Post on 03-Dec-2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
`Anak adalah generasi penerus yang akan datang. Baik buruknya masa
depan bangsa tergantung pula pada baik dan buruknya kondisi anak saat ini.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlakuan terhadap anak dengan cara
yang baik adalah kewajiban kita bersama, agar ia bisa tumbuh berkembang
dengan baik dan dapat menjadi pengemban risalah peradaban bangsa ini.
Anak sebagai sebuah pribadi yang sangat unik dan memiliki ciri yang khass.
Walaupun dia dapat bertindak berdasarkan perasaan, pikiran dan kehendaknya
sendiri, ternyata lingkungan sekitar mempunyai pengaruh yang cukup besar
dalam membentuk seorang anak. Untuk itu bimbingan, pembinaan dan
perlindungan dari orang tua, guru, serta orang dewasa lainya sangat
dibutuhkan oleh anak di dalam perkembangannya.
Anak sebagai generasi muda sangat berperan strategis sebagai penerus
suatu bangsa. Anak adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa. Peran
strategis ini telah disadari oleh masyarakat seluruh negeri terutama rakyat
Indonesia untuk melahirkan sebuah ide yang intinya menekankan posisi anak
sebagai makhluk manusia yang harus mendapatkan perlindungan atas hak-hak
yang dimilikinya.1
Anak adalah seseorang yang belum berusia di atas dari 18 (delapan
belas) tahun, dalam penjelasan umum Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan :
Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan
hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Dalam
konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis yang secara tegas
1 M.Amir P.Ali , Narkoba Ancaman Generasi Muda , Kaltim , Gerpana , 2007
2
dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Oleh karena itu, kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati
sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia.
Mengingat anak merupakan bagian dalam proses pembangunan, maka
anak perlu mendapat perlindungan dari dampak negatif perkembangan
pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan
informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perubahan gaya
dan cara hidup sebagian orang tua yang telah membawa perubahan sosial yang
mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap
nilai dan perilaku anak. Akibat yang fatal dari perkembangan pembangunan
yang sangat cepat adalah terjadinya penyimpangan tingkah laku atau
perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, yang menjurus kepada
tindak pidana.
Dengan memperhatikan penjelasan umum Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
sudag barang tentu ketika terjadi penyimpangan perilaku anak yang mengarah
pada tindak pidana, maka tidak serta merta anak tersebut harus menjalani
proses hukum seperti ketika orang dewasa melakukan tindak pidana, namun
tetap ada proses hukum dan pemberian hukuman, sebagaimana dikemukakan
oleh Wagiati Sutodjo sbb :
Kemudian muncul masalah yang diakui oleh masyarakat tentang
pemberian sanksi terhadap anak sebagai individu yang belum dapat secara
penuh bertanggung jawab atas perbuatannya. Oleh sebab itulah perlu adanya
proses hukum dan pemberian hukuman, dengan mengutamakan hak asasi anak
3
yang harus mendapat perlakuan khusus yang membedakannya dari orang
dewasa di dalam sistem peradilan pidana. 2
Oleh karena itu untuk menghadapi penyimpangan anak yang telah
mengarah kepada tindak pidana, UU Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak telah menyikapi hala tersebut, sebagaimana
dikemukakan oleh M. Joni dan Zuchaina Z. Tanamas sebagai berikut :
Menyikapi tentang tindak pidana yang dilakukan oleh anak, kini
Indonesia telah memiliki UU Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak yang merupakan pergantian terhadap UU Nomor 3 tahun 1997
tentang Pengadilan Anak yang mana dalam UU tersebut terdapat suatu proses
Diversi. Proses penghukuman yang diberikan kepada anak melalui sistem
peradilan pidana formal dengan memasukkan anak ke dalam penjara ternyata
tidak berhasil menjadikan anak jera dan menjadi pribadi yang lebih baik untuk
menunjang proses tumbuh-kembangnya. Penjara justru seringkali membuat
anak semakin profesional dalam melakukan tindak kejahatan.3
Munculnya suatu pemikiran atau gagasan penanganan tindak pidana
yang dilakukan oleh anak dengan cara pengalihan atau Ide Diversi adalah
pemikiran, gagasan tentang pengalihan perkara anak dari proses peradilan ke
luar peradilan yang dipergunakan utuk menuntun dalam memecahkan
permasalahan yang muncul di masyarakat 4.
Ide Diversi sendiri muncul dengan pertimbangan yang layak umtuk
menghindarkan stigma (cap jahat) pada anak. Pelaksanaan diversi
dilatarbelakangi keinginan menghindari efek negatif terhadap jiwa dan
perkembangan anak oleh keterlibatannya dengan sistem peradilan pidana.
Upaya pengalihan atau Diversi ini, merupakan penyelesaian yang terbaik yang
dapat dijadikan formula dalam penyelesaian beberapa kasus yang melibatkan
2 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak , Refika Editama, Bandung,2006, hal 48
3 M. Joni dan Zulchaina Z. Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif
Konvensi Hak Anak, Citra Aditya Bakti,Bandung 1999, hal 78 4 Setya Wahyudi , Implementasi Ide Diversi dalam Pembaharuan Sistem Peradilan
Pidana Anak di Indonesia , Genta Publishing , Purwokerto , 2011, hal 21
4
anak sebagai pelaku tindak pidana. Dengan langkah kebijakan non penal anak
pelaku kejahatan, yang penanganannya dialihkan di luar jalur sistem peradilan
pidana anak, melalui cara-cara pembinaan jangka pendek atau cara lain yang
bersifat keperdataan atau administrative.5
Agar anak terhindarkan dari efek negatif dari sistem peradilan pidana,
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak mewajibkan setiap aparat penegak hukum baik itu kepolisian, jaksa dan
hakim untuk melakukan diversi terhadap perkara tindak pidana yang
dilakukan oleh anak.
Kewajiban tersebut ditegaskan pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang
menyebutkan bahwa pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemerikasaan
perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi. Pasal ini
menunjukan bahwa sedapat mungkin tindak pidana yang dilakukan oleh anak
diusahakan tidak berlanjut ke tingkat pemeriksaan di pengadilan hingga ke
pemidanaan, namun diusahakan ke pemulihan kembali ke kondisi semula
karena berkaitan dengan kondisi dan perkembangan mental anak yang masih
labil.
Namun demikian rumusan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tersebut dalam
pelaksanaannya tidak dapat berjalan dengan baik, artinya kewajiban
mengupayakan diversi telah dilakukan tetapi tidak mencapai kesepakatan
5 Kusno adi, Kebijakan kriminal dalam penanggulangan tindak pidana narkotika oleh
anak, UMM press, malang, 2009, hal 58-59.
5
diversi. Hal ini setidak-tidaknya dapat diamati dalam sebuah kasus yang
terjadi di Salatiga, yaitu :
Tindak pidana mengkonsumsi Narkotika golongan I yang dilakukan oleh
Indi Bagaskara, Bagas Auliyandi, Agung Wahyu Triyanto dan Rondaldo
Aldes Sandy. Mereka adalah pelaku tindak pidana anak yang di dalam proses
penyidikan dan proses penuntutan tidak dilakukan proses diversi, tetapi oleh
Pengadilan Negeri Salatiga dalam Perkara No. 04/Pid.SUS.Anak/2014/
PN.Slt dan Perkara No : 05/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt. berhasil ditetapkan
penanganan perkara dengan Diversi.
Penyelesaian penetapan Diversi dalam kasus tersebut berdasarkan
Undang-Undang Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 Tahun
2012 dan sesuai Perma No 4 tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Diversi dalam Sitem Peradilan Pidana Anak pasal 2 yaitu :
“diversi diberlakukan terhadap anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum
berumur 18 tahun atau telah berumur 12 tahun meskipun pernah kawin tetapi
belum berumur 18 tahun , yang di duga melakukan tindak pidana.”
Dari contoh penanganan kasus perkara anak di Salatiga sebagaimana
disebut di atas menunjukkan proses penegakan hukum yang hanya
berorientasi pada penegakan hukum secara formal.
Perlakuan terhadap anak yang di duga melakukan tindak pidana
seringkali bersifat sangat represif. Proses peradilan terhadap anak seringkali
kehilangan makna esensinya sebagai mekanisme yang harus berakhir dengan
upaya untuk melingdungi kepentingan terbaik bagi anak. Proses peradilan
pidana anak seringkali menampilkan dirinya sebagai mekanisme yang hanya
6
berorientasi pada penegakan hukum secara formal dan tidak berorientasi pada
kepentingan anak. 6
Apa yang dikemukakan oleh Koesno Adi tersebut sejalan dengan
tujuan Sistem Peradilan Anak yang dikemukan oleh Setya Wahyudi sbb. :
Tujuan sistem peradilan anak tidak semata-mata bertujuan untuk
menjatuhkan sanksi pidana bagi anak, tapi lebih difokuskan pada dasar
pemikiran bahwa penjatuhan sanksi tersebut sebagai sarana mendukung
mewujudkan kesejahteraan anak pelaku tindak pidana.7
Secara teoritis, penyelesaian perkara anak melalui mekanisme diversi akan
memberikan berbagai manfaat sebagai berikut:
1. Memperbaiki anak demi masa depanya;
2. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam rangka perlindungan
anak;
3. Meningkatkan peran dan kesadaran orang tua dan lingkungan keluarga
anak:
4. Mengurangi beban kerja pengadilan.8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam peneliti ini
adalah;
6Koesno Adi, Kebijakan Kriminal dalam sistem peradilan pidana yang berorientasi pada
Kepentingan Terbaik Anak, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru besar dalam bidang Ilmu Hukum Pada fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2009, Hal. 6
7Setya Wahyudi, Implementasi ide diversi dalam pembaharuan sistem peradialn
pidana anak di indonesia, Yogyakarta, genta publishing,2011,hal 1. 8 Masguntur Laupe, Pengadilan anak dan Pengembangan Konsep Diversi dan
Restorative Justice, Jakarta 2003, hal. 11
7
Mengapa terjadi penetapan diversi dalam Perkara No :
04/Pid.SUS.Anak/ 2014/PN.Slt dan Perkara No :
05/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt.
C. Tujuan Penelitian
Meneliti dan menganalisis Bagaimanakah upaya diversi Pada tingkat
penyidikan, penuntututan,dan pengadilan dan faktor apa yang menyebabkan
tidak di setujuinya diversi.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini dapat memberikan
manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:
a. Manfaat teoritis
Sesuai dengan tujuan masalah sebagaimana yang di kemukakan,
maka secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi khasanah ilmu hukum khususnya di bidang
hukum pidana.
b. Manfaat praktis
Secara praktis penelitian diharapkan memberikan manfaat bagi
aparat penegak hukum untuk dijadikan referense untuk menangani kasus
tindak pidana narkotika anak melalui mekanisme Diversi.
E. Kerangka Teori
Teori Keadilan Bermartabat
Lahirnya teori keadilan bermartabat berangkat dari dasar pemikiran
yang mempunyai tujuan bahwa hukum yang dapat memberikan rasa adil
8
yang bermartabat dan keadilan yang dapat memanusiakan manusia. Teori
keadilan bermartabat menggali hukum dari lapisan-lapisam dalam
memahami ilmu hukum yang berkadilan bermartabat dilihat dari
susunanya ilmu hukum meliputi filsafat hukum atau philosophy of law
yang berada ditempat pertama selanjutnya teori hukum atau legal theory
berada pada posisi kedua, selanjutanya dogmatik hukum atau
jurisprudence berada pada posisi ketiga selanjutnya hukum dan praktik
hukum atau law and legal partice.
Lapisan-lapisan ilmu hukum ini, dalam pandangan teori keadilan
bermartabat berfungsi sebagai sumber dimana hukum di temukan, tetapi
lapisan-lapaisan ini bukanlah menjadi pemisah dalam ilmu hukum
melainkan saling berkaitan dengan satu dan lainya. Karakter teori keadilan
bermartabat antara lain adalah sistem filsafat hukum yang mengarahkan
atau memberikan tuntutan serta tidak memisahkan seluruh kaidah dan asas
atau substantive legal disciplines (disiplin hukum materiil). Termasuk
didalam substantive legal disciplines yaitu nilai (valuea) saling terkait
dengan jejaring kaidah dan asas yang didalamnya ada nilai-nilai virtues
(kebijakan) yang mengikat satu sama lain. Susuan keterkaitan antara asas-
asas dan nilai yang di dalam prinsip keadilan bermartabat menjadikan teori
keadilan bermartabat menjadi pondasi ilmu yang kuat dalam membangun
hukum yang berkadilan bermartabat karena ada jiwanya the living law
(hukum yang hidup) dalam tujuan membangun negara yang baik dengan
9
sistem hukum yang baik bersumber dari hukum Indonesia yaitu Pancasila
(Volksgeist).9
Teori keadilan bermartabat dimulai dan berakhir dengan
memeriksa bahan hukum dalam sistem hukum berdasarkan pancasila
sebagai bahan-bahan yang menajdi obyek kajian Teori keadilan
bermartabat memandang bahwa Volksgeist atau Pancasila menjadi
inspirasi pencerahan yang digali dari jiwa bangsa teori keadilan
bermartabat. Kajian dimulai dengan menggali keadilan sebagai tujuan
negara yang sudah dikutip dari pembukaan UUD 1945. Dalam paket
tujuan sebagaimana rumuan pembukaan UUD 1945 terkandung apa yang
disebut antara lain, yaitu pemikiran lex divina. Pemikiran itu
diperhadapkan sebagai tujuan yang harus dikejar oleh sistem hukum yang
bersumber kepada jiwa bangsa (Volksgeist).10
Teori keadilan bermartabat menggambarkan tujuan hukum yang
ada di dalam setiap sistem hukum terutama tujuan hukum dalam sistem
hukum berdasarkan Pancasila. Penekanannya dilakukan terhadap asas
kemanusiaan yang adil dan beradab, yang mendasari konsepsi
memanusiakan manusia. Teori keadilan bermartabat juga menjelaskan
tujuan hukum dalam pengertian keadilan, kepastian dan kemanfaatan yang
ada di dalam setiap asas dan kaidah hukum yang saling berkaitan satu
sama lain dalam sistem tersebut. Keadilan bermartabat berpendirian bahwa
9 Teguh Prasetyo., Keadilan Bermartabat Prespektif Teori Hukum, Penerbit Nusa Media., 2015.,
hal.,40. 10
Ibid
10
kemanfaatan dan kepastian hukum adalah merupakan suatu kesatuan yang
berhimpun di dalam keadilan. 11
Sebagai suatu filsafat, teori keadilan bermartabat menggambarkan
tujuan hukum yang ada di dalam setiap sistem hukum terutama tujuan
hukum dalam sistem hukum berdasarkan Pancasila. Penekanannya
dilakukan terhadap asas kemanusiaan yang adil dan beradab, yang
mendasari konsepsi memanusiakan manusia. Teori keadilan bermartabat
juga menjelaskan tujuan hukum dalam pengertian keadilan, kepastian dan
kemanfaatan yang ada di dalam setiap asas dan kaidah hukum yang saling
berkaitan satu sama lain dalam sistem tersebut. Keadilan bermartabat
berpendirian bahwa kemanfaatan dan kepastian hukum adalah merupakan
suatu kesatuan yang berhimpun di dalam keadilan. 12
Teori Perlindungan anak
Anak adalah generasi penerus yang akan datang, Baik buruknya
masa depan bangsa tergantung pula pada baik buruknya kondisi anak saat
ini. Berkaitan dengan hal tersebut dalah kewajiban kita bersama, agar ia bisa
tumbuh berkembang dengan baik dan dapat menjadi pengemban risalah
peradaban bangsa ini.13
Anak sebagai suatu pribadi yang sangat unik dan memiliki ciri khas.
Walaupun dia dapat bertindak berdasarkan perasaan, pikiran dan
kehendaknya sendiri, ternjyata lingkungan sekitar mempunyai pengaruh
yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. Untuk itu
bimbingan, pembinaan dan perlindungan dari orang tua, guru, serta orang
dewasa lainya sangat di btuhkan oleh anak di dalam perkembanganya.
11
Ibid 50 12
13 M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Di Hukum ( Catatan Pembahasan UU Sistem
Peradilan Pidana Anak ), Sinar Grafika, Jakarta, 2013, Hlm. 11.
11
Pasal 16 ayat (3) Deklarasi Umum tentang Hak Asasi Manusia (
DUHAM) menentukan bahwa keluarga adalah kesatuan alamiah dan
mendasar dari masyarakat dan berhak atas perlindungan oleh masyarakat
dan negara. Duham adalah instrumen internasional HAM yang memiliki
sifat universal, dalam arti setiap hak-hak yang diatur di dalamnya berlaku
untuk umat mansuia tanpa kecuali. Dengan demikian sudah pasti
pemenuhanya tidak ditentukan oleh batas usia. Anak, sebagai bagian dari
keluarga memerlukan perlindungan khusus dan tergantung pada bantuan
dan tergantung padan bantuan dan pertolongan orang dewasa.
Dalam pemenuhan haknya, seorang anak tidak dapat melakukanya
sendiri disebabkan kemampuan dan pengalamanya yang masih terbatas.
Orang dewasa, khususnya orang tua memegang peranan penting dalam
memenuhi hak-hak anak. Kontitusi Indonesia, UUD 1945 sebagai norma
hukum tertinggi telah menggariskan bahwa “ setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang seta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.14
Dengan dicantumkan hak
anak tersebut dalam batang tubuh konstitusi, maka bisa diartikan bahwa
kedudukan dan perlindungan hak anak merupakan hal penting yang harus
dijabarkan lebih lanjut dan dijlankan dalam kenyataan sehari-hari.
Perlindungan adalah pemberian jaminan atas keamanan,
kenteteraman, kesejahteraan dan kedamaian dari pelindung atas segala
bahaya yang mengancam pihak yang dilindungi. Perlindungan hukum
adalah hal perbuatan melindungi menurut hukum.15
Menurut Philipus M.
Hadjon perlindungan hukum adalah:
Suatu kondisi subyektif yang menyatakan hadirnya keharusan pada diri
sejumlah subyek untuk segera memperoleh sejumlah sumber daya guna
kelangsungan eksistensi subjek hukum yang dijamin dan dilindungiu oleh
14
Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. 15
Nurini Aprilianda, Perlindungan Hukum terhadap tersangka Anak Dalam Proses Penyididkan, Tesis Program Studi Ilmu Hukum, Program Pasca Sarjana universitas Brawijaya, Malang, 2001, hal. 41
12
hukum, agar kekuatanya secara terorganisir dalam proses pengambilan
keputusanpolitik maupun ekonomi, khususnya pada distribusi sumber daya,
baik pada peringkat individu maupun struktural.16
Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra mengemukakan bahwa hukum
dapat difungsikan tidak hanya mewujudkan kepastian, tetapi juga jaminan
perlindungan dan keseimbangan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan
fleksibel namun juga prediktif dan antisipatif.17
Meletakkan asas hukum perlindungan anak menjadi prasyarat untuk
mengelompokkan hukum perlindungan anak sebagai institusi hukum dari
subsistem hukum acara pidana. Sebagaimana sifat dari hukum itu sendiri
bahwa menciptakan suatu sistem yang struktural harusdiutamakan
berfungsinya unsur legalitas yang menjadi dasar peletakan sanksi,
menghilangkan resiko korban dan lain-lain dari pembatasan formal dalam
proses hukum pidana dan hukum acarapidana. Asas hukum perlindungan
anak dalam ketentuan-ketentuan hukum pidana pada dasarnya mengikuti
ketentuan yang menjadi esensi utama dari ketentuan hukum pidana dan
hukum acara pidana.18
Selain asas sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang
No.35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yaitu asas perlindungan anak,
asas kepentingan, asas hak untuk hidup, asas penghargaandan juga dalam
konvensi hak anak,Aspek Filosofis sesuai dengan penetapan Diversi juga
melihat hak hak anak untuk secara umum untuk memperoleh tujuan dari
bekerjanya sistem peradilan pidana anak pada dasarnya ditujuakn untuk
membangun sistem peradilan yang adil dan ramah terhadap anak (fair and
humane).
Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas :
a. Asas perlindungan yang dimaksud dengan perlindungan meliputi kegiatan
yang bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang
membahayakan anak secara fisik dan/atau psikis;
b. Asas keadilan yang dimaksud dengan keadilan adalah bahwa setiap
penyelesaian perkara anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi anak;
16
Philpus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, P.T Bina Ilmu,
Surabaya, 1987, Hlm. 2. 17
Lili Rasjidi dan I. B Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1993, hlm. 123. 18
M. Hassan Wadong, Pengantar Advoksi dan Perlindungan Anak ,Jakarta ,
Grasindo, 2000, hal.58.
13
c. Asas non diskriminasi yang dimaksud dengan non diskriminasi adalah
tidak adanya perlakuan yang berbeda didasarkan pada suku,agama, ras,
golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak,
urutan kelahiran anak, serta kondisi fisik dan/atau mental;
d. Asas kepentingan terbaik bagi anak yang dimaksud dengan kepentingan
terbaik bagi anak adalah segala pengambilan keputusan harus selalu
mempertimbangkan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak;
e. Asas penghargaan terhadap pendapat anak adalah asas penghormatan atas
hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam
pengambilan keputusan, terutama jika menyangkut hal yang
mempengaruhi kehidupan anak
f. Asas kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak adalah hak asasi
yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua
g. Asas pembinaan dan Pembimbingan. Pembinaan adalah kegiatan untuk
meningkatkan kualitas, ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
intelektual, sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan, profesional, serta
kesehatan jasmani dan rohani anak baik di dalam maupun diluar proses
peradilan pidana. Pembimbingan adalah pemberian tuntunan untuk
meingkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
intelektual, sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan, profesional, serta
kesehatan jasmani dan rohani klien kemasyarakatan;
h. Asas proporsional adalah segala perlakuan terhadap anak harus
memperhatikan batas keperluan, umur dan kondisi anak;
i. Asas perampasan kemerdekaan merupakan upaya terakhir adalah asas
yang pada dasarnya anak tidak dapat dirampas kemerdekaannya, kecuali
terpaksa guna kepentingan penyelesaian perkara;
j. Asas penghindaran pembalasan adalah asas yang menjauhkan upaya
pembalasan dalam proses peradilan pidana.19
F. METODE PENELITIAN.
1. Tipe Penelitian.
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.
Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, penelitian hukum normatif
meliputi inventarisasi terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum,
penelitian terhadap penegakan hukum baik yang berjalan secara
operasional oleh institusi maupun dalam hal proses penyelesaian hukum
dalam praktik, kemudian dilakukan penelitian terhadap taraf sinkronisasi
vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum.20
19
Ibid, Hal 63 20
Soerjono Soekanto Dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif ( Suatu Tinjauan
Singkat ), Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hal. 14.
14
Dengan pertimbangan diatas maka titik tolak penelitian adalah
analisis terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak . Selain itu juga melakukann studi kepustakaan
terhadap buku-buku yang membahas mengenai sistem peradilan pidana
anak, tindak pidana, diversi serta buku yang membahas mengenai tindak
pidana anak dalam sistem peradilan pidana.
2. Pendekatan Masalah.
Sehubungan tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum
normatif maka dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga
pendekatan , yaitu pendekatan peraturan perundang-undangan ( statute
approach ), pendekatan konseptual (conceptual approach ) dan
pendekatan kasus( case approach ).
a. Pendekatan peraturan perundang-undangan ( statute approach ).
Menurut Johnny Ibrahim penelitian normatif harus
menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, karena
yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menajdi fokus
sekaligus tema sentral suatu penelitian.21
Pendekatan peraturan
perundang-undangan ( statute approach ) digunakan oleh penulis
untuk meneliti dan menganalisis berbagai peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai tindak pidana anak dalam hal ini,
pendekatan peraturan perundang-undangan ( statute approach )
digunakan oleh penulis untuk meneliti dan menganalisis berbagai
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tindak
21
Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia,
malang, 2010, hal. 302.
15
pidana anak. Dalam hal ini, pendekatan peraturan perundang-
undangan ( statute approach ) digunakan untuk :
1) meneliti dan menganalisis pengaturan tindak pidana anak dalam
sistem peradilan pidana anak di indonesia;
2) meneliti dan menganalisis pengaturan diversi tindak pidana anak
dalam Undang-undang sistem peradilan pidana anak. Dalam
pendekatan peraturan perundang-undangan ( statute approach ),
yang di analisis adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Pemerintah
Nomr 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksaan diversi.
b. Pendekatan Konseptual ( conceptual approach ).
Pendekatan konseptual ( conceptual approach ) digunakan
dalam penelitian ini untuk meneliti dan menganalisis apa yang
dimaksud dengan konsep diversi dalam penanganan tindak pidana
anak dalam dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia.
Pendalaman ini diperlukan untuk memberikan pemahaman bagaimana
penerpan diversi terhadap anak-anak yang berhadapan dengan hukum
dalam Undang-undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak.
G. JENIS DAN SUMBER DATA :
Dalam penelitian ini jenis dan sumber data yang digunakan adalah :
1. Data Primer
Menurut Hasan data primer ialah data yang diperoleh atau
dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan
16
penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya.22
Data primer
di dapat dari sumber yaitu individu atau perseorangan seperti hasil
wawancara yang dilakukan oleh Penulis dengan Kanit Narkotika Polres
Salatiga dan Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Salatiga.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkanoleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-
sumber yangtelah ada meliputi: 23
a. Bahan Hukum
1) Bahan hukum primer, yakni bahan-bahan hukum yang mengikat
yang terdapat dalam unit amatan, yaitu:
a) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2015 Tentang
Perlindungan anak;
b) Undang-undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak;
c) Peraturan Pemerintah Tentang Pedoman Pelaksanaan diversi
dan Penanganan anak yang belum berumur 12 ( dua belas )
Tahun;
d) PERMA No.4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
Diversi dalam sistem Peradilan Pidana Anak.
e) Perkara No : 04/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt dan Perkara No :
05/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt.
22
Hasan, M. Iqbal, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,
Ghalia Indonesia, Bogor, 2002. Hal. 82. 23
Ibid, hal 58.
17
2) Bahan hukum sekunder, yakni yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer. Misalnya hasil-hasil penelitian
dan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini.
3) Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder.