Majalah Limas

64

description

Up date informasi seputar pendidikan Matematika

Transcript of Majalah Limas

Page 1: Majalah Limas
Page 2: Majalah Limas

1

PEMANFAATAN BLOK PECAHAN DALAM PEMBELAJARAN

PENJUMLAHAN PECAHAN DI KELAS III SD

Kita sadari bersama bahwa mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata

pelajaran yang kurang disukai anak. Hal ini sangat disadari pula oleh guru. Namun

demikian masih banyak guru yang belum secara maksimal mencari upaya agar

keadaan demikian dapat berkurang atau bahkan berubah. Untuk mengurangi keadaan

tersebut, PPPPTK Matematika bersama-sama dengan Direktorat TK/SD dan dunia

usaha telah berupaya mengembangkan 43 macam alat peraga yang menarik dan

mudah digunakan, salah satunya adalah blok pecahan.

Penggunaan alat peraga diyakini bermanfaat berdasar pernyataan Bruner (dalam Orton,1992) yaitu anak belajar konsep matematika melalui tiga tahap: enactive,

econic, dan simbolic. Sedangkan menurut Piaget (dalam Hudoyo, 1998) taraf berpikir anak seusia SD adalah masih konkret operasional, artinya untuk memahami suatu

konsep anak masih harus diberikan kegiatan yang berhubungan dengan benda nyata atau kejadian nyata yang dapat diterima akal mereka. Demikian pula Z.P. Dienes

(dalam Hudoyo, 1998) berpendapat bahwa setiap konsep atau prinsip matematika dapat dimengerti secara sempurna hanya jika pertama-tama disajikan kepada peserta

didik dalam bentuk konkret.

Suatu fakta yang patut direnungkan dan disadari sepenuhnya untuk dilakukan tindak

lanjut secara nyata bagi semuanya yang terlibat di dunia pendidikan bahwa:

pengajaran matematika SD dengan menggunakan alat peraga dan media lainnya

secara tepat dibandingkan dengan yang tanpa menggunakan adalah 6 berbanding 1.

Jadi penggunaan alat peraga dan media lainnya dalam pembelajaran matematika

(khususnya dalam memberikan penanaman konsep) akan membawa hasil 6 kali lebih

baik dan lebih cepat dibandingkan dengan pengajaran drill tanpa konsep (Prof. Dr.

Ruseffendi, M.Sc. pada Seminar Pengajaran Matematika SD lustrum Fak. MIPA ITB

tahun 1991. Berdasar suatu hasil penelitian di Amerika Serikat).

Pembelajaran penjumlahan pecahan merupakan salah satu materi yang dianggap sulit oleh sebagian besar guru SD. Oleh karena itu, penggunaan peraga blok pecahan terasa

sangat diperlukan dalam pembelajaran. Macam-macam blok pecahan

2

1

3

1

6

1

4

1

12

1

5

1

8

1

10

1

Page 3: Majalah Limas

2

Warna yang berbeda pada blok pecahan untuk memudahkan anak memahami

perbedaan nilai dari pecahan yang diwakilinya. Alat peraga blok pecahan dapat

digunakan untuk urutan pembelajaran pecahan di kelas III, IV, V, VI SD dalam

konsep materi:

• pecahan 2

1,

4

1,

8

1,

3

1,6

1,12

1,

5

1,10

1

• membandingkan pecahan

• pecahan senilai

• penjumlahan dan pengurangan pecahan

Memperagakan penjumlahan pecahan

1. Penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama

Contoh 1. 4

1 +

4

1= ….

4

1 +

4

1 =

4

2 =

4

........ +

Contoh 2. 3

1 +

3

1= ….

3

1 +

3

1 =

3

2 =

....

........+

Contoh 3. 6

2 +

6

3= ….

6

2 +

6

3 =

6

5 =

....

........+

Kesimpulan

Penjumlahan 2 pecahan berpenyebut sama dapat dilakukan dengan menjumlahkan

pembilang dari kedua pecahan tersebut, sedangkan penyebutnya tetap.

2. Penjumlahan pecahan yang berpenyebut tidak sama (beda penyebut) Pembelajaran penjumlahan pecahan beda penyebut diawali dengan peragaan

penjumlahan pecahan yang penyebut satu merupakan kelipatan dari penyebut yang lain.

Page 4: Majalah Limas

3

Contoh 1. 4

1 +

2

1 = …. Bila blok pecahan hijau langsung digabung dengan blok

pecahan merah maka nilai pecahan yang diwakili belum tampak. Maka harus diubah yang sewarna.

4

1 +

2

1 =

4

1 +

4

2 =

4

3

Contoh 2. 3

1 +

6

3 = ….

3

1 +

6

3 =

6

2 +

6

3 =

6

5

Contoh 3.

4

1 +

8

3 = ….

4

1 +

8

3 = 2

8

+

8

3 = 8

5

Kesimpulan

Penjumlahan dua pecahan berpenyebut tidak sama dan salah satu penyebutnya

merupakan kelipatan penyebut yang lain, dapat dilakukan dengan menyamakan penyebutnya terlebih dahulu kemudian baru dijumlahkan

Catatan

Dengan cara yang sama dapat dilakukan penjumlahan 2 pecahan yang berpenyebut tidak sama dan penyebut satu bukan kelipatan penyebut yang lain

dengan menyesuaikan tingkat kelas dan semester.

diubah menjadi

digabung

diubah menjadi

digabung

diubah menjadi

digabung

Page 5: Majalah Limas

4

Daftar pustaka

Hudojo, H. 1998. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Tim PPPPTK Matematika. 2008. Petunjuk Penggunaan Alat Peraga Matematika

Untuk Guru. Yogyakarta: Empat Pilar.

Page 6: Majalah Limas

Bagaimana Cara Guru Matematika Membantu Siswanya Mempelajari Pernyataan Berkuantor

Fadjar Shadiq, M.App.Sc ([email protected] & fadjarp3g.wordpress.com) Widyaiswara PPPPTK Matematika

Kemampuan bernalar telah ditetapkan sebagai tujuan nomor 2 pelajaran matematika di SMA dan SMK (Depdiknas, 2006). Bagi setiap guru matematika, amanah tersebut harus ditunaikan dengan seluruh daya dan kekuatan yang ada. Secara khusus, penalaran dapat dipelajari dengan mempelajari Logika dan secara umum dapat dipelajari dengan mempelajari Matematika, Bahasa Indonesia atau Sains. Logika sendiri merupakan bagian dari matematika. Pembelajaran Logika di Bahasa Indonesia dikenal dengan Argumentasi. Keempat hal tersebut, yaitu: (1) penalaran, (2) logika, (3) argumentasi, dan 4) matematika sangatlah penting untuk kemajuan setiap bangsa di dunia ini. Pernyataan berkuantor merupakan salah satu topik logika yang cukup penting; namun sebagian siswa mengalami kesulitan mempelajarinya; sehingga naskah berikut diharapkan dapat membantu para guru matematika mengatasi permasalahan tersebut. Pengertian Pernyataan Berkuantor Perhatikan tiga kalimat matematika berikut. Apa yang Anda ketahui tentang perbedaan dua kalimat ini? (1). 3 + 4 = 6

(2). x2 – 5x + 6 = 0, x∈A

Kalimat nomor (1) jelas bernilai salah, seharusnya 3 + 4 = 7; sedangkan kalimat nomor (2) belum dapat ditentukan nilai kebenarannya sebelum peubah atau variabel x-nya diganti dengan salah satu anggota semesta pembicaraannya. Karenanya, kalimat pertama dikategorikan sebagai pernyataan. Pernyataan sendiri didefinisikan sebagai kalimat yang memiliki nilai benar saja atau salah saja. Sedangkan kalimat nomor (2) dikategorikan sebagai kalimat terbuka, karena tidak memenuhi definisi

tersebut di atas. Kalimat terbuka nomor (2) yaitu: x2 – 5x + 6 = 0 ⇔ (x − 2)(x − 3) = 0

dengan syarat x∈A akan bernilai benar hanya jika peubahnya diganti dengan x = 2 atau x = 3. Artinya, hanya ada dua anggota bilangan asli A yang jika digantikan atau disubstitusikan ke kalimat terbuka nomor (2) akan menyebabkan kalimat terbuka tersebut menjadi pernyataan yang bernilai benar. Perhatikan sekarang tiga kalimat di bawah ini yang didapat dari tiga kalimat nomor (2) di atas dengan penambahan kata-kata tertentu.

(1) Untuk setiap bilangan asli x, berlaku x2 – 5x + 6 = 0. (2) Terdapat bilangan asli x sedemikian sehingga x2 – 5x + 6 = 0. (3) Tidak ada bilangan asli x, sedemikian sehingga x2 – 5x + 6 = 0.

Kalimat nomor (1), yaitu: “Untuk setiap bilangan asli x, akan berlaku x2 – 5x + 6 = 0,” harus bernilai salah karena untuk x = 1 misalnya, kalimat matematika nomor (1)

tersebut menjadi: 12 – 5×1 + 6 = 2 yang jelas tidak sama dengan 0 sehingga kalimat

Page 7: Majalah Limas

nomor (1) bernilai salah. Kalimat nomor (2), yaitu: “Terdapat bilangan asli x, sedemikian sehingga x2 – 5x + 6 = 0.” jelas bernilai benar. Alasannya, untuk x = 2 atau x = 3 kalimat matematika tersebut menjadi bernilai benar. Terakhir, kalimat nomor (3), yaitu: “Tidak ada bilangan asli x, sedemikian sehingga x2 – 5x + 6 = 0.” Jelas bernilai salah karena kenyataannya ada dua bilangan, yaitu x = 2 atau x = 3, yang menyebabkan kalimat matematika nomor 3 tersebut menjadi benar Tiga contoh di atas menunjukkan bahwa terhadap suatu kalimat terbuka dapat ditambahkan kata-kata berikut:

(1) “Untuk semua x … ” atau “Untuk setiap x … ”; (2) “Beberapa x … ”; “Terdapat x … ”; ataupun “Ada x …”; dan (3) “Tidak ada x … .”

Dengan penambahan kata-kata tersebut di atas, suatu kalimat terbuka yang asalnya tidak atau belum memiliki nilai kebenaran lalu berubah menjadi kalimat yang bernilai benar saja atau bernilai salah saja. Karena itulah Wheeler (1977:23) menyatakan: “Quantifiers are most useful in rewriting assertions that cannot be classified as true or false … so that they can be classified either as true or false.” yang dapat diterjemahkan menjadi: “Kuantor sangat berguna dalam mengubah kalimat yang tidak dapat dinyatakan bernilai benar atau salah … sedemikian sehingga kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai kalimat yang bernilai benar saja atau salah saja.” Ada dua jenis kuantor, yaitu kuantor universal (kuantor umum) yang menggunakan kata “untuk setiap” atau “untuk semua”; serta kuantor eksistensial (kuantor khusus) yang menggunakan kata “beberapa”, “terdapat’” atau “ada”. Sedangkan kuantor “tidak ada x” dapat diubah ke bentuk “semua x tidak” atau “setiap x tidak”. Secara lengkap kedua macam kuantor tersebut akan dibahas pada bagian berikut ini.

Kuantor Universal

Kuantor jenis ini mempunyai lambang ∀ dan dibaca “untuk setiap” atau “untuk

semua”. Misalkan p(x) adalah suatu kalimat terbuka, pernyataan ∀x.p(x) dibaca “untuk setiap x berlaku p(x)” atau “untuk semua x berlaku p(x)”. Berikut ini adalah contoh pernyataan berkuantor universal.

‘Semua artis adalah cantik.’ Pernyataan berkuantor universal di atas menggambarkan adanya dua himpunan, yaitu himpunan artis dan himpunan orang cantik. Di samping itu, pernyataan tadi menjelaskan tentang semua artis namun tidak menjelaskan tentang semua orang cantik. Dengan kata lain, pernyataaan itu hanya menjelaskan bahwa setiap anggota himpunan artis adalah merupakan anggota himpunan orang cantik, namun pernyataan itu tidak menjelaskan bahwa setiap anggota himpunan orang cantik adalah merupakan anggota himpunan artis. Hal terpenting yang pada akhirnya didapat, pernyataan berkuantor: “Semua artis adalah orang cantik,” menunjukkan bahwa pernyataan tersebut akan bernilai benar hanya jika himpunan artis harus termuat atau menjadi himpunan bagian dari himpunan orang cantik.

Page 8: Majalah Limas

Tentunya, pernyataan “Semua artis adalah cantik,” ini akan bernilai benar jika telah ditentukan kriteria artis dan kriteria cantik serta dapat ditunjukkan bahwa setiap artis yang merupakan anggota himpunan artis adalah cantik. Namun pernyataan berkuantor universal tadi akan bernilai salah jika dapat ditunjukkan adanya satu atau beberapa orang yang dapat dikategorikan sebagai artis namun ia tidak termasuk pada kriteria cantik. Contoh yang menunjukkan salahnya suatu pernyataan berkuantor universal ini disebut dengan counterexample atau contoh sangkalan; sebagaimana dinyatakan Clemens, O’daffer, dan Cooney (1984: 49) berikut: “A counterexample is a single example that shows a generalization to be false ” Jika pernyataan berkuantor universal, seperti “Semua artis adalah cantik” adalah bernilai benar maka pernyataan itu dapat ditunjukkan dengan diagram Venn berikut. Sebagaimana dijelaskan di bagian depan, himpunan artis A harus termuat atau

menjadi himpunan bagian dari himpunan manusia cantik C; atau A ⊂ C. Namun, A dan C bisa saja sama atau A = C.

Berdasarkan Diagram Venn di atas, para siswa diharapkan dapat menyimpulkan bahwa suatu pernyataan berkuantor universal dapat diubah menjadi suatu implikasi. Pada contoh di atas, pernyataan berkuantor universal: “Semua artis adalah cantik.” adalah ekivalen dengan implikasi: “Jika x adalah artis maka x adalah cantik.”

Pernyataan berkuantor dengan kata awal “Tidak ada… .” dapat diubah ke bentuk pernyataan berkuantor universal. Contohnya, jika pernyataan berkuantornya adalah: “Tidak ada murid SMU yang senang mendapat nilai ulangan jelek,” maka pernyataan tersebut dapat diubah menjadi pernyataan berkuantor universal: “Semua murid SMU tidak senang mendapat nilai ulangan jelek.” Kuantor Eksistensial

Kuantor jenis ini mempunyai lambang ∃ dan dibaca “beberapa”, “terdapat”, atau

“ada”. Jika dimisalkan p(x) adalah suatu kalimat terbuka maka ∃x.p(x) dibaca “untuk beberapa x berlaku p(x)” atau “ada x sedemikian sehingga berlaku p(x)”. Berikut ini adalah contoh pernyataan berkuantor eksistensial.

“Ada pria yang berkacamata,” Pernyataan tersebut menunjukkan adanya himpunan manusia sebagai himpunan semestanya (E), adanya himpunan pria (P), serta adanya himpunan manusia yang berkacamata (B). Jika pernyataan berkuantor eksistensial “Ada pria yang berkacamata,” bernilai benar maka dapatlah ditarik suatu kesimpulan akan adanya anggota pada himpunan semesta (minimal satu anggota) yang merupakan anggota himpunan pria dan juga merupakan anggota manusia yang berkacamata. Artinya,

M

A C

M = {semua manusia} A = {artis} C = {cantik}

Page 9: Majalah Limas

kedua himpunan tersebut tidak saling asing (saling lepas). Dengan demikian, P∩B ≠

φ , yang dapat ditunjukkan dengan Diagram Venn berikut.

Berdasar Diagram Venn di atas yang menunjukkan P∩B ≠ φ , maka pernyataan

berkuantor eksistensial dapat dinyatakan dalam bentuk konjungsi. Contohnya, pernyataan berkuantor eksistensial: “Ada pria yang berkacamata,” adalah sama dengan konjungsi berikut: “Ada x sedemikian sehingga x adalah pria dan x adalah berkacamata”. Negasi Pernyataan Berkuantor Perlu diingatkan bahwa suatu pernyataan p yang bernilai benar akan menyebabkan negasinya (dengan notasi ~p) bernilai salah, namun jika p bernilai salah maka negasinya (dengan notasi ~p) akan bernilai benar seperti ditunjukkan tabel kebenaran pernyataan p dan negasinya di bawah ini.

p ~p

B S

S B

Dengan demikian jelaslah bahwa negasi pernyataan berkuantor adalah pernyataan lain yang bernilai benar jika pernyataan awalnya bernilai salah dan akan bernilai salah jika pernyataan awalnya bernilai benar. Kesimpulan inilah yang menjadi dasar penentuan negasi atau ingkaran suatu pernyataan berkuantor. Bagian berikut ini akan membahas tentang negasi atau ingkaran pernyataan berkuantor, dimulai dengan negasi pernyataan berkuantor universal dan diikuti dengan negasi pernyataan berkuantor eksistensial. Perhatikan pernyataan berkuantor r berikut:

r : Semua Guru Indonesia sudah bersertifikasi. Di dalam kehidupan nyata sehari-hari, jika ada orang yang menyatakan di depan Bapak atau Ibu Guru bahwa “Semua Guru Indonesia bersertifikasi”, apa yang Bapak atau Ibu akan lakukan? Mungkin Bapak atau Ibu akan menyatakan “Yang benar saja, masak semua guru sudah bersertifikasi?” Hal ini menunjukkan bahwa satu orang gurupun yang tidak termasuk kategori kaya dapat dijadikan dasar untuk mengingkari atau menegasikan pernyataan berkuantor tadi. Dengan demikian, negasi dari pernyataan berkuantor universal tadi adalah pernyataan berkuantor eksistensial yang dapat dipenuhi oleh minimal satu orang saja yang tidak memenuhi kriteria bersertifikasi tadi. Dengan demikian, negasi atau ingkaran “Semua Guru Indonesia bersertifikat.” adalah pernyataan berkuantor eksistensial yang tidak memenuhi

E B P E = {semua manusia}

P = {semua pria} B = {semua orang berkacamata}.

Page 10: Majalah Limas

kriteria bersertifikasi tersebut, yaitu “Beberapa (atau terdapat) Guru Indonesia yang tidak bersertifikasi.” Dengan cara sama, negasi atau ingkaran dari pernyataan berkuantor universal “Semua bilangan jika dibagi 1 akan menghasilkan bilangan itu sendiri,” dengan nilai benar adalah pernyataan berkuantor eksistensial “Beberapa (ada atau terdapat) bilangan jika dibagi 1 akan tidak menghasilkan bilangan itu sendiri.” Yang bernilai salah. Negasi atau ingkaran dari “Semua bunga indah” adalah “Tidak benar bahwa semua bunga indah” atau “Beberapa bunga tidak indah”. Dengan menggunakan

simbol akan didapat bahwa negasi dari “∀x (x2 ≥ 0)” adalah “∃x (x2 < 0)”. Secara umum negasi pernyataan kuantor universal dapat dinyatakan dalam tabel berikut.

Pernyataan Negasi

∀x p(x) ~ (∀x p(x)) ≡ ∃x ~p(x)

Berikut ini adalah pembahasan mengenai negasi pernyataan berkuantor eksistensial. Contoh pernyataan berkuantor eksistensial adalah:

“Beberapa Guru Indonesia memiliki hutang.” Pernyataan ini jelas bernilai benar. Lalu, bagaimana dengan negasi pernyataan berkuantor eksistensial tersebut? Yang perlu diingat, karena pernyataan tersebut bernilai benar, maka negasinya harus bernilai salah. Jika ada orang yang menyatakan bahwa negasinya adalah: “Semua Guru Indonesia memiliki hutang;” maka pernyataan ini masih mungkin untuk bernilai benar juga seperti nilai pernyataan awal. Sebagai akibatnya, pernyataan tersebut tidak mungkin menjadi negasinya. Lalu, jika ada orang yang menyatakan bahwa negasinya adalah: “Beberapa Guru Indonesia tidak memiliki hutang;” maka pernyataan ini, seperti pernyataan sebelumnya, masih mungkin untuk bernilai benar juga. Akibatnya, pernyataan tersebut tidak mungkin menjadi negasinya. Karena kedua pernyataan berkuantor tersebut bukanlah negasinya, maka masih tersisa satu pernyataan berkuantor lainnya yang akan menjadi negasinya, yaitu: “Semua Guru Indonesia tidak memiliki hutang.” Pernyataan berkuantor “Beberapa Guru Indonesia memiliki hutang.” di atas dapat digambarkan dengan Diagram Venn berikut yang menunjukkan adanya (paling sedikit satu anggota) dari himpunan Guru Indonesia (G) yang sekaligus merupakan anggota dari himpunan orang-orang memiliki hutang (K).

Berdasar Diagram Venn di atas, dapatlah disimpulkan bahwa negasi pernyataan “Beberapa Guru Indonesia memiliki hutang” adalah bukan “Semua Guru Indonesia memiliki hutang”, dan juga bukan “Beberapa Guru Indonesia tidak memiliki hutang”. Alasannya, dua pernyataan terakhir ini dapat bernilai benar juga, padahal yang akan

K G

E

Page 11: Majalah Limas

dicari adalah pernyataan yang bernilai salah. Berdasar Diagram Venn di atas, dapatlah disimpulkan bahwa negasi “Beberapa Guru Indonesia memiliki hutang” dengan nilai benar adalah ‘semua’ Guru Indonesia harus tidak termasuk himpunan K. Dengan kata lain, semua anggota G harus tidak menjadi anggota K sebagaimana ditunjukkan Diagram Venn berikut.

Dengan cara sama, negasi atau ingkaran dari pernyataan berkuantor: “Beberapa segitiga merupakan segitiga siku-siku samakaki,” adalah “Semua segitiga tidak ada yang merupakan segitiga siku-siku samakaki.” Dengan menggunakan simbol akan

didapat bahwa negasi dari “∃x.p(x)” adalah “∀x.~p(x)”. Secara umum negasi pernyataan kuantor eksistensial dapat dinyatakan sebagai berikut:

Pernyataan Negasi

∃x p(x) ~ (∃x p(x) ≡ ∀x ~p(x)

Demikian gambaran umum proses didapatkannya teori-teori yang terkait dengan pernyataan berkuantor. Harapannya, dengan pengetahuan tersebut, proses pembelajaran pernyataan berkuantor di kelas tidak hanya ke arah penghafalan rumus saja, namun proses pembelajarannya akan lebih ke arah pemahaman. Dengan cara seperti itu, sangatlah diharapkan kemampuan bernalar para siswa akan meningkat dengan tajam sebagaimana dituntut oleh tujuan nomor 2 pelajaran matematika di SMA dan SMK yaitu meningkatkan kemampuan bernalar. Daftar Pustaka Clemens, S.R; O’daffer, P.G.; Cooney, T.J. (1984) Geometry. California: Addison-

Wesley Publishing Co Depdiknas (2006). Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah

Menengah Kejuruan. Jakarta: Depdiknas Depdiknas (2006). Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah

Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas Wheeler, R.E. (1977). Modern Mathematics. An Elementary Approach (4th Ed). Monterey:

Brooks/Cole Publishing Company

K G

E

Page 12: Majalah Limas

1

LEBIH MEMAHAMI IMPLIKASI PADA LOGIKA MATEMATIKA

(Sumardyono, M.Pd., Ketua Unit R&D pada PPPPTK Matematika)

Pada kesempatan ini, penulis mengulas mengenai implikasi pada logika

matematika yang menurut pengamatan penulis masih merupakan kendala bagi

para guru untuk memahami logika matematika. Mudah-mudahan tulisan ini

dapat memberi pemahaman yang lebih komprehensif.

Pernyataan majemuk yang menggunakan kata “maka” atau yang semakna, yaitu bahwa

pernyataan yang satu merupakan syarat bagi berlakunya pernyataan kedua, dinamakan implikasi

atau pernyataan bersyarat. Subpernyataan yang menjadi sebab disebut anteseden (antecedent)

dan subpernyataan yang menjadi akibat disebut konsekuen (consequent). Pada beberapa

literatur, lambang “⇒” digunakan untuk implikasi. Literatur yang lain menggunakan “⇒” untuk

implikasi yang (selalu) bernilai benar saja atau implikasi logis (suatu tautologi), misalnya

pernyataan teorema/dalil dimana anteseden disebut syarat cukup, konsekuen disebut syarat

perlu, sedang untuk implikasi biasa menggunakan notasi “→”.

Sekarang pandang pernyataan: jika p maka q , atau dalam bentuk simbolik: p →→→→ q

Pada implikasi, kita hanya memandang bahwa p adalah syarat terjadinya q. Perhatikan, kita

tidak mengatakan apa-apa mengenai p maupun q selain yang telah disebutkan di atas.

Jadi, pernyataan “jika hari hujan maka jalan basah” sudah benar, tidak peduli bahwa mungkin

masih ada sebab lain selain hari hujan yang mengakibatkan jalan basah. Demikian pula, jika hari

hujan, kita tidak peduli walaupun pohon dan lainnya atau bahkan beberapa orang tidak jadi

bepergian sebagai akibat yang mungkin. Kita hanya memperhatikan kaitan antara “hari hujan”

dan “jalan basah”. Berkenaan dengan batasan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa pernyataan

tersebut salah hanya bila hari hujan tetapi jalan tidak basah. Mengapa? Karena pernyataan ini

mendeklarasikan bahwa hari hujan mengakibatkan jalan basah.

Jadi, pernyataan bersyarat bernilai salah jika anteseden terjadi (benar) tetapi konsekuen tidak

terjadi (salah).

“pernyataan p →→→→ q bernilai salah bila p salah dan q benar”

Page 13: Majalah Limas

2

Kita telah menganalisis implikasi bila subpernyataan sebab terjadi. Sekarang bagaimana bila

anteseden tidak terjadi (salah)? Di sini mulai timbul sedikit masalah.

Perhatikan pernyataan:

“Hari tidak hujan maka jalan tidak basah” (1)

Sesungguhnya kita tidak dapat mengatakan apa-apa mengenai nilai kebenaran pernyataan (1),

yang kita tahu, jalan basah karena hari hujan. Apakah tidak ada sebab lain agar jalan basah?

Dalam konteks ini mungkin saja ada penyebab lain misalnya jalan disiram air kran. Tetapi

apakah jika tidak hujan maka jalan pasti disiram air kran? Tidak juga.

Hal yang sama dapat dianalisis untuk pernyataan:

“Hari tidak hujan maka jalan basah” (2)

Ini benar bila sebab-sebab lain tidak terjadi, tetapi menjadi salah bila sebab-sebab lain yang

mengakibatkan jalan basah terjadi.

Sekarang, kita akan menelaah pernyataan implikasi yang berkaitan dengan subjek yang sama,

sebagai contoh Amir menyatakan:

“Jika saya lulus maka saya akan bersedekah”.

Jika ternyata Amir lulus dan ia bersedekah, maka disimpulkan Amir berkata benar (jujur). Jika

ternyata Amir lulus tetapi tidak bersedekah, maka disimpulkan Amir berkata salah atau tidak

benar (tidak jujur). Jika ternyata Amir tidak lulus dan tetap bersedekah, maka kita tidak dapat

mengatakan bahwa Amir berbohong. Jika ternyata Amir tidak lulus dan tidak bersedekah, maka

kita juga tidak dapat mengatakan bahwa Amir berbohong.

Nah, pada dua kasus terakhir ini kita tidak dapat mengatakan bahwa Amir berbohong (tidak

benar atau salah). Sebab, Amir dipastikan berbohong hanya jika ia lulus tetapi kemudian tidak

bersedekah. Jadi, kedua pernyataan terakhir tidaklah mungkin bernilai salah. Nah, karena

dalam logika matematika hanya memperhatikan 2 nilai: benar dan salah, maka kedua pernyataan

terakhir dianggap bernilai benar.

Jadi, persoalan sesungguhnya adalah mendefinisikan implikasi sedemikian rupa sehingga kita

mendapatkan suatu aturan yang jelas dalam membuat tabel kebenaran. Hal ini perlu, karena pada

Page 14: Majalah Limas

3

konjungsi maupun disjungsi juga merupakan “fungsi” dari nilai kebenaran sub-

subpernyataannya. Dari contoh kedua yang dianalisis sebelumnya, kita dapat memilih “aturan”

bahwa jika anteseden bernilai salah, maka keseluruhan implikasi kita anggap tetap bernilai benar

(tidak salah), apa pun nilai kebenaran dari konsekuen. Jadi, sekarang kita peroleh tabel

kebenaran implikasi sebagai berikut:

Jadi, walaupun menurut logika sehari-hari ada contoh yang janggal bagi kebenaran 2 baris

terakhir, tetapi ini disepakati sebagai suatu implikasi dalam matematika yang disebut implikasi

material. Secara persis kita menyebut kebenaran implikasi pada 2 baris terakhir (yaitu jika

anteseden tidak terjadi) sebagai benar karena kosong (vacuous truth). Akan tetapi logika

matematika hanya dikenal benar atau salah saja, sehingga kita menganggapnya sebagai benar.

Perhatikan kembali bahwa aturan umum yang dipakai pada implikasi material ini adalah bahwa

sebuah implikasi bernilai salah jika sebab terjadi (benar) tetapi akibat tidak terjadi

(salah), selain itu (dianggap) benar.

Lebih lanjut, perlu dipahami bahwa dalam implikasi material kita tidak mempermasalahkan

ada atau tidak ada “hubungan makna” antara anteseden dengan konsekuen. Hal ini terjadi

karena kita hanya memandang implikasi material sebagai fungsi dari nilai kebenaran sub-

subpernyataannya. Karena itu, implikasi material disebut pula implikasi fungsi kebenaran.

Jadi, pernyataan-pernyataan: “Bulan lebih kecil dari bumi maka 2 bilangan genap”, “Bulan lebih

besar dari bumi maka 2 bilangan genap” maupun “Bulan lebih besar dari bumi maka 2 bilangan

ganjil” semuanya bernilai benar. Pernyataan yang bernilai salah adalah “Bulan lebih kecil dari

bumi maka 2 bilangan ganjil” (p benar, q salah).

p q p →→→→ q

B B B

B S S

S B B

S S B

→→→→ B S

B B S

S B B

q

p

Page 15: Majalah Limas

4

Bila anggapan-anggapan di atas dihilangkan, kita berbicara mengenai jenis implikasi yang lain

lagi, misalnya implikasi indikatif, implikasi korespondensi, dan lain-lain yang kesemuanya

bukan jenis implikasi yang dibahas dalam logika matematika sekarang ini.

Jadi, bila disebut implikasi pada logika matematika maka yang kita maksudkan adalah implikasi

material.

Implikasi Tapal Kuda

Pada beberapa bidang ilmu, tanda implikasi menggunakan tanda tapal-kuda yang mirip simbol

superset himpunan “⊃”. Perhatikan contoh berikut ini.

“Manusia memiliki perasaan maka orang Indonesia juga memiliki perasaan”

Pernyataan implikasi di atas bernilai benar. Akan tetapi ada satu hal yang menentukan mengapa

pernyataan di atas benar yaitu bahwa “orang Indonesia termasuk manusia”. Dengan kata lain,

himpunan manusia adalah superset dari himpunan orang Indonesia.

Dalam contoh di atas, bila p = “manusia memiliki perasaan”, q = “orang Indonesia juga memiliki

perasaan” maka pernyataan di atas ditulis p ⊃⊃⊃⊃ q.

Penggunaan tanda tapal kuda ini memiliki kelemahan karena bermasalah jika ditinjau dari sudut

diagram Venn. Pada kasus tertentu, penggunaan tanda tapal kuda ini membingungkan dengan

tanda superset (karena keterbatasan halaman, masalah ini tidak dibahas lebih lanjut).

Walaupun demikian, ada juga yang menyarankan penggunaan tanda tapal kuda ini. Hal ini

disebabkan pada logika formal, implikasi yang dibahas adalah implikasi material. Padahal

pengertian implikasi material ini lebih merupakan bentuk lain dari suatu negasi konjungsi atau

disjungsi (ingat, p →→→→ q ≡≡≡≡ ∼∼∼∼(p ∧∧∧∧ ∼∼∼∼q) ≡≡≡≡ ∼∼∼∼p ∨∨∨∨ q). Adanya implikasi lain serta penggunaan tanda

yang mirip (⇒) untuk implikasi-logis, maka muncul saran penggunaan tanda tapal-kuda untuk

implikasi material ini.

Kelemahan dan Kelebihan Implikasi Material

Implikasi ini merupakan suatu fungsi kebenaran yang didefinisikan sebagai berikut:

p →→→→ q bernilai salah jika p benar dan q salah, selain itu p →→→→ q bernilai benar

Pemilihan fungsi seperti di atas untuk implikasi memiliki keuntungan dalam matematika.

Page 16: Majalah Limas

5

Keuntungan terbesar adalah bahwa kita dapat menganalisis seluruh pernyataan dalam

matematika (dalil/teorema, lemma, atau sifat/corollary) dengan menggunakan fungsi dari data

benar (B) dan salah (S). Hal ini berakibat kita dapat menurunkan suatu penalaran (aturan

penarikan kesimpulan) yang valid juga dapat menguji apakah suatu penalaran (aturan penarikan

kesimpulan) itu valid atau tidak. Tersedianya suatu aturan penalaran (bayangkan sebagai sebuah

“mesin”) merupakan hal yang penting untuk dapat menyelesaikan masalah dalam matematika.

Suatu aturan penalaran dikatakan valid jika “mesin” itu dapat digunakan untuk menarik

kesimpulan yang seharusnya menjadi kesimpulan (ingat! validitas dalam teori statistika).

Semua ini tidak akan tercapai, bila implikasi material tidak didefinisikan.

Selain itu, karena mengabaikan adanya “relevansi” antara anteseden dan konsekuen, maka

implikasi material tentu tidak dapat diterapkan untuk semua masalah sehari-hari. Kita dapat

saja mengaitkan relevansi antar subpernyataan ini tetapi implikasi akan memiliki bentuk yang

sangat kompleks dan tidaklah praktis dalam matematika. Kekompleksan ini timbul akibat

banyaknya jenis kaitan makna antara anteseden dan konsekuen, sebanding dengan banyaknya

makna bahasa yang dipergunakan. Walaupun demikian, telah terdapat beberapa cabang logika

lain, seperti logika intuisionistik atau logika konstruktivis, logika modal, logika relevan, logika

parakonsisten, dan lain-lain. Pada logika relevan, misalnya, kita mengenal “pernyataan bersyarat

indikatif” yang menunjukkan adanya keterkaitan hubungan sebab-akibat antara anteseden

dengan konsekuen.

DAFTAR BACAAN:

Hermann, Robert A. 2006. Logic for Everyone. Annapolis: Mathematics Department of U.S. Naval Academy

Jacobs, Harold R., 1977. Mathematics A Human Endeavour. USA: Llyod O`Neil Ltd.

Lipschutz, Seymur. 1989. Teori Himpunan. terjemahan Pantur Silaban. Jakarta: Penerbit Erlangga

Magnus. 2009. An Introduction to Formal Logic. New York: Creative Commons.

Miller, Charles D., & Heeren, Vern E. 1978. Mathematical Ideas. Edisi 3. Glenview (Illinois, USA): Scott, Foresman and Company.

Simpson, Stephen G.2006. Mathematical Logic. 2008. Pennsylvania: Department of Mathematics, The Pennsylvania State University.

Page 17: Majalah Limas

Mengeliminir Unsur Guessing (Menebak) pada Tes Bentuk Pilihan Ganda

Oleh: Kusaeri1

Pengantar

Tes tertulis dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes uraian (essay test),

dan test objektif (objective test). Tes objektif banyak digunakan oleh dunia

pendidikan yang umumnya disajikan dalam bentuk pilihan ganda (multiple choice).

Banyak orang beranggapan bahwa tes pilihan ganda lebih mudah dari pada tes

uraian (Wijaya, 2005). Salah satu alasannya adalah karena jawaban tes pilihan ganda

dapat diterka-terka atau dengan kata lain banyak memberikan kesempatan kepada

peserta tes untuk berspekulasi, sedangkan tes uraian akan mengeksplor kemampuan

peserta tes dalam menyusun jawaban, bernalar sesuai dengan jalan pikirannya, dan

gaya bahasanya sendiri. Hal inilah yang menjadi penyebab tes uraian lebih sulit.

Uraian di atas menunjukkan bahwa tes bentuk pilihan ganda memiliki

kelemahan terhadap perilaku spekulasi atau menebak (guessing) dibandingkan

pertanyaan terbuka. Namun tes bentuk pilihan ganda memiliki bias respon yang

lebih kecil dibanding pertanyaan terbuka. Selain itu, bentuk pilihan ganda dapat

mempermudah penilaian dan meminimalisir bias subjektivitas penilai dalam

memberikan penilaian. Nunnally (1970) menyatakan bahwa peserta tes seringkali

guessing dengan melakukan eliminasi terhadap pilihan jawaban yang mereka anggap

tidak mungkin benar. Oleh karena itu, alternatif pilihan sesungguhnya cenderung

lebih kecil dari alternatif pilihan yang diberikan sehingga estimasi efek guessing

cenderung lebih kecil dari efek sesungguhnya (underestimate).

Salah satu penyebab peserta tes melakukan guessing dalam menjawab soal

jenis pilihan ganda karena soal tersebut tidak sesuai dengan kemampuan mereka.

Artinya, soal terlalu sulit untuk level kemampuan mereka. Padahal, perilaku

menebak (guessing) merupakan salah satu sumber kesalahan pengukuran dalam tes,

khususnya bagi test pencapaian (achievement test). Hal ini sesuai dengan pendapat

Nunnally (1970) yang menyatakan bahwa, salah satu faktor yang harus

dipertimbangkan dalam pengukuran maximum performance adalah pengaruh perilaku

guessing. Guessing akan berkonstribusi terhadap varians kesalahan pengukuran dan

mengurangi reliabilitas tes.

Mengeliminir Efek Guessing dengan Model Penskoran Alternatif

Model penskoran tes pilihan ganda dewasa ini yang cenderung digunakan

adalah menjumlahkan skor jawaban yang benar saja (correct score) sebagai skor

peserta tes. Model penskoran seperti itu dan bila diketahui secara terbuka oleh

peserta tes akan menyebabkan peserta tes berspekluasi dalam menjawab tes. Model

penskoran tes pilihan ganda dengan correct score sebagai skor pencapaian prestasi,

selain memberi peluang melakukan guessing menurut Shuford (dalam Individual and

social in Objective Testing, tt) juga berimplikasi pula pada kurang validnya tes tersebut

serta menurunnya tingkat indeks reliabilitas tes. Hal senada juga diungkapkan oleh

1Penulis adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika FT IAIN Sunan Ampel Surabaya, e-mail:

[email protected].

Page 18: Majalah Limas

Hopkins & Antes (1985) bahwa guessing dalam tes pilihan ganda dapat menurunkan

nilai validitas butir dan reliabilitas tes.

Selain itu, skor pencapaian peserta tes yang diperoleh secara murni karena

peserta tes mengetahui pilihan jawaban yang benar dan peserta yang dipengaruhi

oleh guessing juga sulit dibedakan bila penskorannya menggunakan model correct

score. Apabila dikaitkan dengan hasil penskoran hasil suatu tes pilihan ganda dengan

butir-butir soal yang dibiarkan tidak dijawab (omit) oleh peserta tes, tentu akan lain

pencapaian skornya. Demikian pula, bila penskoran tersebut dikaitkan dengan

banyaknya pilihan jawaban (option) yang diberikan.

Ada model penskoran lain untuk menghindari sedikit mungkin guessing

yaitu dengan cara model penskoran hukuman (punishment score) dan model

penskoran hadiah (reward score). Model punishment score merupakan model

penskoran yang memperhitungkan jawaban salah yang direspon oleh peserta tes

dengan jalan memberi hukuman dalam bentuk mengurangi skor dengan

menggunakan rumus tertentu. Brown (1983) menawarkan rumus umum untuk

mengoreksi guessing melalui formula:

Xc = R − 1−A

W

Xc = skor pengoreksian guessing

R = banyaknya respon yang benar

W = banyaknya respon yang salah

A = banyaknya pilihan jawaban per butir soal.

Rumus di atas memiliki asumsi bahwa peserta tes menjawab secara acak atau

guessing ketika tak meyakini suatu pilihan jawaban yang benar. Rumus penskoran

yang ditawarkan Brown di atas digunakan untuk mempertimbangkan unsur guessing

dalam menjawab. Hal senada juga diajukan oleh Guilford (1982) yang menawarkan

rumusan penskoran apriori. Rumusan apriori yang paling umum digunakan adalah

sebagai berikut:

S = R − 1−A

W

Rumusan apriori Guilford ini sejalan dengan Hopkin & Antes (1985) yang

menyebutnya sebagai rumusan yang umum untuk mengoreksi faktor guessing dalam

jawaban peserta tes. Rumus Hopkins & Antes didasari oleh pengoreksian terhadap

faktor guessing dalam menjawab tes pilihan ganda. Crocker & Algina (1986) juga

menyebutkan rumus model yang diajukan oleh Brown & Guilford dengan nama

right-minus wrong correction atau punishment score. Asumsi dasar dari penggunaan

rumus punishment score adalah jawaban yang merupakan hasil guessing, sehingga

jumlah jawaban salah dibagi dengan A − 1 merupakan hukuman bagi peserta tes

yang menjawab dengan guessing.

Menurut Davis & Ebel (dalam Brown, 1983) terjadi perdebatan antara

model correct score dengan model punishment score. Para pendukung correct score

berpendapat bahwa hasil skor relatif sama secara peringkat antara model correct score

maupun model punishment score. Mereka berpendapat bahwa kecil kemungkinan

Page 19: Majalah Limas

seorang peserta tes akan mendapatkan nilai tinggi akibat hasil guessing. Sementara

pendukung model punishment score berpendapat bahwa memberikan skor dengan

hukuman akan menghasilkan skor yang lebih baik, serta dapat meningkatkan

validitas butir (Wijaya, 2005).

Di sisi lain, model reward score merupakan model penskoran yang

memperhitungkan jawaban yang tidak diisi atau dikosongkan yang direspon oleh

peserta tes dengan jalan memberi hadiah dalam bentuk tambahan skor melalui

penggunaan rumus tertentu. Rowley & Traub (dalam Crocker & Algina, 1986)

mencatat bahwa rumusan penskoran model reward score didasarkan pada suatu

model yang mempertimbangkan tiga kemungkinan situasi: (1) peserta tes

mengetahui pilihan jawaban yang benar dan memilihnya, (2) peserta tes tidak

memilih sama sekali pilihan jawaban yang ada, dan (3) peserta tes menebak buta

dan memilih salah satu dari pilihan jawaban secara acak. Didasarkan pada model

tebakan-acak ini, dibuat suatu rumusan dasar yang mempertimbangkan pengaruh

guessing untuk mengoreksi skor-skor mentah sebagai berikut:

Xc = R + A

O

Xc = skor koreksi

R = jumlah jawaban benar

O = jumlah butir yang tidak dijawab (dikosongkan)

A = jumlah alternative jawaban per butir (option).

Rumus di atas memberikan nilai tambah (skor dengan hadiah) atau reward

score bagi peserta tes yang tidak menjawab (mengosongkan) butir yang tidak

diketahui, probabilitas dari menyeleksi respon yang benar adalah A

1. Secara

ilustrasi, perbandingan kedua model penskoran dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel

Ilustrasi Perhitungan Menggunakan Dua Model Penskoran

Peserta Tes Jumlah

Benar

Tidak Diisi Jumlah Salah Xc = R +

A

O Xc = R−

1−A

W

Dedi 14 0 6 14 +

0

4= 14 14−

6

3= 12

Rina 14 6 0 14 +

6

4 = 15,5 14 −

0

3= 14

Taufik 14 3 3 14 +

3

4 = 14,75 14 −

3

3 = 13

Berdasarkan tabel terlihat 3 orang peserta tes mengerjakan 20 butir dengan 4

pilihan jawaban (option) dan masing-masing peserta tes memiliki skor jumlah benar

yang sama yaitu 14. Jika digunakan rumus secara konvensional atau correct score

maka ketiga peserta tersebut mendapatkan skor yang sama yaitu 14. Bila

Page 20: Majalah Limas

menggunakan rumus punishment score atau reward score maka ketiga peserta tes

tersebut akan mendapatkan skor yang berbeda.

Pada rumus reward score, rumus ini menerapkan tambahan skor untuk butir-

butir yang tidak dijawab oleh peserta sehingga skor meningkat untuk peserta yang

sedikit melakukan kesalahan, sedangkan rumus punishment score menerapkan

hukuman untuk peserta yang menjawab salah sehingga makin banyak skor salah

maka makin banyak pengurangan. Bila dicermati rumus punishment score atau reward

score keduanya memberikan skor akhir dari ketiga peserta tersebut berbeda, namun

peringkatnya tidak berbeda. Kedua model penskoran menempatkan Rina sebagai

peringkat tertinggi, disusul secara berturut-turut oleh Taufik dan Dedi. Ini

menunjukkan bahwa kedua rumus punishment score atau reward score dapat

diterapkan secara bersama-sama.

Mudah-mudahan model alternatif penskoran ini dapat memberikan inspirasi

bagi guru dalam melakukan proses penskoran jawaban siswa. Dengan demikian

akan terjadi keadilan (fairness) dalam proses penilaian. Artinya, skor yang diberikan

oleh guru dapat membedakan antara siswa yang benar-benar serius dalam menjawab

soal dan siswa yang berspekulasi. Amien…

Referensi

Angoff, W. H., 1989. Does guessing really help? Journal of Educational Measurement,

26 (3): 323-336.

Arianto, D. 2009. Estimasi kesalahan pengukuran soal-soal matematika kelas IX ulangan

akhir semester (UAS) I SMP di kota Yogyakarta.Tesis tidak dipublikasikan.

Yogyakarta: PPS Universitas negeri Yogyakarta.

Brown, F.G. 1983. Principles of educational and psychological testing. New York: CBS

College Publishing.

Crocker, L. & Algina, J. 1986. Introduction to classical and modern test theory. Tokyo:

Harcourt Brace Jovanovich College Publisher.

Guilford, J.P. 1982. Psychometric methods. New York: McGraw-Hill Inc.

Hopkins, C. D. and Antes, R. L. 1985. Classroom measurement and evaluation.

Illinois: Peacock Publisher, Inc

Http://www.p-mmm.com/founders/emir/justice.htm p.1. Diakses tanggal 17

Desember 2009.

Kumaidi, 2009. Analisis dan seleksi aitem. Materi kuliah Konstruksi Instrumen

tidak diterbitkan. Yogyakarta: PPs Universitas Negeri Yogyakarta.

Nunnally, J.C.1970. Introduction to psychological measurement. New York: McGraw-Hill

Book Company.

Nunnally, J.C.1983. Psychometric theory. New York: McGraw-Hill Book Inc.

Page 21: Majalah Limas

Salehudin, I. 2009. Aplikasi Certainty Based Marking (CBM) dalam achievement test

menggunakan bentuk pertanyaan benar-salah. Jakarta: Program Pascasarjana

Terapan Psikometri Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Wijaya, Y. S. 2005. Perbandingan fungsi informasi butir model logistic dua parameter

ditinjau dari model penskoran tes pilihan ganda pada peserta tes SMAN DKI Jakarta

tahun 2004. Disertasi tidak dipublikasikan.Jakarta: PPs Universitas Negeri

Jakarta.

Zimmerman, D.W & Williams, S. 2003. A new look at the influence of guessing on

the reliability of multiple choice test. Applied Psychological Measurement, 27 (5):

357-371.

Zimmerman, D.W. 2009. The reliability of difference score in population and

sample. Journal of Educational Measurement, 46(1):19-42.

Page 22: Majalah Limas

MENDISAIN TAMPILAN DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS WEB

Indarti

Keberadaan online learning ataupun distance learning saat ini tak lepas dari pemanfaatan

website sebagai media pembelajaran yang efektif dan menyebar luas secara mudah. Akan

tetapi, pendidik cenderung kurang menyadari bahwa pembelajaran berbasis web – seperti juga

metode pembelajaran yang lain – menuntut strategi yang berbeda terutama dalam hal disain,

penulisan konten, aplikasi dan hubungannya dengan target keterbacaan oleh pengguna.

Umumnya, pendidik terjebak untuk menulis isi pembelajaran dalam bentuk linear text-book

style (Henderson, 2008). Hal ini mungkin sekali dikarenakan kebiasaan kita menerima teks

sebagai sesuatu yang immovable dan aturan bahwa teks harus muncul dalam urutan tertentu;

dimulai dengan pengantar, definisi, diikuti contoh soal dan latihan yang bisa dikerjakan oleh

murid setelah membaca teks secara berurutan. Namun tanpa sadar, ini membawa kita kepada

teori pembelajaran behaviourist. Tidak kita pungkiri bahwa teori ini juga berguna, namun

dalam lingkungan pembelajaran berbasis web mungkin kita perlu untuk mengeksplorasi teori

lain sebagai alternatif.

Lepas dari masalah teori pembelajaran, pengembangan pembelajaran berbasis web

memerlukan desain khusus karena pembelajaran berbasis web tidak dapat tergantung pada

kharisma dan cara seorang instruktur menyajikan materi. Materi harus ditampilkan sedemikian

rupa sehingga menarik. Tampilan tidak hanya penting untuk menarik dan memotivasi

pengguna, tetapi juga untuk memfasilitasi perpaduan dari materi yang dipresentasikan

(Greenberry, 2005). Kemampuan untuk mendesain suatu konten dalam laman web merupakan

skill dasar yang sangat dibutuhkan dalam online learning. Menulis konten dalam website yang

tidak didesain dengan benar bisa menghabat proses pembelajaran. Dan yang penting untuk

disadari adalah konten dalam website memiliki format yang berbeda dan harus dibedakan

dengan format cetakan dalam kertas.

Dalam konteks pembelajaran online, dikenal istilah usability. Usability bisa diartikan sebagai

takaran atau ukuran keefektifan website. Suatu tool bisa saja sangat membantu pengguna

dalam menyelesaikan masalah, membuat lebih cepat dan lebih tepat; tetapi ada juga yang

justru mengganggu dan membuat pengguna menjadi frustasi (Dillon, 2008). Dalam kaitannya

dengan usability dalam risetnya, Dr Jakob Nielsesn (1997) menyebutkan bahwa 79%

pengguna web hanya melakukan scanning yaitu membaca dengan cepat/sepintas kilas dan

hanya 16% saja pengguna web yang benar-benar membaca kata demi kata. Selanjutnya

Page 23: Majalah Limas

Nielsen juga menemukan bahwa membaca dari layar komputer 25% lebih lambat dibanding

dengan membaca langsung dari kertas. Dia juga menganjurkan bahwa sebaiknya naskah

online (online content) hanya memuat 50% dari jumlah kata dalam versi cetaknya.

Mengingat bahwa sebagian besar pengguna web hanya melakukan scanning, maka desain web

sebaiknya juga mendukung konten untuk bisa dibaca secara sekilas (scannability). Selain

beberapa teknik mendesain konten untuk pembelajaran berbasis web yang akan diuraikan

nanti, menurut Henderson, M. & Henderson, L., (2006) scannability juga dapat ditempuh

dengan beberapa cara, antara lain:

- penyorotan kata kunci (highlighted keywords), misalnya dengan hypertext link, huruf tebal,

atau huruf berwarna,

- sub judul yang mengandung arti,

- daftar list (bulleted list),

- satu ide dalam satu paragraph,

- inverted pyramid style; mulai dengan kesimpulan kemudian berkembang dengan

penjelasan yang lebih rinci,

- efisiensi jumlah kata menjadi maksimal ½ dari naskah asli.

Struktur piramida terbalik

Tata tulis formal mengajarkan kita untuk menulis dengan struktur tertentu, misalnya berangkat

dari kejadian atau contoh-contoh yang mendukung argumen menuju suatu kesimpulan.

Penggunaan daftar list (bulleted list) di dalam paragraf juga kurang dianjurkan. Umumnya

paragraf diawali dengan kalimat pengantar dan kemudian ide-ide diberikan secara terurai.

Akan tetapi, jika metode ini diterapkan dalam pembelajaran online tentulah pengguna akan

cenderung mengabaikan atau kemudian mencetak-nya jika terpaksa. Dengan kata lain metode

ini tidak mendukung keterbacaan media online.

Sebuah studi menganjurkan format penulisan berbeda untuk pembelajaran online yaitu

inverted pyramid. Struktur piramida terbalik ini menempatkan kesimpulan di bagian awal

kemudian diikuti dengan informasi-informasi penting dan diakhiri dengan latar belakang

permasalahan (Nielsen, 1997). Dari hal ini, pembaca akan menemukan (scanning) poin-poin

penting dahulu kemudian akan membaca lebih lanjut jika dia memang merasa membutuhkan.

Intinya, kita tidak ingin membiarkan pengguna lelah membaca suatu informasi yang ternyata

tidak dibutuhkannya. Ini merupakan salah satu bentuk dari efektifitas transmisi informasi.

Page 24: Majalah Limas

http://www.delawarenationalguard.com/upar/de_uparc_elo5.htm

Pemenggalan semantik

Pemenggalan semantik (semantic chunking) merupakan cara kita memisahkan phrase, kalimat,

atau bahkan paragraph menjadi satuan-satuan yang berarti dengan tujuan meningkatkan

keterbacaan naskah. Tekhnik ini banyak digunakan ketika kita mendesain slide dalam

PowerPoint ataupun menulis untuk pembelajaran online (Henderson, 1996). Perhatikan contoh

berikut (diambil dan dimodifikasi sebagai contoh dari ’Strategi Umum Problem Solving dalam

Pembelajaran Matematika’ (Setiawan, 2009)):

Kita dapat memecah paragraph tersebut menjadi bentuk berikut:

Georgi Polya di dalam karyanya yang diberinya judul How to Solve It (dalam Posamentier dan

Stepelman, 1999), menyarankan metode heuristc di dalam problem solving. Langkah pertama

adalah memahami persoalannya. Apa yang tidak diketahui? Bagaimana data yang ada dari

persoalan tersebut? Langkah kedua yaitu merumuskan suatu rencana penyelesaian. Yaitu antara

lain dengan menelusuri hubungan antara data dengan yang tidak diketahui dan menemukan

relasi antara data yang diberikan dengan permasalahannya. Selanjutnya adalah melaksanakan

rencana. Mengecek langkah demi langkah dan meyakinkah bahwa masing-masing tahap sudah

benar. Terakhir adalah Melihat kembali serta menguji solusi yang diperoleh.

Page 25: Majalah Limas

Pemahaman dalam teknik semantic chunking adalah bahwa kita menggunakan teks yang sama

dengan mengaturnya sedemikian rupa untuk membantu pemahaman isi. Dalam semantic

chunking kita diperbolehkan menghilangkan beberapa kata sambung tetapi tetap harus

mempertahankan kaidah gramatikal.

Ruang putih

Ruang putih atau white space merupakan bagian kosong yang tidak harus berwarna putih

dalam halaman web. White space membingkai layar dan memisahkan tiap-tiap konten.

Penyediaan white space merupakan strategi penting dalam mendesain website. Namun,

umumnya ketika kita akan mencetak naskah online, kita menghilangkan bagian kosong ini dan

memadatkan teks dengan tujuan penghematan cetakan. Terkadang kita memaksakan 3

halaman web dalam satu lembar folio A4. Sebenarnya cara ini merugikan karena disamping

membutuhkan energi ketika kita meringkas naskah juga akan mengurangi keterbacaan dan

melelahkan mata. Andrew Greenberry (2005) menganjurkan 25% halaman web sebagai white

space.

White space refers to the blank space on a screen; it does not have to be white! Space

should be left between blocks of text, paragraphs, headings and illustrations/graphics. A

significant contribution of white space is that it offers the user respite from blocks of

text. It has been suggested that 25% of a screen should be white space. The best judge

for white space is your eye; if you feel a screen is somewhat overcrowded with text, then

revise it.

Prinsip PARC

Prinsip PARC (proximity, alignment, repetition, contrast) merupakan strategi penting dalam

desain visual untuk slide ataupun web page. Proximity artinya kedekatan, yaitu melakukan

Georgi Polya di dalam karyanya yang diberinya judul How to Solve It (dalam Posamentier dan

Stepelman, 1999), menyarankan Metode heuristc di dalam problem solving:

1. Memahami persoalannya.

o Apa yang tidak diketahui?

o Bagaimana data yang ada dari persoalan tersebut?

2. Merumuskan rencana penyelesaian.

o menelusuri hubungan antara data dengan yang tidak diketahui

o menemukan relasi antara data yang diberikan dengan permasalahannya.

3. Maksanakan rencana.

o Mengecek langkah demi langkah

o meyakinkah bahwa masing-masing tahap sudah benar.

4. Melihat kembali serta menguji solusi yang diperoleh.

Page 26: Majalah Limas

grouping atas beberapa elemen yang berhubungan. Dalam menempatkan suatu obyek kita

perlu memperhatikan keterkaitan obyek tersebut dengan lingkungannya. Misalnya clipart;

serta merta pengguna akan mencari hubungan antar clipart tersebut dengan teks yang ada.

Contoh lain adalah penempatan anak judul. Anak judul yang terpisah dari teks di atasnya dan

lebih mendekat pada teks di bawahnya akan lebih nyaman dari pada yang tak jelas posisinya

dari teks di sekitarnya. Alignment artinya penjajaran. Dalam prinsip ini segala sesuatu kita

tempatkan dengan aturan tertentu, sehingga pengguna dapat menangkap bahwa konten-konten

yang berkaitan seakan terhubung oleh garis yang tak tampak. Sebagai contoh dalam membuat

sub judul; antara yang satu dengan yang lain harus ada kesejajaran (William, 1993). Repetition

dimaksudkan sebagai pengulangan bagian-bagian yang senada dalam keseluruhan teks.

Misalnya kita menggunakan huruf tebal, warna, dan ukuran tertentu pada sub judul, kita harus

melakukan hal yang sama untuk sub judul berikutnya. Prinsip Contrast digunakan untuk

menarik pandangan kepada sesuatu yang penting. Kontras bisa ditimbulkan dengan pemakaian

ukuran huruf atau warna yang berbeda . Tetapi tetap harus mempertimbangkan keseimbangan,

terlalu banyak perbedaan dalam satu page menyebabkan pengguna sibuk menterjemahkan

mana konten yang lebih penting.

Berikut adalah contoh website yang menerapkan prinsip PARC dengan baik. Proximity

ditunjukkan dengan posisi anak judul yang jelas melekat pada teks yang menyertainya.

Alignment jelas digunakan pada pemisahan antara heading dengan konten yang menjorok ke

dalam. Repetition digunakan secara konsisten pada penggunaan shadow, warna huruf dan

huruf tebal untuk sub judul dan konten. Repetition juga ditunjukkan pada penggunaan bullet

yang konsisten sesuai dengan kategori isinya. Contrast digunakan pada ukuran huruf sehingga

pengguna dengan cepat mengidentifikasi heading-heading yang penting.

Page 27: Majalah Limas

Bahan bacaan:

Dillon, A. (2008). Web style guide. Diambil dari http://www.webstyleguide.com/

Greenberry, A. (2005). PACMAN: An instructional design guide for the web. Diambil dari

http://ausweb.scu.edu.au/aw05/papers/refereed/greenberry/paper.html

Henderson, M. & Henderson, L. (2006). Content design for online learning. QUICK: Journal

of the Queensland. Society for Information Technology in Education, 99(Winter).

Make it looks good. http://www.keyknox.com/bwit/classpages/looks.htm

Neilsen, J. (1997) How users read on the web. Diambil dari

www.useit.com/alertbox/9710a.html

Page 28: Majalah Limas

CONTOH KOMUNIKASI TULIS PADA JAWABAN SOAL-SOAL OLIMPIADE MATEMATIKA

Oleh Wiworo

Olimpiade Sains Nasional (OSN) sudah berlangsung sejak 2002. Pernahkah Anda mencermati

model soal-soal OSN, khususnya matematika? Apabila dicermati, ternyata soal-soal OSN bidang studi

matematika hampir semuanya bertipe soal uraian (kecuali pada seleksi tingkat kabupaten/kota dan

tingkat provinsi, beberapa soal masih bertipe pilihan ganda dan isian singkat). Soal uraian

memerlukan langkah-langkah yang jelas, logis dan sistematis pada saat menuliskan jawabannya. Oleh

karena itu peserta olimpiade perlu memiliki kemampuan berkomunikasi secara tertulis. Tulisan yang

dibuat harus efektif. Artinya tulisan tersebut dapat dibaca dan dimengerti orang lain serta

menyatakan dengan tepat apa yang dipikirkan oleh penulis. Karena OSN adalah tes dengan waktu

terbatas, maka peserta harus dapat melakukan hal-hal di atas secara efisien.

Kenyataan yang muncul selama ini ternyata siswa sangat mengalami kesulitan ketika harus

menjawab soal-soal olimpiade yang bertipe uraian. Banyak peserta olimpiade yang sebenarnya

mempunyai kemampuan bernalar dan memecahkan masalah yang cukup baik, tetapi mereka tidak

mampu ketika harus menuangkan gagasannya dalam bentuk kalimat-kalimat tertulis. Mereka tidak

tahu harus mulai menulis dari apa dan bagaimana alur tulisannya sehingga tidak ada ide yang

“loncat”. Hery Susanto, Team Leader Tim Olimpiade Matematika Indonesia, pernah menyatakan

bahwa kelemahan utama peserta International Mathematical Olympiad (IMO) dari Indonesia adalah

kemampuan menuangkan gagasan atau ide yang muncul ke dalam bahasa tertulis.

Supaya siswa mempunyai kemampuan komunikasi tertulis yang cukup baik jelas diperlukan

pembiasaan. Untuk membiasakan hal tersebut, berdasarkan pengalaman penulis membina siswa-

siswa SMPN 8 Yogyakarta untuk menghadapi olimpiade matematika, langkah pertama yang dilakukan

adalah meminta siswa untuk menulis sebanyak-banyaknya tentang cita-cita, target, keinginan

ataupun hal-hal sejenis. Ini untuk melatih supaya siswa terbiasa mengeluarkan ide-ide atau

pendapatnya. Ide apapun harus dituliskan. Kemudian terkait dengan kemampuan menjawab soal-soal

matematika, siswa harus dibebaskan untuk mengeluarkan kreativitas mereka pada saat menjawab.

Cara menjawab seperti apapun, sepanjang tidak melanggar konsep-konsep matematika, harus

dihargai oleh guru. Ini hanya bisa berjalan dengan baik jika sejak awal kita selalu memberikan soal-

soal tipe uraian. Dengan langkah-langkah seperti tersebut di atas, justru sering sekali muncul proses

jawaban dari siswa yang unik, kreatif dan di luar dugaan kita. Arsip-arsip jawaban siswa yang seperti

ini perlu dikoleksi oleh para guru untuk menambah wawasan dan referensi. Proses pembiasaan ini

memang memerlukan waktu. Penulis mencermati, dengan latihan yang intensif, para siswa tersebut

perlu sekitar satu sampai dua tahun untuk dapat mempunyai kemampuan menulis yang cukup baik.

Berikut ini adalah beberapa contoh komunikasi tulis yang cukup baik dari siswa sebagai akibat

proses pembiasaan. Soal yang dikerjakan adalah soal OSN matematika SMP tahun 2009 dan dijawab

oleh Gusnadi Wiyoga. Siswa tersebut adalah siswa kelas VIII SMPN 8 Yogyakarta yang berhasil meraih

medali emas matematika SMP pada OSN VIII tahun 2009 di DKI Jakarta. Jawaban berikut ditulis ulang

oleh siswa tersebut empat hari setelah OSN dan dibuat persis seperti pada saat dia menjawabnya di

OSN.

Page 29: Majalah Limas

1. Soal OSN VIII 2009 Matematika SMP, Hari I, nomor 1

Sebuah persamaan kuadrat memiliki akar-akar bilangan asli a dan b. Persamaan kuadrat lainnya

memiliki akar-akar b dan c dengan . Jika a, b, dan c merupakan bilangan-bilangan prima

yang kurang dari 15, ada berapa macam pasangan yang mungkin memenuhi syarat tersebut

(dengan syarat koefisien dari suku kuadratnya sama dengan 1)?

Jawaban siswa:

2. Soal OSN VIII 2009 Matematika SMP, Hari I, nomor 4

Diketahui segitiga ABC dengan A sebagai puncak dan BC sebagai alas. Titik P terletak pada sisi CA.

Dari titik A ditarik garis sejajar PB dan memotong perpanjangan alas di titik D. Titik E terletak

pada alas sehingga CE : ED = 2 : 3. Jika F adalah tengah-tengah antara E dan C, dan luas segitiga

ABC sama dengan 35 cm2, berapakah luas segitiga PEF?

Page 30: Majalah Limas

Jawaban siswa:

3. Soal OSN VIII 2009 Matematika SMP, Hari II, nomor 4

Page 31: Majalah Limas

Pada suatu segitiga titik terletak pada sisi dan titik terletak pada sisi Tunjukkan

bahwa .

Jawaban siswa:

Page 32: Majalah Limas
Page 33: Majalah Limas

Tugas dan Peran PPPPTK Matematika dalam Implementasi Program BERMUTU

Oleh: Sri Wardhani

Pengantar

Sejak digulirkannya program BERMUTU oleh pemerintah pada tahun 2008, PPPPTK

Matematika langsung terlibat dalam kegiatan-kegiatannya. Agar hasil kegiatan dari keterlibatan

itu terus meningkat dari waktu ke waktu, optimal dan sesuai dengan ketentuan yang telah

ditetapkan maka perlu didukung adanya pemahaman yang memadai dari semua pihak terkait dan

khususnya seluruh warga PPPPTK Matematika tentang program BERMUTU dan tugas PPPPTK

Matematika dalam implementasi program BERMUTU. Tulisan ini bertujuan mensosialisasikan

tentang program BERMUTU dan tugas PPPPTK Matematika dalam implementasi program

BERMUTU kepada warga PPPPTK Matematika pada khususnya, dan para pendidik, tenaga

kependidikan, serta para pemangku kepentingan pendidikan yang berkaitan dengan pengelolaan

pembelajaran matematika di sekolah pada umumnya.

Latar Belakang Program BERMUTU

Kata BERMUTU merupakan akronim dari Better Education Through Reformed Management

and Universal Teacher Upgrading. Program BERMUTU merupakan salah satu program

pemerintah dalam upaya meningkatkan kompetensi dan kinerja guru. Program ini akan

berkontribusi terhadap pengembangan kualitas sumber daya manusia ke arah pertumbuhan

produktivitas dan peningkatan daya saing Indonesia dalam ekonomi global (Project Operational

Manual atau POM BERMUTU, hal II-4).

Mengapa program BERMUTU digulirkan? Kita ingat kembali bahwa pemerintah telah

melakukan reformasi guru yang diawali dengan disahkannya Undang-Undang Guru dan Dosen

(UUGD) pada tahun 2005. Dengan disahkannya UUGD itu maka pekerjaan sebagai guru diiakui

sebagai suatu profesi. Akibatnya, setiap orang yang berperan sebagai guru di tanah air ini harus

bersertifikasi. Oleh karena itu mulai tahun 2007 pemerintah melakukan kegiatan sertifikasi guru

kepada sekitar 2,7 juta guru yang telah menjalankan tugas sebagai guru namun belum

bersertifikasi atau belum memiliki sertifikat guru (pendidik). Kegiatan tersebut diharapkan

selesai dalam waktu 10 tahun sejak UUGD disahkan (tahun 2015). Selain itu pemerintah juga

mengelola kegiatan pendidikan profesi guru yang ditujukan kepada para calon guru.

Berbagai penelitian tentang guru dan hasil belajar siswa memberikan sejumlah implikasi akan

pentingnya berbagai strategi peningkatan mutu guru dalam rangka memperbaiki proses

pembelajaran. Tingkat pendidikan, prestasi dan sertifikasi tidak dapat menjamin para guru

mampu menyampaikan pengetahuan yang diperoleh sepanjang hidupnya dalam bentuk materi

pelajaran yang memadai selama proses belajar mengajar. Penguasaan materi dan keterampilan

mengajarkan materi, akan menentukan keberhasilan peningkatan pembelajaran siswa.

Pengembangan Profesional Berkelanjutan (Continuous Professional Development) diyakini akan

menjadi salah satu faktor penentu utama dari performansi/kinerja guru dan pembelajaran siswa.

Pengalaman negara-negara lain mendukung kenyataan bahwa partisipasi dalam workshop, kursus

dan pelatihan, mengarah pada peningkatan kualitas guru secara signifikan. Rancangan Program

BERMUTU dikembangkan dalam kerangka pikir tersebut. ”Nilai tambah” program adalah

Page 34: Majalah Limas

membantu upaya pemerintah yang mengarah kepada guru yang bersertifikat yang selanjutnya

diharapkan dapat menghasilkan praktek pembelajaran yang baik (POM BERMUTU hal II-1,2)

Tujuan Program BERMUTU dan Indikator Kunci

Guru bersertifikat akan menerima tunjangan profesional (sepadan dengan satu bulan gaji pokok),

tunjangan jabatan, dan tunjangan khusus bagi yang mengajar di daerah khusus (juga sepadan

dengan satu bulan gaji pokok). Secara keseluruhan berarti bahwa di bawah UUGD tersebut,

seluruh guru akan mendapatkan gaji dua kali lipat setelah mendapatkan sertifikat pendidik. Para

guru di daerah terpencil atau daerah sulit akan menerima gaji tiga kali lipat setelah bersertifikat,

dan menerima tunjangan khusus, sebagai tambahan selain tunjangan profesional dan tunjangan

fungsional (POM BERMUTU, hal II-2).

Strategi pemerintah menegaskan kepada seluruh pemangku kepentingan pendidikan bahwa

tunjangan dan insentif finansial yang dinaikkan pemerintah harus sejalan dengan peningkatan

kinerja guru secara berkelanjutan sehingga berdampak positif pada peningkatan kualitas

pendidikan di Indonesia. (POM BERMUTU, hal II-2). Penjaminan terkait hal itu antara lain

dilaksanakan melalui program BERMUTU.

Adapun tujuan Program BERMUTU adalah untuk mendukung upaya peningkatan kualitas dan

kinerja guru melalui peningkatan penguasaan materi pembelajaran dan keterampilan mengajar di

kelas. Indikator kunci untuk mengukur peningkatan kualitas dan kinerja guru sebagai berikut.

(POM BERMUTU, hal II-4,5)

1. Peningkatan jumlah guru yang memenuhi kualifikasi akademik sebagaimana ditetapkan dalam

UUGD.

2. Peningkatan jumlah guru SD dan SLTP di kabupaten/kota mitra Program BERMUTU yang

mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannya, dan menggunakan strategi mendidik

yang sesuai dengan usia siswa; dan

3. Penurunan angka kemangkiran guru di kabupaten/kota mitra Program BERMUTU.

Sasaran tersebut akan dicapai melalui: inisiasi reformasi kebijakan dasar dalam pendidikan

prajabatan (pre-service) dan pendidikan dalam jabatan (in-service) guna menyediakan akses

yang merata bagi guru untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan, kompetensi dan kinerja

mengajarnya; pengembangan sistem insentif dan promosi atau peningkatan karir guru yang

mencerminkan peningkatan kompetensi dan kinerja guru; dan peningkatan pengembangan

profesional berkelanjutan/CPD (Continuous Professional Development) bagi para guru

bersertifikat; serta monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan tersebut.

Komponen Program BERMUTU

Program BERMUTU berfokus pada nilai tambah reformasi guru yang digagas pemerintah

dengan cara memperkuat hubungan antara proses sertifikasi dan pemberian tunjangan profesi

untuk percepatan pembelajaran siswa. Program ini bukan untuk membiayai tunjangan baru untuk

guru; tapi sebagai gantinya, berdasarkan pengalaman internasional akan memberikan nilai

tambah dengan cara sebagai berikut (POM BERMUTU, hal II-2).

1. Mengkaji ulang kebijakan dan struktur pendidikan pra-jabatan (preservice education) untuk

memastikan bahwa program pendidikan tersebut mampu membentuk kompetensi yang

ditetapkan;

Page 35: Majalah Limas

2. Mendukung rancangan dan penyediaan program-program bagi guru yang belum memenuhi

syarat untuk disertifikasi karena kurang kualifikasi dan atau kompetensi;

3. Menemukan dampak perubahan kebijakan untuk membantu peningkatan kompetensi dan

kinerja guru secara berkelanjutan; dan

4. Melaksanakan monitoring selama pelaksanaan program dan evaluasi untuk mengukur

dampak, dan memandu mplementasi undang-undang tersebut.

Mutu guru bergantung kepada sejumlah faktor, antara lain sebagai berikut (POM BERMUTU,

hal II-5).

1. kemampuan akademis yang kuat tentang materi yang diajarkan;

2. penguasaan keterampilan mengajar, terutama komunikasi dengan peserta didik;

3. keterampilan menggunakan media pembelajaran;

4. penguasaan manajemen kelas;

5. pengetahuan dan penggunaan berbagai macam teknik penilaian;

6. keterampilan sosial yang diperlukan untuk bekerja dengan sejawat, orangtua dan masyarakat;

7. pengembangan profesi berkelanjutan selama bertugas untuk mendukung pengembangan

karir; dan

8. sistem pemantauan dan evaluasi yang baik untuk menyediakan umpan balik yang memadai

dan tepat waktu bagi pengembangan mutu guru secara berkelanjutan.

Seluruh faktor tersebut, dalam Program BERMUTU dicakup melalui penyelenggaraan empat

komponen program yang saling terkait, sinergis dan dirancang secara komprehensif. Empat

komponen program tersebut sebagai berikut. (POM BERMUTU, 2008: hal. II-5 s.d. II-14).

1. Reformasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan atau LPTK.

2. Pengembangan Struktur Pengembangan Guru di Tingkat Daerah.

3. Reformasi Akuntabilitas Guru dan Sistem Insentif untuk Peningkatan Kinerja dan Karir

Guru.

4. Peningkatan Program Koordinasi, Pemantauan dan Evaluasi.

Terkait dengan empat komponen program BERMUTU tersebut maka unit-unit utama Depdiknas

yang terkait dengan program BERMUTU sebagai berikut (POM BERMUTU, hal. III-2).

1. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK), dengan melibatkan 3 (tiga) direktorat yaitu Direktorat Profesi Pendidik (Dit.

Prodik),Direktorat Tenaga Kependidikan (Dit. Tendik), dan Direktorat Pembinaan

Pendidikan dan Pelatihan (Dit. Bindiklat);

2. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), dengan satuan kerja Direktorat

Ketenagaan dan perguruan tinggi pelaksana kegiatan;

3. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Depdiknas (Kemdiknas) dengan

melibatkan Pusat Statistik Pendidikan (PSP), Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi

Pendidikan (Puslitjaknov), Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik), dan Badan Akreditasi

Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).

Dalam pelaksanaan Program BERMUTU, Ditjen PMPTK bertindak sebagai Program

Coordinating Unit (PCU) atau Unit Koordinasi Program pada tingkat nasional secara

keseluruhan. Di samping itu Ditjen PMPTK melalui Direktorat Pembinaan Pendidikan dan

Pelatihan (Dit. Bindiklat) akan sekaligus berperan sebagai Program Implementation Unit (PIU)

atau Unit Implementasi Program. Begitu pula Ditjen Dikti dan Balitbang masing-masing

Page 36: Majalah Limas

bertindak sebagai PIU, sehingga secara keseluruhan program BERMUTU akan terdapat 3 (tiga)

PIU.

Tanggungjawab utama Ditjen PMPTK dalam implementasi program BERMUTU adalah

mengkoordinasikan pengembangan berbagai kebijakan peningkatan kualitas guru, dan

memfasilitasi implementasi kebijakan pemberian Dana Bantuan Langsung kepada kelompok

kerja guru (KKG/MGMP), kepala sekolah(KKKS/MKKS), pengawas (KKPS/MKPS), dan

LPMP serta PPPPTK dalam lingkup komponen 2, dan kegiatan-kegiatan peningkatan

kompetensi pasca sertifikasi pada komponen 3 (melalui gugus kerja yang mewakili berbagai

pemangku kepentingan yang relevan). Disamping itu, unit ini berperan sebagai Program

Coordinating Unit (PCU) yang bertanggungjawab mengkoordinasikan seluruh kegiatan program

pada sub komponen 4.3 (kegiatan-kegiatan untuk mendukung koordinasi dan monitoring

program BERMUTU), menyusun laporan terkonsolidasi, dan dalam hubungan dengan misi

supervisi Bank Dunia, memonitor kemajuan implementasi program.selanjutnya dalam kaitan

dengan substansi kualitas guru. PCU berkolaborasi dengan 2 Program Implementation Unit

(PIU) lain (Dikti dan Balitbang); dan juga bertindak sebagai sekretariat Steering Committee

(SC).

Tugas PPPPTK Matematika dan Instansi Lingkup Ditjen PMPTK

PPPPTK Matematika merupakan salah satu instansi unit pelaksana teknis dari Ditjen PMPTK

sehingga tanggungjawab PPPPTK Matematika dalam program BERMUTU merupakan bagian

dari tanggungjawab Ditjen PMPTK dalam program BERMUTU. Dalam lingkup Ditjen PMPTK,

ada beberapa instansi lain yang terlibat dalam program BERMUTU. Dalam implementasi

program BERMUTU, PPPPTK Matematika harus menjalin kerjasama yang sinergis dengan

instansi-instansi tersebut. Berikut ini uraian tanggungjawab masing-masing instansi terkait yang

diambil diambil dari POM BERMUTU halaman III-7 dan III-8.

Ditjen PMPTK sebagai PIU program BERMUTU bertanggungjawab mengembangkan

kebijakan dan berbagai panduan untuk meningkatkan kualitas guru, pemberian Dana Bantuan

Langsung kepada kelompok kerja guru (KKG/MGMP), kepala sekolah (KKKS/MKKS),

pengawas (KKPS/MKPS), forum KKG/MGMP dan forum KKKS/MKKS dan bantuan program

bagi LPMP dan P4TK. Dengan lingkup tanggung jawab tersebut, PIU Ditjen PMPTK mencakup

tiga direktorat yang tugas pokok dan fungsinya relevan dengan program yang dikembangkan

melalui Program BERMUTU, yakni Direktorat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan (Dit

Bindiklat), Direktorat Profesi Pendidik (Dit Prodik), dan Direktorat Tenaga Kependidikan (Dit

Tendik). PIU Ditjen PMPTK juga bertanggungjawab untuk mengkompilasi Interim Financial

Report/IFR dari setiap penanggungjawab kegiatan dan bertanggungjawab menyampaikan Surat

Permintaan Pembayaran/SPP kepada Biro Keuangan yang akan menerbitkan Surat Perintah

Membayar/SPM.

Dit Bindiklat bertanggung jawab dalam mengembangkan modul pelatihan untuk meningkatkan

kapasitas KKG/MGMP, LPMP dan P4TK sebagai sistem pendukung peningkatan kualitas guru,

dalam upaya peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru.

Dit Tendik bertanggung jawab mengembangkan kebijakan dan prosedur untuk meningkatkan

kapasitas KKKS/MKKS dan KKPS/MKPS sebagai sistem pendukung untuk mengembangkan

Page 37: Majalah Limas

kemampuan manajerial pada tingkat sekolah dan kemampuan supervisi para pengawas, termasuk

menyelenggarakan pelatihan bagi kepala sekolah dan pengawas agar mampu menggunakan

prosedur penilaian guru berbasis kinerja dan berbasis kompetensi, serta melakukan pembinaan

guru berdasarkan hasil penilaian dalam program magang (Induksi Guru Baru).

Dit Prodik bertanggung jawab mengembangkan berbagai kebijakan dan prosedur: (i)

mengembangkan sistem Recognition Prior Learning (RPL) dalam upaya proses percepatan

peningkatan kualifikasi guru ke jenjang yang lebih tinggi; termasuk model peningkatan

kualifikasi guru; (ii) peningkatan kemampuan profesional guru secara berkelanjutan pasca-

sertifikasi. Disamping itu juga bertanggung jawab untuk menyusun mekanisme, prosedur dan

instrumen yang terkait dengan kemajuan karir dan promosi yang sejalan dengan prestasi dan

kinerja guru. Pengembangan mekanisme dan prosedur tersebut dilakukan melalui uji coba

terbatas di kabupaten/kota mitra Program BERMUTU.

PPPPTK bertanggungjawab dalam mengembangkan modul-modul diklat terakreditasi yang

akan digunakan dalam kegiatan di KKG dan MGMP serta menyelenggarakan pelatihan untuk

PCT (Provincial Core Team) dan DCT (District Core Team). Di samping itu P4TK juga

bertanggungjawab dalam mengkoordinasikan pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi (M&E

kegiatan KKG dan MGMP secara regional.

LPMP bertanggungjawab dalam menentukan alokasi Bantuan Dana Langsung per kabupaten,

mengembangkan pedoman penyelenggaraan program Bantuan Dana Langsung serta memonitor

dan mengevaluasi pelaksanaan BG (block grant). Di samping itu LPMP bertanggungjawab

dalam pengembangan sistem pendukung bagi guru, kepala sekolah, dan pengawas, penyediaan

bantuan teknis oleh LPMP untuk mengembangkan kapasitas kepala sekolah dan pengawas,

pengembangan kapasitas KKG/MGMP sebagai cara menyediakan pelatihan yang efektif pada

tingkat sekolah,

Pustekkom, bertanggung jawab pengembangkan modul-modul pelatihan berbasis ICT yang

akan digunakan oleh kelompok kerja guru (KKG/MGMP), kepala sekolah (KKKS/MKKS),

pengawas (KKPS/MKPS) dalam pelatihan yang efektif, serta mendukung penyebarluasan modul

tersebut melalui TVE dan Jardiknas (POM BERMUTU, 2008: hal. III-8).

Program BERMUTU PPPPTK Matematika

Telah diuraikan bahwa tugas utama dari PPPPTK Matematika dalam implementasi program

BERMUTU adalah mengembangkan modul-modul diklat terakreditasi yang akan digunakan

dalam kegiatan di KKG dan MGMP serta menyelenggarakan pelatihan untuk PCT dan DCT. Di

samping itu P4TK juga bertanggungjawab dalam mengkoordinasikan pelaksanaan monitoring

dan evaluasi kegiatan KKG dan MGMP secara regional. Tanggungjawab tersebut telah

dilaksanakan oleh PPPPTK Matematika mulai tahun 2008. Adapun kegiatan terkait program

BERMUTU yang telah (tahun 2008, 2009) dan akan (tahun 2010) dilaksanakan oleh PPPPTK

Matematika sebagai berikut.

Tahun 2008:

Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan PPPPTK Matematika pada tahun 2008 sebagai

berikut.

Page 38: Majalah Limas

1. Para pejabat struktural, Widyaiswara, dan para pembantu pimpinan mengikuti sosialisasi

program BERMUTU yang diselenggarakan oleh Ditjen PMPTK dalam periode waktu

sepanjang tahun 2008.

2. Megirimkan Widyaiswara untuk menjadi penulis dalam penyusunan Bahan Belajar Mandiri

(BBM) Penelitian Tindakan Kelas (PTK) lingkup mata pelajaran Matematika SD dan SMP

dalam periode waktu bulan Juli s.d. Desember 2008.

3. Mengirimkan Widyaiswara untuk mengikuti TOT NCT (National Core Team)yang

diselenggarakan oleh Direktorat Bindiklat pada bulan Desember 2008. Ada 8 orang

Widyaiswara sebagai peserta..

4. Menyelenggarakan TOT PCT (Provincial Core Team) dan DCT (District Core Team) pada

bulan Desember 2008.

Tahun 2009

Pada tahun 2009, di bawah koordinasi Direktorat Pembinaan Diklat, PPPPTK Matematika telah

mengelola kegiatan BERMUTU sebagai berikut.

1. Rapat Kerja Teknis Penyusunan dan Finalisasi Modul-modul dan Sistem Pelatihan, 26

September s.d. 8 Oktober 2009. Kegiatan mencakup penilaian, editing dan lay outing modul.

Sejatinya sebelum rapat, kegiatan telah diawali dengan penulisan modul pada bulan Agustus

2009. Dari rapat telah dihasilkan 20 judul modul (9 judul-SD, 11 judul-SMP). Modul dapat

diakses di http://www.p4tkmatematika.com.

2. Pelatihan Penggunaan Modul , tanggal 9 s.d 14 Oktober 2009 dengan sasaran 16 propinsi.

3. National Training bagi Tim Pengembang KKG dan MGMP pada tanggal 15 – 20 Oktober

2009 dengan sasaran region (Jateng dan Sulsel)

4. ToT PCT KKG dan ToT PCT MGMP, tanggal 21 – 26 Oktober 2009 dengan sasaran region

(Jateng dan Sulsel).

5. ToT DCT KKG dan ToT DCT MGMP pada tanggal 27 Oktober s.d 1 November 2009

dengan sasaran region (Jateng dan Sulsel).

6. ToT KKKS/MKKS dan ToT KKPS/MKPS, tanggal 1 s.d. 6 November 2009 dengan sasaran

region (Jateng dan Sulsel).

7. Monitoring pelatihan KKG dan MGMP di kabupaten/kota oleh Tim Pengembang pada

tanggal 12 – 30 November 2009 dengan sasaran region (Jateng dan Sulsel).

8. Monitoring di KKG dan MGMP oleh Tim Pengembang pada tanggal 12 – 30 November

2009 dengan sasaran region (Jateng dan Sulsel).

Tahun 2010

Sesuai dengan tanggungjawab implementasi program BERMUTU yang telah ditentukan dalam POM,

PPPPTK Matematika bertugas mengelola beberapa kegiatan program BERMUTU pada tahun 2010.

Kegiatan yang direncanakan sebagai berikut.

No Nama dan

Rencana Waktu Rencana Tujuan Rencana Peserta/ Sasaran

1. Workshop

Pengembangan

Modul dan

Sistem Pelatihan,

• Mengidentifikasi topik dan judul,

modul

• Mengidentifikasi garis besar isi tiap

modul dan naskah sistem pelatihan

• Widyaiswara, calon Widyaiswara/staf

PPPPTK Matematika

• Widyaiswara LPMP dan Guru Pemandu

KKG/MGMP dari kabupaten/kota mitra

Page 39: Majalah Limas

tanggal 15-20

Februari 2010

• Menyusun sistematika isi modul dan

naskah rancangan pelatihan

Dari workshop diharapkan dapat

diidentifikasi dan diurai garis besar isi

minimal 20 judul modul dan 1 naskah

rancangan pelatihan.

program BERMUTU dari beberapa

propinsi mewakili wilayah barat, tengah

dan timur Indonesia

• Dosen Matematika dari LPTK

• Banyak peserta: 40 orang

2. Rapat Kerja

Teknis Tim

Pengembang

Modul , tanggal

23 Februari s.d.

31 Maret 2010

• Menyusun modul sehingga siap

digunakan dalam kegiatan pelatihan di

KKG/MGMP melalui program

BERMUTU

• Menyusun naskah rancangan pelatihan

yang akan dikelola oleh PPPPTK

Matematika

• Idem nomor 1.

• Banyak peserta: penulisan (42 orang),

penilaian (32 orang), editing (21 orang)

dan lay outing (21 orang)

3. Pelatihan

Penggunaan

Modul, tanggal 5-

10 April 2010

• Meningkatkan pemahaman dan

ketrampilan peserta dalam

menggunakan modul PPPPTK

Matematika dan Direktorat

Pembinaan Diklat

• Meningkatkan pemahaman peserta

tentang kebijakan terkait

implementasi program BERMUTU

• Widyaiswara Matematika LPMP

• Dosen Matematika dari LPTK

• Guru (instruktur) wakil PCT dan DCT

KKG/MGMP berlatar belakang

matematika dari 16 propinsi mitra

program BERMUTU

• Widyaiswara/Calon Widyaiswara/staf

PPPPTK Matematika.

• Banyak peserta: 70 orang

4. National Training

(NT) bagi Tim

Pengembang

KKG, tanggal 20-

25 April 2010

National Training

(NT) bagi Tim

Pengembang

MGMP, tanggal

26 April – 1 Mei

2010

• Meningkatkan pemahaman dan

menyamakan persepsi peserta tentang

program kegiatan dan kebijakan

Ditjen PMPTK (Dit Bindiklat, Dit

Prodik, Dit Tendik) dalam rangka

implementasi program BERMUTU

• Membangun kemitraan antar lembaga

yang terlibat dalam implementasi

program BERMUTU di region Jateng

dan Sulsel

• Meningkatkan pemahaman peserta

tentang kegiatan BERMUTU yang

dikelola oleh PPPPTK Matematika

Pengelola program BERMUTU dari

instansi:

• Dinas Pendidikan dan wakil pengelola

KKG/MGMP dari 16 kabupaten/kota

mitra BERMUTU wilayah Jateng dan

Sulsel,

• LPTK, LPMP di Jateng dan Sulsel,

• PPPPTK Matematika.

• Banyak peserta: 90 orang dalam 2

angkatan untuk NT Tim Pengembang

KKG dan 90 orang dalam 2 angkatan

untuk NT Tim Pengembang MGMP

5. ToT PCT bagi

KKG tanggal 3-8

Mei 2010

ToT PCT bagi

MGMP tanggal

10-15 Mei 2010

• Meningkatkan kompetensi para PCT

dalam memahami modul-modul

yang disusun oleh PPPPTK

Matematika dan Dit Bindiklat serta

cara penggunaannya kepada tim

DCT

• Meningkatkan pemahaman para

PCT tentang program kegiatan dan

• PCT (calon PCT) yang terdiri dari unsur

LPMP, LPTK, dan guru (instruktur)

berlatar belakang Matematika wakil dari

16 propinsi mitra program BERMUTU

• Banyak peserta: 100 orang dalam 2

angkatan untuk ToT PCT bagi KKG dan

100 orang dalam 2 angkatan untuk ToT

PCT bagi MGMP

Page 40: Majalah Limas

kebijakan Ditjen PMPTK (Dit

Bindiklat, Dit Prodik, Dit Tendik)

dalam rangka implementasi program

BERMUTU

6. ToT DCT KKG,

tanggal 24-29

Mei 2010

ToT DCT

MGMP, tanggal

17-22 Mei 2010

• Meningkatkan kompetensi para

DCT dalam memahami modul-

modul yang disusun oleh PPPPTK

Matematika dan Dit Bindiklat untuk

kegiatan BERMUTU serta cara

pembimbingan penggunaannya

kepada para guru pemandu di

KKG/MGMP

• Meningkatkan pemahaman para

DCT tentang program kegiatan

dan kebijakan Ditjen PMPTK (Dit

Bindiklat, Dit Prodik, Dit Tendik)

dalam rangka implementasi

program BERMUTU

• DCT (calon DCT) yang terdiri dari unsur

LPMP, LPTK, dan guru (instruktur)

berlatar belakang Matematika wakil dari

16 propinsi mitra program BERMUTU.

• Banyak peserta: 100 orang dalam 2

angkatan untuk ToT DCT bagi KKG dan

100 orang dalam 2 angkatan untuk ToT

DCT bagi MGMP

7. ToT KKKS/

MKKS tanggal

15-20 Juni 2010

ToT KKPS/

MKPS tanggal 21-26 Juni 2010

• Meningkatkan pemahaman dan

menyamakan persepsi peserta tentang

proses dan pengelolaan kegiatan

BERMUTU di KKG/MGMP/

KKKS/MKKS/KKPS/MKPS

• Meningkatkan pemahaman peserta

tentang program kegiatan dan

kebijakan Ditjen PMPTK (Dit

Bindiklat, Dit Prodik, Dit Tendik)

dalam rangka implementasi program

BERMUTU

• Meningkatkan pemahaman peserta

tentang kegiatan BERMUTU yang

dikelola oleh PPPPTK Matematika

• Kepala Sekolah wakil KKKS/MKKS dan

Pengawas wakil KKPS/MKPS yang

wilayah KKG/MGMPnya mengikuti

program BERMUTU dari 16

kabupaten/kota mitra program

BERMUTU wilayah Jateng dan Sulsel,

• Widyaiswara LPMP dan Dosen LPTK

Jateng dan Sulsel

• Widyaiswara PPPPTK Matematika

• Banyak peserta: 70 orang untuk ToT

KKKS/MKKS dan 70 orang untuk ToT

KKPS/MKPS

8. Monitoring

pelatihan KKG

dan MGMP di

kabupaten/kota

oleh Tim

Pengembang

• 11-14 Juni 2010

(persiapan)

• Juni – Sept.

2010 (pelak-

sanaan)

• 1-3 Nov. 2010

• Mengetahui kinerja dan hambatan

yang dihadapi oleh para DCT dalam

mendiseminasikan hasil ToT DCT

yang telah diikutinya.

• Mendapat masukan terkait ToT DCT

yang telah dan akan dilaksanakan oleh

PPPPTK Matematika

Responden (2×10 orang × 16 kabupaten/

kota wakil 16 propinsi untuk pelatihan KKG

dan MGMP: Wakil alumni ToT DCT oleh

PPPPTK Matematika dan peserta

pengimbasan (guru pemandu) di 16 kab/kota

mewakili 16 propinsi mitra program

BERMUTU. Petugas persiapan (2×10 orang

untuk KKG dan MGMP): unsur PPPPTK

Matematika. Petugas pelaksanaan (2×32

orang petugas pusat dan 2×16 orang

petugas daerah untuk KKG dan

MGMP):unsur PPPPTK Matematika (NCT

Page 41: Majalah Limas

(pengolahan data

dan pelaporan

hasil)

dan pendampingnya) atau PCT/DCT

sebagai petugas pusat dan alumni NT

sebagai petugas daerah

Petugas pengolahan data (2×5 orang untuk

KKG dan MGMP): unsur PPPPTK

Matematika

9. Monitoring oleh

Tim Pengembang

di KKG dan

MGMP

• 11-14 Juni

2010

(persiapan)

• akhir Juli – 31

Okt. 2010

(pelaksanaan)

• 1-3 Nov. 2010

(pengolahan

data dan

pelaporan hasil)

• Mengetahui kondisi atau proses

kegiatan di KKG/ MGMP dan

mengidentifikasi hambatan yang

dihadapi oleh para pengurus

KKG/MGMP terkait pengelolaan

kegiatan KKG/MGMP dalam kerangka

program BERMUTU

• Membimbing para guru pemandu dan

pengurus KKG/MGMP dalam

memecahkan permasalahan yang

muncul terkait proses kegiatan belajar

dan pengelolaan KKG/MGMP dalam

kerangka program BERMUTU

Responden (320 orang di 32 KKG dan 320

orang di 32 MGMP): Guru peserta, guru

pemandu dan pengurus KKG/ MGMP di 16

kabupaten/kota mitra program BERMUTU

wilayah Jateng dan Sulsel. Petugas

persiapan (0 orang): ikut persiapan pada

kegiatan monitoring di nomor 8. Petugas

pelaksanaan (2×54 orang petugas pusat dan

2×32 orang petugas daerah untuk KKG dan

MGMP):unsur PPPPTK Matematika (NCT

dan pendampingnya), atau PCT/DCT sebagi

petugas pusat dan alumni NT sebagai

petugas daerah. Petugas pengolahan data

(2×5 orang untuk KKG dan MGMP): unsur

PPPPTK Matematika

10 Monitoring PCT

KKG/MGMP

oleh Tim

Pengembang

• 11-14 Juni

2010

(persiapan)

• akhir Juli –

Oktober –

(pelaksanaan)

• 1-3 Nov. 2010

(pengolahan

data dan

pelaporan hasil)

• Memfasilitasi alumni PCT dalam

membantu Tim DCT mengevaluasi

KKG/MGMP/KKKS/ MKKS/

KKPS/MKPS

• Mengetahui kondisi dan proses

kegiatan di KKG/ MGMP dan

mengidentifikasi hambatan yang

dihadapi oleh para pengurus

KKG/MGMP terkait pengelolaan

kegiatan KKG/MGMP dalam

kerangka program BERMUTU

• Membimbing para guru pemandu

KKG/MGMP dalam memecahkan

permasalahan yang muncul terkait

proses kegiatan belajar dan

pengelolaan KKG/MGMP dalam

implementasi program BERMUTU

Responden (50 orang): Guru pemandu dari

KKG/MGMP wilayah terpencil dan Guru

pemandu, pengurus KKG/MGMP, kepala

sekolah/pengawas pendamping di

KKG/MGMP yang bukan sasaran pada

kegiatan monitoring di no. 9 dari

kabupaten/kota mitra program BERMUTU

wilayah Jateng dan Sulsel.

Petugas persiapan (0 orang): ikut persiapan

pada kegiatan monitoring di nomor 8

.Petugas pelaksanaan: (54 orang petugas

pusat dan 54 orang petugas daerah):unsur

PPPPTK Matematika (NCT dan

pendampingnya) sebagi petugas pusat,

PCT/DCT sebagai petugas pusat/daerah dan

alumni NT sebagai petugas daerah. Petugas

pengolahan data (5 orang): unsur PPPPTK

Matematika

Penutup

Sampai dengan saat ini terdapat 16 propinsi terdiri dari 75 kabupaten/kota yang telah bersedia

menjadi mitra program BERMUTU. Implementasi program BERMUTU pada lima tahun

Page 42: Majalah Limas

pertama (2008-2012) diharapkan akan mampu membentuk sistem dan pola kegiatan pembinaan

dan peningkatan kompetensi dan kinerja guru secara berkelanjutan melalui forum organisasi

profesi KKG/MGMP dan KKPS/MKPS serta KKKS/MKKS. Pada suatu saat nanti diharapkan

semua propinsi dan kabupaten/kota di Indonesia ini dapat mengadopsi sistem dan pola kegiatan

dalam program BERMUTU untuk membina dan meningkatkan kompetensi dan kinerja para guru

di wilayah masing-masing. Tulisan ini diharapkan dapat menggugah semangat dan tekad para

pembaca untuk ikut menyukseskan program BERMUTU. Untuk warga PPPPTK Matematika,

tulisan ini diharapkan dapat memperjelas peran dan tugas masing-masing dalam kegiatan

program BERMUTU yang dikelola oleh PPPPTK Matematika sehingga akhirnya dapat berhasil

optimal sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.

Daftar Pustaka Depdiknas. 2008. Project Operation Manual (POM) Program BRMUTU. Jakarta: Depdiknas

Ditjen PMPTK.2009. Panduan Operasional Tim Inti Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan

Tenaga Kependidikan Program BERMUTU. Jakarta: Ditjen PMPTK.

PPPPTK Matematika.2008. Laporan Pengelolaan Kegiatan BERMUTU PPPPTK Matematika

Tahun 2008 Yogyakarta: PPPPTK Matematika.

PPPPTK Matematika.2009. Laporan Pengelolaan Kegiatan BERMUTU PPPPTK Matematika

Tahun 2009 Yogyakarta: PPPPTK Matematika.

PPPPTK Matematika.2010. Rencana Operasioal (RENOP) PPPPTK Matematika Tahun 2010.

Yogyakarta: PPPPTK Matematika.

Page 43: Majalah Limas

1

Peranan Beda (Selisih) untuk Menentukan Rumus Jumlah

Suatu Deret

Oleh: Markaban

Di Sekolah Menengah Atas maupun Sekolah Menengah Kejuruan terkadang masih dijumpai

permasalahan dalam materi pembelajaran barisan dan deret. Permasalahan yang dihadapi guru

dalam materi tersebut kadangkala hanya dikarenakan kurang cermat dalam memahami soal,

atau pemahaman yang hanya bersifat hafalan sebagaimana yang biasa diterangkan kepada

siswa, yaitu menyampaikan materi hanya mengenai deret aritmetika dan geometri saja tanpa

pengembangan. Berdasarkan hasil pretes pada kegiatan Diklat Guru Pengembang Matematika

Jenjang Dasar yang terkait dengan materi barisan dan deret, sebagian jawaban peserta diklat

masih kosong, dan masih perlu kecermatan dalam memahami soal. Di samping itu setelah

mendiskusikan materi mengenai ciri-ciri, sifat-sifat, dan cara menentukan suku ke-n barisan

aritmetika maupun barisan geometri serta jumlah n suku pertama dari deret aritmetika

maupun deret geometri, masih banyak juga peserta diklat yang belum dapat menyelesaikan

soal yang bukan merupakan deret aritmetika maupun deret geometri seperti misal menentukan

jumlah 25 suku pertama (S25) dari deret: 1 + 3 + 6 + 10 + ..... Hal inilah yang kemudian

menimbulkan pertanyaan/permasalahan guru: “Bagaimana cara mencari jumlah suatu deret

yang bukan deret aritmetika maupun deret geometri?”.

Salah satu cara dalam menentukan rumus umum jumlah n suku pertama dari deret ini adalah

dengan memperhatikan beda (selisih) antara dua suku yang berurutan. Bagaimanakah peranan

beda tersebut untuk menentukan rumus jumlah suatu deret?

Perhatikan proses pencarian beda (selisih) tetap dari suatu barisan yang dimaksud. Apabila

pada satu tingkat penyelidikan belum diperoleh selisih tetap, maka penyelidikan dilakukan

pada tingkat berikutnya sampai diperoleh selisih tetap. Suatu barisan disebut berderajat satu

(linear) bila selisih tetap diperoleh dalam satu tingkat penyelidikan, disebut berderajat dua

bila selisih tetap diperoleh dalam dua tingkat penyelidikan dan seterusnya. Untuk lebih

jelasnya perhatikan contoh berikut:

• Barisan 1, 2, 3, 4, … disebut barisan berderajat satu karena selisih tetap diperoleh pada

satu tingkat penyelidikan.

Page 44: Majalah Limas

2

1 2 3 4 K

• Barisan 1, 3, 6, 10, 15, … disebut barisan berderajat dua karena selisih tetap diperoleh

pada dua tingkat penyelidikan.

1 3 6 10 15 K

2 3 4 5

• Barisan 2, 6, 19, 46, 92, … disebut barisan berderajat tiga karena selisih tetap diperoleh

pada tiga tingkat penyelidikan.

2 6 19 46 92 K

4 13 27 46

9 14 19

5 5

Secara umum apabila barisan bilangan tersebut adalah: U1, U2, U3, ... dan operator beda

(selisih) dilambangkan dengan ∆, maka dapat kita gambarkan sebagai berikut:

U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 ....

beda1 ∆U1 ∆U2 ∆U3 ∆U4 ∆U5 ∆U6 …

beda 2 ∆2U1 ∆

2U2 ∆

2U3 ∆

2U4 ∆

2U5 …

beda 3 ∆3U1 ∆

3U2 ∆

3U3 ∆

3U4 …

dst

Diperoleh (*) :

U2 = U1 + ∆U1 = (1 + ∆) U1

1 1 1 selisih tetap = 1

1 1 1 selisih tetap = 1

selisih tetap = 5

Page 45: Majalah Limas

3

U3 = U2 + ∆U2 dengan ∆U2 = ∆U1 + ∆2U1

U3 = U1 + 2∆U1 + ∆2U1

= (1 + ∆)2 U1

U4 = U3 + ∆U3 dengan ∆U3 = ∆U2 + ∆2U2

= ∆U1 + ∆2U1 + ∆

2U1+ ∆

3U1

= ∆U1 + 2∆2U1 + ∆

3U1

U4 = U1 + 2∆U1 + ∆2U1+ ∆U1 + 2∆

2U1 + ∆3

U1

= U1 + 3∆U1 + 3∆2U1 + ∆

3U1

= (1 + ∆)3 U1

Apabila kita amati koefisien suku-suku dari bentuk di atas, dan kita bandingkan dengan apa

yang telah kita ketahui bahwa:

(a + b)2 = a

2 + 2ab + b

2

(a + b)3 = a3 + 3a2b + 3ab

2 + b3

(a + b)4 = a4 + 4a3b + 6a

2b

2 + 4ab3 + b4

....

maka koefisiennya membentuk segitiga Pascal, yang disajikan sebagai berikut.

(a + b) 1 1

(a + b)2 1 2 1

(a + b)3 1 3 3 1

(a + b)4 1 4 6 4 1

....................................................

Secara umum:

1 2 2 3 3( 1) ( 1)( 2)( )

2! 3!

n n n n nn n n n na b a na b a b a b

− − −− − −+ = + + + +K

Persamaan inilah yang sering kita kenal dengan teorema Binomial yaitu:

1 2 2 1( 1)( )

2!

n n n n n nn na b a na b a b nab b

− − −−+ = + + + + +K

= ∑=

−n

r

rb

rnarnC

0),(

Page 46: Majalah Limas

4

Pada teorema Binomial, koefisien binomial dari sebarang sukunya dinyatakan dengan C(n,r)

atau

r

n, dengan

r

n=

!)(!

!

rnr

n

, sehingga teorema Binomial dapat juga ditulis:

1 2 2 3 3( )0 1 2 3

n n n n n nn n n n na b a a b a b a b b

n

− − − + = + + + + +

K

Perhatikan kembali barisan bilangan U1, U2, U3, ... Barisan tersebut dimulai dari suku ke-1,

tetapi koefisien binomial terbentuk mulai pada suku ke-2 (perhatikan uraian (*) di atas),

sehingga koefisien suku-suku dari barisan bilangan tersebut adalah

0

1n,

1

1n,

2

1n

dan seterusnya.

Oleh karena itu bentuk rumus suku ke-n dari suatu barisan bilangan dapat dinyatakan sebagai

berikut.

21 1 1 1

1 1 1 ( 1)( 2) 1

0 1 2 1.2.3

pn

n n n n nU U U U U

p

− − − − −= + ∆ + ∆ + + ∆

KK

K

2

1 1 1 1( 1)( 2) 1 ( 1)( 2) 1

( 1)1.2 1.2.3

pn n n nU n U U U

p

− − − −= + − ∆ + ∆ + + ∆

K KK

K

dengan p menunjukkan derajat barisan.

Secara induktif untuk menentukan rumus jumlah n suku pertama adalah sebagai berikut.

S1 = U1 = 1. U1

S2 = S1 + U2 = U1 + (U1 + ∆U1) = 2U1 + ∆U1 = 2.U1 + 1.2

1)2.(2 −∆U1

S3 = S2 + U3 = (2U1 + ∆U1) + (U1 + 2∆U1 + ∆2U1)

= 3U1 + 3∆U1 + ∆2U1

= 3.U1+2.1

)13(3 −∆U1 +

3.2.1

)13)(23(3 −−∆

2U1

Page 47: Majalah Limas

5

S4 = S3 + U4= (3U1+ 3∆U1 + ∆2U1)+(U1 + 3∆U1 + 3∆

2U1 + ∆

3U1)

= 4U1 + 6∆U1 + 4∆2U1 + ∆3U1

= 4.U1 + 2.1

)14(4 −∆U1 +

3.2.1

)24)(14(4 −−∆

2U1 +

4.3.2.1

)34)(24)(14(4 −−−∆

3U1

M

Sn = U1 + U2 + U3 +… + Un

= nU1 + 2.1

)1( −nn∆U1 +

3.2.1

)2)(1( −− nnn∆

2U1 + … +

)1...(3.2.1

1)...2)(1(

+

−−

p

nnn∆

pU1

Berikut adalah salah satu jawaban dari pertanyaaan guru dalam menyelesaikan deret: 1 + 3 +

6 + 10 + 15 + ....

Terlebih dulu kita cari selisih tetapnya sebagai berikut.

1 3 6 10 15 K

2 3 4 5

Maka dengan rumus di atas diperoleh,

Sn = nU1 + 2.1

)1( −nn∆U1 +

3.2.1

)2)(1( −− nnn∆

2U1

= n.1 + 2.1

)1( −nn. 2 +

3.2.1

)2)(1( −− nnn. 1

= n + n2 − n +

6

23 23nnn +−

= 6

23 23nnn ++

Jadi jumlah 25 suku pertama adalah S25 = 6

2.25225.3325 ++=

6

17550= 2925

Contoh:

Tentukan rumus jumlah n suku pertama dari deret: 2 + 5 + 18 + 45 + 90 + ....

1 1 1 selisih tetap = 1

Page 48: Majalah Limas

6

2 5 18 45 90 K

3 13 27 45

Maka dengan rumus di atas diperoleh,

Sn = nU1 + ( 1)

2!

n n −∆U1 +

( 1)( 2)

3!

n n n− −∆

2U1 +

!4)3)(2)(1( −−− nnnn

∆3U1

= n.2 + 2

)1( −nn. 3 +

6

)2)(1( −− nnn. 10 +

24

)3)(2)(1( −−− nnnn.4

= 6

1n{12 + (9n – 9) + (10n

2 – 30n +20) + (n3 – 6n2 + 11n – 6)}

= 6

1n( n

3 + 4n

2 –10n + 17)

= 6

17104 234nnnn +−+

Cara menentukan jumlah dari suatu deret seperti ini dapat dikembangkan dengan

menganggap deret sebagai suatu fungsi. Dimisalkan Vx adalah fungsi yang beda pertamanya

Ux, maka sesuai dengan pengertian beda (selisih) seperti pada penjelasan di atas ∆Vx = Ux,

artinya Vx+1 – Vx = Ux.

Jika x berturut-turut diberi nilai: 0, 1, 2, 3, ... n diperoleh,

V1 – V0 = U0

V2 – V1 = U1

:

Vn+1 – Vn = Un

Vn+1 – V0 = U0 + U1 + U2 + U3 + K + Un

Atau U0 + U1 + U2 + U3 + K + Un = ∑=

n

x 0

Ux = Vn+1 – V0 = ]1

0

n

xV+

18 14 10

selisih tetap = 4 4 4

+

Page 49: Majalah Limas

7

Sekarang didefinisikan bahwa jika ∆Vx = Ux maka Vx = ∆-1

Ux dengan ∆-1

disebut operator

integral hingga.

Dengan demikian secara umum dapat dinyatakan: ∑=

n

x

xU

0

= ]1

01

∆+− n

Ux

Selanjutnya kita ingat definisi bahwa untuk n bilangan bulat positif, x(n)

yang dibaca x, n

faktorial adalah: x(n)

= x(x−1)(x−2)(x−3) K ( x− (n – 1)) dan x(0)

= 1.

Sehingga rumus umum jumlah n suku pertama dari deret 1 + 3 + 6 + 10 + K dapat

diselesaikan sebagai berikut.

Suku umum Ux = 2

1(x + 1). x =

2

1 (x + 1)

(2)

1+ 3 + 6 + 10 + K= ∑=

=

n

x

xU

1

( )(2)1

21

1n

x

x

=

+ =∑ ( )(2)1 1

11

12

nx

− +∆ +

= ( )(3) 1

11

16

nx

++

= 6

1( ){ }

(3) (3)2 2n + −

= 6

1{(n + 2). (n + 1).n – 2. 1. 0}

= 6

23 23nnn ++

Untuk lebih memperjelas berikut disajikan contoh lain.

Bagaimana menentukan rumus umum jumlah n suku pertama deret: 12 + 2

2 + 3

2 + K+ n

2

Penyelesaian:

Suku umum Ux = x2 = x (x – 1) + x = x

(2) + x

(1)

Maka: ∑=

=

n

x

xU

1

=∑=

n

x

x1

2

( )(2) (1)

1

n

x

x x

=

+ =∑ ( )1

1 (2) (1)

1

n

x x+

− ∆ +

∆-1(a + bx)(n) =

)1(

)()1(

+

++

nb

bxan

Page 50: Majalah Limas

8

=

1(3) (2)

1

1 1

3 2

n

x x

+

+

= ( ) ( ) { }(3) (2)1 1

1 1 0 03 2

n n

+ + + − +

= 3

1 (n + 1)n(n – 1) +

2

1(n + 1)n

= 6

1n (n + 1) (2n + 1)

Referensi:

1. K.A.Stroud alih bahasa Erwin Sucipto (1996).”Matematika untuk Teknik“ judul asli

“Engineering Mathematics”, Penerbit Erlangga, Jakarta,

2. Soehardjo, (1996), “ Matematika 2”, FMIPA-ITS, Surabaya

Page 51: Majalah Limas

Manfaat Matematika dalam Kehidupan

Oleh Krestanto

Guru SMP 2 Ungaran

Jawa Tengah

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui penalaran. Ini

bukan berarti ilmu yang lain tidak diperoleh melalui penalaran. Matematika lebih

menekankan aktivitas dalam penalaran atau dunia rasio, sedangkan ilmu lain lebih

menekankan hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran. Pada tahap awal

matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunia secara empiris, kemudian

diproses dalam dunia rasio, yaitu diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran di

dalam struktur kognitif sehingga menuju konsep-konsep matematika. Agar konsep yang

dibentuk dipahami orang lain, maka digunakan notasi dan istilah secara cermat yang

disepakati secara universal dan dikenal dengan bahasa matematika.

Matematika memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik, penalaran

yang jelas, sistematis, dan keterkaitan antar konsep yang kuat. Unsur utama pekerjaan

matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar asumsi atau kebenaran

konsistensi. Selain itu, matematika bekerja melalui penalaran induktif yang didasarkan

fakta dan gejala yang muncul untuk sampai pada perkiraan tertentu. Tetapi penalaran itu

harus tetap dibuktikan secara deduktif dan dengan argumentasi yang konsisten.

Matematika dapat dipandang sebagai pelayan dan sekaligus raja dari ilmu-ilmu

lain. Sebagai pelayan, matematika adalah ilmu dasar yang mendasari dan melayani

berbagai ilmu pengetahuan lain. Sebagai contoh, IPA fisika dalam hitungannya selalu

menggunakan bantuan matematika. Sebagai raja, perkembangan matematika tidak

tergantung dengan ilmu lain. Seiring dengan perkembangan teknologi, banyak cabang-

cabang matematika murni seperti aritmatika, geometri, dan aljabar dapat diterapkan

dalam berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir, serta dapat dipakai sebagai

alat bantu memecahkan masalah kehidupan sehari-hari.

Tidak banyak orang yang menyadari, bahwa dibalik setiap teknologi yang dapat

menghemat tenaga, sumber daya, dan pikiran, terlebih dahulu telah dipergunakan

berbagai hasil pemikiran matematika. Bagaimana kita dapat mengetahui hasil pemilihan

Capres dan Cawapres pada pemilu 8 juli 2009 lalu tanpa menggunakan bantuan

matematika? Bagaimana kita dapat menentukan persentase laju pertumbuhan penduduk

tiap tahun tanpa bantuan matematika? Bagaimana pegawai bank dapat menghitung besar

tabungan atau besar bunga dari tabungan seseorang yang menjadi nasabahnya, jika tanpa

bantuan matematika?

Adakah lini kehidupan sehari-hari yang kita jalani tanpa bantuan matematika?

Disadari atau tidak, matematika sangat bermanfaat dalam kehidupan kita sehari-hari.

Misalnya, statistika dapat digunakan untuk mengetahui banyaknya formasi tim

kesebelasan sepakbola yang dapat dibentuk. Geometri dapat digunakan oleh para

ahli teknik sipil untuk menghitung banyak bahan bangunan yang diperlukan.

Aritmatika dapat digunakan untuk menghitung keuntungan atau kerugian seorang

pedagang, atau untuk menghitung tagihan rekening listrik yang harus dibayar pelanggan

Page 52: Majalah Limas

listrik PLN yaitu penghitungan biaya beban yang besarnya tergantung dari daya yang

disediakan PLN dan biaya pajak penerangan jalan.

Perkembangan peradaban manusia tidak terlepas dari ilmu-ilmu dasar sebagai

basis logika berpikir, termasuk matematika. Matematika telah banyak dimanfaatkan

manusia untuk mengenal dan menjelaskan hal-hal yang terjadi disekelilingnya.

Matematika sebagai wahana pendidikan tidak hanya dapat digunakan untuk mencapai

satu tujuan, mencerdaskan siswa, tetapi dapat pula membentuk kepribadian serta

mengembangkan keterampilan tertentu.

Belajar matematika tidak sekedar belajar perkalian, pembagian, penjumlahan dan

pengurangan atau dalam istilah bahasa jawanya ping, para, lan, suda (pipalanda),

melainkan didalamnya ada aljabar, aritmetika, dan geometri. Dalam mempelajari objek

matematika seperti fakta, konsep, prinsip, operasi dan prosedur, secara tidak langsung

juga terbentuk nilai dan sikap matematis yang dapat dikaitkan dengan pelajaran lain,

misalnya sikap positif, disiplin, independen, cara berpikir logis, menghargai keteraturan ,

jujur dan sebagainya.

Matematika memiliki fungsi antara lain sebagai wahana mengembangkan

kemampuan komunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol, mengembangkan

ketajaman penalaran yang dapat memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam

kehidupan sehari-hari. Sajian bentuk model matematika berupa persamaan,

pertidaksamaan, rumus fungsi, grafik, diagram atau tabel dapat mengembangkan

kemampuan komunikasi siswa.

Matematika juga memiliki fungsi sebagai bahasa, cara berpikir secara nalar, dan

sebagai alat untuk memecahkan masalah. Bila ketiga fungsi ini dipahami benar oleh

pembelajar, mereka akan senang dan mencintai matematika. Menanamkan pemahaman

pada siswa bahwa matematika memiliki peran yang tidak kecil dalam kehidupan akan

menambah rasa percaya diri dan memotivasi mereka untuk belajar ilmu yang dianggap

sulit oleh kebanyakan orang ini. Pemahaman matematika secara sepotong-sepotong,

mengakibatkan pembelajar akan bingung serta menimbulkan rasa takut pada pelajaran

ini. Padahal peran dan fungsi matematika sangat besar dalam kehidupan. Segala aktivitas

manusia dapat dipandang sebagai hasil karya matematis yang tidak membosankan. Bagi

yang paham karakteristik matematika, mereka akan senang dan enjoy mempelajari ilmu

ini. Semoga!

Page 53: Majalah Limas

Guru Guru Guru Guru SD SD SD SD yyyyang Memberikan Inspirasiang Memberikan Inspirasiang Memberikan Inspirasiang Memberikan Inspirasi ddddalam Mengajarkan alam Mengajarkan alam Mengajarkan alam Mengajarkan MatematikaMatematikaMatematikaMatematika Ditulis oleh Puji Iryanti

Saya merasa sangat bersemangat dan senang berada di kelas dimana guru-guru sedang

mengajar matematika, terutama di kelas guru-guru yang dapat menginspirasi guru lain.

Saya dapat bersama-sama guru di kelas dikarenakan tugas saya menjadi fasilitator diklat

di PPPPTK Matematika dan di SEAMEO QITEP in Mathematics. Proses belajar

mengajar tidak hanya terjadi antara guru dan para siswanya, tetapi itu juga terjadi pada

saya yang ikut belajar dari guru itu tentang bagaimana mengajar yang baik.

Menurut saya, guru matematika yang memberikan inspiransi itu adalah guru yang

menguasai materi matematika dan dapat mengajarkannya dengan baik, memberi

kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi dalam memahami konsep matematika,

bernalar, memecahkan masalah, dan menghargai matematika. Ia juga sekaligus kreatif,

inovatif, dapat mengelola kelas dan waktu dengan baik. Ia juga harus dapat memotivasi

siswa-siswanya untuk belajar matematika. Wah, ternyata banyak sekali kriteria yang saya

inginkan. Namun demikian, ternyata saya menemukan juga beberapa guru yang bagus

dan sangat memberikan inspirasi kepada saya walaupun tentu tidak memenuhi semua

yang saya inginkan. Berikut ini adalah seorang guru di antara beberapa guru-guru yang

saya maksudkan itu.

Bu H mengajar di kelas VI SD “B”, suatu SD swasta yang relatif kecil di Yogyakarta. Ia

masih muda, umur sekitar 24 tahun dan cantik. Saya mendapat kesempatan mengunjungi

kelasnya ketika saya menjadi fasilitator diklat. Sewaktu saya dan observer lain datang, ia

menenteramkan siswa dan membuat nyaman siswa supaya tidak merasa terganggu

dengan kehadiran kami. Apa yang saya ceritakan berikut ini berdasarkan catatan

observasi yang saya buat pada hari Selasa, tanggal 28 Juli 2009.

Selanjutnya ia mengatakan kepada siswa, pelajaran matematika kali ini adalah Statistika

dengan materi Pengumpulan Data dan Penyajiannya. Siswa ditanya apakah mereka tahu

apa pekerjaan wartawan. Mereka menjawab wartawan adalah orang yang menulis berita

di koran atau majalah. Bu H mengatakan pelajaran kali ini siswa berpura-pura menjadi

wartawan yang akan membuat majalah dinding (mading) tentang laporan berat, tinggi

dan umur para siswa kelas ini. Bu H kemudian meminta siswa untuk menyampaikan ide-

Page 54: Majalah Limas

ide supaya mading menjadi menarik. Untuk mengetahui apakah para siswa sudah

menangkap maksudnya, ia kemudian menanyakan hal itu kepada salah seorang siswa,

yaitu Y. Dengan sangat lancar siswa tersebut kemudian menjelaskan. Bu H menyetujui

penjelasan itu.

Ia kemudian mengelompokkan siswa menjadi 5 kelompok. Tiap-tiap kelompok diberi

tugas yang berbeda. Tugas kelompok adalah mengumpulkan data jarak rumah siswa ke

sekolah, data umur, berat dan tinggi badan. Bu H mengatakan untuk mendapatkan data

yang ditugaskan, mereka boleh menanyakannya kepada siswa lain. Selanjutnya setiap

kelompok beraksi mengumpulkan data. Setelah siswa memperoleh data, mereka diminta

untuk menuliskannya pada kertas buram yang dibagikan guru. Dalam proses

mengumpulkan dan menyajikan data ini bu H selalu memonitor siswa-siswanya dan

memberikan bantuan yang diperlukan. Yang menarik, salah satu kelompok walaupun

aktif tetapi ada anggotanya yang bersikap aneh. Anak lelaki itu kadang hanya melihat

teman-temannya saja, kadang ia mau terlibat dalam diskusi, tetapi kadang ia acuh saja

dan meletakkan kepalanya di meja. Bu H dan anggota kelompoknya menerima saja sikap

anak tersebut. Mereka tidak memprotes apa yang dilakukan anak itu. Saya ikut melihat

apa yang kelompok-kelompok lakukan. Semua kelompok menuliskan hasilnya di kertas

buram, tetapi tulisan mereka kecil dan ini pasti tidak kelihatan jika dipresentasikan

kepada seluruh kelas.

Tibalah saat presentasi. Semua siswa diminta menempelkan kertas buram yang memuat

data di papan tulis menggunakan isolasi. Kemudian bu H meminta semua siswa

mengubah posisi duduk, yang tadinya membentuk kelompok sekarang menghadap ke

papan tulis untuk melihat apa yang tersaji di papan. Pada waktu itu saya berpikir

bagaimana mereka bisa melihat data yang terkumpul karena tulisan sekecil itu, pasti ini

akan menjadi masalah. Tetapi bu H dengan tenangnya bertanya kepada para siswa

apakah tulisan-tulisan itu dapat dilihat. Tentu saja sebagian siswa menjawab tidak. Bu H

kemudian mengatakan bagi siswa yang tidak dapat melihat dengan jelas mereka

dipersilahkan untuk mendekat ke papan tulis. Hampir semua siswa di kelas itu kemudian

ramai-ramai mendekat ke papan tulis. Hanya 3 orang siswa yang tidak mendekat. Dua

orang siswa memang sudah diamati tidak aktif di kelompoknya. Yang pertama adalah

anak lelaki yang saya ceritakan tadi dan yang kedua adalah seorang siswa perempuan

yang postur tubuhnya lebih besar daripada teman-temannya.

Page 55: Majalah Limas

Setelah semua siswa yang mendekat di papan melihat laporan kelompok lain, mereka

diminta duduk kembali. Bu H meminta penjelasan dari kelompok-kelompok itu. Seorang

siswa yang bernama Y mewakili kelompoknya menjelaskan data yang mereka sajikan.

Ternyata kelompok ini adalah kelompok satu-satunya yang menyajikan data

menggunakan diagram batang. Bu H bertanya darimana mereka mendapatkan ide itu

padahal mereka belum mempelajarinya.Y menjawab mereka mengetahuinya dari

komputer. Bu H kemudian memberikan komentar positif atas pekerjaan mereka.

Selanjutnya bu H menanyakan kelompok berikutnya mengapa mereka menyajikan data

yang diperoleh menggunakan urutan. Siswa menjelaskan bahwa menurut mereka itu

adalah cara yang sistematis. Kelompok ke-3 mendapat giliran. Mereka menyajikan data

tidak secara sistematis. Bu H memberikan tanggapan atas semua presentasi dan

mengklarifikasinya. Ada siswa yang bertanya kalau ingin tahu berapa banyaknya data

bagaimana caranya. Ia memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk memberikan

jawaban. Selanjutnya ia memberikan konfirmasi atas jawaban tersebut.

Bu H kemudian mengajak siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran hari ini. Pada

kesempatan itu ia mengarahkan siswa untuk menyimpulkan bahwa cara yang paling

efektif untuk menyajikan data adalah menggunakan tabel. Terakhir ia menutup pelajaran.

Menurut saya, bu H sudah mengajarkan Pengumpulan dan Penyajian Data dengan baik,

menarik karena menginformasikan secara tidak langsung profesi orang yang sering

mengumpulkan dan menyajikan data yaitu wartawan, melibatkan siswa, menggunakan

lingkungan sekitar dalam pembelajaran, memberikan kepada siswa keleluasaan bentuk

penyajian data, memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun penalaran

matematika secara demokratis dan mengelola kelas dengan baik. Menurut catatan yang

saya buat pelajaran dimulai jam 09.30 dan berakhir jam 10.52, berarti sekitar 72 menit

waktu yang digunakan. Itu juga berarti bu H sudah mengelola waktu dengan cukup baik

selama 2 × 35 menit. Saran kepada bu H cuma bagaimana mengoptimalkan penilaian

pembelajaran karena belum tampak jelas.

Pada saat refleksi yang dilakukan oleh para observer dan bu H, ada beberapa hal yang

saya tanyakan. Pertama mengapa bu H senang bertanya kepada Y, karena beberapa kali

Page 56: Majalah Limas

memang ia selalu bertanya kepada Y. Ia menjawab, seperti umumnya guru-guru yang

lain, karena Y anak pintar di kelas. Ia menduga dengan memberikan pertanyaan kepada

Y, yang memang selalu dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan benar, akan

menghemat waktu dan memotivasi siswa-siswa lain. Saya memberi saran kepada bu H

lain kali untuk mendistribusikan pertanyaan secara merata. Ini bertujuan untuk

meningkatkan penalaran siswa-siswa lain. Pertanyaan kedua mengenai dua siswa yang

tidak aktif dalam pembelajaran. Bu H menjawab anak lelaki yang acuh saja dalam

kelompoknya adalah anak autis. Tetapi bu H sudah mengkondisikan kelas untuk

menerima anak itu apa adanya dan tetap mengajaknya belajar apabila ia mau. Anak

perempuan yang berpostur tubuh besar adalah anak yang sudah pernah tinggal kelas. Ia

memang siswa yang lamban.

Saya merasa bangga terhadap bu H. Ia juga mengkondisikan kepada siswa-siswa untuk

menerima anak-anak yang memiliki kekurangan, tetapi tetap mengajak dan memotivasi

teman mereka untuk belajar. Ia masih muda, tetapi kreatif. Dengan lebih mengasah

kemampuannya dalam mengajar, saya yakin ia akan lebih berkualitas di masa yang akan

datang. Saya berharap guru-guru lain yang mengajar matematika terinspirasi untuk

mengajar matematika seperti bu H atau mungkin lebih baik lagi.

Page 57: Majalah Limas

PERMASALAHAN YANG BERKAITAN DENGAN JARAK, WAKTU, DAN

KECEPATAN SERTA ALTERNATIF PEMECAHANNYA

DI SEKOLAH DASAR

Oleh: Pujiati

Salah satu bahasan materi pengukuran yang masih perlu mendapatkan perhatian

berdasarkan pengamatan penulis pada saat diklat di PPPTK Matematika adalah

menyelesaikan soal/masalah yang berkaitan dengan jarak, waktu, dan kecepatan. Hal itu

sejalan dengan hasil kegiatan Training Need Assessment (TNA) yang dilaksanakan oleh

PPPPTK Matematika pada tahun 2007, di sepuluh propinsi di Indonesia. Materi

matematika yang masih sulit bagi guru-guru sekolah dasar (lebih dari 90 % responden),

adalah materi tentang pengukuran, khususnya Jarak (j), Waktu (w), dan Kecepatan (k).

(Laporan TNA, 2007: 10). Adapun masalah-masalah yang sering muncul/ditanyakan ke

penulis adalah masalah berpapasan dan susul menyusul.

Masalah Berpapasan

Kasus 1: Berpapasan dengan Waktu Berangkat Bersamaan

Contoh:

Jarak antara Yogyakarta-Malang adalah 350 km. Ali berangkat dari Yogyakarta menuju

Malang pukul 06.00 WIB menggunakan mobil dengan kecepatan 60 km/jam. Pada waktu

dan rute yang sama Budi berangkat dari Malang menuju Yogyakarta dengan

mengendarai mobil yang kecepatannya 80 km/jam. Pada jarak berapa dan pukul berapa

keduanya berpapasan?

Alternatif Penyelesaian:

Untuk menyelesaikan masalah tersebut di atas, ada beberapa alternatif penyelesaian

seperti berikut ini.

Alternatif ke-1: Menggunakan Tabel

Dalam menggunakan tabel pertama kali dimulai dengan menuliskan jarak yang ditempuh

Ali dan Budi pada saat mulai berangkat (0 km). Setelah 1 jam perjalanan berapa jarak

yang telah ditempuh Ali dan Budi, 2 jam, dan seterusnya sampai diperoleh jumlah jarak

yang telah ditempuh oleh Ali dan Budi merupakan jarak antara Yogyakarta dan Malang.

Page 58: Majalah Limas

Jarak yang telah ditempuh (km) No Pukul

Ali Budi Ali dan Budi

1. 06.00 0 0 0

2. 07.00 60 80 140

3. 08.00 120 160 280

4. 08.30 150 200 350

Dari tabel tersebut dapat dilihat ternyata:

1. keduanya berpapasan pada pukul 08.30 WIB

2. keduanya berapapasan setelah Ali menempuh jarak 150 km dari Yogya atau Budi

telah menempuh jarak 200 km dari Malang.

Alternatif ke-2: Menggunakan Rumus Jarak, Waktu, dan Kecepatan

Misalkan lama perjalanan dari berangkat sampai bertemu w jam, dengan menggunakan

rumus: jarak (j) = kecepatan (k) × waktu (w), maka diperoleh:

jarak tempuh Ali + jarak tempuh Budi = 350

(kecepatan Ali × waktu tempuh) + (kecepatan Budi × waktu tempuh) = 350

60w + 80w = 350

140w = 350

w = 140

350 =

2

12

Jadi mereka berpapasan setelah perjalanan selama 2

12 jam sesudah pukul 06.00, berarti

pukul 08.30 WIB.

Jarak sewaktu berpapasan:

1. Jarak Ali dari Yogya = (60 × 2

12 ) km = 150 km

2. Jarak Budi dari Malang = (80 × 2

12 ) km = 200 km.

Alternatif ke-3: Menggunakan Sketsa/gambar

Page 59: Majalah Limas

Kecepatan berkendara Ali 60 km/jam dari Yogya

Kecepatan berkendara Budi 80 km/jam dari Malang

Jarak Yogya – Malang = 350 km

1. Posisi awal pukul 06.00

2. Posisi setelah satu jam perjalanan (pukul 07.00)

Jarak perjalanan yang sudah ditempuh Ali dan Budi selama 1 jam adalah: (60 +

80)km = 140 km

3. Posisi setelah dua jam perjalanan (pukul 08.00)

Jarak perjalanan yang sudah ditempuh Ali dan Budi selama 2 jam adalah: (60 + 60 +

80 + 80)km = 280 km. Dari sketsa terlihat bahwa jarak antara Ali dan Budi setelah

menempuh perjalanan selama 2 jam tinggal 70 km lagi, padahal setiap jam mereka

berdua menempuh jarak 140 km, sehingga mereka akan berpapasan setelah

menempuh perjalanan 2

1 jam lagi.

06.00 07.00 08.00 07.00 06.00 60 km 60 km 80 km 80 km

1 jam 1 jam 1 jam 1 jam

350 km

● ●

06.00 07.00 06.00 60 km 80 km

1 jam 1 jam

350 km

● 07.00

08.00

06.00 06.00

350 km

Yogyakarta (Y) Malang (M)

Ali Budi

k = 60 km/jam k = 80 km/jam

Page 60: Majalah Limas

4. Posisi setelah 2

12 jam perjalanan (pukul 08.30)

Jarak perjalanan yang sudah ditempuh Ali dan Budi selama 2

12 jam adalah: (60

+ 60 + 30 + 80 + 80 + 40)km = 350 km.

Dengan demikian setelah menempuh perjalanan selama 2

12 jam, jarak yang

sudah ditempuh oleh Ali dan Budi sama dengan jarak kota Yogyakarta - Malang

setelah berjalan sejak pukul 06.00. Dengan kata lain setelah menempuh

perjalanan 2

12 jam dari pukul 06.00 mereka akan bertemu pada pukul 08.30.

Bentuk akhir penyelesaiannya dengan satu sketsa adalah sebagai berikut.

Kasus 2: Berpapasan dengan Waktu Berangkat Berbeda

Contoh:

Adi berangkat dari kota A menuju kota B yang berjarak 159 km pada pukul 07.30

dengan mengendarai sepeda motor yang kecepatan rata-ratanya 48 km/jam. Seno

berangkat dari kota B menuju kota A mengendarai sepeda motor dengan kecepatan rata-

rata 60 km/jam. Jika Seno berangkat setengah jam setelah perjalanan Adi, pada pukul

berapakah mereka akan berpapasan? (Sukirman dan Rachmadi W., 2000: 44).

06.00 07.00 08.00 08.30 08.00 07.00 06.00 60 km 60 km 30 km 40 km 80 km 80 km

1 jam 1 jam

2

1jam 2

1jam

1 jam 1 jam

350 km

06.00 07.00 08.00 08.30 08.00 07.00 06.00 60 km 60 km 30 km 40 km 80 km 80 km

1 jam 1 jam

2

1jam 2

1jam

1 jam 1 jam

150 km

200 km

● ● ●

k = 60 km/jam k = 80 km/jam

Ali Budi

Y M

Page 61: Majalah Limas

Penyelesaian:

Cara penyelesaian contoh di atas sama dengan kasus 1. Pada kasus ini alternatif

penyelesaiannya akan menggunakan tabel.

Jarak yang telah ditempuh (km) No Pukul

Adi Seno Adi dan Seno

1. 07.30 0 0 0

2. 08.00 24 0 24

3. 08.30 48 30 78

4. 09.00 72 60 132

5. 09.15 84 75 159

Dari tabel di atas, maka Adi dan Seno akan berpapasan pada pukul 09.15, yaitu dengan

jarak 84 km dari kota A atau 75 km dari kota B. Silakan Anda mencoba cara lain.

Masalah perjalanan searah sehingga terjadi penyusulan

Dalam membuat soal yang berkaitan dengan menempuh suatu perjalanan searah dari

suatu tempat pemberangkatan agar kendaraan yang satu memungkinkan untuk tersusul

oleh kendaraan yang lain, maka kendaraan yang lebih lambat kecepatannya harus diberi

kesempatan berangkat terlebih dahulu. Dengan demikian terjadi selisih pemberangkatan.

Contoh:

Asvin dan Septo berangkat dari kota A menuju kota B mengendarai sepeda motor

dengan kecepatan berturut-turut 30 km/jam dan 50 km/jam. Asvin berangkat terlebih

dahulu, kemudian disusul oleh Septo selang 3 jam. Berapa lama Asvin tersusul Septo dan

berapa jarak yang telah ditempuhnya?

Alternatif Penyelesaian:

Alternatif ke-1: Menggunakan Tabel

Prinsip pemecahan masalah ini adalah, pada saat Asvin tersusul Septo, maka jarak

tempuh keduanya sama.

Jarak tempuh No.

Lama

perjalanan (jam) Asvin (km) Septo (km)

1. 1 30 0

2. 2 60 0

3. 3 90 0

Page 62: Majalah Limas

Jarak tempuh No.

Lama

perjalanan (jam) Asvin (km) Septo (km)

4. 4 120 50

5. 5 150 100

6. 6 180 150

7. 7 210 200

8. 7,5 225 225

Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa Asvin tersusul Septo setelah 7,5 jam perjalanan

atau setelah Septo melakukan perjalanan dalam waktu 4,5 jam. Asvin tersusul Septo

setelah menempuh jarak 225 km.

Alternatif ke-2: Menggunakan Rumus

1. Menggunakan rumus jarak sama dengan waktu kali kecepatan

Kecepatan Asvin = 30 km/jam atau kA = 30 km/jam

Kecepatan Septo = 50 km/jam atau kS = 50 km/jam

Setelah 3 jam Septo menyusul Asvin, maka Septo telah bergerak/berjalan wS = wA - 3

Karena saat tersusul jarak tempuhnya sama, maka:

jA = jS

kA × wA = kS × wS

30wA = 50wS

30wA = 50(wA – 3)

30wA = 50wA – 150

150 = 20wA

20

150 = wA

7,5 = wA

Jadi Asvin tersusul Septo setelah 7,5 jam perjalanan atau setelah Asvin menempuh

jarak = (7,5 × 30) km = 225 km.

Page 63: Majalah Limas

2. Menggunakan rumus waktu sama dengan jarak dibagi kecepatan (Sukarjono, 1998:

15).

Ketika Septo menyusul Asvin, jarak yang ditempuh sama. Jika jarak tersebut,

misalkan j km, maka Asvin telah menempuh selama 30

j jam (waktu tempuh = jarak

dibagi kecepatan), sedangkan Septo telah menempuh 50

j jam.

Selisih waktunya 3 jam, sehingga 30

j –

50

j = 3 atau

150

5 j –

150

3 j = 3

150

2 j = 3

j = 2

150×3 = 225

Jadi Septo menyusul Asvin setelah menempuh jarak 225 km, dalam jangka waktu =

(50

225) jam = 4

2

1jam, sedangkan Asvin telah berkendaraan selama = (3 + 4

2

1) jam =

72

1 jam.

Alternatif ke-3: Menggunakan Sketsa/gambar

Selisih waktu perjalanan antara Asvin dan Septo = 3 jam. Selisih waktu itulah yang

nantinya akan dipakai sebagai dasar perhitungan. Perhatikan bahwa:

Asvin 1 jam menempuh jarak 30 km → 3 jam menempuh = 3 × 30 km = 90 km

Septo 1 jam menempuh jarak 50 km → 3 jam menempuh = 3 × 50 km = 150 km

Perhitungan di atas dapat kita gambarkan dengan dimulai 3 jam pertama Asvin

menempuh 90 km, 3 jam pertama Septo menempuh 150 km. Demikian seterusnya

sampai Septo dapat menyusul Asvin di jarak tempuh yang sama, digambarkan seperti

berikut.

.

0 3 0 6 0 9 0 1 2 0 1 5 0 1 8 0 2 1 0 2 4 0 2 7 0

Asvin

Septo

jam3 jam3 jam

2

11

jam3 jam2

11

Page 64: Majalah Limas

Diagram jarak, waktu, dan kecepatan yang digambarkan di atas ternyata cukup dapat

memberikan kejelasan bahwa:

1. Budi menyusul Ali tepatnya pada jarak 225 km

2. waktu Septo menyusul Asvin adalah:

• tujuh setengah jam setelah Asvin berangkat atau

• empat setengah jam setelah Septo berangkat.

Permasalahan-permasalahan di atas adalah permasalahan yang sering ditanyakan ke

penulis. Agar dapat memotivasi siswa dalam belajar tentang jarak, waktu dan kecepatan,

hendaknya diberikan masalah-masalah yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata

siswa.

Referensi:

----. 2007. Laporan Kegiatan Training Need Assessment dan Recruitment SD Tahun

2007. Yogyakarta: PPPPTK Matematika

Pujiati. 2007. Modul Fasilitasi Pembelajaran Matematika di KKG: Permasalahan

Pembelajaran Jarak, Waktu dan Kecepatan serta Alternatif Pemecahannya.

Yogyakarta: PPPPTK Matematika.

Sukardjono. 1998. Paket Pembinaan Penataran: Matematika SD dalam Kehidupan

Sehari-hari Permasalahan dan Pembelajaran. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Sukirman dan Rachmadi. 2000. Bahan Penataran Guru SLTP: Aritmetika. Yogyakarta:

PPPG Matematika.