Post on 22-May-2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan dasar diakuinya derajat kemanusiaan, oleh karena itu
pentingnya kesehatan sebagai Hak Asasi Manusia dan sebagai kondisi yang
diperlukan untuk terpenuhinya hak hak yang lain telah diakui secara internasional.
Tanpa kesehatan, seseorang menjadi tidak sederajat secara kondisional, seseorang
juga tidak akan mampu memperoleh hak hak nya yang lain. Sesuai dengan
konsideran huruf a Undang Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
dijelaskan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Terkait konsep-konsep perlindungan Hak Asasi Manusia, Hak Asasi
Manusia adalah hak hak yang dimiliki manusia semata mata karena ia manusia.
Umat manusia memilikinya bukan kerena diberikan kepadanya oleh masyarakat
atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata mata berdasarkan martabatnya
sebagai manusia.1 Didalam pasal 1 ayat 1 Undang Undang Nomor 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia menjelaskan bahwa Hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai
1 Philip alston & frans magnis-suseno, Hukum Hak Asasi Manusia, PUSHAM UII,
Yogyakarta,2008,hlm.11. Juga Jack Donnely, Universal Human Rights in theory and practice,
Cornell University press, Ithaca and London, 2003, hlm 7-21. Juga Maurice Cranston, What are
Human Right? Taplinger. New York, 1973, hlm. 70.
2
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hendarmin ranadirekasa memberikan definisi tentang HAM pada hakekatnya
adalah seperangkat ketentuan atau aturan untuk melindungi warga Negara dari
kemungkinan penindasan, pemasungan dan atau pembatasan ruang gerak warga
Negara oleh Negara, artinya ada pembatasan pembatasan tertentu yang
diberlakukan pada Negara agar hak warga Negara yang paling hakiki terlindungi
dari kesewenang-wenangan kekuasaan. Sedangkan Mahmud MD mengartikan
HAM sebagai hak yang melekat pada martabat manusia sebagai makhluk cipataan
Tuhan, dan hak tersebut dibawa manusia sejak lahir kemuka bumi sehingga hak
tersebut bersifat fitri (kodrati), bukan pemberian manusia atau Negara.2 Sehingga
dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa HAM adalah hak dasar yang
melekat pada setiap individu sejak dilahirkan kemuka bumi dan bukan merupakan
pemberian manusia ataupun Negara yang wajib dilindungi oleh Negara.
Hak tersebut merupakan anugrah yang wajib dihargai dan dilindungi harkat
dan martabat setiap manusia. Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir
dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya, dan kewarganegaraan yang
berbeda beda, ia tetap mempunyai hak hak tersebut. Inilah sifat universal dari hak
hak tersebut. Selain bersifat universal, Hak Asasi Manusia juga tidak dapat dicabut
(inalienable), artinya seburuk apapun perlakuan yang dialami yang telah di alami
2 Muladi. 2005. Hak Asasi Manusia: Hakekat, Konsep dan Implikasinya Dalam
Perspektif hukum dan masyarakat. bandung. Refika aditama.hal.39
3
oleh seseorang atau betapapun bengisnya perlakuan seseorang, ia tidak akan
berhenti menjadi manusia dan kerena itu tetap memiliki hak hak tersebut. Dengan
kata lain, hak hak itu melekat pada dirinya sebagai makhluk insani. Terkait akan
hal ini, sering terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia seperti kasus
penelantaran pasien yang hendak melakukan persalinan di sebuah klinik bersalin di
Desa Martopuro Kec. Purwosari Kab. Pasuruan yang pada saat akan melakukan
persalinan, namun oleh bidan yang bersangkutan di tinggal untuk memenuhi
panggilan dinas oleh BKD Kabupaten Pasuruan yang pada akhirnya pasien
mengalami pendarahan dan akibat dari itu nyawa pasien tidak tertolong.3
Pasien sebagai konsumen kesehatan memiliki perlindungan diri dari
kemungkinan upaya kesehatan yang tidak bertanggung jawab seperti penelantaran.
Pasien juga berhak atas keselamatan, keamanan, kenyamanan terhadap pelayanan
jasa kesehatan yang diterima. Dengan hak tersebut maka konsumen akan
terlindungi dari praktik profesi yang mengancam keselamatan dan kesehatan4. Agar
tidak terjadi tindakan medis yang menimbulkan kesalahan atau kelalaian dari
dokter/tenaga kesehatan dan rumah sakit, yang akan menimbulkan kerugian bagi
pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan. Ketika pasien dirugikan, pasien
sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan dari rumah sakit pemberi jasa pelayanan
kesehatan dalam bidang kesehatan, dibutuhkan suatu perlindungan hukum bagi
pasien sebagai konsumen pelayanan kesehatan. Rumah sakit berkewajiban untuk
memberikan jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan ukuran atau standard
3 Lihat. http://m.detik.com/news/jawatimur/02265768/diduga-telantarkan-pasien-hj-
zubaidah-saya-niat-menolong. Diakses Tanggal 17 januari 2017 4 Jusuf Hanafiah Dan Amri Amir, Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan, (Medan :
Penerbit Buku Kedokteran Egc, 1998), Hal 160
4
perawatan kesehatan. Hak pasien adalah mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan
yang diterima tidak semestinya. Masyarakat sebagai konsumen dapat
menyampaikan keluhannya kepada pihak rumah sakit sebagai upaya perbaikan
intern rumah sakit dalam pelayanan atau kepada lembaga yang memberi perhatian
kepada konsumen kesehatan.
Klinik merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar
dan/atau spesialistik. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9
tahun 2014 tentang Klinik. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang
dijamin dalam undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang
harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya5. Pelanggaran pelanggaran HAM yang bertentangan dengan
aturan di dalam Peraturan Perundangan yang mengatur tentang hal ini. Jika
mengacu pada UUD 1945 pasal 28H ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang
berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak untuk memperoleh pelayanan
kesehatan.
Kesehatan juga merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat
Negara tersebut disamping ekonomi dan sosial. Salah satu upaya pemerintah dalam
peningkatan masyarakat adalah dengan mendirikan rumah sakit disetiap daerah.
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
5 Konsiderans Huruf a Undang-Undang No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
5
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau
oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Bertitik tolak dari ungkapan bahwa rumah sakit atau juga tenaga kesehatan
lainnya, selain bertanggung jawab terhadap kesehatan pasiennya (medical
Responsibilituy) juga bertanggung jawab di bidang hukum (legal Responsibility)
atas pelayanan kesehatan yang diberikan, maka rumah sakit maupun tenaga medis
lainnya harus mengetahui dan memahami pengetahuan hukum dengan baik. Hal ini
menunjukan bahwa antara bidang kesehatan dan bidang hukum saling berkait,
dimana pasal yang menjerat fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun
swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa
pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Fasilitas pelayanan kesehatan,
baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang
muka. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan. Ini artinya, rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan
kesehatan dilarang menolak pasien yang dalam keadaan darurat serta wajib
memberikan pelayanan untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Hal yang sama juga dipertegas dalam Pasal 25 Universal Declaration of
Human Rights (UDHR) yang menyatakan :
1. Setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk
kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk
hak atas pangan, sandang, papan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan
sosial yang diperlukan, serta hak atas keamanan pada saat menganggur,
sakit, cacat, ditinggal oleh pasangannya, lanjut usia, atau keadaan
keadaan lain yang mengakibatkan merosotnya taraf kehidupan yang
terjadi diluar kekuasaannya.
6
2. Ibu dan anak berhak mendapatkan perhatian dan bantuan khusus. Semua
anak, baik yang dilahirkan didalam maupun diluar perkawinan, harus
menikmati perlindungan sosial yang sama.
Maka berdasarkan uraian berikut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul ANALISIS PENELANTARAN PASIEN OLEH KLINIK
BERSALIN DITINJAU DARI HUKUM HAK ASASI MANUSIA.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana analisa kasus penelantaran pasien oleh klinik bersalin ditinjau
dari hukum Hak Asasi Manusia ?
2. Bagaimana tanggung jawab serta pemenuhan hak atas kompensasi bagi
korban penelantaran pasien oleh klinik bersalin ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perlindungan hukum korban penelantaran pasien oleh
klinik bersalin ditinjau dari hukum Hak Asasi Manusia.
2. Untuk mengetahui tanggung jawab serta pemenuhan hak atas kompensasi
bagi korban penelantaran pasien oleh klinik bersalin.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian hukum ini adalah:
7
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan pemikiran yang bermanfaat dibidang
ilmu Hukum dan Hukum Hak Asasi Manusia. Khususnya terhadap korban
penelantaran pasien oleh klinik bersalin ditinjau dari hukum Hak Asasi
Manusia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi badan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan
pelayanan dan tanggung jawab hukum terhadap proses pelayanan
kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
b. Bagi Masyarakat
Penelitian dapat digunakan sebagai informasi dan pengetahuan bahwa
Ada perlindungan hukum serta tanggung jawab hukum dan juga
pemenuhan hak atas kompensasi bagi korban penelantaran pasien oleh
klinik bersalin.
c. Bagi Penulis
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai
tanggung jawab dan juga pemenuhan hak atas kompensasi bagi korban
penelantaran pasien oleh klinik bersalin ditinjau dari hukum Hak Asasi
Manusia.
8
E. Kegunaan Penelitian
1. Bagi penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan
Untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi
penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur
pelayanan kesehatan serta kode etik profesi dan juga sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yaitu Undang Undang Nomor 39 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia dan juga Undang Undang lain yang
relevan.
2. Bagi pemerintah
Untuk dapat lebih berperan aktif dalam memberikan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggara fasilitas pelayan kesehatan.
Pemerintah mempunyai kewajiban dalam mengendalikan dan
menyempurnakan layanan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat
dalam bentuk regulasi. Sebagai regulator, pemerintah melakukan
pengawasan untuk menjamin agar penyelenggara fasilitas pelayan
kesehatan memberikan pelayanan yang bermutu. Kewajiban pemerintah
untuk memenuhi hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia memiliki
landasan yuridis yang diatur dalam pasal 7 UU kesehatan yang menyatakan
bahwa pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang
merata dan terjangkau oleh masyarakat.
3. Bagi masyarakat
Untuk mengetahui bahwa dalam memperoleh pelayanan kesehatan dijamin
oleh undang undang dan juga agar masyarakat mengetahui bahwa
9
memperoleh pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang. Selain itu
agar masyarakat mengetahui bahwa pemerintah maupun penyelenggara
fasilitas pelayanan kesehatan bertanggung jawab penuh atas pelayanan
kesehatan dan kewajiban memberikan hak atas kompensasi bagi korban
penelantaran pasien oleh klinik bersalin.
F. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
pendekatan yuridis sosiologis, yaitu tanggung jawab lembaga
penyelenggara kesehatan terhadap korban penelantaran pasien oleh
lembaga penyelenggara kesehatan ditinjau dari hukum Hak Asasi Manusia.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi yang digunakan dalam penelitian dan pengumpulan data adalah di
klinik bersalin kecamatan purwosari. Adapun alasan kenapa melakukan
penelitian di klinik bersalin kecamatan purwosari karena untuk mengetahui
proses perlindungan hukum korban penelantaran pasien di klinik bersalin
kecamatan purwosari.
3. Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari beberapa instansi
di Kabupaten Pasuruan seperti Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan,
dan juga Keluarga Korban melalui wawancara atau interview maupun
pendapat yang diperoleh dari sumber informasi utama/pertama dan
10
dokumen-dokumen resmi yang mana semuanya diperoleh langsung dari
lokasi penelitian.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen
resmi, buku-buku yang berhubungan dengan penelitian, hasil penelitian
dalam bentuk skripsi, tesis dan peraturan perundang-undangan terkait
seperti UUD RI 1945, Undang Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia, Undang Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang
Kesehatan, Undang Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2014 Tentang Tenaga Kesehatan, Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 47 Tahun 2016 Tentang Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, Universal Declaration of Human Right (UDHR), dan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2014 tentang Klinik.
c. Data Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang diperoleh dari
ensiklopedia, jurnal hukum, kamus hukum, dan kamus besar bahasa
Indonesia. Penulis menggunakan bahan hukum tersier sebagai bahan
hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap
bahan hukum primer dan sekunder.
11
4. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data, penulis menggunakan teknik pengumpulan data
penelitian sebagai berikut :
a. Wawancara atau interview yaitu suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara tanya jawab secara langsung dengan pihak pihak
terkait seperti kepala dinas kesehatan Kab. Pesuruan, dan keluarga
korban.
b. Dokumentasi yaitu berupa pengumpulan data yang didapat dari lokasi
penelitian. Penulis memperoleh pengumpulan data dari pihak pihak
terkait yang berkenaan dengan proses penelitian dan penelusuran
perundang-undangan.
c. Observasi yaitu salah satu sarana pengumpulan data sebagai dasar
penulis untuk melakukan penelitian untuk mendapatkan gambaran yang
lebih lengkap mengenai penelitian yang akan diteliti. Penulis terlebih
dahulu mengamati lokasi penelitian untuk mendapatkan keyakinan
bahwa kasus tersebut benar benar terjadi di klinik bersalin kecamatan
purwosari.
d. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data ini diambil dari
buku buku atau literatur serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan teori sebagai tambahan dalam penulisan yang berkaitan
dengan masalah yang akan diteliti.
12
5. Teknik Analisis Data
Setelah melakukan teknik pengumpulan data penelitian baik wawancara
atau interview, dokumentasi, kepustakaan maupun penelusuran internet
atau studi website telah dirasa cukup, maka penulis menggunakan metode
Deskriptif Analitif yaitu mendiskripsikan dengan cara menggambarkan
kejadian kemudian dianalisa menggunakan Deskriptif Kualitatif.6 Metode
penelitian kualitatif adalah metode untuk menyelidiki obyek yang tidak
dapat diukur dengan angka angka ataupun ukuran lain yang bersifat eksak.
Penelitian kualitatif juga bisa diartikan sebagai riset yang bersifat deskriptif
dan cenderung menguunakan analisis dengan pendekatan induktif.
Penelitian kualitatif jauh lebih subyektif daripada penelitian atau survey
kuantitatif dan menggunakan metode sangat berbeda dari mengumpulkan
informasi, terutama individu dalam menggunakan wawancara secara
mendalam.7 Kemudian mendasarkan pada teori yang ada dalam peraturan
perundang-undangan lalu penulis dapat menarik kesimpulan dan dapat
menghasilkan jawaban dari permasalahan.
G. Sistematika penulisan
Dalam penulisan ini penulis mengemukakan sistematika Penulisan sebagai
berikut:
6 Pedoman penulisan hukum, fakultas hukum, UMM. Hal. 19 7 http://aldoranuary26.blog.fisip.uns.ac.id/2012/02/29/deskriptif-kualitatif/, diakses pada tanggal
15 januari 2017
13
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kerangka teori, metode penulisan, rencana jadwal penelitian dan
rencana sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisikan mengenai tinjauan pustaka yang meliputi deskripsi dan
uraian mengenai bahan-bahan teori, doktrin atau pendapat sarjana, dan kajian
yuridis berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, terkait dengan permasalahan
yang akan dijadikan penulisan hukum.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan tentang permasalahan yang diteliti serta pemaparan hasil
penelitian terhadap bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan berdasarkan
pada teori dan kajian pustaka.
BAB IV PENUTUP
Dalam bab ini dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat ditarik dari penulisan,
serta saran-saran dengan harapan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak
yang terkait.
14