Post on 10-Mar-2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Muhammadiyah sejak awal berdiri merupakan organisasi yang eksis dan
selalu mengalami perkembangan disetiap masanya, untuk memperluas tujuan
Muhammadiyah maka didirikan organisasi Muhammadiyah dibeberapa daerah di
Indonesia. Organisasi ini didirikan di daerah jawa tengah, salah satunya didirikan
pada umumnya di Kabupaten Banyumas dan khususnya di kota Purwokerto.
Organisasi yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan ini mengalami perkembangan
di Banyumas sejak tahun 1960. Salah satu perkembangan organisasi Islam ini di
Banyumas pasca 1965 yang terpenting adalah dibubarkanya konsul sebagai
pimpinan Muhammadiyah daerah Banyumas. Dengan demikian sejak itu
pimpinan daerah Muhammadiyah Banyumas Hanya membawahi satu kabupaten
saja, yakni kabupaten Banyumas (Suwarno & Asep, 2013: 71).
Tokoh-tokoh Pimpinan Muhammadiyah daerah Banyumas, yang pertama
adalah K.H. Abu Dardiri, beliau terpilih sebagai konsul PP Muhammadiyah untuk
wilayah Banyumas dari tahun 1930-1963, Karena terlalu lamanya beliau menjabat
sebagai konsul PP ini beliau diberi gelar sebagai konsul abadi PP
Muhammadiyah, jabatan konsul waktu itu adalah sama dengan jabatan ketua
Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Seperti sekarang, Hanya saja konsul PP
Muhammadiyah pada waktu itu hanya membawahi seluruh wilayah eks
karesidenan Banyumas, yang kini membawahi empat Kabupaten yaitu,
Banyumas, Purbalingga, Cilacap, Kebumen(Suwarno & Asep, 2014: 66).
1
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
2
Dilanjutkan oleh H. Soeparno hingga awal tahun 1970-an. Kemudian yang terpilih
menjadi ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah selanjutnya K.H.Syamsuri
Ridwan hingga awal tahun 1980 yang selanjutnya, kemudian digantikan oleh
H.Abdul Kahar Anshori Beliau sendiri aktif sebagai pengurus Pimpinan wilayah
Muhammadiyah PWM Jawa Tengah di Semarang. H.Abdul Kahar Anshori
memiliki banyak peran, bagi persyarikatan Muhammadiyah di Banyumas yaitu
pada periode 1965-1969 H.Abdul Kahar Anshori menjadi pengurus Pimpinan
Daerah Muhammadiyah (PDM) sebagai sekertaris, selanjutnya pada periode
1969-1979 H.Abdul Kahar Anshori terpilih menjadi ketua PDM (Suwarno &
Asep, 2013: 72).
H.Abdul Kahar Anshori selain beliau menjadi pengurus PDM Banyumas,
beliau juga aktif menjadi Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) IKIP
Muhammadiyah Purwokerto yang kemudian beralih bentuk menjadi Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. Setelah Partai Amanat Nasional (PAN) berdiri di
Kabupaten Banyumas pada tahun 1988, H.Abdul Kahar Anshori kemudian tampil
menjadi ketua DPD PAN Banyumas. H. Abdul Kahar Anshori adalah seorang
Mubaligh yang dikenal dari semua lapisan masyarakat dan khususnya di
Muhammadiyah (Suwarno & Asep, 2014: 89).
Dalam penelitian ini, peneliti memusatkan perhatian untuk membahas
peranan H.Abdul Kahar Anshori sebagai pengembang persyarikatan
Muhammadiyah di Banyumas. Peneliti memilih H.Abdul Kahar Anshori sebagai
objek penelitianya, selain di karenakan prestasinya yang membanggakan
keluarganya, dan sikapnya yang pantang menyerah dan sangat sederhana sehingga
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
3
beliau dikagumi oleh banyak Masyarakat Khususnya oleh Masyarakat
Muhammadiyah. Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut, maka penulis
berkeinginan untuk mengkaji lebih dalam mengenai sosok biografi H.Abdul Kaha
r Anshori sebagai pengembang persyarikatan Muhammadiyah di Banyumas.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah pada penelitian
ini sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi Banyumas menjelang berdirinya Persyarikatan
Muhammadiyah di Banyumas?
2. Bagaimana kehidupan sosok tokoh H. Abdul Kahar Anshori?
3. Bagaimana peranaan H. Abdul Kahar Anshori dalam perkembangan
Muhammadiyah di Banyumas tahun 1960-2000?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas maka tujuan
dalam penelitian skripsi ini untuk mengungkap sebagai berikut:
1. Mengetahui kondisi banyumas menjelang berdirinya Persyarikatan
Muhammadiyah di Banyumas.
2. Mengetahui kehidupan sosok tokoh H. Abdul Kahar Anshori
3. Mengetahui peranaan H. Abdul Kahar Anshori dalam perkembangan
Muhammadiyah di Banyumas tahun 1960-2000?
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
4
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, dapat diperoleh beberapa manfaat
sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
a. Manfaat penelitian ini diharapkan menambah khasanah pengetahuan
khususnya untuk sejarah.
b. Manfaat penelitian ini diharapkan menjadi tonggak penelitian selanjutnya.
c. Manfaat penelitian ini secara teoretis diharapkan memberi sumbangan
penelitian bagi para akademika.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat penelitian ini secara praktis diharapkan dapat membuat keluarga
bangga tentang pemikiran dan peranan penting tokoh H. Abdul Kahar
Anshori di Persyarikatan Muhammadiyah khususnya di wilayah
Kabupaten Banyumas.
b. Manfaat penelitian ini secara praktis diharapkan dapat menjadi contoh
bagi para generasi muda aktivis Muhammadiyah.
c. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran dan
informasi mengenai peranan penting tokoh H. Abdul Kahar Anshori bagi
warga Persyarikatan.
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
5
E. Kajian Pustaka
1. Konsep Biografi
Biografi tidak ditulis sendiri oleh tokoh yang bersangkutan melainkan oleh
orang lain yang berdasarkan data-data yang ada, diantaranya wawancara. Akan
tetapi otobiografi juga mempunyai kekuatan dan kelemahan dalam penulisanya.
Kekuataan otobiografi terletak dalam keterpaduan yang utuh (coherency)
sehingga pembaca tahu bagaimana penulis memahami diri, lingkungan sosial-
budaya, dan keadaan pada zamanya. Otobiografi merupakan refleksi yang otentik
dari pengalaman seseorang karena otobiografi dapat ditulis sebagai usaha
pembelaan diri. Adapun kelemahan otobiografi adalah pandangan yang partial
pada zamanya, subjektif, dan proses sejarah yang belum final. Sama halnya
dengan otobiografi, memorie ditulis sendiri namun biasanya hanya mengenai satu
peristiwa namun biasanya hanya mengenai satu peristiwa saja. Sedangkan
prosography atau biografi kolektif merupakan penelitian tentang sekelompok
orang yang mempunyai karakteristik latar belakang yang sama dengan
mempelajari kehidupan mereka (Kuntowijoyo, 2003: 205-212).
Biografi dalam historiografi jarang sekali ditulis oleh sejarawan. Sebagian
besar yang menulis biografi adalah para jurnalis atau wartawan. Biografi dalam
penulisan sejarah dapat memberikan sumbangan berupa psiko-history, yaitu
sejarah kejiwaan tokoh-tokoh sejarah, khususnya para pelaku dan penyaksi tokoh-
tokoh yang layak ditulis riwayat hidupnya adalah orang-orang besar dalam
sejarah, yang sesuai dengan kiprahnya (Priyadi, 2011: 98).
.
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
6
Biografi atau catatan tentang hidup seseorang itu, meskipun sangat mikro,
menjadi bagian dalam mosaik sejarah yang lebih besar. Malah ada pendapat
bahwa sejarah adalah penjumlahan dari beberapa biografi. Dengan adanya
biografi dapat dipahami para pelakus sejarah, zaman yang menjadi latar belakang
biografi, dan lingkungan sosial-politiknya. Akan tetapi, sebenarnya sebuah
biografi tidak perlu menulis tentang hero yang menentukan jalan sejarah, cukup
partisipan, bahkan the unknown. Namun, tidak menulis seorang tokoh itu tentu
mempunyai resiko tersendiri (Kuntowijoyo, 2003: 203-204).
Menurut Kuntowijoyo (2003: 206), Biografi harus memuat empat hal atau
empat unsur yaitu yang pertama kepribadian tokoh. Masyarakat penganut Hero in
History percaya bahwa sejarah adalah kumpulan biografi. Mereka lebih
menonjolkan kepribadian tokoh menurut mereka, individu merupakan pendorong
transformasi sejarah. Unsur yang kedua, kekuatan sosial yang mendukung.
Kekuatan sosial memiliki pengaruh yang lebih besar dari pada individu.
Pengaruhnya dapat berupa kepercayaan atau kekaguman terhadap seorang tokoh
masyarakat. Seperti tokoh pada penelitian kali ini yaitu H. Abdul Kahar Anshori,
ia merupakan seorang tokoh Persyarikatan Muhammadiyah yang berpengaruh.
Kepemimpinan dan kewibawannya yang membuat orang kagum dan
menghormatinya dapat dijadikan sebagai kekuatan sosial yang mendukungnya
dalam kepemimpinanya
Menurut Sartono (2014: 87), rekonstruksi biografi amat memerlukan
imajinasi yang besar agar dapat dibuat sulaman yang indah dari biodata yang
tersedia, tentu saja tanpa menyimpang dari factor historisitas. Lebih dari cerita
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
7
sejarah lainya biografi memerlukan emphaty atau einfuhlung seperti yang
digariskan oleh Dilthey sebagai metodologi interpretatif. Dengan empati dapat
menempatkan diri seolah-olah ada di dalam situasi tokoh itu, bagaimana
emosinya, motivasi, dan sikapnya, persepsi dan konsepsinya, yang kesemuanya
dapat di reproduksi dalam diri sejarawan.
Biografi dapat dinilai berdasarkan kejelasan informasi yang dapat
diberikannya mengenai proses penulisan biografi. Namun, dengan sendirinya
dapat menghargainya sebagai alat untuk mempelajari seorang genius,
perkembangan moralnya, inteleketualnya, dan emosinya yang memiliki daya tarik
intrinsik dan akhirnya, didapat penanggapan biografi sebagai salah satu yang
menyediakan bahan-bahan untuk penelaahan sistematik tentang kejiwaan dan
proses penciptaan biografi (Kartini, dkk., 1985: 5).
Kemudian Menurut pendapat Kartodirdjo (1992:102) menyebutkan bahwa
biografi di bedakan dalam tiga macam yaitu (1) yang komperhensif; (2) yang
topikal; (3) yang diedisikan. Biografi yang komperhensif adalah biografi yang
panjang dan bersegi banyak, apabila isinya pendek dan sangat khusus sifatnya,
biografi itu disebut topikal, sedang yang dinamakan biografi yang di edisikan
ialah yang disusun oleh pihak lain.
Satu hal yang perlu di pahami, menyusun biografi adalah seni untuk
becerita. Intuisi dari pewawancara sangat dibutuhkan untuk memberikan
keindahan dalam penuturan cerita hidup. Dalam hal ini sejarah lisan menemukan
lingkungan kerja dalam penulisan biografi. Informasi lisan langsung dari tokoh
dan orang-orang terkait merupakan perbendaharaan bahan yang bisa
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
8
dimaksimalkan melalui penggalian yang terpola dan berkesinambungan (Dien
Majid & Johan W, 2014: 135).
Penelitian biografi juga sama dengan penelitian lainnya yang memiliki
kelebihan dan kelemahan yang masih menjadi perdebatan pemikiran tentang
kelebihan dan kelemahan. Menurut pemikiran Sartono Kartodirjo (1992 : 76-77),
biografi dipandang mempunyai kelemahan pada teknik penulisan. Teknik
penulisan biografi membutuhkan kemahiran dalam pemakaian bahasa dan retorik
tertentu, pendeknya seni menulis. Di samping itu biografi juga mempunyai
kelebihan, menurut pandangan Sartono Kartodirdjo, biografi mempunyai fungsi
penting dalam pendidikan apabila biografi yang ditulis dengan baik sangat mampu
membangkitkan inspirasi kepada pembaca.
Dari beberapa penjelasaan mengenai biografi sudah dipaparkan diatas, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa penulisan biografi sangat mudah dibedakan
dengan penulisan penelitian lainya. Penulisan biografi mempunyai kekhasan
penulisan tersendiri dilihat dari ciri-ciri teks biografinya. Setiap penulisan biografi
mempunyai khas yang pertama dengan struktur teks meliputi orientasi, peristiwa
atau masalah, dan reorientasi. Teks orientasi merupakan bagian dari pengenalan
tokoh yang berisi gambaran awal tentang tokoh atau pelaku di dalam teks
biografi. Bagian teks peristiwa atau masalah yang dialami tokoh berisi penjelasan
peristiwa yang terjadi atau dialami tokoh. Teks reorientasi merupakan bagian
penutup yang berisi pandangan penulis terhadap tokoh yang diceritakan.
Kemudian ciri khas penulisan teks biografi yang kedua yaitu memuat informasi
berdasarkan fakta dalam bentuk narasai. Ciri khas yang ketiga, fakta berdasarkan
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
9
pengalaman hidup seorang tokoh yang patut diteladani.
Hal yang menarik bagi peneliti sehingga melakukan penelitian biografi itu
karena mengungkapkan sesuatu yang nyata (tidak fiktif) dan mengandung
pelajaran berharga sekalipun peneliti sama sekali belum pernah mengenal tokoh
yang diceritakan serta tidak tahu banyak mengenai bidang yang ditekuni tokoh
tersebut. Sebuah biografi menceritakan proses mulai dari kanak-kanak tokoh
tersebut termasuk latar belakang lingkungan dan keluarga, timbulnya cita-cita
dalam benak sang tokoh untuk terjun dalam bidang yang disukainya, awal karir
sang tokoh berikut berbagai masalah yang muncul sampai saat ia berhasil
mewujudkan impiannya.
Biografi juga dapat menjadi sejarah apabila digabungkan dengan beberapa
biografi atau dengan biografi kolektif, karena sejarah tidak bisa terlepas dari peran
tokoh dan kejadian yang di alami tokoh tersebut. Penelitian biografi tokoh
masyarakat pada suatu daerah baik tokoh politik maupun kesenian dapat
bermanfaat memperkaya wawasan dan pengetahuan peneliti dan pembaca, karena
setiap tokoh mempunyai gagasan yang berbeda dalam hidupnya yang berguna
bagi pembaca dan masyarakat luas pada umumnya.
2. Persyarikatan Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan organisasi sosial kemasyarakatan dalam bentuk
persyarikatan yang bergerak pada wilayah dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan
tajdid yang bersifat pencerahan, bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah.
Muhammadiyah berasaskan Islam, sedangkan maksud dan tujuan Muhammadiyah
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
10
adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terciptanya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Guna mencapai tujuan tersebut maka
dilakukanlah berbagai usaha, yang diwujudkan dalam usaha, program dan
kegiatan persyarikatan. Muhammadiyah telah berdiri 18 November tahun 1912
masehi silam. Keberadaanya sebagai civil society atau organisasi kemasyarakatan
yang mencurahkan perhatian utamanya pada bidang keagamaan, sosial, dan
pendidikan patut diapresiasi(Hikmawan 2014: 1-2).
Persyarikatan Muhammadiyah merupakan gerakan pembaharuan dalam
dunia Islam. Gerakan Muhammadiyah di bangun oleh KHA. Dahlan
sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang dari gerakan
pembaharuan dalam Islam yang dimulai sejak tokoh pertamanya, yaitu Profesor
Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Sayid
Jamaludin al-Afghany, Muhammad Abduh, Rasyid Ridlya dan sebagainya.
Terutama sekali pengaruh tersebut berasal dari Muhammad Abduh lewat tafsirnya
yang terkenal, yaitu Al-Manar suntingan dari Rasyid Ridla serta majalah Al-
Urwatul Wustqa. Lewat telaah KHA. Dahlan terhadap berbagai karya para tokoh
pembaharu serta kitab-kitab lainya yang seluruhnya mengehembuskan angin segar
untuk memurnikan ajaran Islam dari berbagai ajaran sesat dengan kembali pada
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul beliau mendpatkan inspirasi yang kuat untuk
membangun sebuah gerakan Islam yang berwibawa, teratur, tertib dan penuh
disiplin guna dijadikan wahana untuk melaksanakan dakwah Islam amar makruf
nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia (Mustafa & Ahmad,
2002: 126-127).
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
11
Organisasi Islam Muhammadiyah secara bahasa berarti pengikut Nabi
Muhammad. Ketika kelahiranya memakai ejaan lama “Moehammadijah”, dalam
keputusan kongres ke-19 tahun 1330 di Minangkabau dengan merujuk pada
kongres ke-14. Disebutkan bahwa ejaan lafadz perhimpunan kita ialah
“Moehammadijah”. Setelah kemerdekaan dengan menggunakan ejaan baru yang
disempurnakan kemudian berubah menjadi “Muhammadijah” karena menurut
dengan ejaan yang benar menurut Bahasa Indonesia yang bernuansa ke
Indonesian. Maka disempurnakan kembali menjadi “Muhammadiyah” (Nashir,
2010: 17)
Persyarikatan Muhammadiyah merupakan gerakan Islam, dakwah amar
ma’ruf dan nahi munkar, serta sebagai gerakan tajdid (permunian sekaligus
pembaruan, purifikasi sekaligus dinamisasi). Ketiga hal itu merupakan karakter
perjuangan dan ciri khas Muhammadiyah (lihat dalam pasha dan Ahmad Adaby
Darban, 2000: 113). Berkaitan dengan itu, kepemimpinan dalam Muhammadiyah
sejak organisasi ini didirikan senantiasa berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan
Al Hadits sebagai sumber hukum islam. Muhammadiyah selalu berupaya
mencontoh sifat-sifat kepemimpinan Rasulullah, terutama empat sifat, yakni
Sidiq, Amannah, Tabligh dan Fatonah (Suwarno & Asep, 2014: 27).
Persentuhan Muhammadiyah dengan politik selama periode transasi yang
berlangsung 1965-1968 mendorong gerakan ini untuk merumuskan sejumlah
kebijakan yang meneguhkan identitas dan jati dirinya sebagai gerakan sosial ke
agamaan. Penguatan identitas ini sebagai gerakan sosial keagamaan. Penguatan
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
12
identitas ini sebagai implikasi langsung dari dinamika politik nasional yang
semakin mengukuhkan praktik politik yang tidak mencerminkan kehendak
umumu warga negara. Puncak dari kekecewaan Muhammadiyah terhadap rezim
berkuasa adalah ketika rezim secara sepihak menolak hasil keputusan Muktamar
Parmusi di Malang pada 1968. Konteks sosio-politik bangsa melegitimasi
kebijakan Muhammadiyah untuk meneguhkan jati dirinya sebagai gerakan sosial
keagamaan yang tidak terkait dengan partai politik manapun. Pada sebagian ini
akan dijelaskan sejumlah langkah Muhammadiyah merespons perkembangan
aktual bangsa dan peneguhan kembali sebagai gerakan sosial Keagamaan (Abdul
& Ahmad, 2010: 225).
Gerakan Muhammadiyah merupakan, gerakan yang memusatkan perhatian
pada amal usaha nyata di bidang agama, sosial, budaya, ekonomi dan termasuk
juga politik. Dalam beramal berperilaku politik dan menjalankan manuver-
manuver sosial politiknya, Muhammadiyah berpedoman pada rumusan
kepribadian Muhammadiyah. Rumusan kepribadian Muhammadiyah itu
dihasilkan melalui sidang Pleno PP Muhammadiyah pada 29 April 1963 dan
masih berlaku hingga sekarang. Ia berfungsi menjadi semacam pengarah motivasi
atau niat dari dalam (Suwarno, 2001: 131).
Muktamar Muhammadiyah ke-38 di ujung Pandang pada 1971 yang
memutuskan bahwa Muhammadiyah tidak mau terlibat lagi dalam politik praktis,
bersikap netral dan tidak berhubungan dengan parpol manapun merupakan titik
balik (the turning point) bagi Muhammadiyah untuk kembali ke khittah awalnya
sebagai gerakan sosial keagamaan yang berbasis pada strategi kultural. Perubahan
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
13
ini nampak jelas karena adanya trauma yang dialami oleh Muhammadiyah sebagai
akibat dari keterlibatanya dalam atau persentuhanya dengan politik praktis melalui
Masyumi dan Parsumi. Keterlibatan atau persentuhan Muhammadiyah dengan
politik praktis melalui Masyumi dan Parsumi memang memberikan keuntungan
tersendiri bagi organisasi terutama terbentuknya relasi dan akses sosial-politik
Muhammadiyah kepada kekuasaan. Tetapi manfaat yang semacam ini bersifat
jangka pendek. Keterlibatan atau persentuhan itu justru kerap membawa ekses
negatif dalam jangka panjang (Mustafa & Ahmad, 2002: 41).
Muhammadiyah selain memberikan saran kebijakan kepada pemerintah dan
swasta juga sebagai pendamping masyarakat pengusaha kecil dalam
mengembangkan kelembagaan, peningkatan produktifitas dan kemandirian usaha
kecil. Pengembangan teknologi juga sangat berperan dalam hal ini, perlu
pengembangan inovasi produksi dan teknologi karena adanya perlindungan hak
cipta. Mendorong berkembangnya sistem keterkaitan . peluang-peluang yang ada
tersebut perlu mendapatkan dukungan. Muhammadiyah dalam hal ini bisa sebagai
katalis pembangunan yang berfunsgi sebagai mediator. Peran Muhammadiyah
selain memberikan saran kebijaksanaan kepada pemerintah dan swasta juga
sebagai pendamping masyarakat pengusaha kecil dalam mengembangkan
kelembagaan, peningkatan produktifitas dan kemandiriaan usaha kecil(Moh.
Jumhur,1995: 51).
Lambang Persyarikatan Muhammadiyah, berbentuk matahari yang
memencarkan dua belas sinar yang mengarah ke segala penjuru, dengan sinarnya
yang putih bersih bercahaya. Ditengah-tengah matahari terdapat tulisan dengan
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
14
huruf Arab; Muhammadiyah. Pada lingakaran atas yang mengelilingi tulisan
Muhammadiyah terdapat: tulisan berhuruf Arab berujud kalimat syahadat
tauhid:”Asyhadu anla ila-ha illa Allah”(saya bersaksi tiada tuhan kecuali Allah),
dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat syahadat Rasul “waashadu anna
Muhammadan Rasulullahi”(dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan
Allah). Seluruh gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan terletak
diatas warna dasar hijau daun(Mustafa & Ahmad, 2002: 127).
3. Penelitian Relevan
Untuk memberikan keobjektivitasan dalam penelitian ini, perlu di ketahui
bahwa penelitian dengan judul H. Abdul Kahar Anshori sebagai pengembang
Persyarikatan Muhammadiyah di Banyumas Tahun 1960-2000 belum pernah ada
sebelumnya. Namun, ada beberapa penelitian yang relevan yang berhubungan
dengan biografi seorang tokoh dan layak di jadikan tinjuan pustaka dalam
penelitian ini.
Penelitian yang berkaitan dengan penulisan biografi seorang tokoh atau
seorang yang dianggap berjasa di daerah dan menjadi panutan yang lain dilakukan
oleh Sutrismi (2014) dengan Skripsinya berjudul Biografi Kusno: Mantan Kepala
Desa Bengbulang, Kecamatan Karang Pucung, Kabupaten Cilacap,
menyimpulkan bahwa Kusno merupakan kepala desa yang pantas menjadi
panutan. Beliau merupakan orang yang taat beribadah, pekerja keras penuh
semangat, suka membantu orang lain, memiliki jiwa seorang pemimpin dan
pandangan jauh ke depan. Sifat pekerja keras dan penuh semangatnya menjadi
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
15
bukti perjuangan beliau dari seorang yang biasa menjadi seorang yang di hormati
di desa.
Menurut Endah Tri Susilowati (2006) dengan penelitiannya yang berjudul
Pola Kepemimpinan Kepala Desa Pekuncen, Kecamatan Bobotsari, Kabupaten
Purbalingga. Kepemimpinan adalah suatu proses guna mempengaruhi kegiatan
kelompok supaya teratur dalam tugasnya dan usahanya untuk meumuskan dalam
mencapai tujuan, segala usaha pekerjaan dan kegiatan melalui proses-proses
tertentu guna mempengaruhi kegiatan melalui proses-proses tertentu untuk
membawa masyarakat atau pengikutnya untuk ikut serta aktif dalam usaha
mencapai tujuan yang telah di tentukan bersama.
Kemudian menurut Maskanatu Ni’amah (2013) dengan judul penelitianya
yaitu mengenai Biografi syaikh Mahfudh Al-Hasani Somalungu Kebumen
(1901M-1950M), menyimpulkan bahwa seorang tokoh keagaman yaitu Syaikh
Mahfudh Al-Hasani sangatlah berpengaruh terhadap pola kehidupan masyarakat
pada saat itu. Latar belakang keluarga dan pendidikan yang baik membuat
masyarakat memilihnya menjadi seorang tokoh panutan. Kemampuan cara
pandanganya tentang berbagai masalah yang dialami pada saat itu dan cara untuk
memecahkan masalah tersebut membuat kagum masyarakat. Banyak keterkaitan
masyarakat terhadap syaikh Mahfudh Al-Hasani yang sangat di hormati.
Penulisan mengenai biografi tokoh juga dilakukan oleh Sardiman dalam
bukunya (2000) dengan mengambil judul sebuah biografi Jenderal Sudirman.
Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa Jendreal Sudirman adalah seorang yang
akhli ibadah, Jendral Sudirman juga aktif dalam kegiatan Muhammadiyah Hisbul
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
16
Wathon, dan kepemimpina Muhammadiyah . Jenderal Sudirman juga merupakan
guru dan pemimpin pemuda Muhammadiyah. Muhammadiyah juga dapat
menghasilkan generasi yang menjadi seorang pahlawan, yang dikenal sampai saat
ini yaitu Jenderal Sudirman.
Dari keempat penelitian yang relevan di atas terdapat kesamaan, yaitu sama-
sama meneliti peran seorang tokoh yang dianggap penting dan memiliki banyak
pengaruhnya terhadap kehidupan bermasyarakat. Namun, terdapat perbedaan
dengan penelitian yang peneliti lakukan, yaitu tokoh yang dijadikan objek
penelitian, dan pembahasan yang lebih menekankan kepada H. Abdul Kahar
Anshori sebagai pengembang Persyarikatan Muhammadiyah dan peranannya
dalam Persyarikatan Muhammadiyah, sehingga sudah tentu penelitian yang
peneliti lakukan ini bukan merupakan tiruan atau doplikat.
F. Kerangka Teoretis dan Pendekatan
1. Kerangka Teoretis
H.Abdul Kahar Anshori, merupakan pemimpin dan pengembang
persyarikatan Muhammadiyah di Banyumas. Menurut teori Victor Vroom dan
Philip Yetton. Victor Vroom dan Philip Yetton (Indriyo & I Nyoman, 1997: 155)
memperkenalkan teori normatif tentang kepemimpinan dan proses pengambilan
keputusan.Teori ini memusatkan perhatian pengembalian keputusan oleh manajer
dengan menentukan kelompok bawahan dan menentukan prosedur sejauh mana
pemimpin melibatkan bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
Menurut teori ini, pemimpin memilih salah satu dari lima proses dasar bagi
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
17
keterlibatan bagi keterlibatan bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
Untuk permasalahan individual, manajer memilih salah satu dari pemecahkan
masalahnya sendiri berdasarkan informasi yang tersedia, memecahkan masalah
sendiri berdasarkan informasi yang tersedia, memecahkan masalah sendiri dengan
informasi atau gagasan dari bawahan, pemecahan masalah bersama dengan
bawahan, atau memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada bawahan
dalam pemecahan permasalahan.Untuk pemecahan masalah kelompok manajer
dapat memilih dari memutuskan sendiri dengan informasi atau gagasan dari
bawahan, atau pemecahan masalah dengan bawahan sebagai kelompok (Indriyo &
I Nyoman, 1997: 156).
H.Abdul Kahar Anshori sesuai dengan teori normatif, karena H. Abdul
kahar Anshori dalam pengambilan keputusan selalu mendengarkan bawahanya,
tidak sewenang-wenang dan mengambil keputusan atas keinginanya sendiri, akan
tetapi memecahkan masalah dengan cara bersama-sama dan mendengarkan apa
yang bawahanya fikirkan. Keterlibatan bawahan dalam pengembalian keputusan
dianggap penting supaya adil, dalam mengambil keputusanya.
Kecenderungan baru kepemimpinan Islam, generasi kepemimpinan melalui
lembaga-lembaga/organisasi formal masih bisa kita jumpai. Tetapi sekarang ini
ada rekruitmen baru melalui kepemimpinan yang tidak di lembagakan. Dilihat
dari segi ini maka ada Floating leadres, para pemimpin yang mengembang, yaitu
tokoh-tokoh yang tidak terjaring oleh lembaga-lembaga formal seperti tokoh
agama, budaya dan tokoh intelektual. Ia tumbuh menyebar. Dilihat dari segi
kontak personal mereka dengan pemimpin islam tetapi jenis baru ini belajar dari
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
18
sejarah. Sumbernya bukan dari organisasi formal, melainkan melalui pemahaman
pemikiran dan ide serta sejarah kepemimpinan masa lalu, seperti melalui tulisan-
tulisan kepemimpinan masa lalu, seperti melalui tulisan-tulisan Muhammad
Natsir, dan lain-lain. Dengan kata lain, terdapat kesinambungan ide. Dulu energi
umat Islam terkonsentrasi pada politik dan agama dalam arti sempit, sekarang
konsentrasi energi itu di arahkan kepada banyak bidang(Kuntowijoyo,1994: 99).
Dalam periode utopia para pemimpin bermaksud untuk mendirikan negara
Islam berdasarkan apa yang diinginkan, tanpa melihat kondisi obyektif.
Memiliki kesatuan yang mistis. Kartosuwiryo megambarkan umat sebagai umat
mistis yang akan menjadi realitas umat tetapi ternyata tidak. Periode ide, dulu
pada periode ideologi orang tidak tahu persis bagaimana tatanan ekonomi, tata
negara, dan lain-lain. Orang tidak tahu secara detail apa yang di kehendaki setelah
ada negara Islam. Sekarang Islam menjadi ide, maka kita kenal ekonomi Islam,
Universitas Islam, dan sebagainya. Jadi ideologi yang dulu kita anggap tunggal
dan utuh dan kita yakini betul, ternyata tidak bisa bertahan lagi setelah sekarang
ada proses spesialisasi ilmu pengetahuan. Dalam keadaan sekarang, tidak cukup
hanya dengan menyatakan Islam sebagai ideologi. Kita juga perlu ide Islam
tentang etika, estetika, pemikiran filsafat, dan lain-lain.(Kuntowijoyo,1994;98-
101). H.Abdul Kahar Anshori memiliki kepemimpinan yang sesuai dengan ide
Islam beliau memiliki etika, estetika, pemikiran filsafat yang telah di terapkan
dalam kepemimpinanya sehingga membawa banyak kemajuan bagi Persyarikatan
Muhammadiyah.
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
19
2. Pendekatan
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan
pendekatan sosiologi, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan menyoroti segi-
segi sosial atau peristiwa yang telah di kaji, seperti Biografi H.Abdul Kahar
Anshori ini berperan dalam menentukan nilai-nilai yang dianutnya serta
hubungan, dengan Biografi lainya (Soekanto, 1990:98) penulis mengkaji segi-segi
sosial dari peristiwa yang telah di kaji, misalnya golongan sosial mana yang
berperan, serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat (Kartodirjo, 1994: 4)
G. Metode Penelitian
Pada metode penelitian ini tentang H.Abdul Kahar Anshori sebagai
pengembang persyarikatan Muhammadiyah Purwokerto, peneliti menggunakan
metode historis. Metode historis adalah proses kerja untuk menuliskan kisah-kisah
masa lampau berdasarkan jejak-jejak yang di tinggalkan (Priyadi, 2011: 3-4).
Menurut sartono, (2014:1-4) menyatakan bahwa metode merupakan sebuah
cara prosedural untuk berbuat dan mengerjakan sesuatu dalam sebuah sistem yang
teratur dan terencana. Jadi, terdapat persyaratan yang ketat dalam melakukan
sebuah penelitian, yaitu prosedur yang sistematis. Adapun langkah-langkah dalam
metode sejarah antara lain:
1. Heuristik
Heuristik yaitu kegiatan atau usaha untuk mencari dan menemukan sumber-
sumber sejarah sebagai bahan yang akan dikaji dalam penelitian baik itu berupa s
sumber tulisan, maupun sumber lisan. Sumber-sumber didalamnya ada data
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
20
sejarah tidak selalu tersedia dengan mudah, sehingga untuk memperolehnya harus
mencari data lapangan, khususnya artifact, baik pada situs-situs sejarah maupun
lembaga museum, atau mencari data sejarah lisan yang menyangkut para pelaku
dan penyaksi sejarah. Sejarawan harus mencari sebanyak-banyaknya pelaku
sejarah yang terlibat. Pencarian tersebut melibatkan seseorang atau beberapa
pelaku yang mengetahui ada pelaku yang lain yang perlu di wawancarai
(Priyadi,2014:90).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik yang dipaparkan sebagai
berikut.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data, peneliti mengadakan
wawancara langsung atau tanya jawab dengan keluarga H. Abdul Kahar Anshori
untuk mengetahui biografi H. Abdul Kahar Anshori, kemudian wawancara
dengan , rekan kerja di Persyarikatan Muhammadiyah Purwokerto dan universitas
Muhammadiyah Purwokerto untuk memperoleh data mengenai peran H. Abdul
Kahar Anshori.
Dokumentasi dan lisan yang telah diperoleh dan dikumpulkan. Dokumentasi
tersebut kemudian dipisahkan sesuai dengan pembahasan antar bab berikutnya.
Hal ini dilakukan peneliti untuk mempermudah melakukan langkah-langkah
selanjutnya. Data yang telah dikumpulkan dan dikelompokan sesuai pembahasan
bertujuan untuk memfokuskan peneliti agar masing-masing bab mempunyai
pembahasan yang terarah.
2. Kritik (Verifikasi)
Verifikasi dalam penelitian sejarah identik dengan kritik sumber, yaitu kritik
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
21
eksteren yang mencari otentikan (keaslian) sumber dan kritik intern yang menilai
apakah sumber itu kreadibilitas (kebiasaan untuk dipercaya) atau tidak (Priyadi,
2011: 75). Tujuan dari kegiatan ini ialah bahwasetelah peneliti berhasil
mengumpulkan sumber-sumber dalam penelitianya, ia tidak akan menerima
begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber itu. Langkah
selanjutnya ia harus menyaring secara krtitis, terutama terhadap sumber-sumber
pertama, agar terjaring fakta yang menjadi pilihannya. Langkag-langkah inilah
yang disebut kritik sumber, baik terhadap bahan materi (ekstern) sumber maupun
terhadap substansi (isi) sumber(Helius S, 2007: 131).
Sumber tertulis dikritik dengan cara membandingkan sumber yang satu
dengan sumber yang lainya yang sudah terkumpul, baik dari segi isi, bahasa,
maupun segi fisiknya. Sementara sumber lisan dikritik dengan cara
membandingkan informasi-informasi yang sudah dikumpulkan dari para
informan, dan kondisi fisik informan tersebut, apakah masih keturunan atau
bukan. Selain sumber tertulis, sumber lisan juga dapat diakui kredibilitasnya
apabila memenuhi syarat apabila sumber disampaikan oleh saksi yang berantai
dan dilaporkan oleh orang tersebut. Sumber lisan mengandung kejadian yang
diketahui umum dan telah menjadi kepercayaan umum pada masa tertentu.
3. Interpretasi (Penafsiran)
Penafsiran dalam metode sejarah menimbulkan subjektivitas sejarah, yang
sangat sukar dihindari, karena ditafsirkan oleh sejarawan (si subjek), sedangkan
yang objektif adalah faktanya. Penafsiran model sejatah tersebut dapat diterapkan
dalam ilmu antrophologi, seni pertunjukan, studi agama, filologi, arkeologi, dan
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
22
ilmu sastra(Priyadi, 2011: 88-89).
Penafsiran sejarah juga disebut juga dengan analisis sejarah. Dalam
penelitian ini, peneliti meneliti fakta-fakta yang terdapat pada sumber sejarah
yang telah terkumpul dan sudah mengalami tahap verifikasi kemudian peneliti
menafsirkan data tersebut. Penafsiran dilakukan sesuai dengan teori dan
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, seperti yang tercantum dalam
landasan teori.
4. Historiografi (Penulisan Sejarah)
Penulisan sejarah atau Historiografi merupakan penyusunan sejarah yang
didahului oleh penelitian terhadap peristiwa-peristiwa masa lalu (Badri Yatim,
1995: 5). Historiografi disini merupakan cara penulisan, pemaparan atau
pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan (Abdurahman, 2011: 107).
Dalam penulisan karya ilmiah ini, peneliti lebih memperhatikan aspek-aspek
kronologis peristiwa. Aspek ini sangat penting karena arah penelitian peneliti
adalah penelitian sejarah sehingga proses peristiwa dijabarkan secara detail. Data
atau fakta tersebut selanjutnya ditulis dan disajikan dalam beberapa bab
berikutnya yang terkait satu sama lain agar mudah dipahami oleh pembaca.
H. Sistematika Penyajian
Penyusunan yang dilakukan dalam sebuah penelitian secara ilmiah harus
sesuai dengan sistematika penulisan yang telah di tentukan. Tujuan dari
sistematika penyajian ini adalah agar penelitian yang dilakukan dan hasil yang di
peroleh dapat sistematik dan terinci dengan baik. Adapun sistematika dalam
penelitian ini peneliti membagi dalam beberapa bagian.
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016
23
Bab satu pendahuluan, pada bab ini berisi beberapa bagian mengenai
gambaran secara singkat mengapa peneliti mengambil tema penelitianya. Bab ini
terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, tujuan pustaka, landasan teori dan pendekatan, metode penelitian, dan
sistematika penyajian.
Bab dua mengenai kondisi Banyumas menjelang berdirinya Persyarikatan
Muhammadiyah di Banyumas, Bab ini menyajikan tentang kondisi geografis,
kondisi sosial politik, keadaan keagamaan sebelum masuknya Persyarikatan
Muhammadiyah di Banyumas dan proses berdirinya Persyarikatan
Muhammadiyah di Banyumas.
Bab tiga mengenai kehidupan sosok tokoh H. Abdul Kahar Anshori. Bab ini
terdiri dari latar belakang keluarga H. Abdul Kahar Anshori, kehidupan kanak-
kanak dan masa sekolah, kehidupan organisasi dan kehidupan keluarga dijabarkan
secara kronologis.
Bab empat membahas mengenai kondisi Muhammadiyah sebelum
kepemimpinan H. Abdul Kahar Anshori, kondisi Muhammadiyah setelah
kepemimpinan H. Abdul Kahar Anshori dan peranaan H. Abdul Kahar Anshori di
Persyarikatan Muhammadiyah dan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Bab lima sebagai penutup yang berisi simpulan dari uraian pada bab
sebelumnya dan berisi jawaban masalah yang telah di rumuskan.
H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016