Post on 06-Feb-2018
1
Bab IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Geometri merupakan bagian matematika yang erat kaitannya dengan masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Sama halnya dengan bilangan asli, cacah, dan bulat, pecahan juga mulai diajarkan di Sekolah Dasar namun mulai diajarkannya di kelas III semester 2 sesuai standar isi pada KTSP.
Geometri termasuk bagian dari matematika yang diajarkan di jenjang sekolah dasar dan masih banyak yang menjadi permasalahan dalam pembelajarannya. Melalui tulisan ini dicoba untuk memberikan gambaran konsep tentang beberapa kaidah dalam pecahan. Konsep yang dimaksud diantaranya mengapa pada penjumlahan dan pengurangan pecahan yang berbeda penyebut untuk dapat melakukan operasinya harus disamakan dahulu penyebut-penyebutnya, mengapa pada perkalian dua pecahan hasilnya sama dengan pecahan yang pembilangnya sama dengan hasil kali pembilang pada pecahan-pecahan asal dan penyebutnya juga sama dengan pecahan yang penyebutnya sama dengan hasil kali penyebut pada pecahan-pecahan asal. Masalah lainnya adalah mengapa hasil bagi dua pecahan hasilnya sama dengan perkalian antara pecahan pertama dengan pecahan kedua yang penyebutnya dibalik.
Sebagai bahasa tulis konsep-kosep yang dikemukakan diusahakan dimulai dari tahapan semi kongkrit (econic) dan diakhiri dengan tahapan abstrak. Harapannya dengan kedua tahapan itu teman-teman guru sudah akan mampu untuk menerimanya dengan baik demikian pula dalam menyampaikan pembelajarannya kepada para muridnya.
Pembelajaran konsep-konsep pecahan didesaian sesuai dengan tahapan pembelajaran Bruner yakni dengan tanpa memandang usia pembelajaran matematika akan sukses diterima peserta didik jika dimulai dari tahapan kongkrit (enactive), kemudian tahapan semi kongkrit (econic), dan terakhir tahapan abstrak (symbolic).
Menurut Bruner (Jerome Bruner, 1915 – ) seorang psikolog berkebangsaan Amerika dengan tanpa memandang usia/kelompok usia pembelajaran matematika akan sukses diterima peserta didik jika dimulai dari tahapan kongkrit (enactive), kemudian tahapan semi kongkrit (econic), dan terakhir tahapan abstrak (symbolic). Menurut Bruner jika pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik dilakukan melalui ketiga tahapan itu secara urut, maka mereka (peserta didik) akan mampu mengembangkan pengetahuannya jauh melampaui apa yang pernah mereka terima dari gurunya.
B. TUJUAN
Mengenalkan kaidah/konsep-konsep pengukuran keliling dan luas agar para peserta lebih mampu dan lebih kompeten dalam membelajarkan pecahan kepada para siswanya.
C. RUANG LINGKUP
Keliling dan luas persegi, persegi panjang, segitiga, jajargenjang, belahketupat, dan layang-layang. Volum balok, kubus, prisma, dan limas.
2
BAB IISEGI BANYAK BERATURAN
A. PENGERTIAN SEGI BANYAK BERATURAN
Segi banyak beraturan ialah bangun datar yang semua sisinya sama panjang. Jadi
secara konsep segi banyak dimulai dari segitiga, segiempat, segilima, segienam, dan
seterusnya hingga segi-n dengan n tak terbatas. Namun secara spesifik/khusus segi
banyak umumnya dimulai dari segi-5. Dengan demikian untuk segitiga, yang disebut
segitiga beraturan ialah seitiga samasisi, segiempat yang disebut segiempat beraturan
ialah persegi/bujur sangkar.
Berikut adalah gambaran tentang beberapa segibanyak beraturan yang dimaksu,
mulai dari segitiga samasisi, persegi, segilima beraturan, hingga segidelapan beraturan.
B. MELUKIS SEGI BANYAK BERATURAN
Untuk melukis segibanyak beraturan, berikut akan diberikan sebuah contoh untuk
segilima beraturan yang dilukis menggunakan cara khusus, dan segilima beraturan yang
dilukis menggunakan cara umum.
a. Melukis segilima beraturan (cara khusus)
1. Tentukan sebuah titik dengan memotongkan 2 goresan kecil. Dari titik itu kita
tancapkan jangka untuk membentuk lingkaran dengan jari-jari sembarang
Segitiga samasisi
Persegi Segilima beraturan
Segidelapan beraturan
Segienam beraturan
3
2. Tarik garis tengah mendatar dan kita namai masing-masing titik potongnya
dengan lingkaran yaitu A dan B. Lukis kemudian sumbu AB (busur pusat A jari-
jari AB dan busur pusat B jari-jari BA) yang memotong lingkaran di titik C dan
namai P sebagai titik pusat lingkaran itu.
3. Lukis sumbu PB yang memotong PB di titik D. Hubungkan DC.
4. Lukis busur lingkaran yang pusatnya D dan jari-jarinya DC hingga memotong
garis tengah di suatu titik, sebut E.
D
C
E P
A BP
C
A BP
C
D
4
5. Hubungkan CE, maka CE adalah panjang sisi segilima beraturan yang dicari.
6. Lukis busur-busur pendek dengan jari-jari CE sepanjang keliling lingkaran
7. Hubungkan masing-masing titik potong dengan lingkaran, maka segilima
beraturan yang dimaksud terlukis
C
E
E
C
F
G H
I
C
F
G H
I
C
F
G H
I
5
b. Melukis segilima beraturan menggunakan cara umum melukis segibanyak
1. Tentukan sebuah titik dengan memotongkan 2 goresan kecil. Dari titik itu kita
tancapkan jangka untuk membentuk lingkaran dengan jari-jari sembarang
2. Tarik garis tengah mendatar dan kita namai masing-masing titik potongnya
dengan lingkaran yaitu A dan B.
3. Tarik garis sembarang melalui A dan lukis secara konsisten sebanyak 5 jengkal
dari titk A dan namailah titik akhirnya C terus hubungkan dengan B
A BP
A B
C
6
4. Lukis garis sejajar CB melalui 2/n = 2/5 bagian dari kanan.
Caranya
5. Lukis Busur lingkaran yang berpusat di A dengan jari-jari AB dan busur yang
berpusat di B dengan jari-jari BA. Kedua busur akan berpotongan di suatu titik,
namailah D.
2/n = 2/5 bagian dari kanan C
DA B
E
C
DA B
E
C
A B
E
C
DA B
( 1 ) ( 2 )
7
6. Hubungkan ED hinga memotong lingkaran di suatu titik, namailah F. Maka BF
adalah panjang sisi segibanyak beraturan. Segi banyak yang dimaksud dalam
hal ini adalah segilima beraturan.
7. Lukis busur sepanjang BF mengelilingi lingkaran. Tandailah titik-titik potong
busur itu dengan lingkaran
A B
C
E
D
F
A B
C
E
D
F
8
8. Lukis ruas-ruas garis yang menghubungkan masing-masing titik potong yang
berdekatan hingga segibanyak yang dimaksud terlukis.
A B
C
E
D
FF
B
G
H
I
9
BAB III
BANGUN RUANG, GAMBAR, DAN JARING-JARINGNYA
A. KONSEP BANGUN RUANG
Dalam matematika yang disbut sebagai benda ruang ialah benda-benda alam
sembarang yang umumnya tidak mempunyai keteraturan. Bangun ruang memiliki
pengertian yang berbeda dengan benda ruang, yakni bangun-bangun yang memiliki
keteraturan tertentu. Batu, pecahan batu, amuba (kuman bersel satu) dan sejenisnya
yang tidak memiliki keteraturan tertentu merupakan contoh-contoh dari suatu benda
ruang, sedangkan bangun-bangun seperti kubus, limas, prisma, balok, tabung, kerucut,
dan bola adalah bangun-bangun yang dikenal sebagai bangun rung karena mereka
memiliki keteraturan tertentu.
B. MENGGAMBAR BANGUN RUANG
Ada dua cara/tinjauan untuk menggambar suatu bangun ruang. Pertama adalah
tinjauan perspektif dan yang kedua adalah tinjauan steriometris. Tinjauan perspektif
adalah tinjauan yang menganggap semakin jauh benda akan semakin tampak kecil
seperti kenyataan yang kita rasakan selama ini. Dengan begitu seolah-olah pandangan
semakin jauh akan semakin bertemu di suatu titik di kejauhan sana. Sementara itu
tinjauan secara sterimetris memandang bahwa garis-garis yang sejajar tidak akan
bertemu di suatu titik sampai kapanpun. Jadi dua garis yang sejajar tetap sejajar, tidak
semakin jauh semakin tampak bertemu di suatu titik.
Balok Kubus Prisma Tabung Kerucut Bola
Pandangan perspektif Pandangan steriometris
10
Dari hasil kajian psikologi dan pengalaman, ternyata tinjauan secara steriometris
lebih mudah dipahami oleh siswa dan untuk selanjutnya gambar-gambar geometri
ruang secara keilmuan disajikan dalam bentuk gambar steriometris.
Untuk menggambar suatu bangun ruang disepakati bahwa (1) garis-garis yang
tampak tidak terhalang oleh sekat/bidang tertentu digambar dengan garis lurus yang
kontinyu (tidak putus-putus), (2) garis-garis yang tidak tampak (karena tertutupi oleh
sekat/bidang tertentu) digambar menggunakan garis putus-putus, (3) garis-garis yang
sejajar tetap tampak sejajar. Namun untuk tingkat Sekolah Dasar sajian gambar
bangun ruang (khususnya untuk garis-garis yang tidak tampak) boleh dihilangkan
demi memudahkan siswa dalam memahami obyek keruangan itu ditinjau dari
kenyataan yang dapat mereka lihat dan rasakan selama ini.
C. JARING-JARING BANGUN RUANG
1. Jaring-jaring kubus
Misalkan kita memiliki sebuah kubus yang terbuat dari karton tipis dan kaku.
Sebut nama titik-titiknya A, B, C, D, E, F, G, H seperti pada gambar di bawah ini.
Kita minta seorang siswa untuk: pertama mengarsir sisi (bidang) alasnya (ABCD), dan
kedua mengiris kubus itu menurut rusuk-rusuknya sehingga antar sisinya saling
berkaitan dan dapat direbahkan (diletakkan di permukaan sebuah meja/bidang datar).
Misalkan hasilnya seperti yang digambarkan berikut ini.
A B
CD
EF
H G
A B
CD
EF
H G
A B
CDG
C
H
G
E
E F
F E
H
11
Jika percobaan seperti itu dilakukan oleh siswa lain, hasilnya dapat berlainan. Hal
ini dikarenakan adanya 11 macam jaring-jaring kubus yang dapat dibuat. Kesebelas
macam jaring-jaring kubus itu ada di bawah ini. Manakah yang jaring-jaring dan mana
yang bukan?
1. Tipe 1 – 4 – 1
12
2. Tipe 1 – 3 – 2
3. Tipe 1 – 2 – 3
4. Tipe 2 – 2 – 2
5. Tipe 3 – 3
13
2. Jaring-Jaring Limas Segiempat Beraturan
3. Jaring-jaring bidang banyak beraturan
Bidang banyak beraturan yang dimaksud adalah bangun ruang yang dibatasi oleh
sisi-sisi (permukaan) berbentuk segi banyak beraturan. Berdasarkan konsep tersebut
maka kubus termasuk dalam kategori bidang banyak beraturan, sebab ia dibatasi oleh
sisi-sisi berbentuk segibanyak beraturan. Segi banyak beraturan yang dimaksud untuk
kubus adalah bangun datar berbentuk persegi atau bujur sangkar. Ternyata setelah
diselidiki lebih lanjut bidang banyak beraturan yang dimaksud hanya dipenuhi oleh 4
(empat) macam bangun ruang yakni kubus, bidang 8 beraturan (oktagon), bidang 12
beraturan (duodekadon), dan bidang 20 beraturan (oseahedron). Berikut adalah
gambaran bangun ruang berikut salah satu diantara jaring-jaringnya dari bidang
banyak beraturan yang dimaksud.
a. Kubus
14
b. Bidang 8 beraturan
c. Bidang 12 beraturan
d. Bidang 20 beraturan
15
D. MEMBENTUK BANGUN RUANG DARI JARING-JARING
Setelah kita memiliki jaring-jaring yang bagus/tepat, untuk membentuk bangun
ruang yang dimaksud kita perlu memiliki satu lagi gambar jaring-jaring yang
merupakan jiplakan dari jaring-jaring semula. Dari gambar b jaring-jaring jiplakan itu
kita tambah sisi-sisi luarnya dengan lidah-lidah untuk diolesi dengan perekat secara
berselang-seling hingga lengkap mengelilingi jaring-jaring itu. Tujuan kita membuat
lidah-lidah secara berselang-seling itu adalah agar bangun ruang yang dihasilkan kuat.
Untuk lebih jelasnya, jaring-jaring dari keempat macam bangun ruang bidang
banyak beraturan yang terdiri dari kubus, bidang 8 beraturan, bidang 12 beraturan, dan
bidang 20 beraturan yang dimaksud dapat kita lihat pada gambar-gambar berikut.
1. Kubus
2. Bidang 8 beraturan
16
3. Bidang 12 beraturan
4. Bidang 20 beraturan
17
BAB IVSISTEM KOORDINAT
A. TINJAUAN SEJARAHMatematika ialah ilmu tentang logika, bilangan dan keruangan. Geometri
adalah bagian dari matematika yang membahas tentang keruangan. Keruangan yang dimaksud menyangkut dimensi keruangannya, apakah dimensi 1(satu), dimensi 2(dua), atau dimensi 3(tiga). Orang pertama yang menemukan sistem koordinat adalah Rene Descartes seorang matematikawan berkebangsaan Perancis di abad ke-16 masehi. Sebagai penghargaan atas gagasannya, sistem koordinat temuannya dikenal dengan sebutan koordinat Kartesius.
B. SISTEM KOORDINAT Berbicara tentang sistem koordinat dibedakan menurut dimensinya. Misal
dimensi 1 adalah sistem koordinat yang membicarakan titik-titik yang letaknya segaris, dimensi 2 membicarakan titik-titik yang letaknya sebidang sementara dimensi 3 membicarakan titik-titik yang letaknya seruang. Berikut adalah beberapa contoh gambaran tentang pemahamannya.
Dimensi 1
KeteranganO adalah titik pangkal koordinat A adalah titik yang berjarak 4 satuan di sebelah kanan O, maka letak A = 4.B adalah titik yang berjarak 7 satuan di sebelah kanan O, maka letak B = 7.C adalah titik yang berjarak 3 satuan di sebelah kiri O, maka letak C = –3.
Kesimpulan
Titik yang letaknya di kanan titik O diberi nilai positipTitik yang letaknya di kiri titik O diberi nilai negatif
Dimensi 2
0
O
1 2 3 54 6 7 8–1 –2 –3 –4 –5
A BC
Gambar 3.1
Gambar 3.2a
ke kanan
A
x
y
O
ke atas
ke kiri
ke atas
BA
18
KeteranganO adalah titik pangkal koordinat A(5,3) adalah titik yang letaknya 5 satuan ke kanan dan 3 satuan ke atasB(–3,2) adalah titik yang letaknya 3 satuan ke kiri dan 2 satuan ke atas
KeteranganO adalah titik pangkal koordinat C(4,–2) adalah titik yang letaknya 4 satuan ke kanan dan 2 satuan ke bawah.
CatatanKoordinat (letak) suatu titik, misal A dinyatakan dalam bentuk
A(absis , ordinat)atau
A(komponen x , komponen y)
Absis = komponen x, ke kanan nilainya positip dan ke kiri nilainya negatifOrdinat = komponen y, ke atas nilainya positip dan ke bawah nilainya negatifDimensi 3
y
–2
4x
C(4,–2)
Gambar 3.2c
O
–3
32
B(–3,2)
A(5,3)
x
y
O
5
Gambar 3.2b
19
Koordinat 3(tiga) dimensi terkenal dengan nama koordinat ruang. Pada sistem koordinat ini sumbu - x dan sumbu – y disebut sumbu alas, sedangkan sumbu -z disebut sumbu tegak.
Sebagai gambaran bagaimana menentukan koordinat ruang dari suatu titik diberikan ilustrasi seperti berikut. Misalkan balok ABCD.EFGH dengan ukuran panjang, lebar, dan tingginya berturut-turut adalah 9, 6, dan 3 satuan terletak pada koordinat ruang x, y, z seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.4.
Misalkan kita akan mementukan bagaimana koordinat titik A, B, dan F. Cara penentuan masing-masing koordinatnya adalah sebagai berikut
A(komponen x = 6, komponen y = 0, dan komponen z = 0). Maka A(6,0,0) B(komponen x = 6, komponen y = 9, dan komponen z = 0). Maka A(6,9,0) F(komponen x = 6, komponen y = 9, dan komponen z = 3). Maka A(6,9,3).
O
z
y
xGambar 3.3
Gambar 3.4
A B
CD
H
E F
G
z
y
x
3
6
9
20
LATIHAN 1
1. Tentukan koordinat dari titik-titik yang letaknya diketahui seperti berikut
A(…., .…)B(…., .…)C(…., .…)D(…., .…)E(…., .…)F(…., .…)G(…., .…)H(…., ….)
2. Diketahui jajar genjang ABCD dan persegi panjang EFGH yang terletak pada bidang koordinat berikut ini
Tuliskan koordinatnyaA(…., .…)B(…., .…)C(…., .…)D(…., .…)E(…., .…)F(…., .…)G(…., .…)H(…., ….)
3. Gambarkan titik-titik berikut pada bidang koordinat dengan cara menandai titik yang dimaksud, dan kemudian memberikan nama titik itu dengan menggunakan huruf besar yang diletakkan di dekatnya.
A( 3, 5) B(–2, 4)
C( 2,–3) D(–1,–3)
E(5, –3)F(7, 4) G(10, 2)H(–3,–2)
AB
CE
D
F
G
H
x
y
A B
C
E
D
F
G
Hx
y
x
y
5
5 10
21
4. Tentukan koordinat ruang titik-titik sudut balok ABCD.EFGH yang terletak pada koordinat ruang xyz berikut.
5. Limas T. ABCD alas ABCD berbentuk persegi panjang dan terletak pada koordinat ruang.
Jika AB = 12, BC = 10, dan tinggi limas 9, tentukan koordinat ruang dari masing-masing titik sudutnya.
A(…, …)
B(…, …)
C(…, …)
D(…, …)
E(…, …)
T(…, …)
6. T. EFGH.ABCD berikut merupakan bangun gabungan antara balok dengan ukuran panjang, lebar, tinggi masing-masing 8, 6, dan 4 satuan dengan limas yang alasnya berimpit dengan atap balok dan tingginya 3 satuan.
Koordinat ruang dari masing-masing titiknya adalah
A(…., .…) G(…., …)
B(…., .…) H(… , …)
C(…., .…) P (…., …)
D(…., .…) T (…, …)
E(…., .…)
F(…., .…)
A B
CD
H
E F
G
z
y
x
3
5
7
A B
CD
H
E F
G
z
y
x
3
6
8
T
P
AB
CD y
x
9
12
z
T
P 10
22
BAB VPENUTUP
A. KESIMPULANAritmetika sosial di SD berdasarkan standar isi KTSP 2006 mulai diajarkan di kelas III semester 1. Tepatnya pada kompetensi dasar (KD) 1.5 yakni “Memecahkan masalah perhitungan termasuk yang berkaitan dengan uang”.
Mengingat lingkup bilangan yang dikenalkan maksimal 10.000 maka mata uang yang dikenalkan maksimal juga sampai dengan Rp10.000,00. Karena mata uang yang ada dalam kehidupan minimal Rp100,00 sementara tata cara penulisan mata uang adalah: “menggunakan lambang Rp, angkanya tanpa spasi, dan diakhiri dengan 2 angka nol di belakang koma”, maka dalam penulisan lambang nilai rupiahnya kita harus mengikuti aturan tersebut.
Pengalaman selama ini kalau yang dibicarakan mengenai uang, anak cukup mengerti namun akan lebih bagus lagi kalau kita ajarkan sesuai dengan psikologi pembelajaran dari Bruner. Menurut Bruner tahapan pembelajaran matematika yang seharusnya adalah: (1) enactive (kongkrit) yakni mengunakan obyek sesungguhnya, (2) econic(semi kongkrit) yakni obyek sesungguhnya diganti gambar, dan diakhiri dengan (3) symbolic (abstrak) yakni yang hanya berupa lambang seperti huruf-huruf saja, angka-angka saja, dan tanda-tanda seperti , : , + , – , >, <, dan =. Jika anak mengalami tahapan pembelajaran seperti itu maka Bruner menjamin bahwa “anak akan mampu mengembangkan pengetahuannya jauh melampaui apa yang pernah mereka terima dari gurunya”.
Sajian materi Diklat ini diusahakan untuk dapat sesuai dengan tahapan pembelajaran Bruner tersebut. Tujuannya untuk menunjukkan kepada petatar alangkah nyamannya pembelajaran matematika jika tahapan pembelajarannya sesuai dengan psikologi Bruner.
Materi yang dibahas meliputi: (1) mata uang dan penggunaannya di kelas III, (2) untung, rugi, bunga di kelas IV, (3) perbandingan mata uang di kelas V, dan (4) untung dalam persen, bruto, tara, dan neto di kelas V dan VI. Petatar kiranya dapat merasakan sajian pembelajaran yang mengikuti pendapat Bruner tersebut.
B. SARANBagi para alumni diklat yang berkomitmen untuk merealisasikan komitmennya
pada anak didik agar mereka menjadi senang dengan pelajaran matematika diberikan saran-saran sebagai berikut.1. Laporkan kepada atasan langsung tentang pengalaman apa saja yang menarik
selama menerima sajian akademik dalam kegiatan pelatihan2. Pikirkan perangkat kerja apa saja yang mendesak untuk dibuat 3. Ciptakan segera perangkat tersebut dengan niat baik, tulus, dan iklas demi anak
bangsa di masa depan4. Bersemboyanlah “ Apa yang terbaik yang saya miliki dan dapat saya perbuat
untuk kemajuan bangsa ini sebagai andil dalam rangka mencerdaskan bangsa”. Tuhan maha mengetahui dan pasti akan memberikan ganjaran yang patut disyukuri berupa sesuatu yang tak terduga di masa depan.
Amin.
23
DAFTAR PUSTAKA
Biggs, Edith. (1985). Macmillian Junior Mathematics. London: Macmillian Education Ltd.
Bitter, GG. Cs. (1981). Mc Graw-Hill Mathematics. New York: Mc Graw-Hill Book Company.
Clemens, Stanley R. Cs. (1984). Geometry. USA: Addison-Westley Publishing Company, inc.
Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 (Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
-------------- (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SD dan MI). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Raharjo, Marsudi. (2000). Pengukuran ( Konsep-konsep Dan Beberapa Penurunan Rumus). Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: PPPG Matematika