Post on 31-Jan-2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama. Malaria merupakan suatu penyakit dengan
penyebaran yang luas dan menjadi endemis terutama di daerah tropis. Malaria
termasuk penyakit tropik yang sampai sekarang tersebar luas di daerah tropis
maupun subtropis. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
parasit Plasmodium yang hidup dan berkembangbiak dalam sel darah
manusia. Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.
Prevalensi nasional malaria berdasarkan hasil riskesdas tahun 2010
adalah 0,6 persen. Dimana provinsi dengan API (Annual Parasite Incidence)
di atas angka rata-rata nasional adalah NTB, Maluku, Maluku Utara,
Kalimantan Tengah, Babel, Kepri, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Tengah,
Gorontalo dan Aceh (DepKes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan, 2011).
Menurut Kementerian Kesehatan RI, (2011) malaria masih menjadi
beban masyarakat dan pemerintah Indonesia. Ancaman kesakitan dan
kematian terutama pada kelompok resiko tinggi yaitu bayi, balita, ibu,
penduduk usia produktif dan lain-lain. Penyebaran malaria disebabkan faktor
yg komplek: perubahan lingkungan, vektor, sosial budaya masyarakat,
resistensi obat dan akses pelayanan kesehatan. Pemberantasan & Eliminasi
malaria perlu dilakukan secara terpadu oleh seluruh stake holder yang
terlibat. Eliminasi meliputi Eliminasi di DKI, Bali, Batam 2010, Eliminasi
di Jawa, NAD, Kepulauan Riau 2015. Eliminasi di Sumatra, NTB,
Kalimantan, Sulawesi 2020. Eliminasi di Papua, Papua Barat, Maluku,
Maluku Utara, NTT 2030.
Terdapat beberapa Kabupaten endemis di Kalimantan Tengah dimana
penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria. Berdasarkan hasil
laporan penemuan malaria dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah
1
2
pada tahun 2010 adalah 2,4 persen yaitu penemuan penderita malaria
berjumlah 53.002 jiwa. Pada tahun 2011 adalah 2,0 persen yaitu total
penemuan penderita malaria berjumlah 43.810 jiwa. Sedangkan pada tahun
2012 adalah 1,9 persen yaitu total penemuan penderita malaria berjumlah
47.280 jiwa.
Diagnosis malaria yang cepat dan tepat merupakan hal yang sangat
diperlukan dalam penatalaksanaan kasus malaria. Sediaan apus darah adalah
suatu sarana yang digunakan untuk menilai berbagai unsur sel darah tepi,
seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu dapat pula digunakan
untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan lain-
lain.
Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat
mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik. Setelah penderita
dicurigai secara klinis menderita malaria, pemeriksaan laboratorium untuk
menemukan parasit harus secepatnya dilakukan. Pemeriksaan mikroskopik
dengan pewarnaan Giemsa sampai saat ini masih merupakan baku emas
pemeriksaan malaria. Pewarnaan Giemsa mampu mendeteksi parasit malaria
walaupun pada densitas yang rendah. Kebanyakan cara memulas sediaan
darah menggunakan prinsip Romanowski, seperti Wright, Giemsa, May-
Grunwald-Giemsa atau Wright-Giemsa.
Konsentrasi parasit malaria dalam darah cukup merata sehingga
pengambilan darah rutin dapat dilakukan pada ujung jari atau tumit kaki
(bayi). Morfologi parasit yang optimal dapat dilihat dengan membuat sediaan
darah yang diwarnai giemsa yang diambil dari ujung jari segera. Akhir-akhir
ini darah vena dengan antikoagulan lebih sering digunakan sebagai bahan
pemeriksaan (Harijanto, 2010).
Bahan pemeriksaan malaria yang terbaik adalah darah kapiler.
Namun, di lapangan sering dijumpai pemeriksaan malaria menggunakan
darah vena. Hal ini karena volume darah lebih banyak sehingga dapat
digunakan untuk pemeriksaan hematologi lainnya. Oleh karena itu, penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan pada pemeriksaan malaria
3
menggunakan sampel darah vena dengan antikoagulan dan sampel darah
kapiler tanpa antikoagulan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai Perbandingan Hasil Pemeriksaan Malaria Dengan
Sampel Darah Vena dan Kapiler.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat diidentifikasi
masalah sebagai berikut :
1. Apakah ada perbedaan hasil pemeriksaan malaria menggunakan darah
vena dan kapiler ?
2. Bagaimana perbedaan hasil kepadatan malaria menggunakan darah vena
dan kapiler ?
C. Batasan Masalah
Dengan penelitian ini peneliti hanya membandingkan hasil
pemeriksaan malaria menggunakan darah vena dan kapiler berdasarkan
kepadatan parasitnya.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
Apakah ada perbedaan kepadatan parasit pada hasil pemeriksaan malaria
menggunakan darah vena dan kapiler ?
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
ada perbedaaan yang bermakna pada hasil pemeriksaan malaria
menggunakan sampel darah vena dan kapiler.
4
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kepadatan parasit pada pemeriksaan malaria menggunakan darah vena dan
kapiler.
F. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada penyedia layanan kesehatan seperti
laboratorium tentang perbandingan pemeriksaan malaria menggunakan
darah vena dan kapiler.
2. Bagi peneliti, diharapkan mampu melakukan pemeriksaan malaria secara
tepat dan cepat dengan cara mikroskopis.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Malaria
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat
intraseluler dari genus Plasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan
Plasmodium malariae (Laveran,1888), Plasmodium vivax (Grosi dan Felati,
1890), Plasmodium falciparum (Welch,1897), dan Plasmodium ovale
(Stephens,1922). Penularan malaria dilakukan oleh nyamuk betina dari tribus
Anopheles (Ross,1897). Dari sekitar 400 spesies nyamuk anopheles telah
ditemukan 67 species yang dapat menularkan malaria dan 24 diantaranya
ditemukan di Indonesia (Harijanto, 2000).
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia
(Kemenkes RI, 2011). Malaria adalah parasit yang memiliki banyak stadium
(multi-stage parasit) yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina yang
bertindak sebagai vektor penularnya. Malaria adalah penyakit dengan gejala
demam yang terjadi tujuh hari sampai dua minggu sesudah gigitan nyamuk
yang infektif (Soedarto, 2011).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa malaria adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan oleh
sejenis nyamuk tertentu yaitu Anopheles.
Taksonomi Plasmodium
Kingdom : Protista
Subkingdom : Protozoa
Phylum : Apicomplexa
Class : Sporozoasida
Order : Eucoccidiorida
6
Family : Plasmodiidea
Genus : Plasmodium
Spesies : Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium
ovale, Plasmodium malariae (Soedarto, 2011).
B. Morfologi
1. Plasmodium vivax
a. Stadium Tropozoit muda
1) Sitoplasma berbentuk cincin biru dan tebal serta mempunyai variasi
dalam bentuk-bentuk tidak teratur (irregular), tidak dijumpai granula.
2) Kromatin satu besar berupa granula merah.
3) Titik Schuffner yang berwarna tengguli.
4) Sering dijumpai.
b. Stadium Tropozoit matang
1) Sitoplasma besar berwarna biru, bentuknya irregular karena
merupakan organisme amuboid.
2) Didalamnya dijumpai butir-butir kecil pigmen yang berwarna coklat
kekuningan.
3) Kromatin satu berupa titik merah.
4) Jarang dijumpai.
c. Stadium Schizont
1) Terdiri dari merozoit yang berjumlah 16-18, bentuknya besar, padat
berupa granula merah, letaknya ditengah-tengah daerah yang
dikelilingi oleh kelompokan sitoplasma yang berwarna biru pucat dan
berbentuk huruf “koma”.
2) Sering dijumpai.
d. Stadium Gametosit
1) Makrogametosit :
Bentuknya bulat padat/oval, warna biru. Inti berbentuk segitiga, padat,
berwarna merah, letaknya dipinggir, disertai partikel-partikel berupa
pigmen berwarna orange di dalamnya.
5
7
2) Mikrogametosit :
Bentuknya bulat, warna biru muda. Inti bulat, letak ditengah,
berwarna merah muda, didalam inti dijumpai pigmen-pigmen oranye.
3) Sering dijumpai.
e. Sel Darah Merah tidak terlihat.
f. Kepadatan parasit sedang.
2. Plasmodium falciparum
a. Stadium Tropozoit muda
1) Cincin berukuran kecil dengan bintik kromatin yang berukuran kecil
dan halus.
2) Sitoplasma sangat halus, warna biru pucat dan tidak ada granula.
3) Kromatin bisa dijumpai 1 atau 2, berupa granula-granula yang
berwarna merah.
4) Bentuk ini yang sering dijumpai.
b. Stadium Tropozoit matang
1) Sitoplasma lebih tebal, berupa cincin biru, bentuknya dapat berupa
huruf koma atau tanda seru (Star in the sky).
2) Kromatin 1 atau 2, berukuran sedang dengan granula berwarna merah.
c. Stadium Schizont
1) Stadium ini jarang terlihat, kecuali pada kasus yang berat.
2) Terdiri dari 18-32 merozoit kecil.
d. Stadium Gametosit
1) Bentuknya seperti buah pisang/bulan sabit.
2) Warna biru pada mikrogametosit dan warna biru ungu pada
makrogametosit.
3) Inti merah ungu, pada mikrogametosit inti melebar dan menipis
sedangkan pada makrogametosit intinya kompak.
4) Pigmen berupa granula yang berwarna biru padat. Letak mengumpul
ditengah-tengah sitiplasma atau menyebar.
e. Sel darah merah tak terlihat.
f. Kepadatan parasit sangat tinggi.
8
3. Plasmodium malariae
a. Stadium Tropozoit muda
1) Bentuk cincin dengan sitoplasma tebal dan padat, berwarna biru
dengan granula-granula yang berupa pigmen hitam.
2) Kromatin berjumlah besar berwarna merah.
3) Sering dijumpai.
b. Stadium Tropozoit matang
1) Sitoplasma dapat berbentuk bulat, padat, berwarna biru gelap dengan
banyak partikel-partikel pigmen hitam. Bentuk pita hanya terlihat
pada sediaan darah tipis.
2) Kromatin berbentuk bulat atau pita merah.
3) Sering dijumpai.
c. Stadium Schizont
1) Terdiri dari merozoit sebanyak 8-20 buah masing-masing besar,
berwarna merah, bulat tersebar diantara sitoplasma yang pucat.
Merozoit tersebut dapat tersusun tersebar diantara sitoplasma atau
menggumpal membentuk “Rosette”.
2) Hampir sering dijumapi.
d. Stadium Gametosit
1) Bentuknya besar, oval/bulat, warna biru padat yang mikrogametosit
dan biru muda pada makrogametosit.
2) Inti berbentuk bulat, mengandung kromatin yang berwarna merah.
Letak inti di tepi.
3) Pigmen besar, berwarna hitam dan tersebar di dalam sitoplasma.
4) Hampir sering dijumpai.
e. Sel Darah Merah tidak terlihat.
f. Kepadatan parasit sangat rendah.
4. Plasmodium ovale
a. Stadium Tropozoit muda
1) Berbentuk cincin dengan sitoplasma yang berwarna biru padat.
2) Kromatin satu,berukuran sedang berbentuk granula merah.
9
b. Stadium Tropozoit matang
1) Sitoplasma berbentuk bulat berwarna biru didalamnya dijumpai
partikel-partikel pigmen berwarna coklat.
2) Kromatin satu besar berwarna merah.
c. Stadium Schizont
1) Terdiri dari merozoites sebanyak 8-14 buah, besar berupa granula-
granula merah membentuk “Rosette” mengelilingi suatu partikel-
partikel pigmen coklat.
d. Stadium Gametosit
1) Bentuk besar, bulat/oval, berwarna biru padat.
2) Inti berbentuk bulat, satu, berwarna merah.
3) Pigmen berwarna coklat sedikit tersebar di dalam sitoplasma.
4) Sel Darah Merah tidak terlihat.
5) Kepadatan parasit sedang.
(Soedarto, 2011).
C. Etiologi
Malaria adalah penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh
parasit yang ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk. Malaria
disebabkan oleh parasit Plasmodium. Parasit ini ditularkan melalui gigitan
nyamuk Anopheles yang merupakan vektor malaria yang terutama menggigit
manusia malam hari mulai magrib (dusk) sampai fajar (down). Terdapat empat
parasit penyebab malaria pada manusia yaitu : Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, plasmodium oval (Soedarto, 2011).
Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi berat bahkan
dapat menimbulkan kematian. Ke empat spesies Plasmodium yang terdapat di
Indonesia yaitu Plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika,
Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae
yang menyebabkan malaria kuartana dan Plasmodium ovale yang
menyebabkan malaria ovale.
10
D. Gejala Klinis Malaria
Menurut Harijanto, (2010) Gejala klasik berupa “Trias Malaria”
(Malaria proxysm) secara berurutan :
1. Periode Dingin
Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus
diri dengan selimut dan saat menggigil seluruh tubuh sering bergetar dan
gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan.
Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur.
2. Periode Panas
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat serta panas tubuh tetap
tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih, penderita membuka selimutnya,
respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri orto orbital, muntah-muntah, dan
syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih,
diikuti dengan keadaan berkeringat.
3. Periode Berkeringat
Penderita berkeringat, mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai
basah, temperatur turun, penderita merasa kelelahan dan sering tertidur. Jika
penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
E. Siklus Hidup Plasmodium
Parasit malaria pada manusia mempunyai daur hidup pada tubuh
manusia dan di dalam tubuh nyamuk Anopheles yang menjadi vektornya.
1. Siklus di dalam tubuh manusia
Sporozoit yang berasal dari dalam kelenjar ludah nyamuk Anopheles
masuk melalui gigitan nyamuk pada kulit bersama air ludah nyamuk yang
mengandung antikoagulansia. Segera sesudah memasuki aliran darah, dalam
waktu 30 menit sporozoit akan menuju ke hati dan menembus hepatosit
menjadi tropozoit hati. Parasit berada di dalam sel hati selama 9-16 hari dan
11
berkembang menjadi skizon hati yang mengandung 10.000-30.000
merozoit. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik.
Pada Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae berlangsung
siklus skizogoni cepat (immediate schizogony), sedangkan pada
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale dapat berlangsung siklus
skizogoni cepat maupun skizogoni lambat (delayed schizogony), dimana
sebagian tropozoit hati menjadi bentuk dorman (istirahat) yang pasif yang
disebut hipnozoit. Bentuk hipnozoit dapat berada di dalam sel hati selama
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Jika daya tahan tubuh penderita
menurun, parasit akan menjadi bentuk aktif sehingga menimbulkan
kekambuhan (relaps).
Merozoit yang keluar dari skizon hati yang pecah akan meninggalkan
sel hepatosit, memasuki aliran darah dan menginfeksi sel darah penderita.
Perkembangan aseksual (proses schizogony eritrositik) Plasmodium dimulai
sejak masuknya merozoit ke dalam eritrosit. Di dalam sel eritrosit tahap
skizogoni berlangsung dengan pembentukan merozoit yang lebih banyak
(membutuhkan waktu sekitar 22 jam). Setelah proses skizogoni darah
berlangsung 2-3 siklus, sebagian merozoit yang menginfeksi eritosit akan
membentuk stadium seksual mikrogamet (jantan) dan makrogamet (betina)
yang membutuhkan waktu sekitar 26 jam. Pada Plasmodium falciparum,
skizogoni eritrositik berlangsung selama 48 jam dan gametositosis 10-12
hari. Siklus skizogoni erotrositik pada umumnya berlangsung selama
beberapa siklus sebelum terbentuknya gametosit untuk pertama kalinya
(Soedarto, 2011).
2. Siklus pada nyamuk Anopheles betina
Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk
12
ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit
ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh
manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa
inkubasi bervariasi tergantung spesies Plasmodium.
Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke rubuh
manusia sampai parasit dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan
pemeriksaan mikroskopik (Depkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan).
Gambar 2.1. Siklus hidup plasmodium (DepKes RI Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011)
13
F. Patobiologi Malaria
Proses patologi malaria adalah akibat dari siklus eritrositik. Merozoit
menyerang eritosit dimana mereka berkembang melalui bentuk cincin ke
tropozoit dan akhirnya skizon. Pada kasus Plasmodium falciparum proses ini
mengikuti perubahan terhadap eritrosit terinfeksi. Beberapa faktor kunci yang
berkaitan parasit memainkan suatu peran dalam menyebabkan fenomena
patogenesis seperti kecepatan dan kepadatan skizogoni, predileksi merozoit
untuk jens eritrosit khusus, interaksi inang manusia dan parasit, dan sekuestrasi
eritrosit terinfeksi pada pembuluh-pembuluh darah kecil dimana merupakan
peristiwa sentral dan spesifik pada malaria falciparum.
Pada manusia, malaria falciparum berat dan berkomplikasi merubah
fungsi normal dari banyak jaringan dan organ. Disini terdapat bukti-bukti
peningkatan gangguan aliran darah lokal disebabkan oleh obstruksi
mikrosirkulasi dalam kapiler dan venula dari organ dalam (Harijanto, 2010).
G. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Giemsa sampai saat ini
masih merupakan baku emas pemeriksaan malaria. Contohnya saja untuk
pemeriksaan penyakit malaria akibat parasit Plasmodium. Melalui pemeriksaan
laboratorium Plasmodium penyebab malaria pada manusia (Plasmodium
falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, dan
Plasmodium knowlest) dapat dibedakan berdasar stadium parasit yang ada di
dalam darah, gambaran eritrosit yang terinfeksi parasit dan gambaran
morfologi parasit yang ada di dalam sel eritrosit. Morfologi parasit yang
optimal dapat dilihat dengan membuat sediaan darah yang diwarnai Giemsa
yang diambil dari ujung jari segera. Akhir-akhir ini darah vena dengan
antikoagulan lebih sering digunakan sebagai bahan pemeriksaan (Soedarto,
2011).
14
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah dari ujung jari. Bila
menggunakan darah vena, sebaiknya darah yang digunakan adalah darah yang
belum tercampur dengan anti koagulan (darah yang masih ada dalam spuit).
Bila menggunakan darah dengan anti koagulan harus segera dibuat
sediaan darah malaria, karena bila sudah lebih dari 1 jam, jumlah parasit
berkurang dan morfologi dapat berubah (Kemenkes RI, 2011).
1. Pemeriksaan Mikroskopis
Sediaan apus darah tepi adalah suatu cara yang sampai saat ini masih
digunakan pada pemeriksaan di laboratorium. Terhadap sediaan darah
tetes tebal dan tipis dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk menentukan
adanya parasit malaria, jenis spesies dan stadium parasit malaria serta
kepadatan parasit.
a) Semi kuantitatif
Pemeriksaan kepadatan parasit semi kuantitatif menunjukkan nilai
(-)/ Negatif : tidak ditemukan parasit pada 100 LPB (lapangan
pandang besar)
(+) /Positif 1 : ditemukan 1-10 parasit per 100 LPB
(++) / Positif 2 : ditemukan 11-100 parasit per 100 LPB
(+++) / Positif 3 : ditemukan 1-10 parasit per 1 LP
(++++) / Positif 4 : ditemukan lebih dari 10 parasit per 1 LP
b) Kuantitatif
Pemeriksaan kepadatan parasit kuantitatif dilakukan melalui
pemeriksaan tetes tebal (per leukosit) atau sediaan darah tipis (per
eritrosit) jumlah parasit dihitung per mikro liter darah (Soedarto, 2011).
Untuk menentukan nilai ambang kepadatan parasit aseksual
Plamodium faliparum yaitu menghitung jumlah parasit (N) dibanding
minimal 200 leukosit dikalikan 8.000 leukosit normal. Bila N kurang
dari 10,maka jumlah leukosit dihitung sampai 500 leukosit (bukan 200
leukosit).
15
Menurut Harijanto, (2010) Pada sediaan darah tebal parasit
dihitung berdasarkan jumlah leukosit per darah, jika tidak diketahui
biasanya diasumsikan leukosit penderita berjumlah 8000/ , dengan
rumus sebagai berikut :
. . . . . . . .
Cara menghitung yaitu sejak diketemukan parasit didalam lapang
pandang, baru mulai dihitung parasit dan leukosit dan seterusnya
pindah lapang pandang berikutnya walaupun tidak ada parasitnya,
leukosit tetap dihitung hingga mencapai minimal 200 leukosit atau
lebih. Bila parasit kurang dari 10 per 200 leukosit dilanjutkan dihitung
hingga mencapai 500 leukosit. Jumlah parasit >100.000/ darah
menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk
menentukan prognosa penderita malaria, walaupun komplikasi juga
dapat timbul dengan jumlah parasit yang minimal (Sudoyo, 2009).
Pelaporan hasil jika hasil pemeriksaan pulasan darah positif,
perinciannya yaitu berdasarkan spesies parasit yang ditemukan, stadium
perkembangan parasit tersebut dan densitas parasit (Mahode, Albertus
A, 2011).
2. Rapid Diagnostic Test (RDT)
Pemeriksaan Tes Diagnostik Cepat dilakukan berdasar deteksi antigen
parasit malaria dengan immunokromatografi dalam bentuk dipstik. Tes ini
digunakan di UGD (Unit Gawat Darurat) pada waktu terjadi KLB
(Kejadian Luar Biasa) atau untuk memeriksa malaria di daerah terpencil
yang tidak tersedia sarana laboratorium atau untuk melakukan survei
tertentu (Soedarto, 2011).
Sampai saaat ini ada banyak sekali rapid malaria test yang beredar di
pasaran, tetapi secara garis besar hanya ada 3 macam antigen malaria yang
16
digunakan. Ketiga antigen tersebut adalah histidinerich protein-2 (HRP 2),
lactate dehydrogenase (LDH) dan aldolase (Harijanto, 2010).
3. Sampel Pemeriksaan Mikroskopis
a. Darah Vena
Pembuluh darah vena dikenal dengan nama pembuluh balik.
Pembuluh darah ini adalah jenis pembuluh darah yang datang menuju
serambi jantung. Vena bercabang-cabang membentuk venula. Venula
membentuk cabang-cabang lebih kecil yang disebut kapiler. Vena yang
berhubungan langsung dengan jantung atau paru-paru dikenal dengan
vena kava. Vena mengandung banyak darah kaya karbon dioksida,
kecuali vena pulmonalis mengandung banyak oksigen. Vena
merupakan pembuluh berdinding lebih tipis, kurang elastis dan lubang
pembuluh lebih besar daripada arteri. Pembuluh ini mempunyai
beberapa katup untuk mencegah agar darah tidak berbalik arah (Pearce,
2009).
Gambar 2.2. Berbagai macam pembuluh darah
(http://antonagus.blogspot.com/2012/04/perbedaan-pembuluh-
darah-vena-arteri.html)
17
b. Darah Kapiler
Kapiler ialah pembuluh darah yang sangat kecil tempat arteri
berakhir. Cabang terkecil dari arteri dan vena disebut kapiler. Pembuluh
darah kapiler memiliki diameter yang sangat kecil dan hanya memiliki
satu lapisan tunggal endothelium dan sebuah membran basal. Jaringan
pembuluh darah kapiler bekerja membentuk sebuah anyaman yang
terdiri dari suatu jaringan dengan kandungan kurang lebih 2000 kapiler
darah per millimeter (Pearce, 2009).
Menurut Syaifudin, (2009) Fungsi kapiler adalah sebagai berikut :
1) Sebagai penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena.
2) Tempat terjadinya pertukaran zat antara darah dan cairan jaringan.
3) Mengambil hasil dari kelenjar.
4) Menyerap zat makanan yang terdapat dalam usus.
5) Menyaring darah pada ginjal.
Kapiler merupakan pembuluh darah berukuran kecil sebagai
perpanjangan arteri dan vena. Darah di kapiler campuran dari darah
vena dan darah arteri. Dinding sel pembuluh ini bersifat permeabel
sehingga airan tubuh dan zat-zat terlarut dapat keluar masuk melalui
dinding selnya. Selain itu, juga terjadi pertukaran oksigen,
karbondioksida, zat-zat makanan, serta hasil-hasil ekskresi dengan
jaringan yang ada di sekeliling kapiler.
Gambar 2.3. Pembuluh darah kapiler
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pembuluh_darah_kapiler)
18
4. Pemeriksaan darah untuk menemukan Plasmodium
Untuk membuat sediaan darah malaria dibuat 2 jenis sediaan darah
yaitu sediaan darah tebal dan sediaan darah tipis. Sediaan darah tebal terdiri
dari sejumlah besar sel darah merah yang terhemolisis. Parasit yang ada
terkonsentrasi pada area yang lebih kecil sehingga akan lebih cepat terlihat
di bawah mikroskop. Sedangkan sediaan darah tipis terdiri dari satu lapisan
sel darah merah yang tersebar dan digunakan untuk membantu identifikasi
parasit malaria setelah ditemukan dalam sediaan darah tebal (Kemenkes RI
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,
2011).
Salah satu yang perlu diperhatikan pada saat membuat apusan darah
adalah kaca objek/objek glass yaitu harus bersih, kering, dan tidak
berlemak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Slide yang sudah tergores tidak boleh dipakai. Yang terbaik adalah
menggunakan objek glass yang baru dan tidak boleh menggunakan objek
glass bekas pakai. Semua objek glass direndam dalam air sabun selama
30 menit-1 jam kemudian dibilas dengan air mengalir.
b. Membersihkan objek glass. Di lap dengan kasa atau kain bersih. Setelah
objek glass dibersihkan, tidak boleh memegang pada bagian permukaan
objek glass dan langsung dipakai atau disimpan pada slide box.
c. Menyimpan objek glass, slide box yang dianjurkan adalah terbuat dari
bahan plastik/fiber yang tahan pecah. Slide box sebaiknya tidak terbuat
dari bahan kayu karena dapat berpengaruh pada sediaan darah yang
disimpan. Ketebalan objek glass 1,1-1,3 mm, ukurannya 25x75x1-1,5
mm (Kemenkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, 2011).
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode
deskriftif eksperimental, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
adanya perbedaan kepadatan parasit malaria positif antara darah vena dan
darah kapiler.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 02 Januari sampai
dengan 02 Maret 2013 kemudian dilanjutkan kembali pada tanggal 05 Mei
sampai dengan 15 Juni 2013. Penelitian ini dilakukan di laboratorium RSI
PKU Muhammadiyah Palangkaraya.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah sediaan darah malaria
menggunakan darah vena dan kapiler yang diambil dari pasien yang
datang ke RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya dan telah positif
malaria.
2. Sampel
Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah darah vena dengan
antikoagulan dan darah kapiler tanpa antikoagulan. Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini adalah accidental sampling, yaitu sampel
merupakan sediaan darah pasien rawat jalan dan rawat inap di RSI PKU
Muhammadiyah dengan ukuran sampel 25. Setiap pasien dibuat 2 apusan
darah yaitu masing-masing 1 sediaan darah vena dan kapiler.
19
20
D. Alat dan Bahan
1. Pemeriksaan malaria menggunakan sampel darah kapiler
a. Alat yang digunakan:
1) Blood lancet disposible
2) Holder
3) Kaca objek
4) Kaca Penggeser
5) Kapas alkohol
6) Rak pengecatan
7) Mikroskop
8) Tissue
b. Reagen yang digunakan :
1) Akohol 70%
2) Giemsa 3%
3) Metanol
4) Sampel darah kapiler
2. Pemeriksaan malaria menggunakan sampel darah vena
a. Alat yang digunakan :
1) Spuit 3cc
2) Torniquet
3) Kapas alkohol
4) Plester
5) Kaca objek
6) Kaca penggeser
7) Batang pengaduk
8) Rak pengecatan
9) Mikroskop
10) Tissue
21
b. Reagen yang digunakan :
1) Alkohol 70%
2) Giemsa 3%
3) Metanol
4) Sampel darah vena dengan antikoagulan
E. Variabel dan Definisi Operasional Variabel
1. Variabel
Untuk mencapai tujuan, dalam penelitian ini variabel yang diamati
adalah jumlah parasit dalam 200 atau 500 leukosit dengan menggunakan
sampel darah vena dan kapiler.
2. Definisi Operasional Variabel
a. Perbandingan adalah adanya sesuatu yang tidak sama karena selisih
atau perbedaan.
b. Pemeriksaan malaria adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah data
untuk sebuah penelitian tentang infeksi yang disebabkan oleh parasit
Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah
merah manusia.
c. Pengambilan darah vena adalah pengambilan darah pada pembuluh
darah pada lipat siku bagian dalam yang disebut fossa cubiti.
d. Pengambilan darah kapiler adalah pengambilan darah yang
dilakukan pada ujung jari atau bayi pada tumit atau ibu jari kaki.
F. Teknik Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari hasil pemeriksaan malaria positif dengan
cara mikroskopis yang dilakukam pada sampel darah vena dari populasi
penelitian yang sudah diperiksa di RSI PKU Muhammadiyah
Palangkaraya yang kemudian dilakukan pemeriksaan mikroskopis darah
kapiler.
22
1. Pengambilan Darah Kapiler
a. Cara Kerja :
1) Memegang tangan kiri pasien dengan posisi telapak tangan
menghadap ke atas.
2) Memilih jari tengah atau jari manis (pada bayi usia 6-12 bulan
darah diambil dari ujung ibu jari kaki dan bayi <6 bulan darah
diambil dari tumit).
3) Tempat yang akan ditusuk harus didesinfeksi dahulu dengan
alkohol 70% lalu dikeringkan dengan kapas yang bersih.
4) Setelah kering, jari ditekan agar darah banyak terkumpul di
ujung jari.
5) Menusuk bagian ujung jari (agak di pinggir, dekat kuku) dan
dilakukan dengan gerakan yang cepat tetapi tepat sehingga
terjadi luka yang dalamnya 3 mm.
6) Menghapus tetesan darah pertama harus dengan kapas yang
bersih dan kering, karena ini mungkin tercampur dengan
alkohol.
7) Tetesan darah yang keluar selanjutnya dapat dipergunakan.
8) Menyentuhkan tetesan darah tersebut pada kaca objek dengan 1
tetes untuk sediaan darah tipis dan 3 tetes untuk sediaan darah
tebal.
9) Membuat sediaan darah tipis, objek glass baru (kaca penggeser)
lalu menempelkan ujungnya pada tetes darah kecil dengan sudut
45o sampai darah menyebar ke sisi objek glass. Menggeser
objek glass tersebut dengan cepat ke arah yang berlawanan
dengan tetes darah tebal, sehingga di dapat sediaan hapus
(seperti bentuk lidah).
10) Membuat sediaan darah tebal, menghomogenkan darah dengan
memutar batang pengaduk searah jarum jam dari luar kedalam
sehingga terbentuk bulatan dengan diameter 1 cm.
23
11) Memberi label/etiket pada bagian ujung objek glass dekat
sediaan darah tebal, bisa menggunakan kertas label atau objek
glass frosted. Pada label dituliskan KODE/INISIAL
NAMA/TANGGAL PEMBUATAN.
12) Proses mengeringkan sediaan darah harus dilakukan secara
perlahan-lahan di tempat yang datar. Tidak dianjurkan
menggunakan lampu (termasuk lampu mikroskop), hair dryer.
Hal ini dapat menyebabkan sediaan darah menjadi retak-retak
sehingga mempengaruhi hasil pemeriksaan. Kipas angin dapat
digunakan untuk mengeringkan sediaan.
13) Setelah kering, darah tersebut harus segera diwarnai. Pada
keadaan tidak memungkinkan selambat-lambatnya dalam waktu
24 jam sediaan darah harus sudah diwarnai.
b. Pewarnaan sediaan apus darah :
1) Sediaan darah yang sudah kering difiksasi dengan methanol.
Jangan sampai terkena sediaan darah tebal.
Gambar 3.1. Cara Pembuatan Apus Darah
(http:/ratnatanjung.blogspot.com)
24
2) Meletakkan pada rak pewarna dengan posisi darah menghadap
keatas.
3) Menyiapkan 3% larutan Giemsa dengan mencampur 3cc giemsa
stock dan 97cc larutan buffer.
4) Menuang larutan Giemsa 3% dari tepi hingga menutupi seluruh
permukaan object glass. Dibiarkan selama 30-45 menit.
5) Menuangkan air bersih secara perlahan-lahan dari tepi object
glass sampai larutan Giemsa yang terbuang menjadi jernih.
Mengangkat dan mengeringkan sediaan darah. Setelah kering,
sediaan darah siap diperiksa.
(Kemenkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, 2011)
c. Mengamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x + oil
imersi.
2. Pengambilan Darah Vena
a. Cara Kerja :
1) Torniquet dipasang pada lengan atas.
2) Tempat yang akan ditusuk didesinfeksi dengan alkohol 70%
atau desinfeksi lainnya.
3) Mengeringkan tempat tersebut lalu dengan menghapus dengan
sepotong kapas atau kasa yang steril.
4) Vena difiksasi dengan menegangkan kulit pada bagian distal
dari vena tersebut dengan pertolongan ibu jari.
5) Dengan lubang jarum menghadap ke atas menusuk vena pelan-
pelan. Bila ujung jarum telah masuk ke dalam vena maka akan
dirasakan tekanan yang tiba-tiba mengurang. Vena yang besar
dapat ditusuk langsung sedangkan pada vena yang agak kecil
lebih baik jarum dimasukkan dulu di antara kulit dan vena lalu
vena ditembus.
25
6) Bila berhasil segera akan terlihat darah memasuki semprit dan
pengambilan dilanjutkan dengan menarik toraknya pelan-pelan
sampai didapatkan jumlah yang diinginkan.
7) Melepaskan torniquet.
8) Menempatkan sepotong kapas steril pada tempat penusukan lalu
mengeluarkan jarumnya pelan-pelan.
9) Meminta pasien untuk meneruskan menekan sepotong kapas
tadi selama 1-2 menit sambil mengangkat lengannya ke atas.
10) Melepaskan jarum dari semprit lalu memasukkan darah ke
dalam botol yang telah disediakan dengan pelan-pelan supaya
tak timbul buih, sebaiknya darah dialirkan melalui dinding botol
waktu memasukkan.
11) Bila digunakan antikoagulansia segera darah ini dikocok pelan-
pelan supaya bercampur dengan antikoagulansianya.
12) Mengambil menggunakan batang pengaduk dengan 1 tetes
untuk sediaan darah tipis dan 3 tetes untuk sediaan darah tebal.
13) Membuat sediaan darah tipis, dengan objek glass baru (kaca
penggeser) lalu mentempelkan ujungnya pada tetes darah kecil
dengan sudut 45o sampai darah menyebar ke sisi objekt glass.
Menggeser objek glass tersebut dengan cepat ke arah yang
berlawanan dengan tetes darah tebal, sehingga di dapat sediaan
hapus (seperti bentuk lidah).
14) Membuat sediaan darah tebal, menghomogenkan darah dengan
memutar batang pengaduk searah jarum jam dari luar kedalam
sehingga terbentuk bulatan dengan diameter 1 cm (Depkes RI,
1989).
15) Memberi label/etiket pada bagian ujung objek glass dekat
sediaan darah tebal, bisa menggunakan kertas label atau objek
glass frosted. Pada label dituliskan KODE/INISIAL
NAMA/TANGGAL PEMBUATAN.
26
16) Proses mengeringkan sediaan darah harus dilakukan secara
perlahan-lahan di tempat yang datar. Tidak dianjurkan
menggunakan lampu (termasuk lampu mikroskop), hair dryer.
Hal ini dapat menyebabkan sediaan darah menjadi retak-retak
sehingga mempengaruhi hasil pemeriksaan. Kipas angin dapat
digunakan untuk mengeringkan sediaan.
17) Setelah kering, darah tersebut harus segera diwarnai. Pada
keadaan tidak memungkinkan selambat-lambatnya dalam waktu
24 jam sediaan darah harus sudah diwarnai.
b. Pewarnaan sediaan apus darah :
1) Sediaan darah yang sudah kering difiksasi dengan methanol.
Jangan sampai terkena sediaan darah tebal.
2) Meletakkan pada rak pewarna dengan posisi darah menghadap
keatas.
3) Menyiapkan 3% larutan Giemsa dengan mencampur 3cc giemsa
stock dan 97cc larutan buffer.
4) Menuang larutan Giemsa 3% dari tepi hingga menutupi seluruh
permukaan object glass. Dibiarkan selama 30-45 menit.
5) Menuangkan air bersih secara perlahan-lahan dari tepi object
glass sampai larutan Giemsa yang terbuang menjadi jernih.
Mengangkat dan mengeringkan sediaan darah. Setelah kering,
sediaan darah siap diperiksa.
(Kemenkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, 2011).
c. Amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x + oil imersi.
G. Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil penelitian diperoleh dari pemeriksaan malaria
menggunakan darah vena dan kapiler dengan cara membedakan sediaan
apus darah vena dan kapiler. Satu sampel dibuat 2 apusan yaitu satu
27
apusan darah vena dan satu apusan darah kapiler yang kemudian dihitung
kepadatan parasitnya untuk masing-masing apusan darah.
Untuk mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan kedua sampel,
data densitas parasit dianalisis dengan uji t pada tingkat signifikansi 1%.
Hipotesis statistik yang diuji adalah :
Ho : µo = µl
Ha : µo ≠ µl
Keterangan :
µo = rata-rata hasil pemeriksaan malaria dengan darah vena
µl = rata-rata hasil pemeriksaan malaria dengan darah kapiler
Ho = tidak ada perbedaan pemeriksaan malaria menggunakan darah vena
dan darah kapiler
Ha = ada perbedaan pemeriksaan malaria menggunakan darah vena dan
darah kapiler
Kriteria penarikan kesimpulan :
Jika, thitung ≤ ttabel maka Ho diterima
Jika, thitung > ttabel maka Ho ditolak
Rumus untuk t-test :
dimana
dan
28
Keterangan :
elisih hasil pengukuran 1 dan 2
Standar deviasi
Jumlah sampel
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium RSI PKU Muhammadiyah
Palangkaraya. Penelitian dilakukan mulai tanggal 02 Januari sampai dengan
02 Maret 2013 kemudian dilanjutkan kembali pada tanggal 05 Mei sampai
dengan 15 Juni 2013 dan sampel berasal dari sediaan darah malaria
menggunakan darah vena dan kapiler yang diambil dari pasien yang datang
ke RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya dan telah positif malaria. Jumlah
sampel sebanyak 25 orang.
Jumlah parasit >100.000/ darah menandakan infeksi yang berat.
Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria. Namun
dari hasil pemeriksaan pada penelitian ini tidak ditemukan kepadatan parasit
yang >100.000 darah.
Dari penelitian ini, didapat jumlah penderita malaria sebanyak 25
orang yaitu terdiri dari laki-laki sebanyak 19 orang dan perempuan
sebanyak 6 orang. Berikut adalah grafik presentasi penderita malaria
berdasarkan jenis kelamin.
Grafik 4.1. Presentasi Penderita Malaria
24%
76%
PEREMPUAN LAKI-LAKI
29
30
Dari penelitian ini diperoleh data pemeriksaan malaria dengan darah
vena dan kapiler berdasarkan kepadatan parasitnya menunjukkan perbedaan
jumlah yang bervariasi. Berikut ini adalah grafik rata-rata kepadatan parasit.
Nilai rata-rata kepadatan parasit pada darah vena adalah 4828,48,
sedangkan pada darah kapiler didapat nilai rata-rata 6622,72. Dari nilai rata-
rata tersebut didapat hasil persentase darah kapiler secara deskriptif lebih
besar dari darah vena yaitu darah kapiler sebesar 58% dan darah vena sebesar
42%. Berikut persentase nilai kepadatan parasit dapat dilihat pada grafik 4.3.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
Darah Vena Darah kapiler
4828.48
6622.72
42% 58%
Darah Vena Darah kapiler
Grafik 4.2. Hasil rata-rata kepadatan
parasit
Grafik 4.3. Persentasi Kepadatan
Parasit
31
Berdasarkan hasil analisis diperoleh t hitung sebesar .
Sedangkan berdasarkan tabel t, dengan derajat bebas 24 dan tingkat
disignifikansi 1% diperoleh nilai t tabel adalah 2,7969.
Dengan membandingkan nilai t hitung = dengan nilai t tabel =
2,7969, maka diperoleh nilai t hitung lebih besar daripada nilai t tabel. Ini
berarti hipotesis Ho ditolak, yang berarti ada perbedaan pemeriksaan malaria
menggunakan darah vena dan darah kapiler pada tingkat signifikansi 1%.
B. Pembahasan
Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk membuat gambaran
tentang suatu keadaan yang objektif melalui analisa statistik untuk melakukan
perbandingan dua variasi data. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk
mengetahui adanya perbedaan pada pemeriksaan malaria menggunakan
sampel darah vena dan kapiler. Perbedaan yang terlihat hanya berdasarkan
kepadatan parasitnya saja.
Pemeriksaan malaria berdasarkan kepadatan parasit itu penting untuk
pemantauan pengobatan. Namun, untuk saat ini pemeriksaan malaria hanya
berdasarkan ditemukannya parasit saja.
Dari hasil analisa data, nilai rata-rata hitung kepadatan parasit pada
sampel darah vena adalah 4828,48 dan darah kapiler didapat nilai rata-rata
6622,72. Dari nilai rata-rata antara kedua sampel tersebut sudah terlihat
bahwa ada perbedaan. Setelah dilakukan analisa statistik maka dapat
disimpulkan ada perbedaan pada tingkat signifikansi 1% antara sampel darah
vena dan kapiler pada pemeriksaan malaria.
Dilihat dari tabel hasil pemeriksaan malaria bahwa ada perbedaan
hasil pemeriksaan malaria menggunakan sampel darah vena dan kapiler. Dari
penelitian ini, hal-hal yang mungkin mempengaruhi kepadatan parasit lebih
tinggi pada sampel darah kapiler dibanding darah vena karena darah vena
adalah jenis pembuluh darah yang datang menuju serambi jantung kemudian
bercabang-cabang membentuk venula. Venula membentuk cabang-cabang
lebih kecil yang disebut kapiler. Darah kapiler yang merupakan
32
penghubungantara pembuluh darah arteri dan vena menyebabkan adanya
campuran antara darah dari arteri dan vena.
Pada malaria akibat Plasmodium mempunyai patogenesis yang
khusus. Beratnya penyakit malaria berhubungan dengan densitas parasit yang
berhubungan dengan kemampuan parasit bermultiplikasi di antara eritrosit.
Eritrosit yang terinfeksi Plasmodium akan mengalami proses sekuestrasi yaitu
terkumpulnya eritrosit yang berparasit di dalam pembuluh kapiler.
Sekuestrasi timbul akibat dari eritrosit matang yang tinggal dalam jaringan
mikrovaskular. Hal ini dikarenakan pada Plasmodium seluruh siklus terjadi
pada pembuluh darah perifer. Selain itu pada permukaaan eritrosit yang
terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen Plasmodium.
Pada saat terjadi proses sitoadherensi, knob tersebut akan berikatan dengan
reseptor sel endotel kapiler (Harijanto, 2000).
Setelah dilakukan analisa statistik diperoleh kesimpulan bahwa darah
kapiler untuk pemeriksaan malaria lebih baik karena kepadatan parasitnya
lebih banyak dibandingkan darah vena.
33
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Didapat hasil nilai rata-rata hitung kepadatan parasit pada sampel darah
vena adalah 4828,48 dan darah kapiler didapat nilai rata-rata 6622,72.
2. Hasil kepadatan parasit menggunakan darah kapiler lebih banyak daripada
darah vena.
B. Saran
1. Untuk petugas laboratorium
Kepada petugas laboratorium, lebih baik menggunakan sampel darah
kapiler karena kepadatan parasit lebih banyak dibandingkan sampel
darah vena.
2. Untuk mahasiswa
Agar nantinya dapat melanjutkan penelitian ini dengan sampel yang
lebih banyak.
33
34
DAFTAR PUSTAKA
Agus, A. Perbedaan Pembuluh darah vena, arteri dan kapiler. http://antonagus.
blogspot.com/2012/04/perbedaan-pembuluh-darah-vena-arteri.html
diakses pada tanggal 15 Juni 2013
Anonimous. Sistem Peredaran Darah Manusia. http://9reeners.wordpress.com
/2009/01/30/sistem-peredaran-darah-manusia/ di akses 23 januari 2013
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2011. Pedoman Penatalaksanaan Kasus
Malaria Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI
Evelyn CP. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Fajar Ibnu,dkk. 2009. Statistika untuk Praktisi Kesehatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Harijanto PN. 2010. Malaria dari Molekuler ke Klinis. Jakarta: EGC
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Pengendalian Penyakit Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2011. Pedoman Teknis Pemeriksaan Parasit
Malaria. Jakarta: Kemenkes RI
Mahode, Albertus A. Editor. 2011. Pedoman Teknik Dasar untuk Laboratorum
Kesehatan Edisi 2. Jakarta: EGC
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. 1989. Hematologi. Jakarta: Depkes RI
Ratna. Sediaan apus darah. http:/ratnatanjung.blogspot.com di akses 15 Juni 2013
Soedarto. 2011. Malaria. Jakarta: Sagung Seto
Sudoyo A.W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI
Sutisna,P. 2004. Malaria Secara Ringkas Dari Pengetahuan Dasar Sampai
Terapan. Jakarta: EGC
Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia Edisi 2 untuk Mahasiswa
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Wikipedia. Pembuluh darah kapiler. http://id.wikipedia.org/wiki/Pembuluh_
darah_kapiler di akses 1 Mei 2013
35
Lampiran 1.
Data hasil penelitian hitung kepadatan parasit malaria dengan darah vena
dan kapiler
No. Nama
Pasien Jenis Kelamin Umur
Densitas Parasit / L
Darah
Vena
Darah
kapiler
1 Tn.Bb Laki-laki 21th 32 128
2 Ny.Rm Perempuan 35th 4.760 8.720
3 An.Dk Laki-laki 4th 3.760 4.160
4 Tn.Wh Laki-laki 25th 5.480 5.920
5 Tn.Np Laki-laki 70th 5.480 8.240
6 Tn.Sl Laki-laki 25th 4.200 9.720
7 Tn.Kb Laki-laki 45th 10.440 13.280
8 An.Li Perempuan 8th 480 640
9 Tn.Sr Laki-laki 25th 1.800 2.080
10 Tn.Mr Laki-laki 36th 1.200 1.720
11 Ny.Mn Perempuan 27th 5.560 6.240
12 Tn.Hr Laki-laki 45th 3.200 4.080
13 Tn.Pm Laki-laki 19th 13.600 17.040
14 Tn.Jp Laki-laki 22th 360 480
15 Tn.Sm Laki-laki 42th 520 640
16 Ny.Sr Perempuan 30th 4.160 4.640
17 Tn.Yn Laki-laki 32th 7.680 9.120
18 Ny.Rh Perempuan 27th 1.600 4.960
19 Ny.Wn Perempuan 30th 4.840 5.400
20 Tn.Jm Laki-laki 41th 19.120 22.080
21 Tn.Mu Laki-laki 35th 1.920 4.880
22 Tn.Dn Laki-laki 26th 5.800 7.960
23 Tn.Sn Laki-laki 40th 2.720 6.440
24 Tn.Ra Laki-laki 36th 6.920 9.840
25 Tn.Rd Laki-laki 35th 5.080 7.160
Palangkaraya, Juli 2013
36
Lampiran 2.
Data hasil selisih kepadatan parasit antara kedua sampel :
No.
Densitas Parasit / L
Zi = Xi – Yi
(di) (/Mm3)
(Zi - )2
Darah
Vena Darah kapiler
1 32 128 96 2.884.019,098
2 4.760 8.720 3.960 4.690.516,378
3 3.760 4.160 400 1.943.905,178
4 5.480 5.920 440 1.833.965,978
5 5.480 8.240 2.760 932.692,3776
6 4.200 9.720 5.520 1.388.1287,58
7 10.440 13.280 2.840 1.093.613,978
8 480 640 160 2.670.740,378
9 1.800 2.080 280 2.292.922,778
10 1.200 1.720 520 1.623.687,578
11 5.560 6.240 680 1.241.530,778
12 3.200 4.080 880 835.834,7776
13 13.600 17.040 3.440 2.708.525,978
14 360 480 120 2.803.079,578
15 520 640 120 2.803.079,578
16 4.160 4.640 480 1.727.226,778
17 7.680 9.120 1.440 125.485,9776
18 1.600 4.960 3.360 2.451.604,378
19 4.840 5.400 560 1.523.348,378
20 19.120 22.080 2.960 1.358.996,378
21 1.920 4.880 2.960 1.358.996,378
22 5.800 7.960 2.160 133.780,3776
23 2.720 6.440 3.720 3.708.551,578
24 6.920 9.840 2.920 1.267.335,578
25 5.080 7.160 2.080 81.658,7776
Jumlah 120.712 165.568 44.856 57.976.386,56
37
Lampiran 3.
Hasil perhitungan menggunakan analisa statistik.
1. Hipotesis :
Ho : Tidak ada perbedaan pemeriksaan malaria menggunakan darah vena
dan darah kapiler
Ho : µo = µl
Ha : Ada perbedaan pemeriksaan malaria menggunakan darah vena dan
darah kapiler
Ha : µo ≠ µl
2. Tingkat signifikansi ( α ) = 0,01 dan df = n-1 = 24, jadi titik kritisnya t =
2,7969
3. Kriteria pengujian :
Ho ditolak jika t hitung >2,7969 atau – t hitung < - 2,7969.
Perhitungan :
Dimana :
Dan
38
Kesimpulan :
Karena t hitung = dan t tabel = 2,7969, yang berarti t hitung > t
tabel; maka hipotesis nol ditolak, ini berarti ada perbedaan hasil
pemeriksaan malaria dengan darah vena dan kapiler pada tingkat
signifikansi 1%.
39
Lampiran 4.
Dokumentasi alat pemeriksaan malaria menggunakan sampel darah vena
dan kapiler
Alat dan Bahan untuk pengambilan
darah vena dan kapiler
Alat pemeriksaan secara mikroskopis
& oil imersi
Reagen pewarnaan Giemsa
40
Lampiran 5.
Dokumentasi pemeriksaan Malaria menggunakan sampel darah vena dan
kapiler
Pengambilan darah vena Pembuatan Sediaan Apusan Darah
Vena
Pengambilan Darah Kapiler Pembuatan Sediaan Apusan Darah
Kapiler
41
Proses fiksasi sediaan apusan
menggunakan methanol
Proses Pewarnaan apusan darah
menggunakan pewarnaan Giemsa
Pemeriksaan Malaria secara mikroskopis
42
Lampiran 6.
Sediaan Apus Darah Vena dan Darah Kapiler
Sediaan Apusan Darah Vena
Sediaan Apusan Darah Kapiler
43
Lampiran 7.
Gambaran mikroskopis Sediaan apus darah kapiler
Tropozoit P.vivax
Gametosit P.vivax
Tropozoit P.vivax
Gametosit P.falciparum
Tropozoit P.falciparum
Tropozoit P.vivax
44
Lampiran 8.
Gambaran mikroskopis Sediaan apus darah vena
Gametosit P.vivax
Skizon P.vivax
Tropozoit P.falciparum
Tropozoit P.falciparum
Gametosit P.vivax
Tropozoit P.vivax
45
LAMPIRAN 10
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Mahasiswa : Yusi Marhayni
Nomor Induk Mahasiswa : 10. 72. 12006
Program Studi : Analis Kesehatan
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ini merupakan hasil karya
sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya dalam tugas akhir ini tidak
terdapat karya tulis atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain, kecuali yang secara tertulis di acu dalam naskah ini dan disebutkan dalam
daftar pustaka.
Palangka Raya, Juli 2013
Yang Membuat Pernyataan
Yusi Marhayni
(10. 72. 12006)