antara bekerja
dan kehidupan pribadi
Keseimbangan antara bekerja
dan kehidupan pribadi
2. Bertemu dan bertanggung jawab
terhadap keluarga dan
bertanggung jawab terhadap
pekerjaan
Bisa bertemu dan bertanggung
jawab terhadap keluarga sambil
tetap melakukan tanggung jawab
di perusahaan
3. Jumlah Jam Kerja Jumlah jam kerja adalah jumlah
waktu untuk melakukan
pekerjaan dapat dilaksanakan
siang hari dan atau malam hari.
Sumber: Louise P Parkes and Peter H Langford (2008)
2.1.2 Stres Kerja
2.1.2.1 Pengertian Stres
Menurut Robbins dan Judge (2008:368) Stres is a dynamic condition in which
an individual is confronted with an opportunity, demand, or resource related to what
the individual desires and for which the outcome is perceived to be both uncertain
and important. Stres adalah suatu kondisi yang dinamik di mana seseorang
14
dihadapkan dengan kesempatan, permintaan, atau sumber yang berhubungan dengan
apa yang diinginkan oleh individu tersebut dan yang di mana hasilnya adalah merasa
sama-sama tidak pasti dan penting.
2.1.2.2 Pengertian Stres Kerja
Menurut Cooper dalam Arnold (2005), stress kerja adalah suatu kondisi
ketegangan yang terkait dengan seluruh jenis kegiatan pekerjaan.
Posner dan Leitnor dalam Arden (2006), berpendapat ada dua faktor penting
dalam hal apakah stres dialami sebagai tak terkendali atau sebagai dapat dikuasai.
Jika stres anda dapat diramalkan dan dapat dikendalikan, kemungkinannya adalah
anda akan menyesuaikan diri secara menyenangkan terhadap stres. Jika sebaliknya
anda merasa tidak berdaya. Meskipun pekerjaan anda pada hakikatnya penuh dengan
stres, itu tidak perlu membuat anda kewalahan. Tetapi bila seorang pekerja
kehidupan rasa kendali dan kondisinya menjadi tidak dapat diramalkan. Stresnya
menjadi terlalu sulit untuk ditanggulangi.
Menurut Donna M. et al (2011) dalam journalnya yang berjudul “Violence
Against Nurses and its impact on stress and productivity” menyimpulkan bahwa
kekerasan yang ada di tempat kerja merupakan masalah yang signifikan bagi perawat
karna dapat mempengaruhi tingkat stress kerja yang tinggi dan dapat menurunkan
produktivitas kerja perawat tersebut.
Menurut Kahn, dkk (dalam Cooper,2003) merupakan suatu proses yang
kompleks, bervariasi, dan dinamis dimana stressor, pandangan tentang stres itu
sendiri, respon singkat, dampak kesehatan, dan variabel-variabelnya yang saling
berkaitan.
15
Selya dalam Ashar Sunyoto (2008) menyatakan bahwa stres kerja dapat
diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu
berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku.
Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2009) berpendapat bahwa stres kerja adalah
suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan
psikis, yang memengaruhi emosi, proses berpikir, dam kondisi seorang karyawan.
Beehr dan Newman dalam Luthans (2006) mendefinisikan stres kerja sebagai
kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaan serta
dikarakterisasikan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk
menyimpang dari fungsi normal mereka.
Menurut George Halkos, Dimitrios Bousinakis (2010) dalam journal yang
berjudul “The effect of stress and satisfaction on productivity” menunjukkan bahwa
stress dan kepuasan adalah faktor yang mempengaruhi produktivitas seseorang dalam
bekerja.
Menurut Nash, James (2010) dalam journal yang berjudul “Taking the Stress
Out of Work” menyimpulkan bahwa pekerja yang memiliki tingkat stress yang tinggi
di dalam menjalankan pekerjaannya dapat mempengaruhi jalannya perusahaan.
Dan menurut Muhammad Nassem Shadid, Khalid latif, DR. Nadeem sohail
dan Muhammad Allem Ashraf (2012) dalam journal yang berjudul Work Stress and
Employee Performance in Banking Sector Evidence From District Faisalabad,
Pakistan berpendapat bahwa stres kerja adalah masalah yang meningkat dalam organisasi
dan sering menimbulkan efek negatif bagi kinerja pekerja.
Dari uraian diatas dapat disimpulakan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan
dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaanya dan dapat terjadi pada semua kondisi
16
pekerjaan.Adanya beberapa atribut tertentu sperti tuntutan efisiensi dalam pekerjaan
atau beban kerja dapat mempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan.
2.1.2.3 Menghubungkan Stres Kerja Terhadap Wanita
Menemukan langsung hubungan penelitian tentang adanya hubungan stress
kerja terhadap wanita yang bekerja dalam pengembangan teori dan pengujian oleh
Ranchi dalam a study on psychological stress of working women (2012). Bahwa
didalam jurnal tersebut terdapat faktor yang mempengaruhi keseimbangan pekerjaan
dan kehidupan seorang karyawan wanita. Dan faktor-faktor itu adalah dimana saat
wanita tersebut mendapatkan pekerjaan yang disukai ataupun yang tidak disukai,
pengaruh dari gaya kepemimpinan seorang manajer, mendapatkan pembayaran
sesuai dengan yang diharapkan, memiliki jenjang karir yang jelas dan dengan pikiran
yang terbagi dengan tanggung jawab yang ada diluar kantor. Sehingga dari faktor
faktor tersebut dapat memberikan langsung dampak pada kinerja wanita yang
menimbulkan stress akibat dari memiliki konsentrasi yang terbagi-bagi. Karyawan
yang merasa stress terhadap pekerjaannya lebih dominan dipengaruhi oleh gaya
kepemimpinan seorang manajer dan dukungan dari seorang manajer.
Dalam penelitian Ranchi dalam a study on psychological stress of working
women (2012), mengatakan bahwa biasanya seorang karyawan wanita tidak dapat
menyelesaikan pekerjaan yang diberikan seorang manajer dengan sempurna. Itu
dapat dibuktikan dari karyawan wanita yang memiliki motivasi rendah untuk
meningkatkan jenjang karir. Penyebab dari motivasi yang rendah tersebut adalah
karena menurut seorang wanita yang bekerja, jenjang karir seorang wanita pekerja,
terlihat baik dari keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan yang harus
diselesaikan dikantor. Dan dalam dunia pekerjaan sering terjadi persaingan antara
17
karyawan. namun wanita yang memiliki konsentrasi terbagi tidak mampu untuk
bersaing sehigga meningkatkan kadar stress. Akibat dari stress tersebut wanita lebih
cenderung mengeluh kepada pihak kantor akan stress dan kondisi pribadinya .
2.1.2.4 Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja
Cooper dalam Arnold (2005), terkait dengan seluruh jenis pekerjaan,
menjabarkan tujuh faktor yang menyebabkan terjadinya stres kerja, antara lain:
1. Faktor-faktor intrisik pekerjaan antara lain adalah:
Kondisi lingkungan kerja yang kurang baik
Misalnya lingkungan kerja yang bising, pencahayaan yang kurang
bail, tercium bau-bauan, dan lain sebagainya.
Kerja shift/ kerja malam
Kerja shift merupakan sumber utama dari stres bagi para pekerja shift
lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut daripada
para pekerja pagi/ siang dan dampak dari kerja shift terhadap
kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguan-gangguan
perut. Pengaruhnya adalah emosional dan biological, karena gangguan
ritme circadian dari tidur/daur keadaan bangun (wake cycle), pola
suhu, dan ritme pengeluaran adrenalin.
Jam kerja yang lama dan kerja yang terlalu overload
Menurut Sparks et al dalam Arnold (2005), bahwa jam kerja yang
panjang secara terus menerus akan merusak kesehatan fisik dan
psikologikal individu tersebut.
18
Adapun dua tipe kerja yang telalu overload (work overhead), yaitu
overload kuantitatif yaitu banyaknya yang harus dikerjakan, dan
overload kualitatif yaitu mengacu pada pekerjaan yang terlalu sulit
untuk seseorang.
Tingkat resiko dan bahaya yang dihadapi
Pekerjaan yang mempunyai resiko atau bahaya yang tinggi akan
menghasilkan tingkat stres yang tinggi.
Teknologi baru
Mengajarkan teknologi baru dengan cara dan metode yang lama akan
menambah beban karyawan yang sedang dilatih.
2. Peraturan dalam organisasi
Antara lain adalah:
Konflik peran dan ketidakjelasan peran
Role conflict atau konflik peran merupakan hasil dari
ketidakkonsistenan harapan-harapan berbagai pihak atau persepsi
adanya ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai-
nilai individu, dan sebagainya. Sebagai akibatnya seseorang yang
mengalami konflik peran akan berada dalam suasana yang terombang-
ambing, terjepit, dan serba salah.
Selain konflik peran yang sudah dijelaskan diatas, ketidakjelasan
peran juga merupakan salah satu penyebab terjadinya stres di tempat
kerja.
Tanggung jawab
19
Pada dasarnya, tanggung jawab terdiri dari 2, yaitu tanggung jawab
terhadp orang, dan tanggung jawab terhdap sesuatu, termasuk
anggaran, perlengkapan, dan bangunan.Tanggung jawab terhadap
orang lebih menyebabkan stres, lebih menyebabkan penyakit jantung
koroner daripada tanggung jawab terhadap sesuatu.Mempunyai
tanggung jawab terhadap orang biasanya memerlukan waktu yang
lebih banyak untuk berinteraksi dengan sesama, menghadiri
pertemuan-pertemuan dan diharapkan dengan batas waktu.Penelitian
membuktikan bahwa senior executive dan semakin besar tanggung
jawabnya, maka semakin besar kemungkinan terkena resiko penyakit
jantung koroner.
1. Kepribadian
Seperti bisa diduga, penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan
tingkat kecemasan tinggi lebih menderita akibat konflik peran dibandingkan
orang yang fleksibel dalam pendekatan mereka terhadap kehidupan.
Kecemasan pengalaman individu-individu yang rawan konflik peran lebih
akut dan bereaksi dengan ketegangan yang lebih besar daripada orang-orang
yang kurang kecemasn rentan; dan lebih fleksibel individu menanggapi
konflik peran yang tinggi dengan perasaan ketegangan lebih rendah daripada
rekan-rekan mereka yang lebih kaku (Warr dan Wall, dalam Arnold,2005).
3. Hubungan dalam pekerjaan
Orang lain dan kita dapat menjadi sumber utama dari stres dan dukungan
(Makin et al,dalam Arnold, 2005).
Hubungan dengan superior
20
Sosik dan Godshalk dalam Arnold (2005) telah menunjukkan bahwa
gaya kepemimpinan yang penuh inspirasi dapat secara signifikan
mengurangi jumlah stres kerja yang dialami oleh bawahannya.
Untuk mengerti bagaimana cara mengelola atasan, penting untuk
dapat mengidentifikasikan perbedaan jenis atasan. Cooper et al,dalam
Arnold (2005) menemukan bahwa terdapat beberapa prototype atasan,
yaitu: yang birokrat, yang otokrat, yang lihay, manager yang enggan
terbuka. Masing-masing harus ditangani dengan cara yang berbeda
untuk meminimalkan tingkat stres yang dialami.
Hubungan antara bawahan dan rekan
Stres di antara rekan kerja dapat timbul dari kompetisi, komunikasi
yang kurang kancar dan konflik kepribadian.Karena kebanyakan
orang menghabiskan begitu banyak waktu di tempat kerja, hubungan
antara rekan kerja dapat menjadi dukungan yang sangat berharga, atau
sebaliknya dapat menjadi sumber stres yang sangat besar. French dan
Caplan dalam Arnold (2005) menemukan bahwa dukungan yang kuat
dari rekan-rekan kerja akan mereda ketegangan. Dukungan ini juga
mengurangi efek tekanan kerja.
4. Pengembangan Karir
a. Job Insecurity
Perubahan-perubahan lingkungan menimbulkan masalah baru yang
dapat mempunyai dampak pada perusahaan. Re-organisasi dirasakan
perlu untuk dapat menghadapi perubahan lingkungan dengan lebih
baik. Sebagai akibatnya adalah adanya pekerjaan lama yang hilangdan
21
adanya pekerjaan baru. Setiap re-organisasi menimbulkan
ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan sumber stres yang
potensial.
b. Over and Under Promotion
Peluang yang kecil untuk promosi, baik karena keadaan tidak
mengizinkan maupun karena dilupakan, dapat merupakan pembangkit
stres bagi tenaga kerja yang merasa sudah waktunya untuk
mendapatkan promosi. Perilaku yang mengganggu, semangat kerja
yang rendah dan hubungan antar pribadi yang bermutu rendah,
berkaitan dengan stres dari kesenjangan yang dirasakan antara
kedudukannya sekarang di organisasi dengan kedudukan yang
diharapkan. Sedangkan stres yang timbul karena over-promotion
memberikan kondisi beban kerja yang berlebihan serta adanya
tuntutan pengetahuan dan keterampilan yang tidak sesuai dekat
bakatnya.
5. Budaya dan Iklim Organisasi
Bagaimana para tenaga kerja mempersepsikan kebudayaan, kebiasaan, dan
iklim dari organisasi adalah penting dalam memahami sumber-sumber stres potensial
sebagai hasil dari beradanya mereka dalam organisasi: kepuasan dan ketidakpuasan
kerja berkaitan dengan penilaian dari struktur dan iklim organisasi.
6. Home-Work Interface
Home-Work Interface atau pekerjaan rumah antar muka biasanya diberi label
‘konflik’ dalam literatur stres. Konflik ini dapat berupa salah satu atau dari dua arah
gangguan bekerja dengan keluarga (di mana tuntutan pekerjaan menciptakan
22
kesulitan untuk kehidupan rumah) dan gangguan keluarga dengan pekerjaan (di
mana tuntutan kehidupan rumah menciptakan kesulitan untuk bekerja).
Menurut Nimran, dalam Novitasari (2007), ada beberapa alasan masalah
stres yang berkaitan dengan organisasi perlu diangkat ke permukaan pada saat
ini, diantaranya adalah:
a. Masalah stres adalah masalah yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan, dan
posisinya sangat penting dalam kaitannya dengan produktivitas kerja
karyawan.
b. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersumber dari luar organisasi,
stres juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam
organisasi. Oleh karena itu perlu didasari dan dipahami keberadaannya.
c. Pemahaman akan sumber-sumber stres yang disertai dengan pemahaman
terhadap cara-cara mengatasinya, adalah penting sekali bagi karyawan dan
siapa saja yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasi yang
sehat dan efektif.
d. Banyak di antara kita yang hampir pasti merupakan bagian dari satu atau
beberapa organisasi, baik sebagai atasan maupun sebagai bawahan, pernah
mengalami stres meskipun dalam taraf yang amat rendah.
e. Dalam zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini manusia
semakin sibuk. Di satu pihak peralatan kerja semakin modern dan efisien,
dan di lain pihak beban kerja di satuan-satuan organisasi juga semakin
bertambah. Keadaan ini tentu saja akan menuntut energi pegawai yang lebih
besar dari yang sudah-sudah. Sebagai akibatnya, pengalaman-pengalaman
yang disebut stres dalam taraf yang cukup tinggi menjadi semakin terasa.
23
2.1.2.5 Strategi Dan Manajemen Stres Kerja
Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering
melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara
efektif yang bahkan tidak menghasilakan apa-apa untuk memecahkan sebab dari
stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Pemahaman prinsip dasar, menjadi
bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang
muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat
kerja. Maka diperlukan pendekatan individu yang tepat dalam mengelola stres, ada
dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi
(Novitasari,2007).
a. Pendekatan Individu
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi tingkatan
stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu ;
pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan
sosial. Dengan pengolaan waktu yang baik maka seorang karyawan
dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja
yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi
tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas
yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang dihadapi pekerja
perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai strategi terakhir
untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat,
kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-
saran bagi dirinya.
b. Pendekatan Organisasional
24
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta
struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen,
sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-
strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi
stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan
tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif,
komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui
strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan
yang mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang
sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
Mendeteksi penyebab stres dan bentuk reaksinya, maka ada tiga pola
dalam mengatasi stres, yaitu pola sehat, pola harmonis, dan pola
psikologis (Mangkunegara,2002):
1) Pola sehat
Pola sehat adalah pola menghadapi stres yang terbaik yaitu
dengan kemampuan mengelola perilaku dan tindakan
sehingga adanya stres tidak menimbulkan gangguan, akan
tetapi menjadi lebih sehat dan berkembang. Mereka yang
tergolong kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu
dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga ia
tidak perlu merasa ada sesuatu yang menekan, meskipun
sebenarnya tantangan dan tekanan cukup banyak.
2) Pola harmonis
25
Pola harmonis adalah pola menghadapi stres dengan
kemampuan mengelola waktu dan kegiatan secara harmonis
dan tidak menimbukan berbagai hambatan. Dengan pola ini,
individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan
tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur.
Individu tersebut selalu mengahadapi tugas secara tepat, dan
kalau perlu ia mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada
orang lain dengan memberikan kepercayaan penuh. Dengan
demikian, akan terjadi keharmonisan dan keseimbangan
antara tekanan yang diterima dengan reaksi yang diberikan.
Demikian juga terhadap keharmonisan antara dirinya dan
lingkungan.
3) Pola patologis
Pola patalogis adalah pola menghadapi stres dengan
berdampak berbagi gangguan fisik maupun sosial-psikologis.
Dalam pola ini, individu akan menghadapi berbagai tantangan
dengan cara-cara yang tidak dimiliki kemampuan dan
keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapt
menimbulkan raksi-reaksi yang berbahaya karena bisa
menimbulkan berbagai masalah-masalah yang buruk.
Disamping itu ada juga beberapa cara yang digunakan manusia untuk
menghadapi stres (Sumarta,O.A 2009), yaitu :
a) Olahraga
26
Setelah berlari sekitar 30 menit, ketegangan dapat menurun begitu
juga dengan aktifitas otak, menjadi berkurang sensitifitasnya terhadap
stres. Hal ini dapat terjadi karena olahraga meningkatkan suplai
oksigen ke otak dan melepas ketegangan otor. Olahraga juga
membantu memobilisasi otot-otot kita sehingga mempercepat aliran
darah dan membuka paru-paru untuk mengambil lebih banyak
oksigen, dampaknya tidur lebih nyenyak dan kesehatan lebih baik.
b) Pijat
Bila bayi prematur dapat berkembang lebih baik setelah dipijat, orang
dewas pun ternyata dapat memperoleh efek yang sama. Hal ini sangat
baik untuk relaksasi dan penormalan tekanan darah yang akan
memperbaiki kualitas tidur. Dengan cara-cara tertentu orang dapat
meraskan manfaat yang besar dalam meredakan stres.
c) Meditasi-Relaksasi
Terapi yang asalnya dari budaya timur ini juga tampaknya mulai
banyak digunakan dan diketahui dapay mengatur arus hormon stres
dan membantu menormalkan detak jantung dan tekanan darah.
Namun tentu saja pelaksanaan meditasi ini perlu dibimbing oleh
ahlinya sebab sensitifitas setiap orang berbeda.
d) Dukungan Sosial
Kehadiran orang lain dapat membantu kita mengatasi stres. Dengan
berbagai perasaan (terutama dengan teman senasib) akan membantu
meringankan beban yang dirasakan. Seperti penelitian pada penderita
27
kanker yang kemudian lebih menerima dan mempersiapkan keadaan
dirinya secara rasional daripada meratapi nasib.
e) Aromaterapi
Terapi ini dapat memberikan ketenangan dalam mengurangi stres,
dengan cara meneteskan aromaterapi pada kapas dan diletakkan
ditempat seperti : dalam ruangan, kipas, mobil, pemanas dan
pendingin ruangan (AC).
f) Tertawa
Dengan melakukan tertawa dapat meredakan stres sehingga menjadi
lebih rileks, bercandalah dengan rekan kerja anda atau bisa juga
dengan membaca buku komik atau bacaan cerita lucu.
g) Makanan bergizi dan minum air putih
i. Makan makanan berkarbonhidrat komplek sehingga menjaga
perasaan tenang dan rileks lebih lama, seperti : sereal, roti
gandum.
ii. Minum air putih yang banyak untuk menghidari dari kekurangan
cairan yang dapat menimbulkan kelelahan.
iii. Makanan bergizi yang dapat membantu mengurangi stres seperti
sup, madu, jeruk, alpukat, apricot, sayuran berwarna hijau,
ketela manis, almond, walnut, kalkun, salmon yang kaya akan
lemak dan mengandung asam lemak omega 3.
h) Berdoa
28
Memohon doa kepada Tuhan yang maha Esa sangat berfungsi sebagai
pelindung dan merupakan penyembuhan yang paling baik agar
terhindar dari stres.
2.1.3 Produktivitas Kerja
2.1.3.1 Pengertian Produktivitas
Masalah produktivitas adalah masalah yang sangat penting, apalagi untuk saat
ini. Masyarakat semakin sadar bahwa produktivitas dapat meningkatkan
kesejahteraan manusia. Meskipun demikian, belum ada persamaan dalam
mengartikan produktivitas. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya konsep
produktivitas dan banyaknya definisi yang diberikan para ahli.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pengertian produktivitas memilki dua
dimensi, yaitu efektivitas dan efisiensi. Dimensi pertama berkaitan dengan
pencapaian untuk kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan
dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi kedua berkaitan dengan
upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunanya atau bagaimana hal
tersebut dilaksanakan.
Dari definisi-definisi di atas secara umum produktivitas mengandung
pengertian perbandingan anatara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya
yang digunakan, atau dapat diformulasikan sebagai berikut :
2.1.3.2 Pengertian Produktivitas Kerja
Definisi produksi dengan produktivitas mempunyai arti yang berbeda. Istilah
“produksi” lebih mengarah pada pertambahan jumlah hasil kerja yang dicapai.
Sedangkan “produktivitas” mengandung pengertian adanya perbaikan cara-cara
pencapaian produksi walaupun demikian kedua hal inimasih mempunyai hubungan.
29
Hubungan tersebut dapat terlihat bahwa produksi dan produktivitas memerlukan
individu sebagai unsure pelaksana. Menurut Blecher (dalam Wibowo 2007:241)
produktivitas kerja adalah hubungan antara keluaran atau hasil organisasi dengan
yang diperlukan.
Konsep produktifitas kerja dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi
individu dan dimensi organisasian. Dimensi individu melihat produktifitas dalam
kaitannya dengan karakteristik-karakteristik kepribadian individu yang muncul
dalam bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya individu
yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sedangkan
dimensi keorganisasian melihat produktivitas dalam kerangka hubungan teknis
antara masukan (input) dan keluaran (output). Oleh karena itu dalam pandangan ini,
terjadinya peningkatan produktivitas tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas, tetapi
juga dapat dilihat dari aspek kualitas. (kusnedi dalam sofa.p.2008)
2.1.3.3 Menghubungkan produktivitas karyawan terhadap wanita
Dalam penelitian A.Jerine BEE, K.Baskar dan V.Vimala dalam journal
organisational culture on worklife balance among married women employees
productivity (2013) bahwa ditemukan hubungan antara produktifitas kinerja seorang
karyawan wanita yang bekerja dipengaruhi dari konflik-konflik yang terjadi didalam
keluarga dengan konflik-konflik yang ada didalam dunia kerja. Bila konflik yang ada
didalam dunia pekerjaan dan keluarga seorang wanita pekerja dapat terminimalisir
maka tekanan psikologi seorang karyawan wanita akan berkurang dan akan dapat
menyeimbangkan dari sisi keluarga dan pekerjaan. Sehingga kesejahteraan pekerja
wanita akan tercipta dan akan dapat menyelesaikan tugas dengan sempurna.
30
2.1.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
Menurut Kusnendi dalam sofa 2008 faktor-faktor yang mempengaruhi
produktivitas kerja adalah :
A. Remunerasi
Remunerasi adalah merupakan imbalan atau balas jasa yang diberikan
perusahaan kepada tenaga kerja sebagai akibat dari prestasi yang telah
diberikannya dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Pengertian ini
mengisyaratkan bahwa keberadaannya didalam suatu organisasi perusahaan
tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebab, akan terkait langsung dengan
pencapaian tujuan perusahaan. Remunerasi yang rendah tidak dapat
dipertanggungjawaban, baik dilihat sisi kemanusiaan maupun dari sisi
kelangsungan hidup perusahaan.
Secara teoritis dapat dibedakan dua sistem remunerasi yaitu yang
mengacu kepada tori Karl Mark dan yang mengacu kepada teori Neo-klasik.
Kedua teori tersebut masing masing memiliki kelemahan. Oleh karena itu,
sistem pengupahan yang berlaku dewasa ini selalu berada diantara dua sistem
tersebut. berarti bahwa tidak ada satupun pola yang dapat berlaku umum.
Yang perlu dipahami bahwa pola manapun yang akan dipergunakan
seyogianya disesuaikan dengan kebijakan remunerasi masing-masing
perusahaan dan mengacu kepada rasa keadilan bagi kedua belah pihak
(perusahaan dan karyawan)
Besarnya tingkat remunerasi untuk masing-masing perusahaan adalah berbeda.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya
diantaranya, yaitu permintaan dan penawaran tenaga kerja, kemampuan perusahaan,
31
kemampuan, dan keterampilan tenaga kerja, peranan perusahaan, serikat buruh, besar
kecilnya resiko pekerjaan, campur tangan pemerintah, dan biaya hidup.
Dilihat dari sistemnya pembelian remunerasi dapat dibedakan atas prestasi kerja,
lama kerja, senioritas atau lama dinas, kebutuhan, dan premi atau upah borongan.
B. Pendidikan dan Latihan
Pendidikan dan latihan dipandang sebagai sesuatu investasi dibidang sumber
daya manusia yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas dari tenaga kerja.
Oleh karena itu pendidikan dan latihan merupakan salah satu faktor penting dalam
oranisasi perusahaan. Pentingnya pendidikan dan latihan disamping berkaitan dengan
berbagai dinamika (perubahan) yang terjadi dalam lingkungan perusahaan, seperti
perusahaan produksi, teknologi, dan tenaga kerja, juga berkaitan dengan manfaat
yang dapat dirasakannya. Manfaat tersebut antara lain : meningkatnya produktifitas
perusahaan, moral dan disiplin kerja, memudahkan pengawasan, dan menstabilkan
tenaga kerja.
Agar penyelenggaraan pendidikan dan latihan berhasil secara efektif dan
efisien, maka ada lima hal yang harus dipahami. Yaitu :
Adanya perbedaan individual
Berhubungan dengan anlisa pekerjaan
Motivasi
Pemilihan peserta didik
Pemilihan metode yang tepat
32
Pendidikan latihan bagi tenaga kerja dapat diklasifikasikan kepada
dua kelompok, pertama , yakni pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja yang
termasuk kpada kelompok tenaga kerja operasional, kedua, pendidikan dan
latihan bagi tenaga kerja yang termasuk kepada kelompok tenaga kerja yang
menduduki jabatan manajerial. Untuk masing-masing kelompok tenaga kerja
tersebut diperlukan metode pendidikan yang berbeda satu sama lainnya.
C. Pengertian dan Proses Perencanaan Tenaga Kerja
Perencanaan tenaga kerja merupakan bagian integral dari perencanaan
pembangunan. Rencana pembangunan memuat berbagai kegiatan yang akan
dilaksanakan diseluruh sektor atau sub sektor. Setiap kegiatan yang akan
dilaksanakan membutuhkan tenaga kerja yang sesuai. Perencanaan tenaga kerja
memuat perkiraan permintaan atau kebutuan dan penawaran atau penyediaan tenaga
kerja, serta kebijakan maupun program ketenagakerjaan yang diperlukan dalam
rangka menunjang keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Perencanaan tenaga
kerja dapat dilakukan pada tahap perusahaan, lembaga pemerintah atau unit
organisasi swasta lainnya. Perencanaan tenaga kerja seperti ini disebut perencanaan
tenaga kerja mikro. Pemerintah biasanya juga membuat perencanaan tenaga kerja
dalam cakupan wilayah tertentu maupun secara nasional. Jenis perencanaan tenaga
kerja seperti itu dikenal sebagai perencanaan tenaga kerja makro, nasional atau
perencanaan tenaga kerja regional.
Sistem perencanaan tenaga kerja menunjukkan kedudukan
perencanaan tenaga kerja dalam kerangka perencanaan pembangunan secara
keseluruhan. Perencanaan pembangunan yang disertai dengan data-data
kependudukan dan informasi pasar kerja merupakan masukan utama dalam
33
penyusunan perencanaan tenaga kerja. Hasil perencanaan tenaga kerja adalah
berupa rencana tenaga kerja.
Dalam sistem perencanaan pembangunan yang melihat perencanaan
tenaga kerja sebagai bagian integral dari perencanaan pembangunan, maka
proses perencanaan tenaga kerja akan melibatkan instansi. Proses
perencanaan tenaga kerja itu sendiri menunjukkan langkah-langkah yang
perlu ditempuh dalam pelaksanaan perencanaan tenaga kerja.
2.1.3.5 Usaha-usaha Peningkatan Produktivitas Kerja Karyawan
Guna mencapai efisiensi, produktivitas karyawan sangat diperlukan,
peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain :
a) Peningkatan pendidikan
Pendidikan dan latihan menambah pengetahuan dan keterampilan kerja. Latihan
dapat dilakukan di dalam maupun di luar pekerjaan. Latihan yang dilakukan
umumnya bersifat formal.
b) Perbaikan penghasialan dan pengupahan
Perbaikan pengupahan pada akhirnya akan dapay menjamin perbaikan gizi dan
kesehatan. Rendahnya tingkat pendapatan menyebabkan karyawan tidak dapat
memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, perumahan dan kesehatan
yang memadai, yang lebih lanjut menyebabkan produktivitas rendah.
c) Pemilihan teknologi sarana pelengkap untuk berproduksi
Seseorang yang menggunakan peralatan yang lengkap dan sempurna lebih tinggi
produktivitasnya disbanding denga orang yang menggunakan peralatan yang lebih
sederhana.
34
d) Peningkatan kemampuan pimpinan
Kemampuan dan tingkat produktivitas kerja yang tinggi dari karyawan tidak ada
begitu saja jika tidak didukung oleh pemimpin yang kreatif dan partisipatif.
2.1.4 Penelitian Terdahulu
Menurut Syeb Shabib ul Hasan (2012) dalam journal of European studies yang
berjudul “Worklife Balance, Stress, Working Hours and Productivity : A Case Study
of Fashion Retailers in the UK. Berdasarkan temuan, penelitian ini menyimpulkan
bahwa ada kebutuhan organisasi untuk serius mempertimbangkan implikasi dari
karyawan ketidakmampuan mencapai keseimbangan kehidupan bekerja. Ketika
majikan berkomitmen untuk membantu karyawan menyeimbangkan kehidupan
mereka dengan bekerja, ada perbaikan yang pasti dalam kinerja, dan lebih besar
komitmen karyawan terhadap organisasi. Meskipun, bekerja keseimbangan
kehidupan, seperti model teoritis, tidak bebas dari kritik, karena ada penelitian yang
menunjukkan hubungan negatif antara keseimbangan kehidupan kerja dan
produktivitas, organisasi yang mendorong inisiatif kehidupan kerja keseimbangan,
memiliki peluang yang lebih besar dari peningkatan produktivitas, meningkatkan
retensi, perekrutan, komitmen organisasi, dan loyalitas. Kunci untuk mencapai hasil
ini adalah kepuasan karyawan dalam organisasi. Budaya kerja umumnya lazim telah
membuat pekerjaan keseimbangan hidup lebih keras untuk mencapai, khususnya
seperti yang diungkapkan dalam harapan majikan. Job tuntutan, target tinggi,
harapan kinerja tinggi, ketidakamanan kerja dan pekerjaan membosankan semua
berkontribusi terhadap stres di kalangan karyawan.
Menurut Halkos, G (2008). Dalam jurnal The Influence Of Stress and
Satisfaction on Productivity bahwa Kepuasan merupakan faktor yang mengatur
35
untuk stres. Teori selama neo-klasik Periode (1920-1950) didukung bahwa kepuasan
karyawan secara langsung mempengaruhi produktivitas. Mereka percaya bahwa
terdapat hubungan sebab-akibat antara kepuasan dan produktivitas. Ini adalah alasan
mengapa organisasi menggunakan berbagai cara untuk meningkatkan produktivitas
karyawan dan dengan demikian meningkatkan produktivitas.
Menurut De Cieri et al (2005) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H
Langford (2008). Dalam sampel Australia lebih dari 16.000 karyawan kami menilai
apakah karyawan puas dengan kemampuan mereka untuk menyeimbangkan
komitmen pekerjaan dan kehidupan lainnya. Kami menguji hipotesis bahwa
keseimbangan hidup dan kerja adalah penting untuk menarik dan mempertahankan
karyawan dalam konteks aspek lain dari iklim organisasi. Kami juga mengeksplorasi
bagaimana variabel individu dan organisasi yang terkait dengan keseimbangan hidup
dan kerja membantu pengembangan lebih lanjut dari teori mengintegrasikan
pekerjaan dengan aspek kehidupan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari 28 faktor iklim organisasi, keseimbangan hidup dan kerja adalah paling terkait
dengan keterlibatan karyawan dan niat untuk tinggal dengan organisasi. Kami
mendiskusikan implikasi untuk posisi organisasi bagaimana keseimbangan hidup dan
kerja strategi, terutama dalam kaitannya dengan tanggung jawab sosial dan
kesehatan, bukan solusi untuk komitmen karyawan dan retensi.
36
2.2 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Produktifitas Karyawan (Y)Imbalan yang berprestasi
Rasa keadilan
Peranan perusahaan
Lama kerja
Senioritas
Perbedaan individual
Analisa pekerjaan
Motivasi
Pemilihan peserta didik
Pemilihan metode
Rencana perusahaan
Stres Kerja (X2)Cahaya
Suara
Suhu
Udara terpolusi
Konflik peran
Peran ganda
Beban kerja
Tidak adanya control
Tanggung jawab
Kondisi kerja
Hubungan antara kelompok
Komunikasi
Hubungan dengan atasan
Struktur organisasi
Politik
Kebijakan khusus
worklife balance (X1)Jumlah jam kerja
Jumlah jam lembur
Tingkat jam kerja hari libur
Konflik
Konflik keluarga
In term of time
Jenis pekerjaan
Tingkat jam kerja dan istirahat
37
2.3 Hipotesis
Dari kerangka berpikir dan tinjauan pustaka diatas, dapat
dirumuskanhipotesis atau dugaan sementara terhadap variabel-variabel penelitian
yang digunakan .
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah :
Untuk T1 :
Ho : Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara worklife balance dengan
produktifitas karyawan wanita
Ha : Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara stres kerja dengan produktifitas
karyawan wanita
Untuk T2 :
Ho : Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara Stres kerja dengan
produktifitas karyawan wanita
Ha : Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara stress kerja dengan
produktifitas karyawan wanita
Untuk T3 :
Ho : Tidak ada pengaruh yang positif antara worklife balance dan stres kerja dengan
produktifitas karyawan wanita
Ha : Ada pengaruh yang positif antara worklife balance dan stress kerja dengan
produktifitas karyawan wanita
38