Post on 31-Jan-2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Merupakan terapan dari filsafat umum. Filsafat pendidikan pada dasarnya
menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu
berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Berikut ini
dua aliran-aliran dalam filsafat pendidikan.
Perenialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced
Learner’s Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the
whole year” atau “lasting for a very long time” – abadi atau kekal. Dari makna yang
terkandung dalam kata itu adalah aliran perenialisme mengandung kepercayaan
filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.
Perenialisme lahir pada tahun 1930-an sebagai suatu reaksi terhadap
pendidikan progresif. Perenialsme menentang pandangan progresivisme yang
menekankan perubahan dan suatu yang baru. Perenialisme memandang situasi
didunia ini penuh kekacawan, ketikdak pastian dan ketidak teraturan, terutama pada
kehidupan moral, intelektual dan sosial kultural. Maka perlu ada usaha untuk
mengamankan ketidak beresan ini.
Sebangai mana progresivisme, esensialisme dikenal sebagai gerakan
pendidikan danjuga sebagai aliran filsafat pendidikan. Essensialisme berusaha
mencari dan mempertahankan hal-hal yang esensial, yaitu sesuatu yang bersifat inti
atau hakikat fundamental, atau unsur mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu.
Menurut Esensialisme, yang esensial tersebut harus diwariskan kepada generasi muda
agar dapat bertahan dari waktu ke waktu karenaitu Esensialisme tergolong
tradisionalisme.
2
Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang
berbeda dengan progresivisme, yaitu yang tumbuh dan berkembang disekitar abad 11,
12, 13 dan ke 14 Masehi. Didalam zaman Renaissance itu telah berkembang dengan
megahnya usaha-usaha untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian
serta kebudayaan purbakala, terutama dizaman Yunani dan Romawi purbakala.
Renaissance itu merupaka reaksi terhadapa tradisi dan sebagai puncak timbulnya
individualisme dalam berpikir dan bertindak dalam semua cabang dari aktivitas
manusia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Aliran Perenialisme dan Esensialisme
2. Apa sejarah Aliran Perenialisme dan Esensialisme
3. Bagaimana Aliran Perenialisme dan Esensialisme pandanga terhadap
pendidikan
C. TUJUAN PENULISAN
untuk mengetahii pengertian dan sejarah aliran filsafat pendidikan, dan
sebagai bahan pertimbangan dosen atas tugas makalah.
D. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adala kajian
kepustakaan (library research).
3
BAB II
ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME DAN ESENSIALISME
Merupakan terapan dari filsafat umum. Filsafat pendidikan pada dasarnya
menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu
berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Berikut ini
dua aliran-aliran dalam filsafat pendidikan.
A. ALIRAN PERENNIALISME
a. Pegertian perenialisma
Perenialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced
Learner’s Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the
whole year” atau “lasting for a very long time” – abadi atau kekal.1 Dari makna yang
terkandung dalam kata itu adalah aliran perenialisme mengandung kepercayaan
filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.
Perenialisme melihat bahwa akibat dari kehidupan zaman moderen telah
menimbulkan krisis di berbagai bidang kehidupan umat manusia. Mengatasi krisis ini
perenialisme memberikan jalan keluar berupa “kembali kepada kebudayaan masa
lampau” regresive road to culture. Oleh sebab itu perennialisme memandang penting
peranan pendidikan dalam proses mengembalikan keadaan manusia zaman modren
ini kapada kebudayaan masa lampauyang dianggap cukup ideal yang telah teruji
ketangguhan nya.
Asas yang dianut perenialisme bersumber pada filsafat kebudayaan yang
terkiblat dua, yaitu (a) perenialisme yang theologis – bernaung dibawah supremasi
gereja katolik. Dengan orientasipada ajaran dan tafsir Thomas Aquinas – dan (b)
perenialisme sekuler berpegang pada ide dan cita Plato dan Aristoteles.2
1Drs. Zuhairini, dkk, filsafat pendidikan islam, (jakarta): penerbit BUMI AKSARA, 2008, hal 27. 2Drs, zuhairini, dkk, filsafat pendidikan islam, …,hal 28
4
b. Sejarah Perkebdangan Aliran perenialisme
Aliran perenialisme lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai
suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan
progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme
memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan
ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh
karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan
jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi
pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini
adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.3
Perenialisme lahir pada tahun 1930-an sebagai suatu reaksi terhadap
pendidikan progresif. Perenialsme menentang pandangan progresivisme yang
menekankan perubahan dan suatu yang baru. Perenialisme memandang situasi
didunia ini penuh kekacawan, ketikdak pastian dan ketidak teraturan, terutama pada
kehidupan moral, intelektual dan sosial kultural. Maka perlu ada usaha untuk
mengamankan ketidak beresan ini.
Teori atau konsep pendidikan perenialisme dilatar belakangi oleh filsafat-
filsafat Plato yang merupakan bapak edialime klasik, filsafat Aristoteles sebagai
bapak realisme klasik dan filsafat Thomas Aquinas yang mencoba memadukan antara
filsafat Aristoteles dengan ajaran (filsafat) greja katolik yang tumbuh pada zamannya
(abat pertengahan).
Kira-kira abad ke-6 hingga abad ke-15 merupakan abad kejayaan dan
keemasan filsafat perenialisme. Namun, mungkin saja kita bisa saja dengan terburu-
buru melihat perkembangan filsafat perenial ini hanya dalam kerengka sejalan
pemikiran barat saja, melainkan juga terjadi di wilayah lainnya . dan memang harus
tetap diakui bahwasanya jejak perkembanganfilsafat perenial jauh lebih tampak
3 Di Download pada tanggal, 23 April 2012, http://blog.uin-malang.ac.id/fityanku/2011/12/23/filsafat-pendidikan/
5
dalam konteks sejarah perkembangan intelektual barat, apalagi sebagai jenis filsafat
khusus, filsafat ni mendafat eleborasi sistem dari para perenialis barat, seperti
Agostino Steunco.
Namun, filsafat perenial atau yang sering disebut sebagai kebijaksanaan
univeral, disebabkan oleh beberapa alasan yang kompleks secara berangsur-angsur
mulai rumtuh menjelang akhir abad ke-16. Salah satu alasan yang paling dimonan
adalah perkembangan yang pesat dari pilsafat materialis. Filsafat materialis ini
membawa perubahan yang radikal terhadap paradigma hidup dan pemikiran manusia
pada saat itu.
Memasuki abad ke-18, karena pengaruh filsafat materialis, bayak aspek relita
yang diabaikan, dan yang tinggal hanyalah mekanistik belaka. Filsafat materialis ini
begitu kuat mempengaruhi pola pikir manusia abad modern yang merentang sejak
abad ke-16 hingga akhir abad ke-20. Memasuki akhir abad ke-20 dan awal abad ke-
21, sehingga pada tia-tiap bentuk pemikiran baru yang muncul hingga pada zaman
kontemporer. Dan zaman kontemporer inilah dapat dikatakan zama kebangkitan
filsafat perenialisme.4
c. Tokoh-tokoh Aliran Perenialisme
AristotelesFilsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia
Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian
didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer
utama dalam abad ke-13.
Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman
kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan
pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang
4 Di Download pada tanggal, 23 April 2012, http://luphypamali.blogspot.com/2012/03/perenialisme.html
6
sudah lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-
kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang.
Jadi sikap untuk kembali kemasa Iampau itu merupakan konsep bagi
perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau
dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang
ini.
PlatoAsas-asas filsafat perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan yang
mempunyai dua sayap, yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam
pengayoman supermasi gereja Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi
Thomas Aquinas, dan perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita
filosofis Plato dan Aristoteles.
Pendapat di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B Hamdani Ali
dalam bukunya filsafat pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai mengembangkan
philosophia perenis, yang sejauh mana seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran
manusia itu sendiri. ST. Thomas Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan
sesuai dengan tuntunan agama Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa
yang dikenal dengan nama Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam
bentuk awam maupun dalam paham gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka
ia terkenal dengan nama perenialisme.
Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di atas berpengaruh besar dalam
lingkungan gereja Katholik. Demikian pula pandangan-pandangan aksiomatis lain
seperti yang diutarakan oleh Plato dan Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya
mendasari konsep filsafat pendidikan perenialisme.
Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk menyesuaikan
ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan abad ke dua puluh. Misalnya
mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup dimengerti dan disadari adanya.
7
Namun semua yang bersendikan empirik dan eksprimentasi hanya dipandang sebagai
pengetahuan yang fenomenal, maka metafisika mempunyai kedudukan yang lebih
penting. Mengenai manusia di kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di
tekankan pada sifat spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang
karenanya, manusia dapat mengerti dan memaham’i kebenaran-kebenaran yang
fenomenal maupun yang bersendikan religi. Jadi aliran perenialisme dipakai untuk
program pendidikan yang didasarkan atas pokok-pokok aliran Aristoteles dan S.T
Thomas Aquinas. Tokoh-tokoh yang mengembangkan ini timbul dari lingkungan
agama Katholik atau diluarnya.5
d. Prinsip-prinsip Pendidikan Perennialisme
Dibidang pendidikan, perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh tokohnya:
Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas. Dalam hal ini pokok pikiran Plato tentang
ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi dari pada hukum universal yang
abadi dan sempurna, yakni ideal, sehingga ketertiban sosial hanya akan mungkin bila
ide itu menjadi ukuran, asas normatif dalam tata pemerintahan. Maka tujuan utama
pendidikan adalah “membina pemimpin yang sadar dan mempraktekkan asas-asas
normatif itu dalam semua aspek kehidupan.
Menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu: nafsu,
kemauwan dan pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada potensi itudan
kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada disetiap lapisan masyarakat bisa
terpenuhi. Ide-ide Plato itu dikembangkan oleh Aristoteles dengan lebih mendekat
pada dunia kenyataan. Bagi Aristoteles, tujuan pendidikan adalah “kebahagiaan”.
Untuk mencapai tujuan pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi yang intelek harus
dikenbangkan secara seimbang.
5 Di Download pada tanggal, 23 April 2012, http://kukuhsilautama.wordpress.com/2011/03/31/aliran-
perenialisme-dalam-pendidikan/
8
Seperti halnya prinsip-prinsip Plato dan Aristoteles, pendidikan yang dimaui
oleh Thomas Aquinas adalah sebagai ”Usaha mewujutkan kapasitas yang ada dalam
individu agar menjadi aktualitas” aktif dan nyata. Dalam hal ini peranan guru adalah
mengajar – memberi bantuan pada anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi
yang ada pada nya.
Prinsip-prinsip pendidikan perenialisme tersebut perkembangannya telah
mempengaruhi sistem pendidikan modern, seperti pembagian kurikulum untuk
sekolah dasar, menengah perguruan tinggi dan pendidikan orang dewasa.6
e. Pandangan-pandangan alran perenialisme
1. Pandangan tentang realita (ontologis)
Peremialisme memandang bahwa realita itu bersifat universal dan ada dimana
saja, juga sama disetiap waktu. Inilah jaminan yang dapat dipenuhi dengan jalan
mengerti wujud harmoni bentuk-bentuk realita, meskipun tersembunyi dalam satu
wujut materi atau pristiwa-pristiwa yang berubah, atau pun didalam ide-de yang
bereang.7
Relitas bersumber dan berujan akhir kepada relitas supranatural/tuhan (asas
supernatural). Relitas mempunyai watak bertujuan (asas teleologis). Substansi realitas
adalah bentuk dan materi (hylemorphisme). Dalam pengalaman, kita menemukan
individual ting. Contohnya, batu, rumput, orang, sapi, dalam bentuk, ukuran, warna
dan aktivitas tertentu. Didalam individual ting tersebut, kita menemukan hal-hal yang
kebetulan (accident). Contohnya, batu yang kasar atau halus, sapi yang gemuk, orang
berbakat olahraga. Akan tetapi, di dalam realitas tersebut terdapat sifat asasi sebagai
identitasnya (esensi), yaitu wujud suatu realita yang embedakan dia dari jenis yang
lainnya. Contohnya, orang atau Ahmad adalah mahluk berfikir. Esensi tersebut
6 Drs, Zuhairini, dkk, filsafat pendidikan islam, …,hal 28.29.
7 Drs, Amsal Amri, studi filsafat pendidikan, (Banda Aceh): yayasan PeNA, 2009, hal 72.
9
membedakan Ahmad sebangai manusia dari benda-benda, tumbuhan dan hewan.
Inilah yang universal dimana pun ada dan sama disetiap waktu.8
Ontologi perennialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti benda
individuIl, esensi, aksiden dan substansi. Perennialisme membedakan suatu realita
dalam aspek-aspek perwujudannya menurut istilah ini. Benda individual disini adalah
benda sebagaimana nampak dihadapan manusia dan yang ditangkap dengan panca
indera seperti batu, lembu, rumput, orang dalam bentuk, ukuran, warna dan aktifitas
tertentu.
Misalnya bila manusia ditinjau dari esensinya adalah makhluk berpikir.
Adapun aksiden adalah keadaan-keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan yang
sifatnya kurang penting dibandingkan dengan esensial, misalnya orang suka bermain
sepatu roda, atau suka berpakaian bagus, sedangkan substansi adalah kesatuan dari
tiap-tiap individu, misalnya partikular dan uni versal, material dan spiritual.9
2. Pandangan tentang pengetahuan (Epistimologi)
Perenialisme berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui dan
merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung pada kepercayaan. Kebenaran
adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian an tara pikir dengan benda-benda.
Benda-benda disini maksudnya adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip-
prinsip keabadian.
lni berarti bahwa perhatian mengenai kebenaran adalah perhatian mengenai
esensi dari sesuatu. Kepercayaan terhadap kebenaran itu akan terlindung apabila
segala sesuatu dapat diketahui dan nyata. Jelaslah bahwa pengetahuan itu merupakan
hal yang sangat penting karena ia merupakan pengolahan akal pikiran yang
konsekuen.
8 Dinn Wahyudin, dkk, pengantar pendidikan, (Jakarta): Universitas Terbuka, 2010, hal 4,28.
9 Di Download pada tanggal, 23 April 2012, http://kukuhsilautama.word press.com/2011/03/31/aliran-
perenialisme-dalam-pendidikan/
10
Menurut perenialisme filsafat yang tertinggi adalah ilmu metafisika. Sebab
science sebagai ilmu pengetahuan menggunakan metode induktif yang bersifat
analisa empiris kebenarannya terbatas, relatif atau kebenaran probability. Tetapi
filsafat dengan metode deduktif bersifat anological analysis, kebenaran yang
dihasilkannya bersifat self evidence universal, hakiki dan berjalan dengan hukum-
hukum berpikir sendiri yang berpangkal pada hukum pertama, bahwa kesimpulannya
bersifat mutlak asasi.Oleh karena itu, menurut perenialisme perlu adanya dalil-dalil
yang logis, nalar, sehingga sulit untuk diubah atau ditolak kebenarannya. Seperti pada
prinsip-prinsip yang di kemukakan oleh Aristoteles diatas.10
3. Pandangan tentang nilai (Axiologi)
Pandangan tentang hakikat nilai menurut perenialisme adalah pandangan
mengenai hal-hal yang bersifat spiritual. Hal yang absolut atau ideal (Tuhan) adalah
sumber nilai dan oleh karna itu nilai selalu bersifat teologis.
Menurut perenialisme, hakikat manusia juga menentukan hakikat
perbuatannya, sedangkan hakikat manusia pertama-tama tergantung pada jiwanya.
Jadi persoalan nilai berarti juga persoalan spiritual.
Hakikat manusia adalah emansipasi (pancaran) yang potensial lang yang
berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan, dan atas dasar inilah tujuan baik buruk itu
dilakukan. Berarti dasar-dasar yang didukung haruslah teologis.11
4. Pandangan tentang pendidikan
Pendidikan
Perenialisme memandang edukation as cultural regresion: pendidikan sebagai
jalan kembali,atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam
10
Di Download pada tanggal, 23 April 2012, http://sentangperkasa.yolasite.com/blog/pendidikan-menurut-
pandangan-perenialisme 11
Drs, Amsal Amri, studi filsafat pendidikan, … hal 74.
11
kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan yang ideal. Tugas
pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti,
absolut, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang dipandang
kebudayaan ideal tersebut.
Sejalan dengan hal diatas, perenialist percaya bahwa prinsip-prinsip
pendidikan juga bersifat universal dan abadi. Robert M. Hutchins mengemukakan
”Pendidikan mengimplikasikan pengajaran. Pengajaran mengiplikasikan
pengetahuan. Pengetahuan adalah kebenaran. Kebenaran dimana pun dan kapan pun
adalah sama”. Selain itu, pendidikan dipandang sebagai suatu persiapan untuk hidup,
bukan hidup itu sendiri.
Tujuan pendidikan
Bagi perenialist bahwa nilai-nilai kebenaran bersifat universal dan abadi,
inilah yang harus menjadi tujuan pendidikan yang sejati. Sebab itu, tujuan
pendidikannya adalah membantu peserta didik menyingkapkan dan
menginternalisasikan nila-nilai kebenaran yang abadi agar mencapai kebijakan dan
kebaikan dalam hidup.
Sekolah
Sekolah merupakan lembaga tempat latihan elite itelektual yang mengetahui
kebenaran dan suatu waktu akan meneruskannya kepada generasi pelajar yang baru.
Sekolah adalah lembaga yang berperan mempersiapkan peserta didik atau orang
muda untuk terjun kedalam kehidupan. Sekolah bago perenialist merupakan
peraturan-peraturan yang artificial dimana peserta didik berkenalan dengan hasil
yang paling baik dari warisan sosial budaya.
Kurikulum
Kurikulum pendidikan bersifat subject centered berpusat pada materi
pelajaran. Materi pelajaran haris bersifat uniform, universal dan abadi, selain itu
12
materi pelajaran terutama harus terarah kepada pembentukan rasionalitas manusia,
sebab demikianlah hakikat manusia. Mata pelajaran yang mempunyai status tertinggi
adalah mata pelajaran yang mempunyai “rational content” yang lebih besar.
Metode
Metode pendidikan atau metode belajar utama yang digunakan oleh
perenialist adalah membaca dan diskusi, yaitu membaca dan mendikusikan karya-
karya besar yang tertuang dalam the great books dalam rangka mendisiplinkan
pikiran.
Peranan guru dan peserta didik
Peran guru bukan sebagai perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan
guru juga sebagai “mirid” yang mengalami proses belajar serta mengajar. Guru
mengembangkan potensi-potensi self-discovery, dan ia melakukan moral authority
(otoritas moral) atas murid-muridnya karena ia seorang propesional yang qualifiet
dan superior dibandingkan muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih,
dan perfect knowladge.12
B. ALIRAN ESENSIALISME
a. Pengertian Esensialisme
Sebangai mana progresivisme, esensialisme dikenal sebagai gerakan
pendidikan danjuga sebagai aliran filsafat pendidikan. Essensialisme berusaha
mencari dan mempertahankan hal-hal yang esensial, yaitu sesuatu yang bersifat inti
atau hakikat fundamental, atau unsur mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu.
Menurut Esensialisme, yang esensial tersebut harus diwariskan kepada generasi muda
agar dapat bertahan dari waktu ke waktu karenaitu Esensialisme tergolong
tradisionalisme.
12
Dinn Wahyudin, dkk, pengantar pendidikan, … hal 4.20-4.21.
13
Esensialisme tumbuh sebagai protes atau perlawanan terhadap progresivisme.
Sekitar tahun 1930 timbul organisasi yang bernama esensialist Committee for the
Advancement of Education. Salah seorang tokoh yang terkenal adalah Wiliam C.
bagley, Arthur K. Ellis, dkk dalam bukunya mengemukakan bahwa Esensialisme
berakar dari aliran filsafat idialisme dan realisme. Wiliam C. bagley (1876-
1946)adalah pemimpin gerakan Eensialisme dalam dalam melawan gerakan
progresivisme dari John Dedey dan W. H. kilpatrick.13
b. Sejarah Perkembanggan Esensialis
Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang
berbeda dengan progresivisme, yaitu yang tumbuh dan berkembang disekitar abad 11,
12, 13 dan ke 14 Masehi. Didalam zaman Renaissance itu telah berkembang dengan
megahnya usaha-usaha untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian
serta kebudayaan purbakala, terutama dizaman Yunani dan Romawi purbakala.
Renaissance itu merupaka reaksi terhadapa tradisi dan sebagai puncak timbulnya
individualisme dalam berpikir dan bertindak dalam semua cabang dari aktivitas
manusia.14
Gerakan esensialisme muncul pada awal tahun 1930 dengan beberapa orang
pelopornya seperti William C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L.
Kandell. Pada tahun 1938 mereka membentuk suatu lembaga yang disebut dengan
“the essensialist committee for the advancement of American Education” sementara
Bagley sebagai pelopor esensialsme adalah seorang guru besar pada “Teacher
College” Colombia University. Bagley yakin bahwa fungsi utama sekolah adalah
mentransmiskan warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda.
13
Dinn Wahyudin, dkk, pengantar pendidikan,… hal 4.14. 14 Di Download pada tanggal, 23 April 2012,
http://kumpulanmakalahdanartikelpendidikan.blogspot.com/2011/01/aliran-esensialisme-dalam-filsafat.html
14
Bagley dan rekan-rekannya yang memiliki kesamaan pemikiran dalam hal
pendidikan sangat kritis terhadap ppraktek pendidikan progresif. Mereka berpendapat
bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral anak
muda. Setelah perang dunia ke-2, kritk terhadap pendidikan progresiv telah tersebar
luar dan tampak merujuk pada kesimpulan : sekolah gagal dalam tugas mereka
mentransmisikan warisan-warisan intelektual dan sosial. Esensialisme, yang
memiliki beberapa kesamaan dengan perenialisme, berpendapat bahwa kultur kita
telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus diberikan sekolah-sekolah
kepada para siswa dalam suatu cara yang sistematis dan berdisiplin.15
Aliran ini populer pada tahun 1930 an dengan populernya Wiliam Bagley
(1874-1946). Pada awal abad ke-20 aliran ini dikritik sebagai aliran kaku untuk
mempersiapkan siswa memasuku dunia dewasa. Namun, dengan suksesnya Ui Sopiet
dalam meluncurkan Sputnik pada tahun 1957, minat pada aliran ini kembali hidup.
Pada tahun 1983 The President’s Commission on Excellence in Education di AS
menerbitkan laporan, A Nation at Risk, yang memperlihatkan kehidupan penganut
aliran esensialis.16
c. Ciri-ciri Aliran Esensialisme
Esensialisme yang berkembang pada zaman Renaissance mempunyai tinjauan
yang berbeda dengan progressivisme mengenai pendidikan dan kebudayaan. Jika
progressivisme menganggap pendidikan yang penuh fleksibelitas, serba terbuka
untuk perubahan, tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu, toleran dan nilai-nilai
dapat berubah dan berkembang, maka aliran Esensialisme ini memandang bahwa
pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk
dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, mudah goyah dan
kurang terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Karenanya pendidikan haruslah
15
Di Download pada tanggal, 23 April 2012, http://dadanggani.blogspot.com/2012/03/aliran-esensialisme-dalam-
filsafat.html 16
PROF. DR. A. Chaedra Alwasiah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, (Bandung):Pt Remaja Rosdakarya, 2008,
hal 102
15
diatas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan telah teruji oleh waktu,
tahan lama dan nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi
Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan
filsafat yang korelatif, selama empat abad belakangan ini, dengan perhitungan zaman
Renaisans, sebagai pangkal timbulnya pandangan-pandangan Esensialistis awal.
Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke sembilan
belas.
Idealisme dan Realisme adalahaliran-aliran filsafat yang membentuk corak
Esensialisme. Sumbangan yang diberikan oleh masing-masing ini bersifat eklektik,
artinya dua aliran filsafat ini bertemu sebagai pendukung Esensialisme, tetapi tidak
lebur menjadi satu. Berarti, tidak melepaskan sifat-sifat utama masing-masing.
Realisme modern yang menjadi salah satu eksponen esensialisme, titik berat
tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik; sedangkan idealisme modern
sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan
substansi gagasan-gagasan(ide-ide). Di balik duni fenomenal ini ada jiwa yang tidak
terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai
makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan. Dengan menguji
menyelidiki ide-ide serta gagasan-gagasannya, manusia akan dapat mencapai
kebenaran, yang sumbernya adalah Tuhan sendiri.
Sedangkan, ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh
William C. Bagley adalah sebagai berikut :
minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar
awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam
diri siswa.
16
pengawasan pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat
dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus
pada spsies manusia.
oleh karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan
pendidikan, maka menegakan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan
untuk mencapai tujuan tersebut.
esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan,
sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah
teori yang lemah.17
d. Tokoh- tokoh Aliran Esensialisme
Esensialisme didasri atas pandanga humanis yang merupakan reaksi tehadap
hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan meterialistik. Selain itu
juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan
realisme. Beberapa tokoh utama dalam penyebaran aliran esensialisme adala:
Desiderius Erasmus, humanis Belanda yang hidup pada akhir abad 15 dan
permulaan abad 16, yang merupakan tikoh pertama yang menolak pandangan
hidup yang berpijak pada dunia lain. Erasmus berusaha agar kurikulum
sekolah bersifat humanistis dan bersifat internayional, sehingga bisa
mencakup lapisan menengah dan kaum Aristokrat.
Johann Amos Comenius, yang hidup di seputar tahun 1592-1670, adalah
seorang yang memiliki pandangan realitas dan dogmatis. Comenius
berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai
dengan kehendak tuhan, karena pada hakikatnya dunia adalah dinamis dan
bertujuan.
17
Di Download pada tanggal, 23 April 2012,
http://kumpulanmakalahdanartikelpendidikan.blogspot.com/2011/01/aliran-esensialisme-dalam-filsafat.html
17
John Locke, tikoh dari inggris yang hidup pada tahun 1632-1704 sebagai
pemikir dunia berpendapat bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat dengan
situasi dan kondisi.
Johann Henrich Pestalozzi, sebagai seorang tokoh yang berpandangan
naturalistis yang hidup pada tahun 1746-1827. Pestalozzi memiliki
kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu tercermin pada manusia, sehingga pada
manusia terdapat kemampuan-kemampuan wajarnya.
Johann Friederich Frobel, 1782-1852 sebagai tokoh yang berpandangan
kosmis-sintetis dengan keyakinannya bahwa manusia adalah mahluk ciptaan
tuhan yang merupakan bagian dari alam ini, sehingga manusia tunduk dan
mengikuti ketentuan-ketentuan hukum alam.
Johann Friederich Harbert, yang hidup pada tahun 1776-1841, sebagai salah
seorang murid dari Immanuel Kant yang berpandangan kritis, Harbert
berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang
dengan kebajikan dari yang Mutlak dalam arti penyesuaian dengan hukum-
hukum kesusilaan dan inilah yang disebut proses pencapayan tujuan
pendidikan oleh Harbert sebagai pengajaran yang mendidik.
William T. Harris, tokoh dari Amerika Serikat hidup pada tahun 1835-1909.
Harris yang pandanganmya dipengaruhi oleh Hegel berusaha menerapkan
idealisme obyektif pada pendidikan umum. Tugas pendidikan baginya adalah
mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan
kesatuan spiritual.18
18
Drs, zuhairini, dkk, filsafat pendidikan islam, …,hal 25-26.
18
e. Pandangan-pandangan Aliran Esensialisme
1. Pandangan relita (ontologi)
Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa
dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada ada
pula. Pendapat ini berarti bahwa bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita
manusia haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada. Tujuan umum aliran
esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi
pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu
menggerakkan kehendak manusia.
Kurikulum sekolah bagi esenisalisme semacam miniatur dunia yang bisa
dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan keagungan. Maka dalam sejarah
perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola idealisme,
realisme dan sebagainya. Adapun uraian mengenai realisme dan idealisme ialah:
Realisme yang mendukung esensialisme yang disebut realisme obyektif
karena mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam serta tcmpat
manusia di dalamnya. Ilmu pengetahuan yang mempengaruhi aliran realisme
dapat dilihat dari fisika dan ilmu-ilmu lain yang sejenis dapat dipelajari bahwa
tiap aspek dari alam fisika dapat dipahami berdasarkan adanya tata yang jalan
khusus. Dengan demikian berarti bahwa suatu kejadian yang paling sederhana
pun dapat ditafsirkan menurut hukum alam di antaranya daya tarik bumi.
Sedangkan oleh ilmu-ilmu lain dikembangkanlah teori mekanisme, dan dunia
itu ada dan terbangun atas dasar sebab akibat, tarikan dan tekanan mesin yang
sangat besar.
ldealisme obyektif mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis
dibandingkan dengan realisme obyektif. Maksudnya adalah bahwa
pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh yang boleh dikatakan meliputi
segala sesuatu. Dengan landasan pikiran bahwa totalitas dalam alam semesta
19
ini pada hakikatnya adalah jiwa atau spirit, idealisme menetapkan suatu
pendirian bahwa segala sesuatu yang ada ini adalah nyata.
Hegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama
menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan
yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel
mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang
sejenis.19
2. Pandangan tentang pengetahuan (Epistimologi)
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti
epistimologi esensialisme. Sebab, jika manusia mampu menyadari relita sebagai
mikrokosmos dan makrokosmos, makna manusia pasti mengetahui dalam tingkat
kualitas apa rasionya manpu memikirkan kesemestaan itu.dan berdasarkan kualitas
itulah manusia memproduksi secara tepat pengetahuannya dalam bidang-bidang: ilmu
alam, biologi, sosial, estetika, dan agama.
3. Pandangan tentang nilai (axiologi)
Nilai, seperti hanyalah pengetahuan berakar pada dan diperoleh dari sumber-
sumber obyektif. Sedangkan sifat-sifat nilai terganung dari pandangan yang timbul
dari relisme dan idealisme.
Menurut realisme, kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konsepsuil
terlebih dahulu, melainkan tergantung dari apa atau lanjutnya akan tergantung pula
dari sikap subyek.
Menurut idealisme, sesuatu yang nampak pada dunia temporal itu belum tentu
mempunyai nilai bagi manusia. Sebb nilai itu berakar pada hal-hal yang temporal saja
19
Drs. Parasetya, filsafat pendidikan, (Bandung): Pustaka Setia, 2002, hal 85
20
seperti halnya awan putih pada pagi hari masih tampak, tetapi siang atau sore hari
sudah hilang.20
4. Pandangan tentang pendidikan
Pendidikan
Bagi penganut Esensialisme pendidikan merupakan upaya untuk memelihara
kebudayaan, “Edukation as Cultural Conservation”. Mereka percaya bahwa
pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal
peradaban umat manusia. Sebab kebudayaan tersebut telah teuji dalam segala zaman,
kondisi dan sejarah. Kebudayaan adalah esensial yang mempu mengemban hari, kini
dan masa depan umat manusia.
Tujuan pendidikan
Pendidikan bertujuan mentransmisikan kebudayaan untuk menjamin
solidaritas sosial dan kesejahteraan umum.
Sekolah
Fungsi utama sekolah adalah memelihara nilai-nilai yang telah turun-temurun,
dan menjadi penuntun penyesuayan orang (individu) kepada masyarakat. Sekolah
yang baik adalah sekolah yang berpusat pada masyarakat, “society centeret school”,
yaitu sekolah yang mengutamakan kebutuhan dan minat masyarakat.
Kurikulum
Kurikulum (isi pendidikan) direncanakan dan diorganisasi oleh seorang
dewasa atau guru sebagai wakil masyarakat, society centered. Hal ini sesuai dengan
dasar filsafat idealisme dan realisme yang menyatakan bahwa masyarakat dan alam
(relisme) atau masyarakat dan yang absolut (idealisme) mempunyai perana
menentukan bagaimana seharusnya individu (pesarta didik)hidup.
20
, Amsal Amri, studi filsafat pendidikan, … hal 68-69.
21
Metode
Dalam hal metode pendidikan Esensialisme menyarankan agar sekolah-
sekolah mempertahankan metode-metode tradisional yang merhubungan dengan
disiplin mental. Metode problem solving memang ada manfaatnya, tetapi bukan
prosedur yang dapat diterapkan dalam seluruh kegiatan belajar.
Peranan guru dan peserta didik
Guru atau pendidik berperan sebagai mediator atau “jembatan” antara dunia
masyarakat atau orang dewasa dengan dunia anak. Guru harus disiapkan sedemikian
rupa agar secara teknis mampu melaksanakan perannya sebagai pengarah proses
belajar. Adapun secara moral guru haruslah orang terdidik yang dapat dipercaya.
Dengan denikian inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada
peserta didik.
Peran peserta didik adalah belajar, bukuan untuk mengatur pelajaran. Menurut
idealisme belajar, yaitu menyesuaikan diri pada kebaikan dan kebenaran seperti yang
telah ditetapkan oleh yang absolut. Sedangkan menurut realisme belajar berarti
penyesuaian diri terhadap masyarakat dan alam. Belajar berarti menerima dan
mengenal dengan sungguh-sungguh nilai-nilai sosial oleh angkatan baru yang timbul
untuk ditambah dan dikurangi dan diteruskan kepada angktan berikutnya.21
21
Dinn Wahyudin, dkk, pengantar pendidikan,… hal 4.20-4.22.
22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Merupakan terapan dari filsafat umum. Filsafat pendidikan pada dasarnya
menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu
berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Berikut ini
dua aliran-aliran dalam filsafat pendidikan.
Perenialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced
Learner’s Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the
whole year” atau “lasting for a very long time” – abadi atau kekal. Dari makna yang
terkandung dalam kata itu adalah aliran perenialisme mengandung kepercayaan
filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.
Perenialisme lahir pada tahun 1930-an sebagai suatu reaksi terhadap
pendidikan progresif. Perenialsme menentang pandangan progresivisme yang
menekankan perubahan dan suatu yang baru. Perenialisme memandang situasi
didunia ini penuh kekacawan, ketikdak pastian dan ketidak teraturan, terutama pada
kehidupan moral, intelektual dan sosial kultural. Maka perlu ada usaha untuk
mengamankan ketidak beresan ini.
Sebangai mana progresivisme, esensialisme dikenal sebagai gerakan
pendidikan danjuga sebagai aliran filsafat pendidikan. Essensialisme berusaha
mencari dan mempertahankan hal-hal yang esensial, yaitu sesuatu yang bersifat inti
atau hakikat fundamental, atau unsur mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu.
Menurut Esensialisme, yang esensial tersebut harus diwariskan kepada generasi muda
agar dapat bertahan dari waktu ke waktu karenaitu Esensialisme tergolong
tradisionalisme.
23
Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang
berbeda dengan progresivisme, yaitu yang tumbuh dan berkembang disekitar abad 11,
12, 13 dan ke 14 Masehi. Didalam zaman Renaissance itu telah berkembang dengan
megahnya usaha-usaha untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian
serta kebudayaan purbakala, terutama dizaman Yunani dan Romawi purbakala.
Renaissance itu merupaka reaksi terhadapa tradisi dan sebagai puncak timbulnya
individualisme dalam berpikir dan bertindak dalam semua cabang dari aktivitas
manusia.
24
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Zuhairini, dkk, filsafat pendidikan islam, (jakarta): penerbit BUMI AKSARA,
2008
Drs, Amsal Amri, studi filsafat pendidikan, (Banda Aceh): yayasan PeNA, 2009
Dinn Wahyudin, dkk, pengantar pendidikan, (Jakarta): Universitas Terbuka, 2010
Drs. Parasetya, filsafat pendidikan, (Bandung): Pustaka Setia, 2002
PROF. DR. A. Chaedra Alwasiah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, (Bandung):Pt
Remaja Rosdakarya, 2008
http://blog.uin-malang.ac.id/fityanku/2011/12/23/filsafat-pendidikan/
http://luphypamali.blogspot.com/2012/03/perenialisme.html
http://kukuhsilautama.wordpress.com/2011/03/31/aliran-perenialisme-dalam-
pendidikan/
http://sentangperkasa.yolasite.com/blog/pendidikan-menurut-pandangan-perenialisme
http://dadanggani.blogspot.com/2012/03/aliran-esensialisme-dalam-filsafat.html