Post on 06-Mar-2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS merupakan
salah satu karya fiksi yang ceritanya dapat dinikmati sehingga diri pembaca dapat
merasakan senang, terhibur dan memperoleh kepuasan batin, hal ini sependapat
dengan Nurgiyantoro (2010: 3) yang mengemukakan bahwa membaca karya fiksi
berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin.
Cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir merupakan sebuah karya fiksi yang
menawarkan permasalahan kehidupan di dalamnya, juga gambaran nyata sebuah
kehidupan tentang perjalanan manusia dengan berbagai problematik yang
menyelimutinya yang meliputi berbagai masalah kehidupan manusia dalam
interaksinya dengan lingkungan.
Karya sastra khususnya fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi
kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni. Cerbung
Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir diciptakan Adinda AS dengan tujuan-tujuan
tertentu melalui proses kreativitas dan nilai estetik sehingga membuat Cerbung Ara-
ara Cengkar Tanpa Pinggir menjadi lebih hidup dengan menampilkan beberapa
tokoh yang memiliki karakter yang berbeda-beda.
Kasnadi dan Sutejo (2010: 13) menyatakan bahwa karya sastra yang
dihasilkan sastrawan selalu menampilkan tokoh yang memiliki karakter sehingga
karya sastra juga menggambarkan kejiwaan manusia, walaupun pengarang hanya
menampilkan tokoh itu secara fiksi. Berdasarkan hal tersebut, karya sastra selalu
terlibat dalam segala aspek hidup dan kehidupan, tidak terkecuali ilmu jiwa atau
psikologi. Tokoh-tokoh dalam cerita fiksi berfungsi untuk menyampaikan ide dan
1
2
tema yang sedang diangkat oleh pengarangnya. Semakin berkembang aspek
psikologisnya, maka semakin mengukuhkan kajiannya, yang berkaitan dengan
tokoh dan penokohan dalam cerita fiksi. Hal tersebut menjadi alasan penting akan
peran tokoh-tokoh cerita sebagai yang ditonjolkan pengarang.
Salah satu hasil karya sastra adalah cerita bersambung. Cerita bersambung
atau biasa disingkat 'cerbung' merupakan salah satu hasil dari karya sastra fiksi atau
cerita rekaan yang dimuat sebagian demi sebagian secara berturut-turut dalam surat
kabar atau majalah yang terbagi dalam edisi-edisi (Zaidan, 2004: 48). Cerbung
mempunyai struktur pembangun yang sama dengan karya sastra fiksi lainnya, yaitu
memiliki unsur peristiwa, plot, tema, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain.
Berdasarkan segi panjangnya cerita, cerbung menyajikan suatu cerita secara
panjang atau banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai
permasalahan yang lebih kompleks yang diperankan oleh tokoh-tokoh baik tokoh
utama maupun tokoh tambahan. Cerbung berbentuk prosa imajinatif dalam
menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan
kehidupan. Karya sastra fiksi ini merupakan sebuah cerita panjang yang terkandung
di dalamnya tujuan estetik, karena pada dasarnya sebuah karya sastra haruslah tetap
menarik, tetap merupakan bangunan struktural yang koheren, dan tetap mempunyai
tujuan estetik (Wellek & Warren dalam Nurgiyantoro, 2005: 3).
Cerita bersambung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir mempunyai peran
penting sebagai salah satu bentuk karya sastra Jawa yang dapat dijadikan objek
penelitian. Cerbung ini berperan sebagai alat untuk menyampaikan gagasan
pengarang, ajaran moral, kritik terhadap realitas sosial di masyarakat dan hiburan.
Cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS dimuat dalam majalah
3
berbahasa Jawa, yaitu majalah Djaka Lodang yang terletak di Jalan Patehan Tengah
No. 29 Yogyakarta. Cerbung ini dimuat pada edisi 09 yaitu pada 31 Juli 2010
sampai dengan edisi 25 pada 20 November 2010 sebanyak 16 episode. Terdapat
kesalahan penulisan episode, yakni pada episode 11 (ditulis 9), namun demikian
tidak mempengaruhi jalannya cerita. Rubrik cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa
Pinggir dimuat sebanyak dua halaman dan tiga halaman. Setiap episode dilengkapi
dengan gambar ilustrasi yang menunjukkan sebuah adegan tertentu, sehingga
pembaca lebih memahami jalannya cerita. Cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa
Pinggir karya Adinda AS ini akan digunakan peneliti sebagai objek kajian
penelitian atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut.
Adinda AS termasuk pengarang yang sangat produktif. Hasil karya beliau
khususnya karya sastra fiksi dapat menyajikan hal-hal baru yang mampu memberi
inspirasi bagi para pembacanya, sehingga karya-karya sastranya tidak hanya
sebagai hiburan semata, melainkan dapat memberi manfaat dalam kehidupan, baik
diri sendiri maupun kehidupan sosial. Hal ini sesuai dengan fungsi utama karya
sastra menurut Horatius (dalam Budianta, 2006: 178) yaitu 'dulce et utile' yakni
indah dan menghibur (dulce) serta berguna dan mengajarkan sesuatu (utile). Salah
satunya adalah cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir yang digunakan peneliti
sebagai objek penelitian.
Terlihat dengan banyaknya karya Adinda AS yang telah dihasilkan,
dipublikasikan atau dimuat di surat kabar maupun berbagai majalah berbahasa
Jawa, seperti Djaka Lodang, Panjebar Semangat, Femina, Praba, Mekar Sari,
Gunung Mulia, Kartini, dan lain-lain. Karya-karyanya yang berupa fiksi antara lain
Cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir, Misteri Tikus Bangkok, Panggugate
4
Anak Karam. Karya sastra lain yang berupa cerkak antara lain, Salira Pinenthang,
Peteng Gawe Tentrem, Tekane kaya Maling, dan sebagainya. Karya sastra yang
berupa geguritan antara lain, Ngulandara, Wengis, Kidung Wengi, Nunjem Dhadha,
dan sebagainya. Masih banyak karya-karya sastra lain yang berupa antologi cerpen,
cerpen, puisi, artikel, dan juga novel.
Pengarang dengan nama asli Ir. Amatus Sunarko lahir di Jepara, 13
September 1947. Beliau tinggal di Sorogenen II/50A. RT 03 RW 01 Purwomartani,
Kalasan, Yogyakarta. Sejak masih SMP beliau sudah sering menulis puisi dan
membuat naskah TTS yang dimuat di koran Tempo Semarang pada HUT Dwi
Windu kemerdekaan RI dan setiap minggunya di koran Suara Merdeka Semarang.
Beliau kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM), Fakultas Pertanian dan selesai
tanggal 1 Januari 1975. Karirnya berawal pada tahun 1976 bekerja di PTP XV-XVI
di Pabrik Gula sebagai Sinder kebun dengan golongan III. Tahun 1992 menduduki
jabatan Pemimpin Pabrik Gula (Administratur). Tiga tahun kemudian beliau sudah
mencapai golongan VII B. Tahun 2002 sembilan bulan menjelang pensiun beliau
terkena serangan stroke sampai sekarang, dan bulan Maret 2003 beliau pensiun
(Adinda AS, 2016: 1-3 ).
Beliau setelah pensiun berdomisili di Yogyakarta dengan menggunakan
nama pena Adinda AS untuk karya-karya sastranya, AS merupakan singkatan dari
Amatus Sunarko, nama asli beliau. Beliau juga mempunyai nama pena Kakanda
yang dikhususkan untuk karya cipta lagu. Banyak lagu-lagu rohani Kristiani, pop,
keroncong dan dangdut yang beliau ciptakan, serta beliau juga menyusun tiga buku
teori musik, yaitu Cengkok dalam Pembawaan Lagu Keroncong dan Dangdut,
Panduan Permainan Flute Gaya Keroncong, dan Cara Membuat Song, Multipad
5
dan Style dengan Keyboard Yamaha PSR S910. Masa pasca stroke dengan tangan
dan kaki kiri setengah lumpuh, beliau memusatkan kegiatannya dengan menulis
untuk menghasilkan karya-karya sastra baru (Adinda AS, 2016: 1-3 ).
Berdasarkan isinya, cerbung yang berjudul Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir
ini menggambarkan persoalan kehidupan yang berkaitan dengan masalah psikologi.
Tokoh utama dalam cerbung ini adalah seorang perempuan yang berjuang untuk
hidup meskipun cita-cita dan impiannya telah sirna bersama kesuciannya. Laki-laki
yang diperjuangkan dengan pengorbanan dan ditemani dengan keikhlasan tega
meninggalkannya. Pengkajian cerita dalam cerbung ini terjadi satu kesatuan cerita
yang sangat menarik. Adinda AS mengungkapkan tentang kondisi kejiwaan
manusia melalui tokoh utama cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir.
Yuyun mengalami frustasi akibat masalah dan kondisi kehidupan yang
dialami. Ia frustasi mendengar kekasihnya, Heru Purnomo akan dinikahkan dengan
perempuan lain sebagai bentuk balas budi baik kepada pamannya yang telah
merawatnya semenjak kedua orang tuanya meninggal. Yuyun hidup menjadi sosok
perempuan yang kuat dan keras kepala. Ia mengalami trauma terhadap masa lalunya
yang menyakitkan karena ditinggal kekasihnya dalam keadaan hamil. Itulah yang
menyebabkan Yuyun sangat membenci laki-laki dan sangat dendam terhadap masa
lalunya. Baginya semua laki-laki sama, yaitu menilai rendah perempuan. Melihat
perempuan dari segi materi, cinta bisa dibeli dengan dunia dan jabatan. Perempuan
seperti barang dagangan, cintanya bisa dibeli dengan tingginya pangkat dan
banyaknya uang. Cerbung ini sangat menarik untuk diteliti karena di dalamnya
terdapat berbagai permasalahan tentang kondisi psikologi kepribadian tokoh utama,
Wahyuningsih dan Heru Purnomo.
6
Manusia mempunyai watak, pengalaman, pandangan dan perasaan sendiri
yang berbeda dengan yang lain. Pertemuan antarmanusia yang satu dengan manusia
yang lain tidak jarang menimbulkan konflik, baik konflik antara individu maupun
kelompok. Manusia mengalami konflik kejiwaan sebagai reaksi terhadap situasi
sosial di lingkungannya. Konflik terjadi karena adanya emosi dalam diri individu.
Pelaku dalam karya sastra memainkan realitas kehidupan manusia, salah satunya
realitas emosi yang menimbulkan perubahan-perubahan kejiwaan. Pengarang
menampakkan perilaku kebencian yang terjadi pada tokoh agar pembaca
memperoleh gambaran pikiran dan motif yang mendasari perilaku konflik tersebut.
Sentuhan-sentuhan emosi melalui dialog merupakan gambaran kekalutan dan
kejernihan batin pengarang (Endraswara, 2011: 96).
Manusia dalam menghadapi persoalan hidupnya tidak terlepas dari jiwa
manusia itu sendiri, begitu pula yang terjadi pada tokoh dalam cerbung Ara-ara
Cengkar Tanpa Pinggir. Keinginan manusia dibentuk oleh dorongan-dorongan
jiwa dan pengamatan, setiap keinginan manusia dikendalikan oleh akal. Proses
kejiwaan pada diri manusia membentuk karakter atau kepribadian manusia.
Permasalahan-permasalahan yang menyangkut kejiwaan tokoh utama dalam
cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir memerlukan ilmu bantu yang berkaitan
dengan problem psikologi, yaitu psikologi sastra. Berdasarkan pemaparan di atas
penelitian cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS diteliti karena
beberapa alasan.
Pertama, dari segi isi maupun bentuk, berdasarkan pengecekan peneliti
sendiri ke universitas-universitas yang terjangkau oleh peneliti (misalnya: UGM,
UNDIP, UNNES, UNESA, dan lain-lain) secara online cerbung ini belum pernah
7
diteliti secara akademik. Kedua, secara psikologi, mampu menggambarkan kondisi
psikologi manusia yang mengalami permasalahan dengan dunia luar. Pandangan
rendah kepada diri seseorang dan rasa sakit masa lalu menyebabkan perubahan
kondisi psikologis individu karena mengalami interaksi dengan individu lain.
Berbagai problem muncul menggambarkan watak dan perilaku manusia yang
tercermin melalui tokoh-tokoh dalam cerbung tersebut. Ketiga, dari segi kualitas
pengarang, Adinda AS merupakan pengarang sastra Jawa senior yang produktif.
Karya-karyanya banyak dimuat di berbagai media, yaitu surat kabar dan majalah.
Pendekatan aspek-aspek kejiwaan pada manusia dalam cerbung Ara-ara
Cengkar Tanpa Pinggir dilakukan dengan pendekatan psikologi sastra guna
menganalisis kejiwaan tokoh utama yang mengalami perubahan dan perkembangan
karakter, dari yang awalnya perempuan lugu dan dibutakan oleh cinta berubah
menjadi perempuan yang kuat dan keras kepala karena masa lalunya yang
menyakitkan sehingga membuatnya benci kepada semua laki-laki dan menyimpan
dendam terhadap masa lalunya. Sependapat dengan Hardjana (1985: 60) bahwa
pendekatan psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai
aktivitas kejiwaan. Tokoh-tokoh karya sastra dimanusiakan, diberi jiwa,
mempunyai raga bahkan untuk manusia disebut pengarang mungkin memiliki
penjiwaan yang lebih bila dibandingkan dengan manusia lainnya terutama dalam
hal penghayatan mengenai hidup dan kehidupan.
Pendekatan psikologi sastra yang diterapkan dalam penelitian cerbung Ara-
ara Cengkar Tanpa Pinggir ini adalah teori psikologi Albertine Minderop. Konflik-
konflik yang terjadi pada tokoh utama memicu terjadinya defense Mechanism.
Istilah defense Mechanism dipilih karena istilah ini lebih banyak digunakan pada
8
dunia psikologi. Penggunaan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran bahwa
ilmu psikologi dapat diterapkan pada dunia sastra. Hal ini tentu tidak mengurangi
nilai sastra yang terkandung di dalamnya. Istilah ini justru diharapkan mampu
memberikan gambaran bahwa sastra memiliki nilai yang lebih melalui perpaduan
antara ilmu psikologi dan sastra.
Defense mechanism (mekanisme pertahanan) terjadi karena adanya
dorongan atau perasaan beralih untuk mencari objek pengganti (Minderop, 2011:
29). Defense mechanism digunakan untuk mengurangi efek yang menyakitkan dan
konflik melalui respon yang otomatis dan sudah menjadi kebiasaan. Defense
mechanism merupakan karakteristik yang cenderung kuat dalam setiap orang. Ada
9 jenis defense mekanism menurut Minderop, yaitu: (1) Represi, (2) Sublimasi, (3)
Proyeksi, (4) Pengalihan, (5) Rasionalisasi, (6) Reaksi Formasi, (7) Regresi, (8)
Agresi dan Apatis, (9) Fantasi dan Stereotype (Minderop, 2011: 32-39). Penelitian
ini merujuk pada bentuk defense mechanism yang dilakukan oleh tokoh utama,
Wahyuningsih dan Heru Purnomo.
Mengingat bahwa cerbung ini mampu menggambarkan kondisi psikologis
tokoh-tokohnya terutama tokoh utama, serta dapat menggambarkan watak dan
perilaku yang tercermin dalam setiap tokohnya, maka cerbung Ara-ara Cengkar
Tanpa Pinggir karya Adinda AS dianalisis dengan menggunakan tinjauan psikologi
sastra, dengan judul Defense Mechanism Tokoh Utama dalam Cerbung Ara-ara
Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra).
Penelitian yang terkait dengan objek penelitian ini yaitu penelitian dengan
judul:
9
1. Mekanisme Pertahanan Ego pada Anak Jalanan, dalam Jurnal Online
Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, oleh Gely Nurmurey Idzha.
2. Defense Mechanism Tokoh Utama dalam Novel Piwelinge Puranti Karya
Tiwiek SA (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra) oleh Diyan Agustina, Program
Studi Sastra Daerah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas
Maret Surakarta 2014.
3. Defense Mechanism Tokoh Aku dalam Cerpen Neko to Nezumi Karya Hoshi
Shinichi (Suatu Tinjauan Psikologi) oleh Yulike Rustalistyana, Program
Studi Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Nuswantoro
Semarang 2015.
Manfaat penelitian yakni sesuatu yang bisa dirasakan dan dilaksanakan.
Secara keseluruhan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik
manfaat teoritis maupun manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan dalam gambaran sebuah model pendekatan terhadap
penelitian karya sastra, khususnya pendekatan struktural dan pendekatan psikologi
sastra yang dapat dipergunakan terhadap objek-objek penelitian karya fiksi lainnya,
sehingga mampu mempertajam nuansa akademis pembacanya.
2. Manfaat Praktis
Manfaat penelitian ini secara praktis diharapkan hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan sebagai bahan referansi bagi pembaca dan peneliti mengenai
dinamika kehidupan manusia dengan berbagai permasalahannya dan cara
pemecahannya, sebagaimana yang terjadi dalam kehidupan masyarakat mengenai
10
aspek perjuangan, kegigihan, kesabaran, kemandirian, kepedulian, dan sebagainya
yang dapat menjadi tuntunan bagi pembaca dan masyarakat luas.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah berkaitan dengan apa yang diharapkan sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah unsur struktural dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa
Pinggir karya Adinda AS menurut teori struktural Robert Stanton yang
meliputi fakta-fakta cerita (alur, karakter, latar), tema, dan sarana-sarana
sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan ironi)?
2. Bagaimanakah bentuk defense mechanism tokoh utama yang terdapat dalam
cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS berdasarkan
tinjauan psikologi sastra?
3. Bagaimanakah dampak defense mechanism yang ditimbulkan terhadap
kepribadian tokoh utama yang terdapat dalam cerbung Ara-ara Cengkar
Tanpa Pinggir karya Adinda AS?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian bermaksud untuk memberikan arah yang jelas pada suatu
penelitian. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang
hendak dicapai adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan unsur struktural yang membangun cerbung Ara-ara
Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS menurut teori struktural Robert
Stanton yang meliputi fakta-fakta cerita (alur, karakter, latar), tema, dan
11
sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme dan
ironi).
2. Mendeskripsikan bentuk defense mechanism tokoh utama yang terdapat
dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS
berdasarkan tinjauan psikologi sastra.
3. Mendeskripsikan dampak defense mechanism yang ditimbulkan terhadap
kepribadian tokoh utama yang terdapat dalam cerbung Ara-ara Cengkar
Tanpa Pinggir karya Adinda AS.
D. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah bertujuan mengarahkan pada pokok persoalan agar
tidak meluas dari apa yang seharusnya dibicarakan, sehingga penelitian ini menjadi
jelas dan terarah. Penelitian terhadap cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir
karya Adinda AS terlebih dahulu akan dianalisis menggunakan pendekatan
struktural menurut Stanton yang meliputi fakta-fakta cerita (alur, karakter, latar),
tema, dan sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme
dan ironi). Langkah selanjutnya menganalisis psikologi sastra menggunakan teori
psikologi Minderop. Pendekatan psikologi sastra dalam penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis bentuk defense mechanism tokoh utama yang terkandung dalam
cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS, serta menganalisis
dampak defense mechanism yang ditimbulkan terhadap kepribadian tokoh utama
yang terdapat dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS.
12
E. Landasan Teori
1. Pengertian Fiksi Psikologi
Fiksi merupakan cerita rekaan yang tidak berdasarkan pada kejadian yang
sebenarnya (Adi, 2011: 24). Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan
manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama, interaksinya dengan
diri sendiri serta interaksi dengan Tuhan (Nurgiyantoro, 2012: 3). Pengertian ini
tidak berarti bahwa pengarang tidak menggunakan data non fiksi untuk menyusun
cerita fiksinya. Peristiwa-peristiwa yang sebenarnya terjadi telah diubah oleh
pengarang untuk memberikan arti tertentu. Kebenaran dalam karya fiksi tidak harus
sejalan dengan kebenaran yang berlaku di dunia nyata, misalnya kebenaran dari
segi hukum, moral agama, dan bahkan logika. Sesuatu yang tidak mungkin terjadi
dan tidak dianggap benar di dunia nyata, dapat terjadi dan dianggap benar di dunia
fiksi (Nurgiyantoro, 2012: 5).
Menurut Minderop (2011: 53) karya fiksi psikologis merupakan suatu
istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu novel yang bergumul dengan
spiritual, emosional, dan mental para tokoh dengan cara lebih banyak mengkaji
perwatakan daripada alur atau peristiwa. Fiksi psikologis sering menggunakan
teknik bernama arus kesadaran. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan
kepingan-kepingan impresi, gagasan, kenangan dan sensasi yang membentuk
kesadaran manusia (Stanton, 2012: 134).
2. Pengertian Cerita Bersambung
Suatu cerita atau karangan yang dimuat tidak sekali saja pada suatu majalah
atau media masa lainnya, melainkan dimuat beberapa kali. Cerita bersambung
biasanya panjang karena teknik penceritaan yang mendetail antara satu kejadian
13
dengan kejadian selanjutnya dan juga lengkapnya penuturan dari satu bagian ke
bagian lain. Tegangan dan intrik dalam cerbung seakan-akan tidak ada habisnya
dimanfaatkan dalam memenggal cerita (Sudjiman, 1990: 14).
Hutomo (1987: 5) mengemukakan bahwa cerita bersambung merupakan
awal dari perkembangan novel Jawa modern yang dimuat dalam beberapa majalah
maupun media masa lainnya. Menurut Nurgiyantoro (2000: 2) pengarang dalam
menciptakan cerbung Jawa mampu menciptakan dunia imajinasi yang berisi
gambaran kehidupan atau realitas masyarakat yang merupakan kenyataan sosial.
Kemunculan cerita berbahasa Jawa tersebut banyak mendapat dukungan dari
berbagai surat kabar atau majalah yang menjadi wadah tersiarnya jenis sastra ini.
Cerita bersambung sebagai sebuah karya sastra menawarkan banyak permasalahan
kemanusiaan dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai permasalahan
tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali
melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya.
3. Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural merupakan langkah awal dalam melakukan penelitian
karya sastra sebelum melakukan pendekatan selanjutnya. Analisis struktural karya
sastra fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan, mengkaji dan
mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik yang bersangkutan.
Analisis struktural pada dasarnya bertujuan untuk memaparkan secermat mungkin
fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama
menghasilkan keseluruhan unsur.
Pendekatan struktural sering disebut juga dengan pendekatan obyektif, di
mana di dalam mengkaji sebuah karya sastra tidak bisa terlepas dari unsur struktural
14
yang membangun karya sastra tersebut. Sebelum memasuki dunia penokohan lebih
jauh harus melalui pendekatan struktural. Analisis struktural bertujuan hanya untuk
membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan sedalam mungkin
keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan
makna menyeluruh (Teeuw dalam Sangidu, 2004: 15).
Teori struktural yang digunakan untuk menganalisis cerbung ini adalah teori
struktural Robert Stanton. Stanton membagi unsur intrinsik fiksi menjadi tiga
bagian, yaitu: fakta-fakta cerita, tema, dan sarana-sarana sastra. Unsur fakta-fakta
cerita dibagi menjadi tiga, yaitu alur, karakter, dan latar. Unsur sarana-sarana sastra
terdiri dari judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme serta ironi.
1. Fakta-Fakta Cerita
Alur, karakter dan latar merupakan bagian dari fakta-fakta cerita.
Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah
cerita. Jika dirangkum menjadi satu, semua elemen ini dinamakan struktur
faktual atau tingkatan faktual cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek
cerita. Struktur faktual adalah cerita yang disorot dari satu sudut pandang
(Stanton, 2007: 22). Fakta-fakta cerita atau unsur struktur faktual tersebut terdiri
atas tiga komponen yaitu alur, karakter, dan latar.
a. Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur
biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja.
Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak
dari berbagai peristiwa lain yang tidak dapat diabaikan karena akan bepengaruh
pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal yang fisik
15
saja, seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap
karakter, kilasan-kilasan pandangannya, keputusan-keputusannya, dan segala
yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya (Stanton, 2007: 26).
Alur merupakan tulang punggung cerita. Alur dapat membuktikan
dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis.
Cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman
terhadap peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan saling
pengaruh. Sama halnya dengan elemen lain, alur memiliki hukum sendiri; alur
hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan
dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, dan memunculkan sekaligus
mengakhiri ketegangan-ketegangan (Stanton, 2007: 28).
Konflik dan klimaks adalah dua elemen dasar yang membangun alur.
Setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki konflik internal (yang tampak
jelas) yang hadir melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat seorang karakter
dengan lingkungannya. Konflik-konflik spesifik ini merupakan subordinasi satu
konflik utama yang bersifat eksternal, internal, atau dua-duanya. Konflik pada
gilirannya akan tumbuh dan berkembang seiring dengan alur yang terus-
menerus mengalir. Konflik akan mencapai klimaks ketika konflik terasa sangat
intens sehingga ending tidak dapat dihindari lagi. Klimaks merupakan titik yang
mempertemukan kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana
oposisi tersebut dapat terselesaikan (Stanton 2012: 31-32).
b. Karakter
Karakter dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk
pada individu-individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua, karakter
16
merujuk pada berbagai percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan,
emosi, dan prinsip moral dari individu-individu tersebut. Sebagian besar cerita
dapat ditemukan satu karakter utama yaitu karakter yang terkait/ menjadi pusat
dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Alasan seorang tokoh
untuk bertindak sebagaimana yang dilakukan dinamakan motivasi. Motivasi
dibagi menjadi dua yaitu motivasi spesifik dan motifasi dasar. Motivasi spesifik
seorang karakter adalah alasan atas reaksi spontan yang mungkin juga tidak
disadari, yang ditunjukkan oleh adegan atau dialog tertentu. Motivasi dasar
adalah suatu aspek umum dari satu karakter atau dengan kata lain hasrat dan
maksud yang memandu sang karakter dalam melewati keseluruhan cerita. Arah
yang dituju oleh motivasi dasar adalah arah tempat seluruh motivasi spesifik
bermuara. Karakterisasi dapat dilihat dalam bukti-bukti penafsiran nama
karakter, deskripsi eksplisit, komentar pengarang maupun komentar tokoh lain
(karakter minor) (Stanton, 2012: 33-35).
Beberapa tokoh mempunyai wataknya sendiri-sendiri. Tokoh berkaitan
dengan orang atau seseorang sehingga perlu penggambaran yang jelas tentang
tokoh tersebut. Jenis-jenis tokoh dapat dibagi sebagai berikut.
1) Berdasarkan segi peranan dalam cerita, dapat dibedakan menjadi tokoh
utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama merupakan tokoh yang
diutamakan dalam cerita (yang paling banyak diceritakan), sedangkan
tokoh tambahan merupakan tokoh yang permunculannya lebih sedikit.
2) Berdasarkan segi fungsi penampilan tokoh, dapat dibedakan menjadi
tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis merupakan tokoh hero
yang menampilkan sesuatu sesuai dengan pandangan/ harapan kita
17
(pembaca), sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh penyebab teradinya
konflik.
3) Berdasarkan perkembangan karakter, dapat dibedakan menjadi tokoh
bulat dan pipih/ sederhana. Tokoh bulat adalah tokoh kompeks yang
memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi
kepribadian dan jati dirinya. Tingkah lakunya sering tak terduga dan
memberikan efek kejutan pada pembaca, sedangkan tokoh pipih/
sederhana merupakan tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi
tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja. Tidak memiliki sifat dan
tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca.
Sifatnya datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu
(Nurgiyantoro, 2005: 176-182).
c. Latar
Latar atau setting merupakan tempat dan waktu terjadinya cerita. Suatu
cerita pada hakikatnya merupakan suatu pelukisan peristiwa atau kejadian yang
dilakukan oleh beberapa tokoh pada suatu waktu di suatu tempat. Latar adalah
lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, dan juga suasana
dalam cerita semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang
berlangsung. Latar dapat berwujud seperti dekor, dapat berwujud seperti waktu-
waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Latar
terkadang berpengaruh pada karakter-karakter. Latar juga terkadang menjadi
tokoh representasi tema. Berbagai cerita dapat dilihat bahwa latar memiliki daya
untuk memunculkan tone dan mode emosional yang melingkupi sang karakter
(Stanton, 2012: 35-36).
18
2. Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam
pengalaman manusia sebagai sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu
diingat. Tema disebut juga gagasan utama dan maksud utama secara fleksibel,
tergantung pada konteks yang ada. Tema menyorot dan mengacu pada aspek-aspek
kehidupan sehingga nantinya akan ada nilai-nilai tertentu yang melingkupi cerita.
Cara paling efektif untuk mengenali tema sebuah karya adalah dengan mengamati
secara teliti setiap konflik yang ada di dalamnya. Kedua hal ini berhubungan sangat
erat dan konflik utama biasanya mengandung sesuatu yang sangat berguna jika
benar-benar diruntut. Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut,
dan berdampak. Bagian awal dan akhir akan menjadi pas, sesuai, dan memuaskan
berkat keberadaan tema (Stanton, 2012: 36-37).
3. Sarana-Sarana Sastra
Sarana-sarana sastra merupakan cara atau metode yang digunakan
pengarang dalam menyeleksi dan menyusun bagian cerita, sehingga akan tercipta
karya sastra yang bermakna. Sarana-sarana sastra ini meliputi judul, sudut pandang,
gaya dan tone, simbolisme, dan ironi (Stanton, 2012: 46).
a. Judul
Judul tidak selalu relevan terhadap karya yang diampunya, sehingga
keduanya membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika judul
mengacu pada sang karakter utama atau latar tertentu. Akan tetapi penting bagi
kita untuk selalu waspada bila judul tersebut mengacu pada satu detail yang tidak
menonjol. Sebuah judul juga kerap memiliki beberapa tingkatan makna. Banyak
judul karya fiksi yang mengandung alusi. Judul tersebut bisa menjadi petunjuk
19
tentang makna cerita bersangkutan yang ingin disampaikan oleh pengarang
terhadap pembaca (Stanton, 2012: 51).
b. Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan pusat kesadaran tempat kita dapat memahami
setiap peristiwa di dalam sebuah cerita. Tempat atau sifat ‘sudut pandang’ tidak
muncul serta-merta. Pengarang harus memilih sudut pandangnya dengan hati-
hati agar cerita yang diutarakannya menimbulkan efek yang pas. Sudut pandang
terbagi menjadi empat tipe utama. Keempat tipe sudut pandang tersebut adalah:
1) Sudut pandang ‘orang pertama-utama’, sang karakter utama bercerita
dengan kata-katanya sendiri.
2) Sudut pandang ‘orang pertama-sampingan’, cerita dituturkan oleh satu
karakter bukan utama (sampingan).
3) Sudut pandang ‘orang ketiga-terbatas’, pengarang mengacu pada semua
karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya
menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu
orang karakter saja.
4) Sudut pandang ‘orang ketiga tak-terbatas’, mengacu pada setiap karakter
dan memosisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat membuat
beberapa karakter melihat, mendengar, atau berpikir atau saat ketika tidak
ada satu karakter pun hadir.
Sudut pandang 'orang ketiga tak-terbatas' memberi arti bahwa pengarang
memiliki kebebasan yang memungkinkan kita untuk tahu apa yang ada di
dalam pikiran pengarang secara simultan. Pengarang menempatkan diri
dalam posisi superior yang serba tahu sehingga pengalaman setiap karakter
20
dapat menghadirkan efek-efek tertentu sesuai keinginannya (Stanton,
2012: 52).
c. Gaya dan Tone
Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Meski dua
orang pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang sama, hasil tulisan
keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada
bahasa yang menyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang
pendek kalimat, detail, humor, kekonkritan dan banyaknya imajinasi dan
metafora. Campuran dari berbagai aspek di atas dengan kadar tertentu akan
menghasilkan gaya.
Pembaca harus membaca banyak cerita dari berbagai pengarang untuk
meningkatkan pengetahuan tentang gaya. Beberapa pengarang mungkin
memiliki gaya yang unik dan efektif sehingga dapat dengan mudah dikenali
bahkan pada saat pembacaan pertama. Gaya semacam ini juga dapat memancing
ketertarikan pembaca. Gaya juga bisa terkait dengan maksud dan tujuan sebuah
cerita. Seorang pengarang mungkin tidak memilih gaya yang sesuai bagi dirinya
akan tetapi gaya tersebut justru pas dengan tema cerita. Jadi, gaya dan tema
menampilkan pengarang yang sama.
Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah tone. Tone adalah
sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Pada porsi tertentu
tone dimunculkan oleh fakta-fakta; satu cerita yang mengisahkan seorang
pembunuh berkapak akan memunculkan tone 'gila'. Akan tetapi yang terpenting
adalah pilihan detail pengarang ketika menyodorkan fakta-fakta itu dan tentu
saja gaya pengarang sendiri. Tone bisa menampak dalam berbagai wujud, baik
21
yang ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh
perasaan (Stanton, 2012: 61-64).
d. Simbolisme
Gagasan dan emosi terkadang tampak nyata bagaikan fakta fisis, padahal
sejatinya kedua hal tersebut tidak dapat dilihat dan sulit dilukiskan. Salah satu
cara untuk menampilkan kedua hal tersebut agar tampak nyata adalah melalui
simbol. Simbol berwujud detail-detail konkrit dan faktual serta memiliki
kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca.
Fiksi simbolisme dapat memunculkan tiga efek yang masing-masing bergantung
pada bagaimana simbol bersangkutan digunakan. Pertama, sebuah simbol yang
muncul pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa
tersebut. Kedua, satu simbol yang ditampilkan berulang-ulang mengingatkan
kita akan beberapa elemen konstan dalam cerita. Ketiga, sebuah simbol yang
muncul pada konteks yang berbeda-beda akan membantu kita menentukan tema
(Stanton, 2012: 65).
e. Ironi
Ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu
berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dapat ditemukan
dalam hampir semua cerita. Di dalam dunia fiksi, ada dua jenis ironi yang
dikenal luas, yaitu ironi dramatis dan tone ironis. Ironi dramatis atau ironi alur
dan situasi biasanya muncul melalui kontras diametris antara penampilan dan
realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atau antara
harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi, sedangkan tone ironis atau ironi
22
verbal digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang mengungkapkan makna
dengan cara berkebalikan (Stanton, 2012: 71-74).
Teori struktural Robert Stanton saling kait mengait dan merupakan satu
kesatuan yang utuh. Peneliti menggunakan teori tersebut dengan alasan adanya
keunikan pada sarana-sarana sastra yang terdapat gaya dan tone, simbolisme serta
ironi. Sesuai dengan pendekatan psikologi, pada bagian karakter lebih mendetail
dengan adanya motivasi-motivasi tokoh dalam bertindak. Peneliti menggunakan
teori struktural Robert Stanton sebagai pendekatan dalam analisis terhadap cerbung
yang berjudul Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS.
4. Pendekatan Psikologi Sastra
Psikologi dari segi bahasa berasal dari kata psyche yang berarti 'jiwa' dan
logos yang berarti 'ilmu' atau 'ilmu pengetahuan', oleh karena itu psikologi sering
diartikan atau diterjemahkan sebagai ilmu pengetahuan tentang jiwa atau disingkat
ilmu jiwa (Walgito, 1997: 1). Walgito mengemukakan bahwa psikologi merupakan
ilmu yang mempelajari dan menyelidiki aktivitas dan tingkah laku manusia.
Aktivitas dan tingkah laku tersebut dikatakan sebagai manifestasi kehidupan jiwa.
Wahyuningtyas (2011: 8) menambahkan bahwa psikologi tidak boleh
dipandang sebagai ilmu yang sama sekali terlepas dari ilmu-ilmu lainnya. Psikologi
masih mempunyai hubungan dengan disiplin ilmu lain seperti filsafat, biologi,
sosial, budaya (antropologi dan sebagainya), serta mempunyai keterkaitan dengan
ilmu sastra (humaniora).
Menurut Endraswara (2011: 97) psikologi sastra sebagai kajian sastra yang
memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan, yaitu jiwa manusia yang
terpantul melalui tingkah laku atau aktivitas-aktivitasnya sebagai manifestasi
23
kehidupan psikis. Hal yang sama juga disampaikan oleh Minderop (2013: 54) yang
mengatakan bahwa psikologi sastra merupakan telaah karya sastra yang diyakini
yang mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Secara keseluruhan psikologi
sastra merupakan suatu disiplin ilmu yang memandang karya sastra sebagai suatu
karya yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang diperankan oleh
tokoh-tokoh didalamnya atau mungkin juga diperankan oleh tokoh faktual
(Sangidu, 2004: 30).
Psikologi dan karya sastra memiliki hubungan fungsional, yakni sama-sama
berguna untuk sarana mempelajari keadaan jiwa seseorang. Hanya perbedaannya,
gejala kejiwaan yang ada dalam karya sastra adalah gejala-gejala kejiwaan dari
manusia-manusia imajiner, sedangkan dalam psikologi adalah manusia-manusia
real, namun keduanya saling melengkapi dan saling mengisi untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam terhadap kejiwaan manusia. Titik temu antara
psikologi dan sastra dapat digabung menjadi psikologi sastra (Endraswara, 2011:
97). Intinya dasar pemikiran mengapa sastra harus memanfaatkan psikologi, karena
sastra dianggap sebagai aktivitas dan ekspresi manusia. Karya sastra merekam
gejala kejiwaan yang harus dimunculkan oleh pembaca ataupun peneliti sastra
dengan syarat memiliki teori-teori psikologi yang memadai (Siswantoro, 2004: 34).
Manusia dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor endogen dan
eksogen. Faktor endogen adalah faktor atau sifat yang dibawa individu sejak dalam
kandungan hingga kelahiran, sedangkan faktor eksogen adalah faktor yang datang
dari luar individu, merupakan pengalaman-pengalaman, alam sekitar, pendidikan
dan sebagainya (Walgito, 1997: 48).
24
5. Teori Defense Mechanism
Defense Mechanism bila diuraikan berasal dari kata defense yang berarti
pertahanan dan mechanism yang berarti mekanisme. Defense mechanisme yang
berarti mekanisme pertahanan menurut Arif (2011:19), mengacu pada mekanisme
pertahanan psikis pada individu. Defense mechanism (mekanisme pertahanan)
menurut Clark (1991) dalam komalasari (2011:7), mendefinisikan sebagai
gangguan ketidaksadaran dari realitas yang bertujuan untuk mengurangi efek yang
menyakitkan dan konflik melalui respon yang otomatis dan sudah menjadi
kebiasaan. Defense mechanism menjadi aktif setelah menusia dilahirkan yaitu
menyusul aktifnya insting mati. Defense mechanism terjadi karena adanya
dorongan atau perasaan beralih untuk mencari objek pengganti (Minderop, 2011:
29).
Mekanisme pertahanan merupakan karakteristik yang cenderung kuat dalam
diri setiap orang. Mekanisme pertahanan tidak mencerminkan kepribadian secara
umum, tetapi juga dapat memengaruhi perkembangan kepribadian. Kegagalan
mekanisme pertahanan memenuhi fungsi pertahanannya bisa berakibat pada
kelainan mental (Minderop, 2011: 31). Defense mechanism berkaitan erat pada
pencitraan karya sastra. Menurut Freud, penciptaan karya sastra merupakan hasil
kerja alam bawah sadar. Penciptaan karya sastra dengan wilayah tak sadar ini
memiliki kaitan yang cukup erat. Karya sastra memberikan hiburan dan kelegaan
kepada para pembaca karena apa yang pembaca nikmati termasuk peristiwa
mengerikan, bisa menjadi milik diri pembaca sendiri maupun orang lain (Minderop,
2011: 68). Penggunaan defense mechanism tidaklah terhindarkan dalam upaya
menjaga keseimbangan kepribadian seseorang dalam keberadaannya di dunia.
25
Kepribadian akan mengaktifkan defense mechanism ketika realitas eksternal dirasa
menuntut terlalu banyak melebihi kapasitas diri untuk mengatasinya. Hal ini
menunjukkan bahwa defense mechanism memiliki kaitan yang erat dengan dunia
psikologi (Arif, 2011: 31).
Pokok-pokok yang perlu diperhatikan yang terdapat dalam defense
mechanism yaitu pertama, mekanisme pertahanan merupakan konstruk psikologi
berdasarkan observasi terhadap perilaku individu. Pada umumnya mekanisme
didukung oleh bukti-bukti eksperimen, tetapi ada pula yang tidak berdasarkan
verifikasi ilmiah. Kudua, menyatakan bahwa perilaku seseorang (misalnya,
proyeksi, rationalisasi, atau represi) membutuhkan informasi deskriptif yang bukan
penjelasan tentang perilaku. Hal penting ialah memahami mengapa seseorang
bersandar pada mekanisme ketika ia bergumul pada masalah. Ketiga, semua
mekanisme dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari orang normal. Di
kehidupan modern, manusia berupaya meningkatkan pemuas kehidupan dan oleh
karenanya dibutuhkan penyesuaian diri, apabila mekanisme menjadi keutamaan
dalam penyelesaian masalah maka ada indikasi individu tidak mampu
menyesuaikan diri (Minderop, 2011: 30).
Menurut Gemae (2006) dalam Gely Nurmurey Idzha (2013: 116) faktor
utama digunakannya defense mechanism (mekanisme pertahanan) antara lain,
melindungi seseorang dari situasi yang cenderung membahayakan baginya, untuk
mengatasi batin (perasaan) yang terluka, perasaan marah, sedih dan kecewa yang
dialami seseorang, menghapus kecemasan yang dialami seseorang, membantu
penyesuaian diri yang normal dalam kehidupan sehari-hari. Pokok-pokok yang
perlu diperhatikan dalam defense mechanism antara lain, defense mechanism
26
merupakan konstruk psikologi berdasarkan observasi terhadap perilaku individu,
perilaku seseorang membutuhkan informasi deskriptif. Hal ini penting untuk
memahami mengapa seseorang bersandar pada mekanisme ketika ia bergumul
dengan masalah, semua mekanisme dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
orang normal. Bila mekanisme menjadi keutamaan dalam penyelesaian masalah
maka ada indikasi si individu tidak dapat menyesuaikan diri (Minderop, 2010: 30).
Defense mechanism merupakan karakteristik yang cenderung kuat dalam
setiap orang. Ada 9 jenis defense mechanism menurut Minderop (2011: 32-39).
1. Represi (Repression)
Represi merupakan mekanisme pertahanan yang paling kuat dan luas. Tugas
represi mendorong keluar implus-implus id yang tidak diterima dari alam sadar
dan kembali ke alam bawah sadar. Represi merupakan fondasi cara kerja semua
mekanisme pertahanan.
2. Sublimasi
Sublimasi terjadi bila tindakan-tindakan yang bermanfaat secara sosial
menggantikan perasaan tidak nyaman. Sublimasi merupakan suatu bentuk
pengalihan.
3. Proyeksi
Mekanisme yang tidak disadari dan melindungi dari pengakuan terhadap
kondisi yang tidak menyenangkan disebut proyeksi. Proyeksi terjadi bila
individu menutupi kekurangannya dan masalah yang dihadapi dilimpahkan
kepada orang lain.
27
4. Pengalihan (Displacement)
Pengalihan adalah pengalihan perasaan tidak senang terhadap suatu objek
ke objek lainnya yang lebih memungkinkan.
5. Rasionalisasi (Rationalization)
Rasionalisasi terjadi bila motif nyata dari perilaku individu tidak dapat
diterima oleh ego. Motif nyata tersebut digantikan oleh semacam motif
pengganti dengan tujuan pembenaran. Rasionalisasi memiliki dua tujuan:
pertama, untuk mengurangi kekecewaan ketika gagal mencapai suatu tujuan;
kedua, memberikan motif nyata yang dapat diterima atas perilaku.
6. Reaksi Formasi (Reaction Formation)
Reaksi formasi adalah represi akibat implus anxitas yang kerap kali diikuti
oleh kecenderungan yang berlawanan dan bertolak belakang dengan tendensi
yang ditekan.
7. Regresi
Terdapat dua jenis regresi, yang pertama retrogressive behavior yaitu
perilaku seseorang yang mirip anak kecil, menangis dan sangat manja agar
memperoleh rasa aman dan perhatian orang lain. Kedua, primitivation yaitu
ketika seorang dewasa bersikap tidak berbudaya dan kehilangan kontrol
sehingga tidak sungkan-sungkan berkelahi.
Regresi membuat seseorang mundur dari tahapan emosional atau reaksi
emosional yang lebih sesuai di masa lalu. Bukannya menghadapi kekecewaan
dengan rasional seseorang justru merengek agar mendapatkan yang diinginkan.
(Ryan, 2007: 133).
28
8. Agresi dan Apatis
Agresi dapat berbentuk langsung dan pengalihan. Agresi langsung adalah
agresi yang diungkapkan secara langsung kepada seseorang atau objek yang
merupakan sumber frustasi. Agresi yang dialihkan adalah bila seseorang
mengalami frustasi namun tidak dapat mengungkapkan secara puas kepada
sumber frustasi tersebut karena tidak jelas atau tak tersentuh. Apatis adalah
bentuk lain dari reaksi terhadap frustasi yaitu sikap menarik diri dan bersikap
seakan-akan pasrah.
9. Fantasi dan Stereotype
Fantasi yaitu cara penyelesaian masalah dengan masuk ke dunia khayal,
solusi yang berdasarkan fantasi ketimbang realitas. Stereotype adalah
konsekuensi lain dari frustasi yaitu memperlihatkan perilaku pengulangan terus-
menerus.
Menurut Arif (2011: 32-41) teori defense mechanism pada ilmu psikologi
murni dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Defense mechanism yang tergolong matang (mature), meliputi: sublimasi,
yaitu mengubah atau mentransformasi dorongan primitif menjadi dorongan
yang lebih sesuai dengan budaya dan norma-norma yang berlaku di realitas
eksternal. Kompensasi, yaitu upaya untuk mengatasi suatu inferiority
(kekurangan) dalam suatu bidang dengan cara mengupayakan superiority
(keunggulan) dalam bidang lain. Supresi, adalah upaya meredam kembali
suatu dorongan libidinal yang berpotensi konflik dengan realitas eksternal,
setelah menyadari dorongan teresbut. Humor, adalah mengubah
29
penghayatan akan suatu peristiwa dari tidak menyenangkan menjadi
menyenangkan.
2. Defense mechanism yang tergolong tidak matang (immature), meliputi:
Represi, adalah upaya meredam suatu dorongan libidial yang berpotensi
konflik dengan realitas eksternal tanpa membiarkan sadar terlebih dahulu.
Proyeksi, yaitu suatu defense mechanism dimana seseorang secara psikis
menolak dan mengeluarkan bagian dari dirinya yang tidak dikendakinya.
Introyeksi, adalah suatu defense mechanism dimana seseorang mengambil
alih ciri kepribadian yang ditemuinya pada orang lain menjadi miliknya
sendiri. Reaksi Formasi, yaitu upaya untuk melawan suatu dorongan
libidinal yang dipersepsikan dapat menimbulkan konflik, dengan cara
melakukan kebalikannya. Undoing, adalah upaya simbolik untuk
membatalkan suatu implus yang telah terwujud menjadi tingkah laku.
Displacement, yaitu mengganti objek yang menjadi sasaran. Denial, adalah
menyangkal bahwa suatu peristiwa benar-benar terjadi. Regresi, yaitu
sebagai yang sangat menentukan dalam kemunculan psikopatologi.
3. Defense mechanism yang tergolong primitif (archaic), meliputi: Splitting,
adalah mekanisme yang dilakukan bayi untuk memudahkannya
mengorganisir dan menangani berbagai pengalaman yang dialaminya.
Projective, Identification, yaitu salah satu defense mechanism primitif yang
biasanya ditemui pada kepribadian yang terganggu. Primitive idealization,
dilakukan seseorang untuk mempertahankan harga diri mendasarnya ketika
mengalami ancaman dengan cara mengidealisasi orang lain dan kemudian
mengembangkan fantasi kesatuan dengan orang tersebut.
30
Defense mechanism merupakan inti dari penelitian ini, sehingga teori
defense mechanism sangat diperlukan sebagai penunjang penelitian terhadap
cebung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir. Teori Defense mechanism juga digunakan
untuk memperkuat hasil penelitian yang telah dilakukan. Hal ini dilakukan agar
penelitian ini tidak diragukan kualitasnya.
Dampak defense mechanism yang dikutip dari Semiun (2006) dalam Gely
Nurmurey Idzha (2013: 116) diantaranya yaitu reaksi-reaksi mekanisme pertahanan
ego mungkin sangat konstruktif, tekanan tetap melindungi diri secara psikologis
menyebabkan tidak relaks, usaha pada mekanisme pertahanan ego mempengaruhi
keadaan sekitar (manipulatif), cenderung akan diterapkan lagi bila dirasa
menguntungkan. Dampak defense mechanism yang lain menurut McGill (2008)
dalam Gely Nurmurey Idzha (2013: 116) yang terjadi dalam diri seseorang antara
lain, defense mechanism melibatkan penipuan dan distorsirealitas, ketika
kecemasan ditekan, diwujudkan dengan cara lain, seperti fobia, serangan
kecemasan atau gangguan obsesif-kompulsif, mengurangi kecemasan dan
mempertahankan citra diri yang positif, mengurangi aktifitas fisiologis yang tidak
sehat.
Kepribadian menurut psikologi bila mengacu pada pola karakteristik
perilaku dan pola pikir yang menentukan penilaian seseorang terhadap lingkungan
(Minderop, 2011: 4). Salah satu unsur kepribadian adalah perasaan. Perasaan adalah
suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengaruh pengetahuannya
dinilai sebagai keadaan positif atau negatif. Perasaan dapat menimbulkan kehendak
yaitu keadaan untuk mendapatkan suatu kenikmatan (kehendak positif) atau
31
menghindari hal yang dirasakannya sebagai hal yang akan membawa perasaan tidak
nikmat (kehendak negatif) (Koentjaraningrat, 1986: 106-108).
Metode dasar yang dipakai untuk meneliti perubahan yang sangat banyak
dalam jiwa adalah intropeksi, yaitu suatu observasi teliti dan sistematik yang
dilakukan oleh seseorang terhadap pengalaman diri sendiri. Intropeksi yang tidak
teliti dapat menimbulkan perkiraan bahwa suatu keadaan jiwa seperti hawa nafsu
dapat beelangsung tanpa putus-putus dalam jangka waktu lama (Kifudyartanto,
2003: 12).
F. Sumber Data dan Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan,
selebihnya merupakan data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Moleong,
2010: 157). Sumber data dan data terbagi menjadi primer dan sekunder, sebagai
berikut:
1. Sumber Data
Menurut Siswantoro (2004: 140) sumber data primer merupakan sumber
data utama, sedangkan sumber data sekunder merupakan sumber data kedua.
Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerita
bersambung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS yang diterbitkan
oleh majalah berbahasa Jawa Djaka Lodang pada 31 Juli sampai dengan 20
November 2010 sebanyak 16 episode. Sumber data sekunder berasal dari
informan yaitu Adinda AS selaku pengarang dengan proses perekaman
menggunakan handphone.
32
2. Data
Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer dalam penelitian ini adalah teks cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir
karya Adinda AS berdasarkan unsur-unsur struktural menurut Robert Stanton
yang meliputi fakta-fakta cerita (alur, karakter, latar), tema, dan sarana-sarana
sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan ironi), serta aspek-
aspek psikologi menurut Albertine Minderop yang meliputi informasi bentuk
defense mechanism tokoh utama, dan informasi dampak defense mechanism yang
ditimbulkan terhadap kepribadian tokoh utama dalam cerbung Ara-ara Cengkar
Tanpa Pinggir karya Adinda AS. Data sekunder atau data pendukung dalam
penelitian ini berupa hasil wawancara dengan Adinda AS selaku pengarang
cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir.
G. Metode dan Teknik
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif kualitatif. Metode ini menekankan analisisnya pada proses penyimpulan
deduktif dan induktif, serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antara
fenomena yang diamati. H.B. Sutopo (2003: 88) menyatakan metode kualitatif yaitu
kegiatan penelitian untuk memperoleh informasi kualitatif dengan deskriptif yang
lebih berharga dari sekunder angka, yang dimaksudkan sebagai penelitian yang
temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau angka, tetapi pada
prosedur non-matematis.
33
2. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan data yang digunakan maka teknik pengumpulan yang
dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Teknik Content Analysis
Content Analysis atau kajian isi merupakan teknik yang digunakan untuk
menarik kesimpulan melalui usaha untuk menemukan karakteristik sebuah
pesan, dan dilakukan secara obyektif dan sistematis (Moleong, 2010: 163).
Teknik ini kerjanya berupa analisis isi yang terdapat dalam karya sastra.
Kumpulan-kumpulan data berupa teks isi yang didapatkan dengan cara
membaca, menyimak, mencatat, kemudian mengelompokkan ke dalam dua
kategori.
Kategori pertama didapatkan dengan cara mengungkapkan unsur-unsur
struktur cerita dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda
AS dengan menggunakan teori struktural Robert Stanton, sehingga
mendapatkan data katagoris yang berupa: Fakta-fakta cerita (alur, karakter,
latar), tema dan sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone,
simbolisme, ironi). Kategori kedua adalah psikologi sastra dengan
mengungkapkan isi karya sastra terutama mengenai bentuk defense mechanism
serta dampak adanya defense mechanisme terhadap kepribadian tokoh utama
dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS
menggunakan teori psikologi sastra Albertine Minderop.
b. Teknik Wawancara
Teknik wawancara merupakan teknik yang dipakai untuk memperoleh
informasi melalui kegiatan interaksi sosial antara peneliti dengan yang diteliti.
34
Wawancara juga merupakan cara untuk memperoleh data dengan percakapan,
yaitu antara pewawancara dengan yang diwawancarai (Moleong, 2010: 186).
Wawancara dilakukan pada hari Kamis, 16 Juni 2016 kepada Adinda AS selaku
pengarang cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir yang tinggal di Sorogenen
II/50A. RT 03 RW 01 Purwomartani, Kalasan, Yogyakarta. Wawancara
dilakukan secara terstruktur, artinya penulis menyiapkan pertanyaan berupa
daftar pertanyaan sehingga nantinya akan bisa meluas dan berkembang dengan
sendirinya namun tetap terarah dengan proses perekaman menggunakan
handphone, serta bukti berupa foto bersama Adinda AS selaku pengarang.
Peneliti mengajukan pertanyaan dengan mengacu pada daftar pertanyaan-
pertanyaan yang telah dibuat. Peneliti menggunakan jenis wawancara ini
bertujuan agar wawancara dapat berkembang guna mencari jawaban terhadap
hipotesis kerja.
3. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data ini untuk mendukung penelitian kualitatif, digunakan
teknik analisis data interaktif yaitu interaksi tiga komponen utama yang meliputi
reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan/ verifikasinya (Sutopo, 2003:
94).
a. Reduksi data
Proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan, dan transformasi data yang kasar yang muncul dari catatan-
catatan tertulis di lapangan (Andi, 2011: 242). Dari data yang diperoleh maka
dilakukan pemilihan data atau reduksi data yang sesuai. Data dirampingkan
dengan memilih data yang dipandang penting, menyederhanakan dan
35
mengabstrasikannya. Reduksi data ada dua proses, yaitu living in dan living
out. Living in adalah memilih data yang dipandang penting dan mempunyai
potensi dalam rangka analisis data, sedangkan living out yaitu membuang data
atau menyingkirkan data, sebaiknya jangan dibuang atau disingkirkan, tetapi
dapat digunakan dalam penelitian atau karangan lain (Sangidu, 2004: 73).
b. Penyajian data
Sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data nantinya
berupa teks deskriptif (Andi, 2011: 242). Tahapan ini dimulai dengan membaca
dan mengelompokkan data berdasarkan tahap reduksi data, kemudian disajikan
dalam analisis struktural yang membangun cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa
Pinggir karya Adinda AS berdasarkan teori Robert Stanton, meliputi fakta-
fakta cerita (alur, karakter, latar), tema dan sarana-sarana sastra (judul, sudur
pandang, gaya dan tone, simbolisme dan ironi), menyajikan bentuk defense
mechanism tokoh utama berdasarkan teori psikologi Albertine Minderop, serta
menemukan dampak akibat adanya defense mechanism terhadap kepribadian
tokoh utama dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS.
c. Verifikasi atau penarikan kesimpulan
Pencarian arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan,
alur sebab akibat dan proposisi. Verifikasi dan kesimpulan adalah mengecek
kembali (diverifikasi) pada catatan yang telah dibuat oleh peneliti dan
selanjutnya membuat kesimpulan sementara (Sangidu, 2004: 178). Penarikan
kesimpulan tidak bisa sekali jadi, jadi besar kemungkinan terjadi pengulangan
proses. Misalnya dalam penelitian terhadap objek kajian cerbung yang berjudul
36
Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS adalah menarik kesimpulan
tentang keterkaitan antarunsur. Menarik kesimpulan harus melihat data-data
struktur berupa tema, alur, penokohan, latar/setting dan sebagainya. Setelah itu,
baru menarik kesimpulan dengan mencari hubungan antar unsur tersebut
apabila hasil proses ini dirasa kurang memuaskan maka bisa dilakukan
pengecekan ulang untuk memantapkan atau sekedar menambah dan
mengurangi kesimpulan sementara.
Skema Interaktif Analisis Data (Sutopo, 2003: 172)
4. Validitas Data
Ada empat macam teknik trianggulasi menurut Patton yang diungkapkan
Sutopo (2003: 78), yaitu (1) trianggulasi data, (2) trianggulasi peneliti, (3)
trianggulasi metode, dan (4) trianggulasi teori. Penelitian terhadap karya sastra
yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data. Teknik
triangulasi merupakan teknik yang didasari oleh pola pikir femenologi yang bersifat
multiperspektif, artinya untuk menarik simpulan yang mantap, diperlukan tidak
hanya satu cara pandang (Sutopo, 2003:78). Karena hal itu berkaitan dengan hasil
yang diperoleh, maka diperlukan beberapa cara pandang untuk menguji keabsahan
Penyajian Data Pengumpulan
Data
Reduksi Penarikan
Simpulan atau
Verifikasi
37
data agar data yang diperoleh benar-benar teruji kebenarannya. Teknik yang
digunakan dalam penelitianan ini adalah teknik triangulasi sumber data. Teknik
triangulasi sumber data dilakukan dengan cara menggali sumber yang berupa
catatan atau arsip dan dokumen yang memuat catatan yang berkaitan dengan data
yang dimaksud dan dapat berupa sumber dari informan atau narasumber.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam sebuah penelitian berfungsi untuk memberikan
gambaran mengenai langkah-langkah suatu penelitian. Adapun sistematika dalam
penulisan ini sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
pembatasan masalah, landasan teori, sumber data dan data, metode dan teknik,
sistematika penulisan.
BAB II: PEMBAHASAN
Meliputi analisis unsur struktural yang membangun cerbung Ara-ara Cengkar
Tanpa Pinggir karya Adinda AS yang terdiri dari fakta-fakta cerita (alur, karakter,
latar), tema, sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme
dan ironi), mendeskripsikan bentuk defense mechanism dan memaparkan dampak
defense mechanism yang ditimbulkan terhadap kepribadian tokoh utama tokoh
utama yang terdapat dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda
AS dalam perspektif pendekatan psikologi sastra.
BAB III: PENUTUP
Meliputi kesimpulan dan saran.
38
DAFTAR PUSTAKA
Meliputi buku-buku referensi sebagai acuan dalam penelitian.
LAMPIRAN
Meliputi sinopsis, riwayat hidup pengarang, bukti wawancara dengan pengarang
disertai foto, daftar karya-karya sastra Adinda AS, surat keterangan wawancara
serta cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS.