Post on 14-Jul-2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya surat dakwaan sangat penting dalam hukum acara pidana,
karena merupakan dasar pemeriksaan suatu perkara pidana di persidangan. Pada
Pasal 141 KUHAP yang menyangkut bentuk surat dakwaan kumulasi, undang-
undang dan praktek hukum memberi kemungkinan menggabungkan beberapa
perkara atau beberapa orang dalam satu surat dakwaan. Dengan jalan
penggabungan tindak pidana dan pelaku-pelaku tindak pidana dalam suatu surat
dakwaan perkara atau pelaku-pelakunya dapat diperiksa dalam suatu persidangan
pengadilan yang sama.
Dalam dakwaan ini harus dengan tegas dan jelas dirumuskan
penggabungan/pengumpulan para terdakwa kedalam satu dakwaan sebagaimana
dimaksud Pasal 141 KUHAP perumusan secara cermat, jelas dan lengkap unsur-
unsur tindak pidana yang didakwakan dikaitkan dengan fakta perbuatan para
terdakwa yang dilengkapi dengan uraian tentang waktu dan tempat dilakukannya
tindak pidana dalam merumuskan tindak pidana yang didakwakan harus
dirumuskan secara terperinci peran para terdakwa masing-masing atau secara
bersama-sama dalam mewujudkan tindak pidana tersebut.
Mencermati perkara dengan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl dengan para
terdakwa Wachyu Nugroho Bin Aliman; Sukisno Alias Ciu; Sri Wahyuni Alias
Leni, yang telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana “Pemerasan”
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 368 ayat 1 KUHP jo Pasal
365 ayat 2 ke-2 KUHP. Terdakwa Wachyu Nugroho Bin Aliman bersama teman-
temannya pada hari Selasa tanggal 28 Januari 2014 sekira jam 15.00 WIB atau
setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2014 bertempat di pinggir jalan
raya Andong – Klego, Kec. Klego, Kab. Boyolali atau setidak-tidaknya di suatu
2
tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Boyolali,
telah melakukan perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain atau supaya membuat
hutang maupun menghapuskan piutang, perbuatan tersebut dilakukan oleh dua
orang atau lebih dengan bersekutu.
Pada pelaksanaan terhadap perumusan dakwaan tetap harus didasarkan
pada hasil pemeriksaan pendahuluan dimana dapat diketemukan baik berupa
keterangan terdakwa maupun keterangan saksi dan alat bukti yang lain termasuk
keterangan ahli misalnya Visum Et Repertum, disitulah dapat ditemukan
perbuatan sungguh-sungguh dilakukan (Perbuatan Materil) dan bagaimana
dilakukannya (Hamzah, 2008:170).
Terkait penyatuan dari beberapa terdakwa yang telah melakukan tindak
pidana pemerasan sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Boyolali tersebut,
hal ini dilakukan oleh Penuntut Umum dengan pertimbangan efektifitas dalam
penuntutan perkara.
Demi alasan persidangan yang cepat, sederhana dan berbiaya murah,
penggabungan beberapa berkas dakwaan dengan beberapa terdakwa, sangat
mungkin dilakukan. Apalagi Pasal 141 KUHAP mengatur masalah
penggabungan dakwaan itu. Selain itu penuntut umum diberi kewenangan untuk
mengajukan dakwaan yang berbentuk gabungan atau kumulasi. Baik „kumulasi
perkara tindak pidana‟ maupun sekaligus „kumulasi terdakwa‟ dengan kumulasi
dakwaannya.
Berdasarkan paparan singkat di atas, penulis tertarik untuk menindaklanjuti
apa yang dilakukan oleh Penuntut Umum dengan menyatukan beberapa terdakwa
dalam satu berkas penuntutan dari sudut implikasi yuridisnya terkait proses
hukum dalam penuntutan perkara pemerasan di Pengadilan Negeri Boyolali,
dengan mengajukan judul skripsi : “TINJAUAN PENYATUAN BEBERAPA
3
TERDAKWA DALAM SATU BERKAS DAKWAAN OLEH PENUNTUT
UMUM DAN IMPLIKASI YURIDISNYA PADA PENUNTUTAN PERKARA
PEMERASAN DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI (Studi Putusan Nomor
: 89/Pid.B/2014/PN.Byl.)”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan permasalahan yang ingin
penulis kemukakan yaitu :
1. Apakah penyatuan beberapa terdakwa dalam satu berkas dakwaan yang dilakukan
oleh Penuntut Umum pada putusan perkara pemerasan Nomor :
89/Pid.B/2014/PN.Byl. di Pengadilan Negeri Boyolali sudah sesuai dengan ketentuan
dalam KUHAP?
2. Bagaimanakah implikasi yuridis terkait penyatuan beberapa terdakwa dalam satu
berkas dakwaan yang dilakukan oleh Penuntut Umum pada putusan perkara
pemerasan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl. di Pengadilan Negeri Boyolali?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin penulis capai dalam penelitian hukum ini adalah
sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui ketentuan hukum dalam penyatuan beberapa terdakwa dalam
satu berkas dakwaan yang dilakukan oleh Penuntut Umum pada putusan perkara
pemerasan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl. di Pengadilan Negeri Boyolali.
b. Untuk mengetahui implikasi yuridis dari penyatuan beberapa terdakwa dalam satu
berkas dakwaan yang dilakukan oleh Penuntut Umum pada putusan perkara
pemerasan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl. di Pengadilan Negeri Boyolali.
2. Tujuan Subyektif
4
a. Menambah wawasan/pengetahuan penulis dibidang hukum acara pidana
khususnya terkait ketentuan hukum tentang penyatuan beberapa terdakwa dalam
satu berkas dakwaan yang dilakukan oleh Penuntut Umum dengan alasan untuk
mempersingkat waktu dan biaya yang lebih murah.
b. Untuk memperoleh sumber bahan hukum dan informasi sebagai bahan utama
dalam menyusun karya ilmiah guna memenuhi persyaratan yang diwajibkan
dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang
dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini
adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk memberi sumbangan pikiran dan manfaat dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan hukum acara pidana pada khususnya.
b. Hasil Penelitian ini dapat memberikan jawaban yang jelas mengenai benar-
tidaknya strategi penyatuan terdakwa dalam proses beracara pidana.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu tambahan referensi, masukan
data ataupun literatur bagi penulisan hukum selanjutnya yang berguna bagi para
pihak-pihak yang berkepentingan.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahan yang diteliti oleh
penulis yaitu mengetahui dasar hukum Penuntut Umum menyusun penyatuan
terdakwa dalam satu berkas tuntutan pada putusan perkara pemerasan Nomor :
89/Pid.B/2014/PN.Byl. di Pengadilan Negeri Boyolali.
5
b. Diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam
bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberi masukan dan
sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak terkait dengan masalah yang diteliti.
E. Metode Penelitian
Menurut H.J. van Eikema Hommers sebagaimana dikutip Peter Mahmud Marzuki
menyatakan bahwa setiap ilmu pengetahuan memiliki metodenya sendiri. Apa yang
dikemukakan mengindikasikan bahwa tidak dimungkinkannya penyeragaman metode
untuk semua bidang (H.J. van Eikema Hommers dalam Peter Mahmud Marzuki, 2007 :
11).
Berdasarkan hal tersebut, peneliti dalam penelitian ini mengguna kan metode
penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum yang merupakan suatu proses untuk
menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum guna
menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 35). Penelitian
hukum ini merupakan penelitian doktrinal karena keilmuan hukum bersifat
preskriptif (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 33).
6
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian hukum yang
bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, maka
penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,
konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 :
22).
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dapat digunakan di dalam penelitian hukum adalah
pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach),
pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative
approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud
Marzuki, 2006 : 93). Dari kelima pendekatan tersebut, pendekatan yang relevan
dengan penelitian hukum yang penulis gunakan adalah pendekatan kasus (case
approach).
4. Sumber Penelitian Hukum
Sumber-sumber penelitian hukum ini terdiri dari:
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-
undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-
undangan dan putusan-putusan hakim. Penelitian hukum ini menggunakan bahan
hukum dari Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor Putusan Nomor :
89/Pid.B/2014/PN.Byl, dan Undang-undang atau putusan hukum lain yang
mendukungnya.
b. Bahan hukum sekunder yang berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-
buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar
atas putusan pengadilan. Peneliti menggunakan buku-buku teks, kamus-kamus
hukum serta jurnal-jurnal hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang
diteliti (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 141).
7
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan- bahan hukum yang
relevan dengan isu hukum yang dihadapi. Peneliti menggunakan teknik studi pustaka
dengan mengumpulkan putusan pengadilan mengenai isu hukum yang dihadapi yakni
Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor Putusan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl,
merupakan tindak pidana pemerasan yang dilakukan bersama-sama dan telah
direncanakan sebelumnya. Peneliti juga mendokumentasikan bahan-bahan hukum
sekunder yang berupa buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum
yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
6. Teknik Analisis
Penelitian ini mempergunakan teknis analisis data dengan metode deduksi.
Sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan metode deduksi
ini berpangkal dari pengajuan premis mayor. Kemudian diajukan premis minor. Dari
kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud
Marzuki, 2006 : 47).
Pada logika silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor
adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Sedangakan
menurut Jhonny Ibrahim, yang mengutip pendapat Bernard Arief Shiharta, logika
deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat
umum menjadi kasus yang bersifat individual Teori dan Metodologi Penelitian
Hukum Normatif. Malang: Bayumedia (Jhonny Ibrahim, 2008). Dalam hal ini, data
yang diperoleh dalam penelitian ini dengan melakukan inventarisasi sekaligus
mengkaji dari penelitian studi kepustakaan aturan perundang-undangan beserta
dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait, kemudian data
tersebut diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap
terakhir adalah menarik kesimpulan dari data yang diolah, sehingga pada akhirnya
dapat diketahui seberapa jauh Pengadilan Negeri Boyolali dalam hal ini adalah
Hakim yang memimpin persidangan dalam perkara pemerasan seperti tercantum
dalam Putusan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl.
8
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai penulisan hukum yang
disusun, maka penulis menguraikan dalam suatu sistematika penulisan hukum. Adapun
sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis berusaha memberikan gambaran awal tentang
penelitian yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan
sistematika penulisan hukum yang digunakan untuk memberikan
pemahaman terhadap isi penelitian ini secara garis besar.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran.
Kerangka teori meliputi tinjauan tentang surat dakwaan, tinjauan
tentang penuntut umum, tinjauan tentang tindak pidana pemerasan,
tinjauan tentang perbuatan perbarengan.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan menyajikan tentang hasil penelitian beserta
pembahasan yang meliputi :
a. Apakah Penyatuan Beberapa Terdakwa Dalam Satu Berkas Dakwaan
Pada Putusan Perkara Pemerasan Nomor: 89/Pid.B/2014/ PN.Byl sudah
sesuai dengan KUHAP
b. Apakah Implikasi yuridis penyatuan beberapa terdakwa oleh Penuntut
Umum dalam satu berkas dakwaan pada perkara Nomor:
89/Pid.B/2014/PN.Byl
BAB IV PENUTUP
Pada bab ini berisi simpulan dan saran yang berdasarkan pembahasan
dan jawaban atas rumusan masalah yang telah diuraikan.
9
DAFTAR PUSTAKA
Berisi sumber-sumber pustaka yang dikutip dalam penulisan hukum
baik langsung maupun tidak langsung.
LAMPIRAN
Berisi instrumen-instrumen penelitian.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kerangka Teori
a. Tinjauan Tentang Surat Dakwaan
1. Pengertian Surat Dakwaan
Di dalam Abdul Karim Nasution surat dakwaan adalah suatu surat atau
akte yang memuat suatu rumusan dari tindak pidana yang didakwakan, yang
sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang
merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan, yang bila ternyata
cukup terbukti, terdakwa dapat dijatuhi hukuman (Martiman P, 2002 : 31).
M. Yahya Harahap, mengemukakan :
Surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana
yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil
pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam
pemeriksaan di muka sidang pengadilan (M. Yahya Harahap, 2002:386)
Berdasarkan kedua pendapat tersebut yang dimaksud dengan surat
dakwaan, yaitu :
a. Surat dakwaan merupakan suatu akte, sebagai suatu akte tentunya surat
dakwaan harus mencantumkan tanggal pembuatannya dan tandatangan
pembuatannya. Suatu akte yang tidak mencantumkan tanggal dan tanda tangan
pembuatnya tidak memiliki kekuatan sebagai akte, meskipun mungkin secara
umum dapat dikatakan sebagai surat.
b. Surat dakwaan tersebut selalu mengandung element yang sama yaitu adanya
perumusan tentang tindak pidana yang didakwakan beserta waktu dan tempat
dilakukannya tindak pidana.
c. Dalam merumuskan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, haruslah
dilakukan secara cermat, jelas dan lengkap, sebagaimana diisyaratkan dalam
ketentuan perundang-undangan.
11
d. Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan perkara di sidang pengadilan.
2. Fungsi Surat Dakwaan
Rumusan surat dakwaan harus sesuai dengan hasil pemeriksaan
penyidikan. Rumusan surat dakwaan yang menyimpang dari hasil pemeriksaan
penyidikan merupakan surat dakwaan yang palsu dan tidak benar. Surat dakwaan
yang demikian tidak dapat dipergunakan jaksa menuntut terdakwa (Yahya
Harahap, 2000 : 376).
Fungsi surat dakwaan dalam sidang pengadilan merupakan landasan dan
titik tolak pemeriksaan terdakwa. Berdasarkan rumusan surat dakwaan dibuktikan
kesalahan terdakwa. Pemeriksaan sidang tidak boleh menyimpang dari apa yang
dirumuskan dalam surat dakwaan (Yahya Harahap, 2000 : 378).
Ditinjau dari berbagai kepentingan yang berkaitan dengan pemeriksaan
perkara pidana, maka fungsi Surat Dakwaan dapat dikategorikan :
a. Bagi Pengadilan atau Hakim, Surat Dakwaan merupakan dasar dan
sekaligus membatasi ruang lingkup pemeriksaan, dasar pertimbangan dalam
penjatuhan keputusan;
b. Bagi Penuntut Umum, Surat Dakwaan merupakan dasar pembuktian atau
analisis yuridis, tuntutan pidana dan penggunaan upaya hukum;
c. Bagi terdakwa atau Penasehat Hukum, Surat Dakwaan merupakan dasar
untuk mempersiapkan pembelaan (http: peraturan kejaksaan : pembuatan-
surat-dakwaan.html, diakses pada tanggal 28 April 2015 pukul
11.53WIB).
Mr. B.M Teverne mengemukakan, bahwa “kekuasaan lalim” dari surat
dakwaan itu, adalah sebagai berikut :
a. Dimensi Positif, bahwa keseluruhan isi surat dakwaan yang terbukti pada
persidangan harus dijadikan dasar oleh hakim pada putusannya.
b. Dimensi Negatif, bahwa apa yang dapat dibuktikan dalam persidangan harus
dapat tercantum pada surat dakwaan.
12
Surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum haruslah
memenuhi ketentuan/syarat-syarat baik syarat formil maupun syarat materiil,
dimana surat dakwaan itu harus berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan karena
berdasarkan surat dakwaan itulah yang akan menjadi pedoman proses
pemeriksaan yang dilakukan di persidangan untuk mencari dan menemukan
kebenaran materiil (de matriele waarheid) dan pada akhirnya menjadi dasar hakim
untuk menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut (Litis Contestatio). Oleh
karena itu, arti pentingnya surat dakwaan adalah :
a. Sebagai dasar bagi pemeriksaan di persidangan
b. Sebagai dasar bagi penuntut umum dalam mengajukan tuntutan
c. Sebagai dasar bagi terdakwa untuk membela dirinya
d. Sebagai dasar bagi hakim untuk menjatuhkan putusannya
Surat dakwaan memiliki fungsi sentral dalam pemeriksaan persidangan,
karena surat dakwaan merupakan suatu rumusan dari proses penyidikan yang
dibuat dalam bentuk suatu akta guna membawa hasil penyidikan tersebut ke
dalam pemeriksaan pengadilan untuk memperoleh putusan hakim tentang
perbuatan terdakwa yang didakwakan.
Hakim pada prinsipnya tidak dapat memeriksa dan mengadili keluar dari
lingkup yang didakwakan artinya hakim harus memeriksa, mengadili dan
memutus suatu perkara pidana berdasarkan delik yang tercantum dalam surat
dakwaan.
3. Syarat-syarat surat dakwaan
Mengenai surat dakwaan telah diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP,
dimana surat dakwaan haruslah diberi tanggal dan ditanda tangani serta berisi :
a. Syarat formil :
1) Nama lengkap,
2) tempat lahir,
3) umur atau tanggal lahir,
4) jenis kelamin,
5) kebangsaan,
6) tempat tinggal,
13
7) agama, dan
8) pekerjaan tersangka.
b. Syarat materiil ;
1) Uraian secara cermat
Artinya surat dakwaan harus didasarkan kepada Undang-Undang yang
berlaku bagi terdakwa, dan harus memperhatikan :
a) Apakah ada pengaduan dalam hal delik khusus
b) Apakah penerapan hukumnya sudah tepat
c) Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan
d) Apakah tindak pidana itu belum atau sudah daluarsa
e) Apakah nebis in idem atau tidak
2) Jelas
Artinya surat dakwaan harus merumuskan unsur-unsur dari tindak
pidana yang didakwakan sekaligus memadukan dengan uraian perbuatan
materiil/fakta yang dilakukan oleh terdakwa dalam surat dakwaan.
Sehingga uraian unsur delik tersebut harus dirumuskan dalam pasal yang
didakwakan dan dapat dijelaskan dalam bentuk fakta perbuatan yang
dilakukan oleh terdakwa guna dapat diketahui secara jelas apakah
terdakwa dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut
sebagai Pelaku (dader/pleger), pelaku peserta (mededader/pleger),
penggerak (uitlokker), penyuruh (doen pleger), pembantu
(medeplichting).
3) Lengkap mengenai rumusan unsur-unsur tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu
dilakukan
Artinya uraian surat dakwaan harus mencukupi semua unsur-
unsur yang ditentukan secara lengkap yaitu apabila perbuatan
materiilnya tidak diuraikan secara tegas dalam surat dakwaan, maka
perbuatan tersebut akan berakibat bukan merupakan tindak pidana
sebagaimana yang ditentukan di dalam Undang-Undang.
14
4. Syarat Surat Dakwaan
Pasal 143 ayat (2) KUHAP menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi
dalam menyusun surat dakwaan, Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang
ditandatangani dan diberi tanggal. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :
a. Syarat Formal, yaitu mencakup: nama lengkap, tempat lahir, umur atau
tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan
pekerjaan tersangka (terdakwa).
b. Syarat Materiil, yaitu mencakup: uraian secara cermat, jelas dan lengakap
seksama maka dalam perbedaan itu terkandung pula persamaan.
Dengan adanya syarat pembuatan dakwaan yaitu syarat formal dan materiil,
maka kedua syarat ini harus dipenuhi dalam menyusun surat dakwaan. Akan
tetapi undang-undang sendiri membedakan kedua syarat ini berdasarkan ketentuan
Pasal 143 ayat (3), yang menegaskan surat dakwaan yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, “batal demi hukum”.
5. Akibat hukum tidak dipenuhinya syarat surat dakwaan
Berbagai akibat hukum yang muncul terkait tidak terpenuhinya syarat surat
dakwaan apabila dalam surat dakwaan terdapat adanya pencampuran adukan
unsur suatu pasal tertentu dengan pasal yang lain dalam suatu surat dakwaan maka
dakwaan tersebut dinyatakan kabur atau tidak jelas (obscuur libel), contoh :
penggabungan unsur Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP, Pasal 372 KUHP dan
Pasal 378 KUHP, Pasal 362 KUHP dan Pasal 480 KUHP.
Apabila syarat formilnya tidak terpenuhi maka surat dakwaan DAPAT
DIBATALKAN (vernietigbaar). apabila syarat materiilnya tidak terpenuhi maka
dakwaan tersebut adalah BATAL DEMI HUKUM (rechtswege nietig) (Pasal 143
ayat (3) KUHAP), dimana dianggap tidak terpenuhinya syarat materiil apabila :
a. Dakwaan kabur (obscuur libelen) yaitu karena susunannya tidak jelas atau
unsur-unsur tindak pidana yag didakwakan tidak diuraikan secara jelas atau
terjadinya pencampuran unsur-unsur tindak pidana atau tidak memuat fakta
dan keadaan secara lengkap
b. Dalam dakwaan berisi pertentangan antara satu dengan yang lainnya
c. Tidak berdasarkan rumusan atau kesimpulan dari hasil penyidikan
15
Sehingga materi yang ada di dalam surat dakwaan harus memuat atau dapat
diketahuinya siapa yang melakukan tindak pidana (orang), kapan perbuatan
tersebut dilakukan (waktu), dimana terjadinya perbuatan tersebut (tempat), cara
bagaimana perbuatan itu dilakukan dan dengan alat apa perbuatan itu dilakukan,
apa akibat dari perbuatan tersebut dalam artian siapa yang menjadi korban atau
siapa yang dirugikan. Kesemuanya itu harus di dukung oleh bukti-bukti yang
cukup seseuai dengan ketentuang Undang-Undang.
Sedang akibat hukum tidak dipenuhinya syarat surat dakwaan menurut
ketentuan Pasal 143 ayat (3) adalah sebagai berikut:
1) Kekurangan syarat formal, tidak menyebabkan surat dakwaan batal demi
hukum.
a) Tidak dengan sendirinya batal menurut hukum, pembatalan surat dakwaan
yang diakibatkan kekurang sempurnaan syarat formal maka dapat dibatalkan,
jadi tidak batal demi hukum (van rechtswege nietig atau null and void) tapi
dapat dibatalkan atau vernietigbaar (voidable) karena sifat
kekurangsempurnaan pencantuman syarat formal dianggap bernilai imperfect
(kurang sempurna)
b) Kesalahan syarat formal tidak prinsipil sekali. Misalnya kesalahan
penyebutan umur tidak dapat dijadikan alasan untuk membatalkan surat
dakwaan. Kesalahan atau ketidak sempurnaan syarat formal dapat dibetulkan
hakim dalam putusan, sebab pembetulan syarat formal surat dakwaan, pada
pokoknya tidak menimbulkan seuatu akibat hukum yang dapat merugikan
terdakwa.
2) Kekurangan syarat materiil, mengakibatkan surat dakwaan batal demi hukum.
Jelas dilihat perbedaan diantara kedua syarat tersebut. Pada syarat formal,
kekurangan memenuhi syarat tersebut tidak mengakibatkan batalnya surat
dakwaan demi hukum, akan tetapi masih dapat dibetulkan. Sedang pada syarat
materiil, apabila syarat tersebut tidak dipenuhi surat dakwaan batal demi hukum.
Pencantuman syarat formal dan material dalam penyusunan surat
dakwaan sangat erat kaitannya dengan tujuan daripada surat dakwaan itu sendiri.
Tujuan surat dakwaan tiada lain ialah dalam proses pidana surat dakwaan itu
adalah sebagai dasar pemeriksaan sidang pengadilan, dasar pembuktian dan
tuntutan pidana dasar pembelaan diri bagi terdakwa dan merupakan dasar
16
penilaian serta dasar putusan pengadilan. Kesemuanya itu guna menentukan
perbuatan apa yang telah terbukti, apakah perbuatan yang terbukti tersebut
dirumuskan dalam surat dakwaan, siapa yang terbukti bersalah melakukan
pebuatan yang di dakwakan itu.
6. Wewenang Penyusunan Surat Dakwaan
Pada prinsinya, hanya Jaksa Penuntut Umum yang berhak dan berwenang
dalam menyusun surat dakwaan, mendakwa serta menghadapkan seseorang
terdakwa kepada hakim di muka sidang pengadilan. Akan tetapi tentu terhadap
prinsip umum ini terdapat pengecualian, pada tindak pidana acara ringan dan
acara pelanggaran lalulintas jalan (Pasal 205 ayat (2) dan Pasal 212). Dalam acara
pemeriksaan tindak pidana ringan seperti yang sudah pernah dijelaskan, penyidik
atas kuasa penuntut umum menghadapkan dan mendakwa terdakwa kepada hakim
dalam sidang pengadilan (Pasal 205 ayat (2)). Demikian juga pada acara
pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan, penyidik langsung menghadapkan
terdakwa kepada hakim dalam sidang pengadilan. Namun demikian kedua
pengecualian diatas, tidak mengurangi arti prinsip bahwa hanya jaksa yang berhak
mendakwakan seseorang terdakwa yang melakukan tindak pidana kepada hakim
di muka sidang pengadilan.
7. Bentuk Dakwaan
Penyusunan surat dakwaan, kecuali harus memenuhi syarat formal (Pasal
143 ayat (3) huruf a) dan syarat materiil (Pasal 143 ayat (2) huruf b) juga terikat
dengan bentuk-bentuk surat dakwaan. Penyusunan surat dakwaan dikenal ada 5
(lima) bentuk (Anonim, 1985:24-28).
1) Tunggal
Bentuk surat dakwaan yang disusun dalam rumusan tunggal.
Surat dakwaan hanya berisi satu saja dakwaan. Umumnya perumusan
dakwaan tunggal dijumpai dalam tindak pidana yang jelas serta tidak
mengandung faktor penyertaan (mededaderschap) atau faktor
concursus maupun faktor alternatif atau faktor subsidair. Baik
pelakunya maupun tindak pidana yang dilanggar sedemikian rupa jelas
17
dan sederhana, sehingga surat dakwaan cukup dirumuskan dalam
bentuk tunggal. Bentuk surat dakwaan tunggal cukup merumuskan
dakwaan dalam bentuk surat dakwaan bersifat tunggal, yakni berupa
uraian yang jelas memenuhi syarat formal dan materiil yang diatur
Pasal 143 ayat (2) KUHAP (Yahya Harahap, 2000 : 399).
Dakwaan tunggal, apabila Jaksa Penuntut Umum berpendapat dan
yakin benar bahwa:
a) Perbuatan yang dilakukan terdakwa hanya merupakan satu tindak
pidana saja;
b) Terdakwa melakukan satu perbuatan, tetapi dalam beberapa ketentuan
pidana (eendaadsche semenloop=Concursus idealis), sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) KUHP;
c) Terdakwa melakukan perbuatan yang berlanjut (voorgezette
handeling), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) KUHP.
2) Surat Dakwaan Komulatif (Bersusun)
Surat dakwaan ini dibuat apabila ada beberapa tindakan pidana yang
tidak ada hubungan antara tindak pidana yang satu dengan tindak pidana
yang lain (berdiri sendirisendiri) atau dianggap berdiri sendiri, yang akan
didakwakan kepada seorang terdakwa atau beberapa orang terdakwa.
Pada pokoknya surat dakwaan komulatif ini dipergunakan dalam hal
kita menghadapi seseorang yang melakukan beberapa tindak pidana atau
beberapa orang yang melakukan satu tindak pidana. Jadi surat dakwaan ini
dipergunakan dalam hal terjadinya kumulasi, baik kumulasi perbuatan
maupun kumulasi pelakunya, misalnya:
Seseorang yang melakukan tindak pidana pencurian dengan
kekerasan (perampokan) dengan membawa senjata tajam dapat didakwa 2
(dua) perbuatan pidana yaitu melanggar Pasal 365 KUHP dan Pasal 2 ayat (1)
Undangundang Nomor 12/Drt/1955. Konsekuensi dari surat dakwaan dengan
bentuk kumulatif dalam persidangan harus dibuktikan semuanya satu persatu.
Apabila penuntut umum menganggap terbukti semuanya maka didalam
18
membuat tuntutan pidana harus diingat Pasal 63 sampai 71 KUHP yakni
permintaan lamanya pidana paling berat adalah lamanya ancaman pidana
terberat ditambah 1/3nya (H. Sasongko dan Tjuk Suharjanto, dalam buku M.
Yahya 2000 : 393).
Dakwaan kumulasi ini dapat dibedakan atas dakwaan kumulasi
dalam penyertaan melakukan tindak pidana dan dakwaan kumulasi dalam hal
dilakukannya beberapa tindak pidana.
3) Surat Dakwaan Alternatif
Surat dakwaan ini dibuat apabila tindak pidana yang akan
didakwakan pada terdakwa hanya satu tindak pidana, tetapi penuntut umum
raguragu tentang pidana apa yang paling tepat untuk didakwakan sehingga
surat dakwaan yang dibuat merupakan alternatif bagi hakim untuk
memilikinya.
Biasanya dakwaan demikian, dipergunakan dalam hal antara
kualifikasi tindak pidana yang satu dengan kualifikasi tindak pidana yang lain
menunjukan corak atau ciri yang sama atau hampir sama, misalnya :
Pencurian atau penadahan, penipuan atau penggelapan, pembunuhan atau
penganiayaan yang mengakibatkan mati, dan lain sebagainya.
Surat dakwaan alternatif ini disebut dakwaan yang memberi
kesempatan kepada hakim memilih salah satu diantara dakwaan yang
diajukan dalam surat dakwaan, jadi bersifat dan membentuk alternative
accusation atau alternative ten las te leggeng.
Penggunaan surat dakwaan alternatif menggunakan segisegi positif
maupun segisegi negatif. Segi positifnya dengan bentuk dakwaan ini
terdakwa tidak mudah untuk lolos dari dakwaan dan pembuktiaannya lebih
sederhana karena dakwaan yang dipandang terbukti. Dakwaan ini
memberikan kelonggaran bagi hakim untuk memilih dakwaan mana yang
menurut penilaian dan keyakinannya yang dipandang telah terbukti,
sedangkan dari segi negatifnya yaitu dapat menimbulkan keraguan bagi
terdakwa untuk membela diri. Disamping itu seolaholah penuntut umum
tidak menguasai dengan pasti meteri perkara yang bersangkutan. Kadang-
kadang dengan alasan itu terdakwa/penasehat hukum mengajukan
19
keberatannya dengan alasan dakwaan alternatif, pada dasarnya bertitik tolak
dari pemikiran atau perkiraan, maka dari penjelasan diatas dapat disimpulkan
adalah sebagai berikut:
a) Untuk menghindari pelaku terlepas dari pertanggungjawaban Hukum
Pidana (crime liabiality).
b) Memberi pilihan kepada hakim menerapkan hukum yang lebih tepat.
Dengan bentuk dakwaan alternatif.
c) Hakim tidak terkait secara mutlak kepada salah satu dakwaan saja.
Apabila terdakwa terlepas dari dakwaan yang satu, hakim masih bisa
beralih memeriksa dan mempertimbangkan dakwaan berikutnya.
Konsekuensi dari surat dakwaan alternatif adalah jika salah satu tindak
pidana sudah terbukti maka tindak pidana lainnya dikesampingkan
(M.Yahya Harahap, 2000:389390).
4) Surat Dakwaan Gabungan (Kombinasi)
Bentuk surat dakwaan kombinasi atau gabungan merupakan
perkembangan praktek dalam penyusunan surat dakwaan.“Surat dakwaan ini
dibuat untuk memenuhi kebutuhan dalam praktek penuntutan agar terdakwa
tidak lepas atau bebas dari dakwaan, yakni karena kompleknya masalah yang
dihadapi penuntut umum”. Dalam menyusun surat dakwaan ini haruslah yang
dihadapi penuntut umum. Dalam penyusunan surat dakwaan ini haruslah
diperhitungkan dengan masakmasak oleh penuntut umum tentang tindak
pidana yang akan didakwakan serta harus diketahui konsekuensi di dalam
pembuktian dan penyusunan tuntutan pidana berdasarkan surat dakwaan yang
dibuat. (Hari Sansongko dan Tjuk Suharjanto, dalam buku M. Yahya, 2000 :
392).
Dakwaan kombinasi ini sering juga disebut sebagai dakwaan
gabungan, ini disebabkan karena dalam dakwaan ini terdapat beberapa
dakwaan yang merupakan gabungan dari dakwaan yang bersifat alternatif
maupun dakwaan yang bersifat subsidiair. Dakwaan bentuk ini dipergunakan
dalam hal terjadinya kumulasi dari pada tindak pidana yang didakwakan.
Contoh bentuk susunan surat dakwaan kombinasi adalah sebagai berikut:
20
Kesatu : Melanggar Pasal 340 KUHP, subsidiar melanggar Pasal
355 KUHP, lebih subsidiar melanggar Pasal 353 KUHP
Kedua : Primer melangar Pasal 363 KUHP, atau subsidiar
melanggar Pasal 362 KUHP.
Ketiga : Melanggar Pasal 285 KUHP
Pembuktian dakwaan kombinasi ini dilakukan terhadap setiap lapisan
dakwaan. Jadi setiap lapisan dakwaan harus ada tindak pidana yang
dibuktikan. Pembuktian pada setiap lapisan dakwaan tersebut dilaksanakan
sesuai dengan bentuk lapisannya, apabila lapisannya bersifat subsidiar, maka
pembuktian dilakukan secara berurut mulai dari lapisan teratas sampai
kepada lapisan yang dipandang terbukti. Apabila lapisannya terdiri dari
lapisan-lapisan yang bersifat alternatif, maka pembuktian dakwaan pada
lapisan yang bersangkutan langsung dilakukan terhadap dakwaan yang
dipandang terbukti
5) Surat Dakwaan Subsidiair
Bentuk surat dakwaan subsidiair bentuk dakwaan yang terdiri dari
dua atau beberapa dakwaan yang disusun secara berurutan, mulai dari
dakwaandakwaan tindak pidana yang terberat sampai kepada tindak pidana
yang teringan. Pembuatan surat dakwaan subsidiair dalam praktek sering
dikacaukan dengan pembuatan surat dakwaan alternatif. Dalam pembuatan
surat dakwaan alternatif, penuntut umum raguragu tentang jenis tindak
pidana yang akan didakwakan terhadap terdakwa, karena faktafakta dari
berita acara pemeriksaan penyidikan kurang jelas terungkap jenis tindak
pidananya. Sedangkan dalam dakwaan subsidiair penuntut umum tidak ragu
tentang jenis tindak pidananya, tetapi yang dipermasalahkan adalah
kualifikasi dari tindak pidana tersebut termasuk kualifikasi berat atau
kualifikasi ringan. Contoh penyusunan dakwaan subsidiair adalah sebagai
berikut:
Primer : Melanggar Pasal 340 KUHP (pembunuhan
berencana).
21
Subsidiair : Melanggar Pasal 338 KUHP (pembunuhan
biasa)
Lebih Subsidiair : Melanggar Pasal 355 KUHP (penganiayaan
berat yang mengakibatkan mati)
Lebih Subsidiair lagi : Melanggar Pasal 353 KUHP
(penganiayaan berencana yang mengakibatkan
mati)
Lebih-lebih Subsidiar lagi : Melanggar Pasal 351 ayat 3
KUHP (penganiayaan biasa yang
mengakibatkan mati).
Sebagai konsekuensi bila dakwaan dibuat secara subsidiair, maka
dakwaan primair. Bila tidak terbukti diteruskan dengan dakwaan
penggantinya (Subsidiair) dan seterusnya. Bila dakwaan utamanya tidak
terbukti maka harus dikesampingkan dan dakwaan pengganti dibuktikan.
Begitu pula sebaliknya bila dakwaan utama sudah terbukti maka dakwaan
penggantinya harus dikesampingkan. Pada lazimnya ditinjau dari teori dan
praktek bentuk dakwaan subsidiair diajukan apabila peristiwa tindak pidana
yang terjadi menimbulkan suatu akibat, dan akibat yang timbul itu meliputi
atau bertitik singgung dengan beberapa ketentuan pasal pidana yang saling
berdekatan cara melakukan tindak pidana tersebut (M.Yahya Harahap,
2000:391)
b. Tinjauan Penuntut Umum
1. Pengertian Penuntut Umum
Pengertian tentang Penuntut Umum tertuang dalam Pasal 1 angka 6
KUHAP yang dijelaskan sebagai berikut :
a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini
untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
22
Berkaitan dengan hal tersebut menurut Undang-undang Nomor 16
Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) yang disebut Penuntut Umum adalah jaksa
yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan
dan melaksanakan penetapan hakim.
2. Tugas dan Kewenangan Penuntut Umum
Penuntut umum mempunyai tugas dan kewenangan yang sangat penting
dalam suatu perkara pidana, mulai perkara diungkap sampai akhir pemeriksaan
selesai dan demi kepentingan hukum pihak-pihak yang bersangkutan. Di mana
tugas dan kewenangannya adalah sebagai berikut:
a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau
penyidik pembantu.
b. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP, dengan
memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik.
c. Membuat surat dakwaan.
d. Melimpahkan perkara pidana ke pengadilan.
e. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan
waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada
terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah
ditentukan.
f. Melakukan penuntutan.
g. Menutup perkara demi kepentingan hukum. Mengadakan tindakan lain dalam
lingkup dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan
undang-undang ini.
h. Melaksanakan penetapan hakim (Pasal 14 KUHAP).
c. Tindak Pidana Pemerasan
23
1. Pengertian Tindak Pidana
Menurut Adami Chazawi, (2002:67) Tindak Pidana dapat dikatakan
berupa istilah resmi dalamperundang-undangan negara kita. Dalam hampir
seluruh perundangundangan kita menggunakan istilah tindak pidana untuk
merumuskasuatu tindakan yang dapat diancam dengan suatu pidana tertentu.
Menurut Wirjono Projodikoro (1986:55) bahwa istilah tindak pidana
berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu
strafbaarfeit. Oleh pakar hukum pidana bahwa tindak pidana dalam
penggunanya yaitu delik, sedangkan oleh para pembuat undang-undang
menggunakan istilah perbuatan tindak pidana.
Terhadap perbuatan tindak pidana dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
bentuk yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan menunjuk suatu perbuatan
yang menurut nilai-nilai kemasyarakat dianggap sebagai perbuatan tercela,
meskipun tidak diatur secara tertulis dalam ketentuan undang-undang sedangkan
pelanggaran mengarah pada perbuatan yang oleh masyarakat bukan sebagai
perbuatan tercela dan sifatnya terlarang setelah perbuatan itu dinyatakan dalam
undang-undang (Moelyatno, 2002: 18)
2. Tindak Pidana Pemerasan
Tindak pidana pemerasan biasa pula disebut sebagai tindak pidana
pengancaman. Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 368 KUHP:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau
sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun
menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling
lama 9 tahun.
Menurut R. Soesilo (1995:256) unsur-unsur yang ada dalam pasal ini
adalah sebagai berikut:
a. Memaksa orang lain;
24
b. Untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk
kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang
atau menghapuskan piutang;
c. Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hak;
d. Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan.
Memaksa yang dimaksud disini adalah melakukan tekanan kepada
orang, sehingga orang tersebut mellakukan sesuatu yang berlawanan dengan
kehendak sendiri. Memaska disini juga termasuk jika orang yang berada dalam
tekanan menyerahkan barangnya sendiri.
Definisi memaksa dapat dilihat dalam Pasal 89 yang berbunyi : “ yang
disamakan melalui kekerasan itu, membuat orang jadi pingsan atau tidak
berdaya lagi (lemah) ”.
Menurut Soesilo (1995;98) yang dimaksud dengan kekerasan disni
adalah menggunakan kekuatan jasmani dan kekuatan jasmani ini penggunaannya
tidak kecil. Kekerasan dalam pasal ini termasuk didalamnya adalah memukul
dengan tangan, menendang dan sebagainya.
Unsur ini mensyaratkan bahwa dengan adanya kekerasan atau ancaman
kekerasan ini, pemilik barang menyerahkan barang tersebut kepada pelaku.
Penggunaan kekerasan ini harus berdasarkan niat agar pemilik barang
menyerahkan barangnya.
Menurut Andi Hamzah (2009;89) maksud untuk menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan ini adalah menguntungkan diri sendiri atau
orang lain merupakan tujuan terdekat dari penggunaan kekerasan tersebut.
Adapun beberapa pendapat para pakar dalam memberiikan pandangan
mengenai pengertian dari melawan hukum itu sendiri sebagaimana yang
dikemukakan oleh Simons dalam E.Y. Kanter dan S.R.
Sianturi (2002:143) bahwa sebagai pengertian dari bersifat melawan
hukum adalah bertentangan dengan hukum pada umumnya. Pandangan Pompe
25
terkait dengan pengertian melawan hukum dalam E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi
(2002:143) mempersamakan “ tindakan yang tidak sesuai dengan hukum ”
dengan “ bersifat melawan hukum “. Pendapat lain dari pakar yakni
sebagaimana yang dikemukakan Moeljatno dan Roeslan Saleh dalam E.Y.
Kanter dan S.R. Sianturi (2002:143) mengemukakan bahwa lebih cenderung
pada pendapat bahwa bersifat melawan hukum harus diartikan dengan
bertentangan dengan hukum.
Dari beberbagai pandangan para pakar dalam memberikan pengertian
terhadap melawan hukum maka dapat disimpulkan bahwa bersifat melawan
hukum, berarti bertentangan dengan hukum, atau tidak sesuai dengan larangan
atau keharusan hukum, atau menyerang suatu kepentingan yang dilindungi oleh
hukum (hukum positif yang berlaku).
d. Tinjauan Umum Terhadap Penyertaan
1. Pengertian Penyertaan (Deelneming)
Kata deelneming berasal dari bahasa Belanda dari kata deenemen yang
berarti menyertai dan deelneming diartikan sebagai penyertaan, dalam hukum
pidana sering terjadi suatu tindak pidana dilakukan lebih dari satu orang.
Menurut Satochid Kartanegara (Leden Marpaung 2008:77) deelneming
berarti apabila satu tindak pidana tersangkut beberapa orang atau lebih dari satu
orang. Pengertian ini dibantah oleh Leden Marpaung (2008:77) yang
mengatakan bahwa orang-oarang tersebut haruslah mampu bertanggung jawab.
Menurut Leden Marpaung (2008:77) deelneming memiliki dua sifat
yaitu deelneming yang bersifat berdiri sendiri yaitu pertanggungjawaban dari
setiap pelaku dihargai sendiri-sendiri dan deelneming yang yang tidak beridiri
sendiri yaitu pertanggungjwaban dari pelaku digantungkan pada perbuatan
pelaku lainnya.
Didalam KUHP deelneming diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP
berikut :
26
Pasal 55 KUHP
a. Dihukum sebagai pelaku tindak pidana
1) Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut melakukan
perbuatan itu;
2) Mereka yang memberi, menjanjikan sesuatu, salah memakai kekuasaan
atau martabat dengan kekerasan, paksaan atau ancaman atau penyesatan
atau memberikan kesempatan, ikhtiar atau keterangan, sengaja membujuk
supaya perbuatan itu dilakukan.
b. Tentang orang-orang yang disebutkan belakangan, hanyalah perbuatan yang
dibujuk dengan sengaja yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 56 KUHP:
Sebagai pembantu melakukan kejahatan dihukum :
a. Mereka dengan sengaja membantu waktu kejahatan dilakukan
b. Mereka dengan sengaja memberiikan kesempatan, ikhtiar atau keterangan
untuk melakukan kejahatan.
Pada Pasal 55 dan 56 KUHP tersebut diatas dapat dijumpai lima peran
pelaku yaitu :
a. Orang yang melakukan (dader)
b. Orang yang menyuruh melakukan (doenpleger)
c. Orang yang turut melakukan (medepleger)
d. Orang yang sengaja membujuk (uitlokker)
e. Orang yang membantu melakukan (medeplichtige)
2. Bentuk-bentuk Penyertaan
1) Orang yang melakukan (dader)
27
Dader dalam bahasa Belanda berarti pembuat. Kata dader berasal dari
kata daad yang berarti membuat. Sedangkan dalam bahasa Inggris pelaku
disebut dengan doer.
Menurut Leden Marpaung (2008:78) yang dimaksud dengan pelaku
adalah orang yang memenuhi semua unsur tindak pidana yang diatur dalam
undang-undang. Pelaku dapat diketahui dari jenis tindak pidana yaitu :
a) Tindak pidana formil, pelakunya adalah orang yang memenuhi perumusan
tindak pidana dalam undang-undang;
b) Tindak pidana materiil, pelaku yaitu orang yang menimbulkan akibat yang
dilarang dalam perumusan tindak pidana;
c) Tindak pidana yang memuat unsur kualitas atau kedudukan, pelakunya
adalah orang yang memiliki unsur kedudukan atau kualitas sebagaimana
yang dirumuskan.
Secara umum orang yang melakukan dapat didefinisikan sebagai orang
yang memenuhi seluruh unsur tindak pidana yang dirumuskan didalam undang-
undang.
2) Orang yang menyuruh melakukan (Doenpleger)
Orang yang menyuruh melakukan berarti orang yang berniat atau
berkehendak untuk melakukan suatu tindak pidana namun tidak melakukannya
sendiri, tetapi melaksanakan niatnya dengan menyuruh orang yang tidak mampu
mempertanggung jawabkan perbuatannya. Orang yang disuruh melakukan
disebut manus manistra.
Orang yang disuruh melakukan perbuatan tersebut atau manus manistra
tidak dapat dimintai pertanggungjwaban atas perbuatan yang disuruhkan tersebut
sehingga tidak dapat dihukum. Hal ini sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah
Agung Putusan Nomor 137 K/ Kr/ 1956 tanggal 1 Desember 1956.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang hanya dapat
dikatakan sebagai orang yang menyuruh melakukan apabila orang yang disuruh
adalah orang yang tidak dapat bertanggungjwab atas perbuatan yang disuruhkan.
28
3) Orang yang turut melakukan (medeplager)
Orang yang turut melakukan atau orang yang secara bersama-sama
melakukan suatu tindak pidana haruslah memenuhi dua unsur berikut :
a) Harus ada kerjasama;
b) Harus ada kesadaran kerjasama.
Setiap orang yang sadar untuk melakukan suatu tindak pidana atau
kejahatan secara bersama-sama, bertanggung jawab atas segala akibat yang
timbul dari ruang lingkup kerjasamanya. Artinya jika salah seorang pelaku
melakukan tindak pidana yang berada diluar ruang lingkup tindak pidana maka
pelaku tersebut mempertanggung-jwabkan perbuatannya sendiri.
4) Orang yang sengaja membujuk (uitlokker)
Menurut Laden Marpaung (2008;85) unsur-unsur yang ada didalam
uitlokker yaitu :
a) Kesengajaan pembujuk ditujukan kepada dilakukannya delik atau
tindak pidana tertentu oleh yang dibujuk.
b) Membujuk dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 55 ayat (1) sub
dua KUHP yaitu dengan pemberian, perjanjian, salah memakai
kekuasaan, menyalah gunakan kekuasaan, kekerasan, ancaman, tipu
daya, dan memberiikan kesempatan, ikhtiar atau keterangan.
c) Orang yang dibujuk sungguh-sungguh telah terbujuk untuk melakukan
tindak pidana tertentu
d) Orang yang terbujuk benar-benar melakukan tindak pidana, atau
setidak-tidaknya percobaan atau poging.
5) Membantu (Medeplichtgheid)
Membantu bersifat memberikan bantuan atau memberiikan sokongan
kepada pelaku. Berarti orang yang membantu tidak melakukan tindak pidana
hanya memberiikan kemudahan bagi pelaku.
29
Unsur membantu dalam hal ini memiliki dua unsur yaitu unsur objektif
yang terpenuhi apabila perbuatannya tersebut memang dimaksudkan untuk
memudahkan terjadinya suatu tindak pidana. Kemudian unsur subjektif
terpenuhi apabila pelaku mengetahui dengan pasti bahwa perbuatannya tersebut
dapat mempermudah terjadinya tindak pidana.
2. Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Kerangka di atas menjelaskan alur penulis dalam memberikan jawaban
atas permasalahan dalam penulisan hukum. Alur berpikir dimulai dari adanya
Tindak Pidana
Pemerasan
Penyusunan
Surat Dakwaan
Penyatuan Para
Terdakwa
Putusan
Sidang
Implikasi
Yuridis
Efektifitas Waktu
dan Biaya
Efektifitas Proses
Penyidangan
30
tindak pidana pemerasan yang dilakukan oleh beberapa orang yang telah diputus
oleh Pengadilan Negeri Boyolali pada Putusan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl.
Proses penyusunan surat dakwaan oleh Penuntut Umum dilakukan
dengan menggabungkan para terdakwa dengan pertimbangan bahwa para
terdakwa telah melakukan satu tindak pidana pemerasan secara bersama. Terkait
dasar pertimbangan yang penuntut umum gunakan adalah agar efektif dan
efisien dalam pembuatan surat tuntutan.
Penggabungan para terdakwa dalam satu surat dakwaan tersebut
oleh penuntut umum dilakukan karena biaya yang digunakan lebih murah.
Dalam proses persidangan kasus tersebut berjalan tanpa adanya suatu
permasalahan terkait adanya penggabungan para terdakwa dalam satu
surat dakwaan.
34
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Penyatuan Beberapa Terdakwa Dalam Satu Berkas Dakwaan Pada
Putusan Perkara Pemerasan Nomor: 89/Pid.B/2014/ PN.Byl Berdasarkan KUHAP
1. Identitas Terdakwa
Identitas para terdakwa tindak pidana pemerasan, seperti yang tercantum dalam
Putusan perkara Nomor 89/Pid.B/2014/ PN.Byl adalah sebagai berikut :
b. Terdakwa I
Nama lengkap : Wachyu Nugroho Bin Aliman;
Tempat lahir : Cimahi;
Umur/tanggal lahir : 33 Tahun/03 Oktober 1981;
Jenis kelamin : laki-laki
Kebangsaan : Indonesia;
Tempat tinggal : Dukuh Blulukan II RT.001/006 Blulukan
Colomadu, Kabupaten Karanganyar;
Agama : Islam;
Pekerjaan : Swasta;
c. Terdakwa II
Nama lengkap : Sukisno Alias Ciu ;
Tempat lahir : Boyolali;
Umur/tanggal lahir : 27 Tahun /26 Desember 1987
Jenis kelamin : Laki-laki
35
Kebangsaan : Indonesia;
Tempat tinggal : Dukuh Kemel RT.03/09 Kedunglengkong,
Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali;
Agama : Islam;
Pekerjaan : Swasta;
d. Terdakwa III
Nama lengkap : Sri Wahyuni Alias Leni;
Tempat lahir : Kediri;
Umur/tanggal lahir : 25 Tahun/01 Pebuari 01 Pebuari 1989;
Jenis kelamin : Perempuan;
Kebangsaan : Indonesia;
Tempat tinggal : Kampung Gandekan RT. 04/01 Gendekan,
Kecamatan Jebres, Kota Surakarta;
Agama : Islam;
Pekerjaan : Swasta;
2. Posisi Kasus
Bahwa para terdakwa I Wachyu Nugroho bin Aliman, terdakwa II. Sukisno
alias Ciu, terdakwa III. Sri Wahyuni alias Leni bersama-sama dengan sdr. Totok
Wahyudianto (melarikan diri dan belum tertangkap) pada hari Selasa tanggal 28
Januari 2014 sekira jam 15.00 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam
tahun 2014 bertempat di pinggir jalan raya Andong – Klego, Kec. Klego, Kab.
Boyolali atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah
hukum Pengadilan Negeri Boyolali, telah melakukan perbuatan dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa
seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang
36
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain
atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, perbuatan tersebut
dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, yakni dilakukan dengan
perbuatan atau cara – cara antara lain sebagai berikut :
37
a. Terdakwa I Wachyu Nugroho Bin Aliman;
Bahwa pada Hari Selasa Tanggal 28 Februari 2014, sekira Pukul 15 .00
WIB, di tepi jalan raya Andong-Klego Boyolali. Awal mula kejadian ketika
terdakwa diajak oleh Wahyu (melarikan diri) untuk mengendarai sepeda motor,
dari Solo Terdakwa Membonceng tardakwa Sri, dan Wahyu (melarikan diri)
berboncengan dengan Terdakwa Sukisno. Sesampai di Jl. Andong-Kelego para
terdakwa melihat anak kecil menggendarai sepeda motor Yamaha Jupiter Z yang
tidak ada plat nomornya. Kemudian penggendara sepeda motor tersebut terdakwa
minta berhenti, dan setelah berhenti, terdakwa minta agar pengendara sepeda
motor tersebut menunjukan STNK dan ternyata pengendara sepeda motor
tersebut tidak membawa STNK kendaraanya. Terdakwa menggaku sebagai
petugas Polisi yang bertugas mencari sepeda motor yang bermasalah, dan
kemudian sepeda motor saksi korban terdakwa ambil dan saksi korban dibonceng
oleh Terdakwa Sukisno menuju Pangkalan Ojek Desa Bade. Ketika para
terdakwa menggambil sepeda motor saksi korban para terdakwa menggunakan
Foto Copy Berita Acara Serah Terima Kendaraan (BASTK). Para terdakwa tidak
merencanakan perbuatan tersebut sebelumnya, terdakwa melakukan perbuatan
ini karena diajak saudara Wahyu yang mengajak menarik motor. Ketika
Terdakwa bekerja di PT. Nusantara Sakti Kartosuro setiap melakukan penarikan
motor, terdakwa dibekali dengan surat jalan atau surat perintah. Bahwa sepeda
motor milik saksi korban akhirnya di bawa kerumah Sentot dan dijual dengan
harga Rp.1.900.000,- masing masing terdakwa mendapat bagian Rp.400.000,-
dan sisanya untuk oprasional. Bahwa terdakwa sudah menikmati hasil perbuatan
terdakwa.
b. Terdakwa II Sukisno Alias Ciu;
Bahwa peristiwa tersebut terjadi pada Hari Selasa Tanggal 28 Februari
2014, sekira Pukul 15 .00 WIB, di tepi jalan raya Andong-Klego Boyolali. Awal
mula kejadian ketika terdakwa diajak oleh Wahyu (melarikan diri) untuk
mengendarai sepeda motor, dari Solo Terdakwa Membonceng tardakwa Sri, dan
Wahyu (melarikan diri) berboncengan denggan Terdakwa Sukisno. Sesampai di
Jl. Andong-Kelego para terdakwa melihat anak kecil menggendarai sepeda motor
Yamaha Jupiter Z yang tidak ada plat nomornya. Kemudian penggendara sepeda
38
motor tersebut terdakwa minta berhenti, dan setelah berhenti, terdakwa minta
agar pengendara sepeda motor tersebut menunjukan STNK dan ternyata
pengendara sepeda motor tersebut tidak membawa STNK kendaraanya.
Terdakwa menggaku sebagai petugas Polisi yang bertugas mencari sepeda motor
yang bermasalah, dan kemudian sepeda motor saksi korban terdakwa ambil dan
saksi korban dibonceng oleh Terdakwa Sukisno menuju Pangkalan Ojek Desa
Bade. Ketika para terdakwa menggambil sepeda motor saksi korban para
terdakwa menggunakan Foto Copy Berita Acara Serah Terima Kendaraan
(BASTK). Para terdakwa tidak merencanakan perbuatan tersebut sebelumnya,
terdakwa melakukan perbuatan ini karena diajak saudara Wahyu yang mengajak
menarik motor. Ketika Terdakwa bekerja di PT. Nusantara Sakti Kartosuro setiap
melakukan penarikan motor, terdakwa dibekali dengan surat jalan atau surat
perintah. Sepeda motor milik saksi korban akhirnya di bawa kerumah Sentot dan
dijual dengan harga Rp.1.900.000, masing masing terdakwa mendapat bagian
Rp.400.000,- dan sisanya untuk oprasional dan ahwa terdakwa sudah menikmati
hasil perbuatan terdakwa.
c. Terdakwa III Sri Wahyuni Alias Leni
Peristiwa tersebut terjadi pada Hari Selasa Tanggal 28 Februari 2014,
sekira Pukul 15 .00 WIB, di tepi jalan raya Andong-Klego Boyolali. Awal mula
kejadian ketika terdakwa diajak oleh Wahyu (melarikan diri) untuk mengendarai
sepeda motor, dari Solo Terdakwa Membonceng tardakwa Sri, dan Wahyu
(melarikan diri) berboncengan denggan Terdakwa Sukisno, kemudian sesampai
di Jl. Andong-Kelego para terdakwa melihat anak kecil menggendarai sepeda
motor Yamaha Jupiter Z yang tidak ada plat nomornya. Penggendara sepeda
motor tersebut terdakwa minta berhenti, dan setelah berhenti, terdakwa minta
agar pengendara sepeda motor tersebut menunjukan STNK dan ternyata
pengendara sepeda motor tersebut tidak membawa STNK kendaraanya.
Terdakwa menggaku sebagai petugas Polisi yang bertugas mencari sepeda motor
yang bermasalah, dan kemudian sepeda motor saksi korban terdakwa ambil dan
saksi korban dibonceng oleh Terdakwa Sukisno menuju Pangkalan Ojek Desa
Bade, Ketika para terdakwa menggambil sepeda motor saksi korban para
terdakwa menggunakan Foto Copy Berita Acara Serah Terima Kendaraan
39
(BASTK). Para terdakwa tidak merencanakan perbuatan tersebut sebelumnya,
terdakwa melakukan perbuatan ini karena diajak saudara Wahyu yang mengajak
menarik motor. Ketika Terdakwa bekerja di PT. Nusantara Sakti Kartosuro setiap
melakukan penarikan motor, terdakwa dibekali dengan surat jalan atau surat
perintah. Sepeda motor milik saksi korban akhirnya di bawa kerumah Sentot dan
dijual dengan harga Rp.1.900.000,- dan masing masing terdakwa mendapat
bagian Rp.400.000,- sisanya untuk oprasional dan terdakwa sudah menikmati
hasil perbuatan terdakwa.
3. Dakwaan Penuntut Umum
Hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai dakwaan penuntut
umum adalah dakwaan tunggal. Dakwaan tunggal, yaitu dakwaan-nya hanya
satu/tunggal dan tindak pidana yang digunakan apabila berdasarkan hasil penelitian
terhadap materi perkara hanya satu tindak pidana saja yang dapat didakwakan. Dalam
dakwaan ini, terdakwa hanya dikenai satu perbuatan saja, tanpa diikuti dengan
dakwaan-dakwaan lain. Dalam menyusun surat dakwaan tersebut tidak terdapat
kemungkinan-kemungkinan alternatif, atau kemungkinan untuk merumuskan tindak
pidana lain sebagai penggantinya, maupun kemungkinan untuk mengkumulasikan
atau mengkombinasikan tindak pidana dalam surat dakwaan. Penyusunan surat
dakwaan ini dapat dikatakan sederhana, yaitu sederhana dalam perumusannya dan
sederhana pula dalam pembuktian dan penerapan hukumnya.
Terkait dakwaan tunggal yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum
didasarkan pada pertimbangan :
a. Bahwa awalnya para terdakwa dan sdr. Totok Wahyudianto berembug untuk
melakukan kejahatan, setelah mereka berempat sepakat untuk melakukan
kejahatan mereka selanjutnya para terdakwa dan sdr. Totok Wahyudianto
berboncengan menuju ke tempat kejahatan yang sudah disepakati yaitu terdakwa
I. Wachyu Nugroho Bin Aliman berboncengan dengan terdakwa III. Sri Wahyuni
alias Leni dengan menggunakan sepeda motor Yamaha Mio Soul GT milik
terdakwa Sukisno alias Ciu Bin Suwarno sedangkan terdakwa II. Sukisno alias
Ciu bin Suwarno berboncengan dengan sdr. Totok Wahyudianto dengan
40
menggunakan sepeda motor Yamaha Mio Sporty warna hitam menuju ke daerah
jalan raya Andong-Klego Kab. Boyolali;
d. Bahwa sesampainya di pinggir jalan raya Andong-Klego Kab. Boyolali para
terdakwa dan sdr. Totok Wahyudianto menunggu orang yang akan dijadikan
sebagai sasaran yaitu orang yang mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan
plat nomor;
e. Bahwa tidak berapa lama kemudian saksi korban Muh. Irfan Bayu Prasetya lewat
di tempat para terdakwa dan saksi Totok Wahyudianto, dengan menggunakan
sepeda motor Yamaha Jupiter Z tahun 2004, warna orange Nopol: AD-5275-EA ,
yang pada waktu itu kendaraan yang dikendarai oleh saksi korban Muh. Irfan
Bayu Prasetya tidak menggunakan plat nomor;
f. Bahwa mengetahui sepeda motor yang dikendarai oleh saksi korban Muh. Irfan
Bayu Prasetya tidak menggunakan plat nomor, lalu terdakwa I. Wachyu Nugroho
Bin Aliman dan terdakwa II. Sukisno alias Ciu Bin Suwarno langsung
menghadang saksi korban, sedangkan terdakwa III. Sri Wahyuni alias Leni dan
sdr. Totok Wahyudianto mengawasi dari kejauhan, kemudian terdakwa I.
Wachyu Nugroho Bin Aliman dan terdakwa III. Sukisno alias Ciu Bin Suwarno
langsung menghentikan secara mendadak sepeda motor saksi korban dengan cara
terdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Aliman dan terdakwa II. Sukisno alias Ciu Bin
Suwarno langsung berhenti di depan sepeda motor saksi korban kemudian
thothok lampu sepeda motor saksi korban ditahan dengan tangan terdakwa
kemudian saksi korban ditakut-takuti oleh para terdakwa dengan cara mengaku
sebagai anggota Polisi gabungan dari Boyolali dan para terdakwa mengatakan
kalau sepeda motor saksi korban sedang bermasalah, kemudian saksi korban juga
diberi selembar surat yang kata para terdakwa sebagai bukti untuk meyakinkan
saksi korban kalau sepeda motornya bermasalah ;
g. Bahwa karena saksi korban merasa takut kepada para terdakwa, kemudian saksi
korban menyerahkan sepeda motornya kepada para terdakwa, selanjutnya saksi
korban diantar oleh para terdakwa untuk ke pos ojek sedangkan sepeda motor
hasil kejahatan mereka dibawa oleh terdakwa Wachyu Nugroho Bin Aliman
41
untuk dijual kepada sdr. Sentot (DPO) dan laku sebesar Rp. 1.900.000,- (satu juta
Sembilan ratus ribu rupiah);
h. Bahwa uang hasil penjualan tersebut selanjutnya dibagi rata masing-masing
mendapat bagian Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah) sedangkan sisanya yang
Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) digunakan untuk biaya operasional;
Berdasarkan hasil penelitian terhadap materi perkara ini, bentuk dakwaan
yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini adalah dakwaan tunggal.
Dalam dakwaan ini, terdakwa hanya dikenai satu perbuatan saja, tanpa diikuti dengan
dakwaan-dakwaan lain. Yaitu terdakwa didakwa melanggar pasal 368 KUHP ayat (1)
KUHP jo Pasal 365 ayat (2) ke-2. Dengan dakwaan Penuntut Umum, hukuman
pidana penjara 9 bulan. Fakta-fakta tersebut adalah, para terdakwa telah terbukti
melakukan tindak pidana pemerasan, yaitu Muh. Irfan Bayu Prasetya, dalam hal ini
ialah 1 (satu) Sepeda Motor Yamaha Jupiter Z Nopol : AD-5275-EA hitam orange
tahun 2004;- Dikembalikan kepada saksi korban Muh. Irfan Bayu Prasetya dan 1
(satu) Sepeda Motor Yamaha mio Soul GT Nopol : AD-6717- VW;- Dikembalikan
kepada saksi Eni Puji Lestari;
Namun sebenarnya dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dapat
juga dilakukan dengan dakwaan kumulatif. Hal ini mengingat bahwa penyatuan
beberapa terdakwa dalam Putusan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl melibatkan
beberapa terdakwa seperti yang dimaksud dalam Pasal 141 KUHAP. Selain itu
tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum sudah dilakukan secara cermat,
jelas dan lengkap dengan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan dan
dapatdikaitkan dengan fakta perbuatan para terdakwa yang dilengkapi dengan uraian
tentang waktu dan tempat dilakukannya tindak pidana.
Selain itu rumusan tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut
Umum sudah dirumuskan secara terperinci peran para terdakwa masing-masing atau
secara bersama-sama dalam mewujudkan tindak pidana tersebut. Pada bagian akhir
surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum juga telah menguraikan secara rinci pasal-
pasal yang mengatur tindak pidana dan kualifikasi peran para terdakwa.
42
43
4. Tuntutan Penuntut Umum
Penuntut Umum mengajukan tuntutan pidana yang dibacakan di persidangan
yang pada pokoknya supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Boyolali yang
memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan putusan sebagai berikut :
a. Menyatakan para terdakwa masing-masing terbukti bersalah melakukan tindak
pidana “Pemerasan” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 368
ayat 1 KUHP jo Pasal 365 ayat 2 ke-2 KUHP;
b. Menjatuhkan pidana kepada para terdakwa masing-masing dengan pidana
penjara selama 8 (delapan) bulan dikurangi selama para terdakwa ditahan dengan
perintah tetap ditahan;
c. Menyatakan barang bukti berupa :
1) 1 (satu) Sepeda Motor Yamaha Jupiter Z Nopol : AD-5275-EA hitam orange
tahun 2004;- Dikembalikan kepada saksi korban Muh. Irfan Bayu Prasetya;
2) 1 (satu) Sepeda Motor Yamaha mio Soul GT Nopol : AD-6717- VW;-
Dikembalikan kepada saksi Eni Puji Lestari;
3) Fotokopi BASTK ( Berita Acara Serah Terima Kendaraan)
d. Menetapkan supaya para terdakwa masing-masing dibebani membayar biaya
perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah);
5. Pertimbangan Hakim
Pertimbangan Hakim terkait tuntutan Jaksa terhadap para terdakwa pelaku
tindak pemerasan di atas adalah sebagai berikut :
Menimbang, bahwa para terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum
dengan dakwaan Tunggal, maka Majelis Hakim akan langgsung mempertimbangkan
dakwaan Tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 365
ayat 2 Ke (2) KUHP, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:
a. Unsur Barang Siapa;
b. Dengan Maksud Menguntungkan Diri Sendiri Atau Orang Lain Secara Melawan
Hukum;
44
c. Memaksa Seseorang Dengan Kekerasan Atau Ancaman Kekerasan Untuk
Memberikan Barang Sesuatu Yang Seluruhnya Atau Sebagian Kepunyaan Orang
Lain, Atau Supaya Membuat Hutang Maupun Menghapus Piutang;-
d. Perbuatan Tersebut Dilakukan Oleh Dua Orang Atau Lebih Dengan Bersekutu;
Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim
mempertimbangkan sebagai berikut:
a. Unsur “Barang Siapa”;
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “Barang siapa” adalah unsur
yang menunjuk pada subyek hukum atau pelaku dari suatu tindak pidana yang
mampu bertanggung jawab dan/dapat mempertanggung-jawabkan perbuatannya
karena pada hakekatnya subyek hukum mempunyai hak dan kewajiban yang
dapat dipertanggungjawabkan pelaksanaannya;
Menimbang, bahwa apakah orang sebagai subyek hukum tersebut adalah
Para Terdakwa haruslah dibuktikan terlebih dahulu mengenai adanya perbuatan
akibat dari tindak pidana yang terjadi;
Menimbang, dalam perkara ini Para Terdakwa “Wachyu Nugroho Bin
Aliman, Sukisno Alias Ciu, Sri Wahyuni alias Leni” sebagai subyek hukum
selama persidangan dapat menjawab dengan baik segala sesuatu yang berkaitan
dengan Dakwaan yang diajukan kepadanya, dengan demikian para Terdakwa
adalah Subyek Hukum yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya ;
Bahwa dengan demikian Hakim mempertimbangkan dan memutuskan
bahwa unsur “Barang siapa” telah terpenuhi;
b. Unsur ”Dengan Maksud Menguntungkan Diri Sendiri Atau Orang Lain Secara
Melawan Hukum”;
Menimbang bahwa yang dimaksud dengan Menguntungkan Diri Sendiri
Atau Orang Lain adalah dengan dilakukanya perbuatan tersebut maka si pelaku
akan memperoleh manfaat dari perbuatanya tersebut, baik untuk diri pelaku
ataupun orang lain ;
45
Menimbang bahwa makna kata secara melawan hukum artinya adalah
melawan hak atau tidak berhak atau bertentangan dengan hukum; Menimbang,
bahwa perbuatan secara melawan hukum harus dengan tegas dibuktikan. Pelaku
melakukan perbuatan itu tanpa hak/kekuasaan. Jika digabung dari perbuatan
pelaku tidak dapat menunjukan suatu ketentuan hukum yang berlaku bagi
dasarnya bahwa ia sah memiliki barang tersebut;
Menimbang bahwa dalam persidangan terungkap bahwa para terdakwa
Baik itu terdakwa I, Terdakwa II, Terdakwa III masing masing tidak ada yang
memiliki alasan yang sah menurut hukum untuk memiliki atau menguasai sepeda
motor saksi korban, perbuatan para terdakwa selaku pihak yang tidak memiliki
hak untuk menguasai sepeda motor saksi korban, mengambil dengan cara
melawan hak yakni dengan cara melakukan tipu muslihat seolah olah sepeda
motor saksi korban adalah sepeda motor yang akan ditarik oleh dealer karena
tidak membayar angsuran kredit, dan para terdakwa juga mengaku ngaku sebagai
petugas polisi pada saat menggambil sepeda motor saksi korban;
c. Unsur ”Memaksa Seseorang Dengan Kekerasan Atau Ancaman Kekerasan
Untuk Memberikan Barang Sesuatu Yang Seluruhnya Atau Sebagian Kepunyaan
Orang Lain, Atau Supaya Membuat Hutang Maupun Menghapus Piutang ”;
Menimbang bahwa yang dimaksud dengan memaksa disini adalah
melakukan tekanan pada seseorang sedemikian rupa, sehingga orang itu mau
melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendaknya sendiri. Sedangkan
pengertian barang adalah semua benda yang berwujud , baik begerak maupun
tidak begerak, selain itu benda benda yang bernilai uang pada benda benda yang
tidak bernilai uang, asal bertentangan dengan pemiliknya (melawan hukum), juga
dapat dimaknai yang sama;
Menimbang bahwa barang tersebut haruslah sebagian atau seluruhnya
harus milik orang lain. Mengambil barang yang tidak dimiliki seeorang tidak
dapat dikenakan dengan pasal ini;
Menimbang bahwa dalam persidangan terungakap Para terdakwa secara
terarah telah memilih saksi korban yang dengan sadar mereka ketahui adalah
anak yang masih dibawah umur, adapun tujuan para terdakwa tersebut memilih
46
saksi korban dalam perbuatan merampas barang yang berupa sepeda motor yang
saat kejadian dikendarai oleh saksi korban tanpa plat nomor. Dengan alasan
bahwa para terdakwa adalah petugas polisi para terdakwa berhasil menakut
nakuti saksi korban dan menggambil motor yang dikendarai saksi korban, hingga
berada dalam kekuasaan para terdakwa. Setelah motor milik saksi korban berada
dalam pengguasaan para terdakwa, para terdakwa menyerahkan selembar kertas
dan meminta saksi korban untuk mengambil motornya tersebut di kantor polisi;
Menimbang bahwa berdasarkan urayan di atas Unsur ” Memaksa
Seseorang Dengan Kekerasan Atau Ancaman Kekerasan Untuk Memberikan
Barang Sesuatu Yang Seluruhnya Atau Sebagian Kepunyaan Orang Lain, Atau
Supaya Membuat Hutang Maupun Menghapus Piutang ” telah terpenuhi;
d. Unsur ”Perbuatan Tersebut Dilakukan Oleh Dua Orang Atau Lebih Dengan
Bersekutu”; -
Menimbang bahwa uraian dari unsur Pencurian Dilakukan Oleh Dua
Orang Atau Lebih, dalam hal ini kedua orang atau lebih tersebut harus bertindak
sedagai pembuat atau turut melakukan;
Menimbang bahwa dalam persidangan terungkap bahwa para terdakwa
dalam melakukan aksinya mengambil sepeda motor milik saksi korban, sangatlah
tertata masing masing Terdakwa telah memiliki tugas yang jelas, sehingga
perbuatan terdakwa tersebut dapat terlaksana dengan baik; Bahwa para terdakwa
ada yang bertugas menyediakan motor sebagai fasilitas untuk melaksanakan
aksinya, ada yang bertugas menghentikan korban, ada yang bertugas
menyediakan kertas Foto Copy BASTKB, dan ada juga yang bertugas
mengawasi keadaan atau situasi;
Menimbang bahwa degan demikian Unsur Unsur Pencurian Dilakukan
Oleh Dua Orang Atau Lebih telah terpenuhi; Menimbang, bahwa oleh karena
semua unsur dari Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 365 ayat 2 Ke (2) KUHP,
telah terpenuhi, maka terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana di dakwakan dalam dakwaan
tunggal Penuntut Umum;- Menimbang, bahwa dalam persidangan, Majelis
47
Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban
pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka terdakwa
harus mempertanggungjawabkan perbuatannya;
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa mampu bertanggung jawab,
maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana;
Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap terdakwa telah dikenakan
penangkapan dan penahanan yang sah, maka masa penangkapan dan penahanan
tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan dan penahanan
terhadap terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka perlu ditetapkan agar
terdakwa tetap berada dalam tahanan;
Menimbang, bahwa terhadap barang bukti yang diajukan di persidangan
untuk selanjutnya dipertimbangkan sebagai berikut;
1) 1 (satu) unit sepeda Motor Yamaha Jupiter Z Nopol AD 5275 EA Hitam
Orange Tahun 2004, barang bukti tersebut yang telah disita dari saksi Muh
Irfan Bayu Prasetya maka akan dikembalikan dari mana bukti tersebut disita
;
2) 1 (satu) unit sepeda Motor Yamaha Mio Soul GT Nopol AD 6717 VW
barang bukti tersebut adalah milik Saksi Eni Puji Lestari maka barang bukti
tersebut akan dikembalikan kepada pemiliknya;
3) Fotokopi BASTK ( berita acara serah terima kendaran), tetap terlampir
dalam berkas perkara; Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana
terhadap Terdakwa maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan
yang memberatkan dan yang meringankan;
Selain berbagai pertimbangan di atas, dalam memutuskan hukuman bagi para
terdakwa Hakim juga menyampaikan beberapa pertimbangan baik yang meringankan
maupun yang memberatkan, yaitu :
a. Keadaan yang memberatkan:
48
Terkait hal ini, hakim menyampaikan beberapa hal yang memberatkan para
terdakwa, bahwa :
1) Perbuatan para terdakwa meresahkan masyarakat;
2) Perbuatan terdakwa bisa membuat trauma saksi korban;
b. Keadaan yang meringankan:
Disamping menyampaikan beberapa pertimbangan terkait hal-hal yang
memberatkan, hakim juga menyampaikan beberapa faktor yang meringankan
bagi para terdakwa, yaitu :
1) Para Terdakwa berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatanya ;
2) Terdakwa bersifat sopan didalam persidangan;
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dijatuhi pidana maka haruslah
dibebani pula untuk membayar ongkos perkara;
6. Putusan Hakim
Dari berbagai pertimbangan di atas, maka Hakim menyampaikan putusan
terkait tindak pidana yang dilakukan oleh para terdakwa seperti yang tercantum
dalam Perkara Nomor: 89/Pid.B/2014/PN.Byl, sebagai berikut :
MenyatakanTerdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Alimin, II. Sukisno Alias
Ciu, III. Sri Wahyuni Alias Leni tersebut diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “Pemerasan”;
Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Alimin, II.
Sukisno Alias Ciu, III. Sri Wahyuni Alias Leni oleh karena itu dengan pidana penjara
masing masing selama 6 (enam) bulan.
Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani para
terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan;
a. Menetapkan para terdakwa tetap ditahan
b. Menetapkan barang bukti berupa:
49
1) 1 (satu) unit sepeda Motor Yamaha Jupiter Z Nopol AD 5275 EA Hitam
Orange Tahun 2004, dikembalikan kepada Muh Irfan Bayu Prasetya ;
2) 1 (satu) unit sepeda Motor Yamaha Mio Soul GT Nopol AD 6717 VW
dikembalikan kepada Saksi Eni Puji Lestari;
3) Fotokopi BASTK (berita acara serah terima kendaran), tetap terlampir dalam
berkas perkara;
c. Membebankan kepada para terdakwa membayar biaya perkara masing- masing
sejumlah Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah);
B. Implikasi Yuridis Penyatuan Beberapa Terdakwa Oleh Penuntut Umum Dalam
Satu Berkas Dakwaan Pada Perkara Nomor: 89/Pid.B/2014/PN.Byl
1. Hasil Penelitian
Mengkaji mengenai implikasi yuridis konstruksi hukum terhadap
penjatuhan vonis, harus dilihat ancaman pasal yang didakwakan, tuntutan
maupun putusan yang dijatuhkan. Implikasi yuridis akan diketahui ketika
membandingkan ketiga dokumen yakni dakwaan, tuntutan dan putusan
tersebut. Sebelum membahas lebih jauh, berikut ini adalah hasil pencermatan
terhadap ketiga dokumen yang dimaksud.
Bahwa terkait pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para terdakwa
dalam kasus pemerasan seperti yang tercantum dalam Perkara Nomor:
89/Pid.B/2014/PN.Byl, Jaksa Penuntut Umum menjatuhkan dakwaan tunggal
yaitu para terdakwa telah melanggar Pasal 368 ayat 1 KUHP jo Pasal 365 ayat
2 ke-2 KUHP.
Dengan dakwaan tersebut, maka Jaksa mengajukan tuntutan yaitu para
terdakwa masing-masing terbukti bersalah melakukan tindak pidana
“Pemerasan” sebagai mana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 368 ayat 1
KUHP jo Pasal 365 ayat 2 ke-2 KUHP. Menjatuhkan pidana kepada para
50
terdakwa masing-masing dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan
dikurangi selama para terdakwa ditahan dengan perintah tetap ditahan;
Menyatakan barang bukti berupa 1 (satu) Sepeda Motor Yamaha
Jupiter Z Nopol : AD-5275-EA hitam orange tahun 2004;- Dikembalikan
kepada saksi korban Muh. Irfan Bayu Prasetya; 1 (satu) Sepeda Motor
Yamaha mio Soul GT Nopol : AD-6717- VW;- Dikembalikan kepada saksi
Eni Puji Lestari; Fotokopi BASTK ( Berita Acara Serah Terima Kendaraan).
Menetapkan supaya para terdakwa masing-masing dibebani memba yar biaya
perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah);
Berdasarkan tuntutan tersebut, Hakim menyampaikan putusannya
yaitu menjatuhkan pidana kepada Terdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Alimin,
II. Sukisno Alias Ciu, III. Sri Wahyuni Alias Leni oleh karena itu dengan
pidana penjara masing masing selama 6 (enam) bulan dan menetapkan para
terdak wa tetap ditahan serta membebankan kepada para terdakwa membayar
biaya perkara masing- masing sejumlah Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah);
Berdasarkan dakwaan Penuntut Umum menuntut pidana terdakwa
dengan dakwaan tunggal dengan ancaman pidana penjara yang dimulai dari
dakwaan tindak pidana yang terberat sampai kepada dakwaan tindak pidana
yang teringan.
Dokumen tuntutan penuntut umum di atas penuntut umum menuntut
terdakwa Terdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Alimin, II. Sukisno Alias Ciu,
III. Sri Wahyuni Alias Leni oleh karena itu dengan pidana penjara masing
masing selama 6 (enam) bulan. Tuntutan tersebut dikarenakan terdakwa telah
terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemerasan.
Amar putusan tersebut menyatakan putusan bahwa terdakwa I.
Wachyu Nugroho Bin Alimin, II. Sukisno Alias Ciu, III. Sri Wahyuni Alias
Leni telah terbukti secara sah dan menyakinkan terbukti secara sah dan
menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pemerasan”. Terdakwa
51
dijatuhi pidana penjara selama 8 (delapan) bulan oleh Majelis Hakim.
Dakwaan yang diajukan Penuntut Umum yang terbukti adalah dakwaan
tunggal.
Ancaman untuk tindak pidana pencurian dalam dakwaan tersebut
dengan ancaman pidana penjara pada dakwaan primer maksimal 12 tahun
pidana penjara dan dakwaan subsidair maksimal maksimal 7 tahun pidana
penjara. Namun Penuntut Umum menuntut terdakwa hanya pidana penjara
vonis 8 bulan pidana penjara.
2. Pertimbangan Hakim
Berdasarkan dakwaan, tuntutan dan putusan, dapat dinyatakan bahwa
terkait penyatuan terdakwa oleh Jaksa Penuntut Hakim dalam kasus
pemerasan yang dilakukan para terdakwa, Hakim menyatakan bahwa hal
tersebut dapat dilaksanakan dalam upayanya untuk menyingkat waktu
pelaksanaan sidang dan penghematan biaya. Selain itu Hakim juga
menyatakan bahwa pelaksanaan penyatuan terdakwa dalam sidang perkara
pemerasan juga telah disetujui oleh para terdakwa. Dengan demikian secara
hukum hal ini tidak bertentangan atau melanggar ketentuan hukum yang
berlaku.
Bentuk dakwaan yang dibuat Penuntut Umum adalah bentuk dakwaan
tunggal dengan dakwaan melanggar Pasal 368 ayat 1 KUHP jo Pasal 365 ayat
2 ke-2 KUHP.
Penuntut umum mengajukan tuntutan pidana yang menyatakan
terdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Alimin, II. Sukisno Alias Ciu, III. Sri
Wahyuni Alias Leni telah terbukti bersalah melakukan “Tindak Pidana
Pemerasan” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 368 ayat 1
KUHP jo Pasal 365 ayat 2 ke-2 KUHP. Menjatuhkan pidana terhadap
terdakwa dengan pidana penjara selama 8 (delapan) dengan dikurangi selama
terdakwa berada dalam tahanan.
52
Bentuk dakwaan penuntut umum merupakan dakwaan tunggal di mana
pembuktian dakwaan dilakukan secara berurut dengan dimulai pada
dakwaan tindak pidana yang diancam dengan pidana terberat sampai kepada
dakwaan tindak pidana yang diancam dengan pidana ringan hingga dakwaan
yang dipandang terbukti.
Proses pembuktian yang dilakukan Majelis Hakim berkaitan dengan
dakwaan Penuntut Umum yakni dipertimbangkan terlebih dahulu dakwaan
primernya, apabila dakwaan primer terbukti, maka dakwaan subsider
selanjutnya tidak perlu dibuktikan, namun apabila dakwaan primer tidak
terbukti, maka dakwaan selanjutnya barulah akan dipertimbangkan dan
seterusnya.
Dakwaan tunggal yang melanggar Pasal 368 ayat 1 KUHP jo Pasal
365 ayat 2 ke-2 KUHP yang memiliki unsur – unsur :
1. Unsur “Barang Siapa”
Bahwa yang dimaksud dengan “Barang siapa” adalah unsur yang
menunjuk pada subyek hukum atau pelaku dari suatu tindak pidana yang mampu
bertanggung jawab dan/dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya karena
pada hakekatnya subyek hukum mempunyai hak dan kewajiban yang dapat
dipertanggungjawabkan pelaksanaannya.
Apakah orang sebagai subyek hukum tersebut adalah Para Terdakwa
haruslah dibuktikan terlebih dahulu mengenai adanya perbuatan akibat dari
tindak pidana yang terjadi;. Menimbang, dalam perkara ini Para Terdakwa
“Wachyu Nugroho Bin Aliman, Sukisno Alias Ciu, Sri Wahyuni alias Leni”
sebagai subyek hukum selama persidangan dapat menjawab dengan baik segala
sesuatu yang berkaitan dengan Dakwaan yang diajukan kepadanya, dengan
demikian para Terdakwa adalah Subyek Hukum yang mampu bertanggung jawab
atas perbuatannya. Dengan demikian unsur “Barang siapa” telah terpenuhi;
2. Unsur ”Dengan Maksud Menguntungkan Diri Sendiri Atau Orang Lain Secara
Melawan Hukum”
53
Bahwa yang dimaksud dengan Menguntungkan Diri Sendiri Atau Orang
Lain adalah dengan dilakukanya perbuatan tersebut maka si pelaku akan
memperoleh manfaat dari perbuatanya tersebut, baik untuk diri pelaku ataupun
orang lain ;
Bahwa makna kata secara melawan hukum artinya adalah melawan hak
atau tidak berhak atau bertentangan dengan hukum; Menimbang, bahwa
perbuatan secara melawan hukum harus dengan tegas dibuktikan. Pelaku
melakukan perbuatan itu tanpa hak/kekuasaan. Jika digabung dari perbuatan
pelaku tidak dapat menunjukan suatu ketentuan hukum yang berlaku bagi
dasarnya bahwa ia sah memiliki barang tersebut.
Dalam persidangan terungkap bahwa para terdakwa Baik itu terdakwa I,
Terdakwa II, Terdakwa III masing masing tidak ada yang memiliki alasan yang
sah menurut hukum untuk memiliki atau menguasai sepeda motor saksi korban,
perbuatan para terdakwa selaku pihak yang tidak memiliki hak untuk menguasai
sepeda motor saksi korban, mengambil dengan cara melawan hak yakni dengan
cara melakukan tipu muslihat seolah olah sepeda motor saksi korban adalah
sepeda motor yang akan ditarik oleh dealer karena tidak membayar angsuran
kredit, dan para terdakwa juga mengaku ngaku sebagai petugas polisi pada saat
menggambil sepeda motor saksi korban;
3. Unsur ”Memaksa Seseorang Dengan Kekerasan Atau Ancaman Kekerasan
Untuk Memberikan Barang Sesuatu Yang Seluruhnya Atau Sebagian Kepunyaan
Orang Lain, Atau Supaya Membuat Hutang Maupun Menghapus Piutang ”
Bahwa yang dimaksud dengan memaksa disini adalah melakukan
tekanan pada seseorang sedemikian rupa, sehingga orang itu mau melakukan
sesuatu yang berlawanan dengan kehendaknya sendiri. Sedangkan pengertian
barang adalah semua benda yang berwujud , baik begerak maupun tidak begerak,
selain itu benda benda yang bernilai uang pada benda benda yang tidak bernilai
uang, asal bertentangan dengan pemiliknya (melawan hukum), juga dapat
dimaknai yang sama.
54
Barang tersebut haruslah sebagian atau seluruhnya harus milik orang
lain. Mengambil barang yang tidak dimiliki seeorang tidak dapat dikenakan
dengan pasal ini.
Dalam persidangan terungakap Para terdakwa secara terarah telah
memilih saksi korban yang dengan sadar mereka ketahui adalah anak yang masih
dibawah umur, adapun tujuan para terdakwa tersebut memilih saksi korban
dalam perbuatan merampas barang yang berupa sepeda motor yang saat kejadian
dikendarai oleh saksi korban tanpa plat nomor. Dengan alasan bahwa para
terdakwa adalah petugas polisi para terdakwa berhasil menakut nakuti saksi
korban dan menggambil motor yang dikendarai saksi korban, hingga berada
dalam kekuasaan para terdakwa. Setelah motor milik saksi korban berada dalam
pengguasaan para terdakwa, para terdakwa menyerahkan selembar kertas dan
meminta saksi korban untuk mengambil motornya tersebut di kantor polisi.
Berdasarkan uraian di atas Unsur ” Memaksa Seseorang Dengan
Kekerasan Atau Ancaman Kekerasan Untuk Memberikan Barang Sesuatu Yang
Seluruhnya Atau Sebagian Kepunyaan Orang Lain, Atau Supaya Membuat
Hutang Maupun Menghapus Piutang ” telah terpenuhi;
4. Unsur ”Perbuatan Tersebut Dilakukan Oleh Dua Orang Atau Lebih Dengan
Bersekutu”; -
Bahwa uraian dari unsur Pencurian Dilakukan Oleh Dua Orang Atau
Lebih, dalam hal ini kedua orang atau lebih tersebut harus bertindak sedagai
pembuat atau turut melakukan.
Dalam persidangan terungkap bahwa para terdakwa dalam melakukan
aksinya mengambil sepeda motor milik saksi korban, sangatlah tertata masing
masing Terdakwa telah memiliki tugas yang jelas, sehingga perbuatan terdakwa
tersebut dapat terlaksana dengan baik; Bahwa para terdakwa ada yang bertugas
menyediakan motor sebagai fasilitas untuk melaksanakan aksinya, ada yang
bertugas menghentikan korban, ada yang bertugas menyediakan kertas Foto
Copy BASTKB, dan ada juga yang bertugas mengawasi keadaan atau situasi.
55
Dengan demikian Unsur Unsur Pencurian Dilakukan Oleh Dua Orang
Atau Lebih telah terpenuhi; Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari
Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 365 ayat 2 Ke (2) KUHP, telah terpenuhi,
maka terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana sebagaimana di dakwakan dalam dakwaan tunggal
Penuntut Umum;- Menimbang, bahwa dalam persidangan, Majelis Hakim tidak
menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik
sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Oleh karena terdakwa mampu
bertanggung jawab, maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana.
Terhadap unsur – unsur barang siapa, mengambil barang sesuatu,
yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dengan maksud dimiliki
secara melawan hukum, telah dipertimbangkan dalam
mempertimbangkan dakwaan primer dan telah dinyatakan terpenuhi, oleh
karenanya majelis mengambil alih seluruh pertimbangan dakwaan
tersebut sehingga dengan demikian menyatakan usnur – unsur tersebut
telah terpenuhi.
Terpenuhinya semua unsur dakwaan subsidair tersebut di atas,
terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan
Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 365 ayat 2 Ke (2) KUHP tentang
pemerasan, maka majelis hakim berketetapan untuk menjatuhkan putusan
pidana berupa pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dikurangi masa
penahanan.
Perkara di atas terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana
yaitu Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 365 ayat 2 Ke (2) KUHP, dengan
unsur-unsur :
a. Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagaian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat
56
hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan
pidana penjara maksimum 9 tahun.
b. Ketentuan Pasal 365 ayat kedua, ketiga dan keempat berlaku bagi kejahatan
ini.
Terkait Ketentuan Pasal 365 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) berlaku
dalam tindak pidana ini.
1. Unsur obyektif, yang meliputi unsur-unsur :
a. Memaksa
b. Orang lain.
c. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
d. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seleruhnya
atau sebagian kepunyaan orang lain).
e. Supaya memberi hutang.
f. Untuk menghapus piutang.
2. Unsur subyektif, yang meliputi unsur - unsur :
a. Dengan maksud.
b. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
3. Beberapa unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Unsur "memaksa". Dengan istilah "memaksa" dimaksudkan adalah
melakukan tekanan pada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu
yang berlawanan dengan kehenda kn ya sendiri
b. Unsur "untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang". Berkaitan
dengan unsur itu, persoalan yang muncul adalah, kapan dikatakan ada
penyerahan suatu barang? Penyerahan suau barang dianggap telah ada
apabila barang yang diminta oleh pemeras tersebut telah dilepaskan dari
kekuasaan orang yang diperas, tanpa melihat apakah barang tersebut
57
sudah benar - benar dikuasai oleh orang yang memeras atau belum.
Pemerasan dianggap telah terjadi, apabila orang yang diperas itu telah
menyerahkan barang/benda yang dimaksudkan si pemeras sebagai akibat
pemerasan terhadap dirinya. Penyerahan barang tersebut tidak harus
dilakukan sendiri oleh orang yang diperas kepada pemeras. Penyerahan
barang tersebut dapat saja terjadi dan dilakukan oleh orang lain selain dari
orang yang diperas.
c. Unsur "supaya memberi hutang". Berkaitan dengan pengertian "memberi
hutang" dalam rumusan Pasal ini perlu kiranya mendapatkan pemahaman
yanag benar. Memberi hutang di sini mempunyai pengertian, bahwa si
pemeras memaksa orang yang diperas untuk membuat suatu perikatan
atau suatu perjanjian yang menyebabkan orang yang diperas harus
membayar sejumlah uang tertentu. Jadi, yang dimaksud dengan memberi
hutang dalam hal ini bukanlah berarti dimaksudkan untuk mendapatkan
uang (pinjaman) dari orang yang diperas, tetapi untuk membuat suatu
perikatan yang berakibat timbulnya kewajiban bagi orang yang diperas
untuk membayar sejumlah uang kepada pemeras atau orang lain yang
dikehendaki.
d. Unsur "untuk menghapus hutang". Dengan menghapusnya piutang yang
dimaksudkan adalah menghapus atau meniadakan perikatan yang sudah
ada dari orang yang diperas kepada pemeras atau orang tertentu yang
dikehendaki oleh pemeras.
Unsur "untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain". Yang
dimaksud dengan "menguntungkan diri sendiri atau orang lain" adalah
menambah baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain dari
kekayaan semula. Menambah kekayaan disini tidak perlu benar-benar
telah terjadi, tetapi cukup apabila dapat dibuktikan, bahwa maksud pelaku
adalah untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
4. Unsur-unsur dalam ketentuan ayat (2) Pasal 368 KUHP :
Tindak pidana pemerasan, dimana untuk masuk ketempat melakukan
kejahatan dilakukan dengan cara membongkar, merusak atau memanjat,
58
memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau jabatan (seragam) palsu.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 368 ayat (2) jo Pasal 365 ayat (2) ke-3 KUHP
dengan pidana penjara dua belas tahun.
Tindak pidana pemerasan itu mengakibatkan terjadinya luka berat,
sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat (2) jo Pasal 365 ayat (2) ke-4
KUHP ancaman pidananya sama dengan yang diatas, yaitu dua belas tahun
penjara.
Tindak pidana pemerasan itu mengakibatkan matinya orang. Diatur
dalam ketentuan Pasal 368 ayat (2) jo Pasal 365 ayat (3) KUHP dengan
ancaman pidana yang lebih berat, yaitu lima belas tahun penjara.
Tindak pidana pemerasan tersebut telah menimbulkan luka berat atau
kematian serta dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama
dengan disertai hal-hal yang memberatkan sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 365 ayat (1) dan ayat (2) KUHP. Berdasarkan Pasal 368 ayat (2) jo
Pasal 365 ayat (4) KUHP tindak pidana pemerasan ini diancam dengan
pidana yang lebih berat lagi, yaitu dengan pidana mati, pidana seumur hidup
atau pidana selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun penjara.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka terdapat enam bentuk tindak
pidana pemerasan dengan pemberatan dengan ancaman pidana yang
diperberat.
Terdakwa telah melakukan tindak pidana pemerasan terhadap 1
(satu) unit sepeda Motor Yamaha Jupiter Z Nopol AD 5275 EA Hitam
Orange Tahun 2004 Irfan Bayu Prasetya, pada hari Selasa tanggal 28
Januari 2014 sekira jam 15.00 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu
waktu dalam tahun 2014 bertempat di pinggir jalan raya Andong –
Klego, Kec. Klego, Kab. Boyolali
Terdakwa dituntut Penuntut Umum dengan bentuk dakwaan
dakwaan tunggal Pasal 368 ayat 1 KUHP jo Pasal 365 ayat 2 ke-2
KUHP; menjatuhkan pidana kepada para terdakwa masing-masing
59
dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dikurangi selama para
terdakwa ditahan dengan perintah tetap ditahan;
Terkait penyatuan dari beberapa terdakwa yang telah melakukan
tindak pidana pemerasan sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri
Boyolali tersebut, hal ini dilakukan oleh Penuntut Umum dengan
pertimbangan efektifitas dalam penuntutan perkara.
Demi alasan persidangan yang cepat, sederhana dan berbiaya
murah, penggabungan beberapa berkas dakwaan dengan beberapa
terdakwa, sangat mungkin dilakukan. Apalagi Pasal 141 KUHAP
mengatur masalah penggabungan dakwaan itu. Selain itu penuntut
umum diberi kewenangan untuk mengajukan dakwaan yang berbentuk
gabungan atau kumulasi. Baik „kumulasi perkara tindak pidana‟
maupun sekaligus „kumulasi terdakwa‟ dengan kumulasi dakwaannya.
Selain dakwaan tunggal, seharusnya Hakim juga mempertimbangkan
dakwaan lain yaitu dakwaan kumulatif seperti yang tercantum dalam pasal 55
ayat (1) KUHP.
Majelis Hakim dalam berkesimpulan bahwa unsur ini telah terpenuhi,
dengan pertimbangan bahwa:
Bahwa para terdakwa I Wachyu Nugroho bin Aliman, terdakwa II.
Sukisno alias Ciu, terdakwa III. Sri Wahyuni alias Leni bersama-sama
dengan sdr. Totok Wahyudianto pada hari Selasa tanggal 28 Januari 2014
sekira jam 15.00 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun
2014 bertempat di pinggir jalan raya Andong – Klego, Kec. Klego, Kab.
Boyolali atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam
daerah hukum Pengadilan Negeri Boyolali, telah melakukan perbuatan
dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
adalah kepunyaan orang itu atau orang lain atau supaya membuat hutang
60
maupun menghapuskan piutang, perbuatan tersebut dilakukan oleh dua orang
atau lebih dengan bersekutu.
a. Terdakwa I Wachyu Nugroho Bin Aliman;
b. Terdakwa II Sukisno Alias Ciu;
c. Terdakwa III Sri Wahyuni Alias Leni
Peristiwa tersebut terjadi pada Hari Selasa Tanggal 28 Februari 2014,
sekira Pukul 15 .00 WIB, di tepi jalan raya Andong-Klego Boyolali. Awal mula
kejadian ketika terdakwa diajak oleh Wahyu (melarikan diri) untuk mengendarai
sepeda motor, dari Solo Terdakwa Membonceng tardakwa Sri, dan Wahyu
(melarikan diri) berboncengan denggan Terdakwa Sukisno, kemudian sesampai
di Jl. Andong-Kelego para terdakwa melihat anak kecil menggendarai sepeda
motor Yamaha Jupiter Z yang tidak ada plat nomornya. Penggendara sepeda
motor tersebut terdakwa minta berhenti, dan setelah berhenti, terdakwa minta
agar pengendara sepeda motor tersebut menunjukan STNK dan ternyata
pengendara sepeda motor tersebut tidak membawa STNK kendaraanya.
Terdakwa menggaku sebagai petugas Polisi yang bertugas mencari sepeda motor
yang bermasalah, dan kemudian sepeda motor saksi korban terdakwa ambil dan
saksi korban dibonceng oleh Terdakwa Sukisno menuju Pangkalan Ojek Desa
Bade, Ketika para terdakwa menggambil sepeda motor saksi korban para
terdakwa menggunakan Foto Copy Berita Acara Serah Terima Kendaraan
(BASTK). Para terdakwa tidak merencanakan perbuatan tersebut sebelumnya,
terdakwa melakukan perbuatan ini karena diajak saudara Wahyu yang mengajak
menarik motor. Ketika Terdakwa bekerja di PT. Nusantara Sakti Kartosuro
setiap melakukan penarikan motor, terdakwa dibekali dengan surat jalan atau
surat perintah. Sepeda motor milik saksi korban akhirnya di bawa kerumah
Sentot dan dijual dengan harga Rp.1.900.000,- dan masing masing terdakwa
mendapat bagian Rp.400.000,- sisanya untuk oprasional dan terdakwa sudah
menikmati hasil perbuatan terdakwa.
Dari paparan kasus di atas, menurut penulis, pertimbangan Majelis
Hakim tidak lengkap. Memang pada bagian awal pertimbangannya mengenai
unsur „bersama-sama‟ ini, Majelis Hakim menyebutkan bahwa dalam Pasal 55
61
ayat (1) ke-1 KUHP unsur „bersama-sama‟ sifatnya adalah alternatif, dimana
KUHP mengartikannya sebagai pelaku (dader) adalah mereka yang melakukan
sendiri suatu perbuatan pidana (plegen), mereka yang menyuruh orang lain
melakukan suatu perbuatan pidana (doen plegen), mereka yang turut serta/
bersama-sama melakukan suatu perbuatan pidana (medeplegen) dan mereka
yang dengan sengaja menganjurkan/ menggerakkan orang lain untuk melakukan
perbuatan pidana (uitloking).
Majelis Hakim tidak menentukan apakah terdakwa merupakan pelaku
(dader) yaitu seseorang yang melakukan sendiri suatu perbuatan pidana (plegen),
atau terdakwa merupakan seseorang yang menyuruh orang lain melakukan suatu
perbuatan pidana (doen plegen), atau terdakwa merupakan orang yang turut
serta/ bersama-sama melakukan suatu perbuatan pidana (medeplegen) dan atau
terdakwa merupakan orang yang dengan sengaja menganjurkan/ menggerakkan
orang lain untuk melakukan perbuatan pidana (uitloking).
Terkait putusan hakim yang memberikan hukuman terhadap para
pidana Terdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Alimin, II. Sukisno Alias Ciu,
III. Sri Wahyuni Alias Leni oleh karena itu dengan pidana penjara masing
masing selama 6 (enam) bulan, hal ini menunjukkan bahwa hakim kurang
memperhatikan terkait peran masing-masing terdakwa, apakah mereka itu
yang melakukan, yang menyuruh, atau turut melakukan perbuatan
tersebut. Hak ini memang tidak dijabarkan dalam dakwaan Jaksa
Penuntut Umum, namun demikian Majelis Hakim hendaknya dapat
menyampaikan berbagai pertanyaan terkait peran masing-masing
terdakwa, sehingga dalam putusannya hakim dapat menyesuaikan putusan
dengan seadilnya.
Apabila penulis mengamati kasus di atas, terhadap ketiga
terdakwa memang ketiga-tiganya memiliki peran yang sama dalam tindak
pidana tersebut, namun demikian apabila dicermati dapat diketahui bahwa
Terdakwa I merupakan otak sekaligus pelaku tindak pidana tersebut,
sehingga dengan demikian Hakim seharusnya memberikan putusan
62
hukuman yang lebih berat dibanding dengan terdakwa II dan terdakwa III.
Sedang untuk Terdakwa II mempunyai peran sebagai pelaksana tindak
pemerasaan bersama dengan Terdakwa I, sehingga hukuman yang
dijatuhkan seharusnya berbeda dengan Terdakwa I, sementara Terdakwa
III mendapat hukuman paling ringan mengingat peran yang paling kecil.
Oleh karena itu tindak pidana pemerasan di atas, peran dari Pasal
55 KUHP tentang penyertaan sangat diperlukan dalam hal menjerat
orang-orang yang terlihat dalam tindak pidana pemerasan sesuai dengan
tanggungjawab masing-masing pelaku.
Terdapat putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa, penulis
memandang bahwa perbuatan terdakwa tidak pantas mendapat hukuman
yang sama sesuai putusan Majelis Hakim. Karena penulis berperndapat
bahwa peranan ketiga Terdakwa dalam mewujudkan tindak pidana
pemerasan masing-masing berbeda.
Untuk itu kedepannya penulis berharap bahwa pelaku tindak
pidana pemerasan baik sebagai pelaku utama maupun yang turut serta
melakukan supaya ditindak diberi sanksi yang tegas supaya tindak
pemerasan tersebut dsapat diminimalisir.
64
BAB IV
P E N U T U P
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan tinjauan penyatuan beberapa terdakwa
dalam satu berkas dakwaan oleh penuntut umum dan implikasi yuridisnya pada
penuntutan perkara pemerasan di pengadilan negeri boyolali (studi putusan
nomor : 89/pid.b/2014/pn.byl.), penulis dapat menarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Terkait adanya penyatuan beberapa terdakwa dalam satu berkas perkara yang
dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum, menurut Majelis hakim, hal tersebut dapat
dilaksanakan, karena para terdakwa sudah menyetujuinya. Penggabungan beberapa
berkas dakwaan dengan beberapa terdakwa, sangat mungkin dilakukan dengan dasar
Pasal 141 KUHAP mengatur masalah penggabungan dakwaan itu. Selain itu penuntut
umum diberi kewenangan untuk mengajukan dakwaan yang berbentuk gabungan atau
kumulasi. Baik „kumulasi perkara tindak pidana‟ maupun sekaligus „kumulasi
terdakwa‟ dengan kumulasi dakwaannya. Selain itu dengan adanya penyatuan
beberapa terdakwa dalam satu dakwaan tersebut selain memberikan efek yang positif
yaitu waktu persidangan yang lebih singkat dan juga biaya sidang yang lebih murah.
2. Implikasi yuridis penyatuan beberapa terdakwa dalam satu berkas dakwaan pada
putusan perkara pemerasan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl. adalah para terdakwa di
tuntut dengan ancaman pidana yang sama. Seharusnya juga disampaikan dakwaan
kumulatif seperti terdakwa melakukan pemerasan dengan pemaksanaan dan
kekerasan. Hal ini sudah disampaikan dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang
sudah dilakukan secara cermat, jelas dan lengkap dengan unsur-unsur tindak pidana
yang didakwakan dan dapat dikaitkan dengan fakta perbuatan para terdakwa yang
dilengkapi dengan uraian tentang waktu dan tempat dilakukannya tindak pidana.
Selain itu pertimbangan Majelis Hakim juga mengesampingkan adanya peran
masing-masing terdakwa dengan memutuskan masing-masing terdakwa dengan
hukuman yang sama.
65
B. Saran
1. Memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kecermatan Penuntut Umum dalam
merumuskan bentuk surat dakwaan. Peristiwa pidana pemerasan yang dilakukan oleh
beberapa terdakwa diperlukan kecermatan menyusun rumusan dan bentuk surat
dakwaan kaitannya dengan sistem penjatuhan hukuman yang ditentukan dalam pasal-
pasal pidana yang bersangkutan. Kekeliruan penyusunan rumusan dan bentuk surat
dakwaan dalam tindak pidana concursus, bisa mengakibatkan penerapan hukum yang
fatal bagi pengadilan dalam menjatuhkan hukuman yang hendak dikenakan kepada
terdakwa
2. Penerapan tuntutan pidana Penuntut Umum seharusnya mengacu pada jenis
concursus dan sistem pemidanaan yang harus digunakan dalam penentuan pidana
yang dijatuhkan kepada terdakwa. Majelis Hakim seharusnya lebih mencermati dan
tidak mengesampingkan adanya peran masing-masing terdakwa dengan memutuskan
masing-masing terdakwa dengan hukuman yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Adami Chazawi. 2002. PELAJARAN HUKUM PIDANA Penafsiran Hukum Pidana,
Dasar Peniadaan, Pemberatan & Peringan Pidana, Kejahatan Aduan,
Perbarengan & Ajaran Kausalitas. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
M. Yahya Harahap. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali,
Edisi Kedua. Jakarta : Sinar Grafika.
Andi Hamzah, 2008. Asas-asas hukum pidana, PT.Rineka Cipta, Jakarta
Anonim. 1985. KUHAP. Surabaya : Karya Anda
Hamrat, Hamid, M.Husein, Harun, 1992 "Pembahasan Permasalahan KUHAP
Bidang Penuntutan dan Eksekusi", Edisi Pertama, Cetakan Pertama,
Penerbit:Sinar Grafika, Jakarta
Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Cetakan Pertama. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Karim Nasution, Abdul, 1972, Masalah Surat Tuduhan Dalam Proses Pidana,.
Jakarta.
Leden Marpaung, 2008, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika
Moeljatno. 2002. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta
P, Martiman, 2002, Hukum Perkawinan Indonesia, Center Publishing, Jakarta.
P.A.F Lamintang. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra
Aditya Bakti
Peter Mahmud Marzuki, 2007. Penelitian Hukum, Kencana Predana Media Group,.
Jakarta
R. Soesilo, 1995. KUHP Serta Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Policia,
Bogor.
S.R Sianturi, 2002. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan. Penerapannya.
Jakarta: Storia Grafika.
Wirjono Prodjodikoro, SH, Dr, Prof, 1986.Hukum Perdata tentang hak atas benda,
Cetakan ke 5, Intermasa
Putusan perkara Nomor 89/Pid.B/2014/ PN.Byl
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).