Post on 20-Dec-2020
1
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1. MARKET OVERVIEW
1.1.1. PASAR MINYAK ATSIRI
Minyak atsiri atau yang secara internasional sering dikenal
dengan nama essential oil adalah minyak yang mudah menguap
dikarenakan terbentuk dari kumpulan senyawa berwujud cair yang
diperoleh dari berbagai tanaman seperti kulit, akar, daun, batang, biji dan
bunga dengan cara penyulingan (Buchbauer & Baser, 2010). Minyak atsiri
biasa digunakan sebagai minyak gosok serta bahan dasar wangi-wangian.
Selain itu pada dunia industri, minyak atsiri biasa digunakan sebagai bahan
kosmetik, antiseptik, obat-obatan maupun flavoring agent dalam bahan
pangan dan minuman. Penggunaan minyak atsiri untuk produk kosmetik
khususnya parfum atau aromaterapi dapat dibedakan menjadi 5 menurut
Gunawan (2009) yaitu Body Spray / Splash (kandungan minyak atsiri 1-
3%), Eau de Cologne (4-6%), Eau de Toilette (7-10%), Eau de Parfum (10-
20%), dan Parfum Extrait (20-40%).
Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas tanaman yang
memiliki nilai sangat tinggi. Peluang pasar minyak atsiri diperkirakan akan
tumbuh sebesar 8,0% dan mencapai kenaikan $3,90 miliar pada akhir tahun
2023 dimana 39,0% dari pertumbuhan akan didominasi dari wilayah Eropa.
2
Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh konsumen yang lebih memilih gaya
hidup sehat dengan menggunakan bahan-bahan organik seperti diet
makanan sehat, berbagai jenis olahraga serta detoks yang menggunakan
bahan-bahan alami dan organik. Selain itu pasar minyak atsiri global juga
didongkrak oleh permintaan akan aromaterapi, industri makanan dan
minuman, produk perawatan pribadi yang lebih berpreferensi pada produk
alami, produk organik dan penciptaan wewangian baru yang alami.
Gambar 1. Global Essential Oil Market 2019 - 2023
(Sumber: Technavio, 2019)
Saat ini pengguna terbesar minyak atsiri dunia berasal dari
Amerika Serikat dan diperoleh dari berbagai negara lain seperti Indonesia,
Vietnam, Tiongkok, India dan lain sebagainya. Amerika Serikat merupakan
salah satu pasar terbesar essential oil dengan nilai mencapai $3,36 miliar.
3
Amerika Serikat, India dan Perancis adalah negara tujuan utama ekspor
minyak atsiri Indonesia pada tahun 2017 dan 2018 seperti yang dapat dilihat
pada gambar 2.
Gambar 2. Nilai Ekspor Minyak Atsiri
(Sumber: Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, 2019)
Indonesia adalah negara penghasil minyak atsiri seperti minyak
cengkeh, minyak pala, sereh dan lain sebagainya. Ada beberapa pembagian
jenis minyak atsiri dimana menurut Mulyadi (2007), jenis-jenis minyak
atsiri di Indonesia dibagi dalam 3 bagian berdasarkan potensi pemakaiannya
yang dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Jenis Minyak Atsiri Berdasarkan Potensi Pemakaian
< 100 ton/tahun 100 – 1.000 ton/tahun > 1.000 ton/tahun
Minyak Cendana
(sandalwood oil).
Minyak Kananga
(cananga oil).
Minyak Massoi
(massoia bark oil).
Minyak Pala (nutmeg
oil) dan minyak fuli
(mace oil).
Minyak Akar Wangi
(vetiver oil).
Minyak daun dan
gagang cengkeh
(clove leaf & clove
stem oil).
Minyak sereh wangi
(citronella oil).
4
Minyak Daun Jeruk
Purut (kaffir lime leaf
oil).
Minyak Kayu Putih
(cajeput oil).
Minyak nilam
(patchouli oil).
Sedangkan menurut Rusli (2012) terdapat 4 kelompok produk
minyak atsiri yaitu major traditional atau the big five (clove, patchouli,
nutmeg, cajeput dan citronella), specific traditional oils (vetiver, cananga,
ginger, cubeb, cassia, kaffir lime leaf, gurjun dan lainnya), new and recently
developed products (black pepper, lajagoa dan lainnya) serta forestry based
products (massoia, sandalwood, agarwood, eaglewood, santalum dan
lainnya).
1.1.2. DAERAH PENGHASIL MINYAK ATSIRI DI INDONESIA
Hampir seluruh provinsi di Indonesia menghasilkan minyak
atsiri. Menurut Kementrian Pertanian (2019), daerah penghasil dan
produksi tanaman bahan baku minyak atsiri di Indonesia adalah seperti
yang terlampir pada pada tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Produksi Tanaman Bahan Baku per Provinsi
Provinsi
2017 2018* 2019**
Luas
(Ha)
Produksi
(Ton)
Luas
(Ha)
Produksi
(Ton)
Luas
(Ha)
Produksi
(Ton)
Maluku 76.884 26.729 76.890 26.934 76.958 27.019
Sulsel 72.246 18.528 72.649 17.849 72.669 18.097
Sultra 40.195 13.754 40.211 15.085 40.222 15.142
Aceh 51.562 11.810 51.652 11.822 51.705 11.922
Malut 70.094 11.091 70.496 12.787 70.547 13.029
Jatim 47.267 11.027 47.959 11.550 48.041 11.650
5
Sulut 97.210 9.315 98.969 20.557 99.003 20.675
Jabar 43.028 7.716 44.234 8.233 44.264 8.316
Sulteng 91.220 5.759 91.839 7.807 91.941 7.809
Jateng 44.898 5.248 44.903 2.794 44.911 2.831
Papua Barat 16.444 5.048 16.918 5.725 16.944 5.874
Banten 12.803 4.876 12.910 3.198 12.917 3.199
Kepri 15.420 4.017 15.423 4.026 15.429 4.031
NTT 21.011 3.742 21.051 3.832 21.069 3.874
Sumbar 15.669 2.253 16.368 2.338 16.417 2.530
Lampung 9.756 1.673 9.766 1.650 9.772 1.736
Sumut 4.223 1.233 4.279 1.259 4.287 1.267
Sulbar 4.541 1.110 4.612 891 4.612 895
Gorontalo 13.118 944 13.070 949 13.077 962
Bali 16.774 722 16.999 908 16.900 913
DIY 3.139 480 3.143 496 3.147 498
Jambi 1.887 324 1.927 326 1.928 328
Kalbar 972 300 972 304 974 308
NTB 2.753 195 2.877 199 2.881 205
Kalsel 486 143 490 152 492 168
Bengkulu 1.980 79 2.009 103 2.018 124
Sumsel 821 57 820 57 832 58
Papua 323 47 325 - 326 -
Kaltim 217 8 218 6 221 6
Kaltara - - 105 - 105 -
Tabel 3. Produksi Tanaman Bahan Baku per Pulau
Pulau
2017 2018* 2019**
Luas
(Ha)
Produksi
(Ton)
Luas
(Ha)
Produksi
(Ton)
Luas
(Ha)
Produksi
(Ton)
Sulawesi 318.530 49.410 321.350 63.138 321.524 63.580
Maluku + Papua 163.745 42.915 164.629 45.446 164.775 45.922
Jawa 151.135 29.347 153.149 26.271 153.280 26.494
Sumatera 101.318 21.446 102.244 21.581 102.388 21.996
Nusa Tenggara + Bali 40.538 4.659 40.927 4.939 40.850 4.992
Kalimantan 1.675 451 1.785 462 1.687 482
*) Angka sementara; **) Angka estimasi
6
Secara keseluruhan luas lahan pembudidayaan tanaman
penghasil minyak atsiri yang ada di Indonesia tidak mengalami peningkatan
yang signifikan dibandingkan dengan meningkatnya kebutuhan minyak
atsiri yang berasal dari Indonesia dan dunia. Hal ini mengakibatkan
ketidakmampuan produsen untuk memenuhi market demands.
1.1.3. PERMASALAHAN INDONESIA DALAM MEMENUHI DEMAND
MINYAK ATSIRI DUNIA
Menurut Hogervorst dan Kerver (2019) kelemahan minyak
atsiri Indonesia di pasar dunia adalah:
a) Quality Management dan Traceability
Pasar global sangat menekankan quality management dan
transparansi sepanjang rantai nilai untuk mempermudah buyer dalam
mengontrol persyaratan dan standar serta melakukan penelusuran asal
minyak atsiri mulai dari tangan pertama sampai dengan exporter. Jika
ada pemasok yang mampu menawarkan kemampuan untuk quality
management dan traceability ini maka akan dapat menjadi sebuah
competitive advantages. Untuk memenuhi quality management dan
traceability ini tentu saja membutuhkan dokumentasi yang rapi mulai
dari penanaman sampai dengan pengolahan. Quality management dan
traceability inilah yang belum dapat dipenuhi oleh produsen yang ada
di Indonesia.
7
b) Sustainability
Baik untuk bahan baku yang dikumpulkan secara liar atau hasil
pembudidayaan oleh para petani, sustainability merupakan salah satu
issue besar dikalangan buyer seperti penggunaan pupuk kimia yang
merusak tanah dan lingkungan serta eksploitasi berlebihan atas hutan.
Sampai saat ini para produsen yang ada di Indonesia sebagian besar
belum mampu meyakinkan buyer akan sustainability dari bahan baku
yang mereka gunakan.
c) Organic
Pasar global menempatkan Indonesia sebagai sumber penting
untuk minyak atsiri jika dilihat dari quantity, quality, prices dan supply
consistency. Namun inkonsistensi kualitas yang terkontaminasi oleh
residu pestisida, ftalat dan besi masih menjadi masalah bagi buyers
karena kandungan senyawa ini dapat menyebabkan obesitas, masalah
neurologis dan kardiovaskular, alzheimer dan kanker payudara (WHO,
2018). Produsen kesulitan memastikan bahwa produk yang mereka
tawarkan menggunakan bahan baku yang dibudidayakan secara organik
sesuai dengan permintaan pasar.
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Kesulitan memenuhi demand minyak atsiri oleh para eksportir
Indonesia disebabakan oleh rantai nilai minyak atsiri yang menurut Hogervorst
8
dan Kerver (2019) memiliki 3 tahap yaitu production, processing dan exporting
seperti yang terlihat di bawah ini.
Wild Collectors
Input Suppliers
Farmers
Crop Collectors
Distillers
Essential Oil Collectors
Distilling Farmers
Agents of Exporters
Exporters
Importers ManufacturesFlavour and Fragrance Processors
International Markets
Production Level
Processing Level
Exporting Level
Gambar 3. Value Chain Essential Oil di Indonesia
(Sumber: Hogervorst dan Kerver, 2019)
a) Permasalahan Pada Tahap Produksi (Production)
Ketergantungan kepada petani yang kurang pengetahuan dan tidak
terorganisir
Bahan mentah minyak atsiri dikumpulkan oleh petani yang tidak
terorganisir sehingga menyebabkan biaya collection yang cukup tinggi
9
karena petani tersebar di seluruh penjuru area. Selain itu apabila
dibudidayakan, lemahnya pengetahuan petani mengenai bibit yang unggul
serta pemakaian sarana produksi seperti pupuk dan pestisida menyebabkan
produktifitas yang rendah.
Kesulitan untuk traceability
Traceability yang ada saat ini hanya dapat ditelusuri sampai
dengan tingkat distillers. Tidak adanya dokumentasi mengenai sumber
bahan baku menyebabkan kesulitan melacak asal usul bahan karena
ditingkat petani sudah melakukan pencampuran. Tidak terbiasanya para
collector melakukan dokumentasi menyebabkan sulitnya menerbitkan
traceability document yang dibutuhkan oleh buyer. Dengan menawarkan
produk yang tidak dapat dilacak otomatis seller hanya bisa bersaing
melalui harga.
Tidak ada perbedaan harga untuk kualitas yang berbeda
Adanya praktek pemberian uang muka oleh essential oil
collector dengan distillers dan distilling farmers menyebabkan distillers
hanya berfokus pada kuantitas bukan kualitas dengan cara mencampur
minyak atsiri yang memiliki kualitas yang berbeda. Dengan praktek
seperti ini, petani dan distillers tidak termotivasi untuk meningkatkan
kualitas bahan baku dan proses penyulingan, sehingga kualitas minyak
atsiri berfluktuasi yang berdampak pada fluktuasi harga minyak atsiri.
10
Konflik karena lemahnya komitmen
Perjanjian antara exporter dengan essential oil collector serta
distillers yang tidak dituangkan secara tertulis menyebabkan lemahnya
komitmen untuk memenuhi kontrak yang disetujui secara lisan. Eksportir
sulit untuk memprediksi volume yang akan didapat sehingga menyebabkan
fluktuasi harga minyak atsiri.
b) Permasalahan Pada Tahap Proses (Processing)
Pada tahap processing, lemahnya pengetahuan mengenai cara
distilasi dan teknologi baru menyebabkan kualitas dan kuantitas minyak
atsiri yang rendah. Selain itu, keterbatasan akses pasar menyebabkan
ketidaktahuan distillers dan distilling farmers kepada harapan kualitas dari
buyer dan ketergantungan terhadap essential oil collectors.
c) Permasalahan Pada Tahap Ekspor (Exporting)
Memahami dan mematuhi persyaratan untuk dokumentasi dan
registrasi
Banyak pendatang baru baik perusahaan dan UKM yang tidak
tahu mengenai dokumentasi dan registrasi untuk kebutuhan buyer yang
berujung ketidakpatuhan exporters akan hal ini.
11
Rendahnya persepsi buyer untuk quality essential oil Indoneisa
Global buyer memiliki persepsi bahwa kualitas minyak atsiri
Indonesia rendah terutama dalam hal food safety dan quality management
system. Tergantungnya produksi kepada petani kecil menimbulkan
persepsi kualitas yang tidak konsisten sehingga global buyer sering
menolak produk dari Indonesia.
Kurangnya akses pasar
Kurangnya akses kepada pasar dalam hal informasi
menyebabkan para exporter kesulitan untuk menyediakan minyak atsiri
dengan kualitas dan spesifikasi yang sesuai untuk buyer. Akibatnya
hubungan yang terbangun hanya sesaat dan tidak berlangsung secara
berkelanjutan.
Unique Selling Proposition (USP)
Exporters Indonesia kebanyakan menawarkan portofolio yang
mirip sehingga menyebabkan kurangnya USP seperti fokus segmen,
sertifikasi, produk dan juga stories. Karena tidak adanya perbedaan USP
antar exporter menyebabkan eksportir sulit bersaing dengan para pemain
dunia lainnya.
Persaingan antar exporters
Para exporter kurang melakukan kerjasama dalam bidang non-
competitive issues dan hanya berfokus pada persaingan sisi supply
sehingga sulit untuk mengembangan visi bersama untuk bisnis minyak
12
atsiri Indonesia. Beberapa exporter melakukan cara yang tidak sehat
dengan merusak persaingan untuk mendapatkan pasar.
1.3. POTENSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI SENTRA MINYAK
ATSIRI BARU
Mengacu pada RPJM Kalimantan Tengah 2016 – 2021 khususnya pada
arah kebijakan pengembangan kawasan strategis (PKS) dari sudut pertumbuhan
ekonomi, pemerintah Kalimantan Tengah menekankan adanya kawasan pertanian
yang berkelanjutan (sustainability) dengan cara mengembangkan komoditas baru
dan terorganisir. Pemerintah Kalimantan Tengah juga berfokus pada peningkatan
kualitas hidup masyarakat pedesaan dengan arah kebijakan pemberdayaan petani
dengan kegiatan pokok yaitu pengembangan tanaman pangan serta holtikultura
lainnya seperti tanaman penghasil minyak atsiri dan melakukan optimalisasi lahan
tidak produktif yang dimiliki. Pada RPJM ini juga menekankan untuk
mempercepat ijin usaha ekonomi menengah kebawah, pengadaan paket bibit
pertanian, peternakan, perkebunan tanaman hutan, pemberian bantuan kepada
koperasi, usaha kecil, mikro dan menengah serta pelatihan dan pendampingan bagi
pelaku usaha kecil dan menengah dalam rangka pengembangan ekonomi kreatif.
Keseluruhan tujuan ini guna pengurangan beban dan peningkatan pemberdayaan
masyarakat miskin.
Selain itu, pada tahun 2018, Kalimantan Tengah telah ditetapkan oleh
Menteri Pertanian sebagai salah satu provinsi untuk pengembangan tanaman
organik. Memang saat ini masih terbatas pada pengembangan padi organik dimana
13
telah dikembangkan seluas 40 ribu ha sebagai pilot project yang tersebar di 11
kabupaten. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa kedepannya akan ada
pengembangan tanaman organik untuk jenis tanaman lainnya. Dengan adanya
program pemerintah di Kalimantan Tengah untuk pembudidayaan tanaman
organik yang diselaraskan dengan RPJM provinsi Kalimantan Tengah mengenai
kawasan pertanian yang berkelanjutan maka harapan agar Kalimantan Tengah
menjadi sentra budidaya tanaman penghasil minyak atsiri dapat terwujud,
walaupun harus ada usaha tambahan dikarenakan luasnya lahan gambut di
Kalimantan Tengah.
Kalimantan Tengah merupakan provinsi yang memiliki sebaran
kesatuan hidrologi gambut (KHG) yang paling luas jika dibandingkan dengan
keempat provinsi lainnya. Analisa mengenai sebaran lahan gambut menjadi
sangat penting dikarenakan tanaman penghasil minyak atsiri khususnya nilam dan
sereh wangi tidak cocok jika dibudidayakan pada lahan gambut karena tingkat
keasaman yang tinggi. Namun tanaman nilam dan sereh wangi sangat cocok jika
dibudidayakan pada lahan kering yang ada di Kalimantan Tengah.
Dengan adanya sarana infrastruktur penunjang seperti jalan baik darat
maupun sungai, maka provinsi Kalimantan Tengah memiliki peluang untuk
dikembangkan menjadi sentra budidaya tanaman atsiri, khususnya nilam dan sereh
wangi. Untuk kepentingan evaluasi lahan terhadap tanaman nilam dan sereh
wangi, terdapat beberapa kriteria kesesuaian lahan dan iklim untuk kedua tanaman
ini yang dapat dilihat pada tabel 4 menurut Muhrizal (2006).
14
Tabel 4. Kriteria Kesesuaian Lahan dan Iklim untuk Tanaman Nilam dan
Sereh Wangi
Parameter
Tingkat Kesesuaian Lahan Kering
Kalimantan Tengah
Sangat
Sesuai
(SS)
Sesuai
(S)
Kurang
Sesuai
(KS)
Nilai Kategori
Lahan
Ketinggian (mdpl) 100-400
0-100;
400-700
>700
40-320 SS
Jenis tanah Andosol
Latosol
Regosol
Podsolik
Kambisol
Lainnya
Latosol
Podsolik
Regosol
SS;S
Drainase Baik Sangat
baik
Sedikit
agak
Baik
Baik;
Agak baik SS;S
Tekstur Lempung Liat
Berpasir Lainnya
Liat;
Lempung;
Berpasir
SS;S
Kedalaman air tanah >100 75-100 50-75 >100 SS
pH 5,5-7 5,0-5,5 4,5-5 4,6-5,3 KS;S
C-Organik (%) 2-3 3-5 <1 3-5 S
P2O5 (ppm) 16-25 4-6 >25 6-10 SS;S
K2O (me/100g) >1 0,5-0,8 0,2-0,4 1,2-3,4 SS
KTK (me/100g) >17 5-18 <5 12-19 SS;S
Iklim
Curah hujan tahunan
(mm)
2.300-
3000
1.750-
2.350;
3000-
3.500
>3.500;
1.200-
1.750
2.320-
3.200 SS
Hari hujan tahunan
(hari) 120-180 100-120 210-230 126-160 SS
Bulan basah pertahun 7-9 10-11 >11 7-8 SS
Kelembaban udara (%) 70-90 60-70 50-60;
>90 75-85 SS
Temperatur rata-rata
(%) 25-26
24-25;
26-28
23-24;
28-29 25,8 SS
Mengacu pada pedoman kesesuaian lahan yang disusun oleh Muhrizal
(2006) lahan kering yang ada di Kalimantan Tengah berpotensi untuk
15
pengembangan tanaman penghasil minyak atsiri seperti nilam dan sereh wangi.
Namun dari data tersebut terdapat satu faktor yang memiliki nilai kurang sesuai
yaitu penurunan tingkat keasaman tanah lahan kering yang ada di Kalimantan
Tengah. Penurunan kemasaman tanah (pH) dapat dilakukan dengan pemberian
kapur, dimana kapur akan mempengaruhi keseimbangan unsur hara selain
mencegah timbulnya serangan nematoda. Selain pengaplikasian kapur, penurunan
kemasaman tanah juga dapat dengan menggunakan pupuk organik (Muhrizal,
2006). Penggunaan pupuk kandang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan
penggunaan kapur dalam mengendalikan tingkat kemasaman tanah seperti kotoran
sapi, kambing dan kerbau.
Berdasarkan data sebaran KHG per Kabupaten di Kalimantan Tengah,
daerah Kabupaten Barito Timur, Barito Utara, Barito Selatan dan Murung Raya
memiliki ratio dibawah 50% yang sangat memungkinkan untuk daerah
pembudidayaan tanaman penghasil minyak atsiri seperti nilam dan sereh wangi
serta keempat kabupaten ini sudah memiliki infrastruktur transportasi baik darat
maupun sungai yang saling terhubung sehingga cocok untuk dijadikan sebagai
daerah pengembangan minyak atsiri.
Tabel 5. Data KHG per Kabupaten di Kalimantan Tengah
No Kabupaten
Luas
Wilayah
(Km2)
Luas
KHG
(Ha)
Luas KHG
Kabupaten
terhadap
KHG
Provinsi
(%)
Perbandingan
Luas KHG
dengan Luas
Wilayah
Kabupaten
(%)
1 Barito Selatan 8.830 360.851 7.77 40,87
2 Barito Timur 3.834 55.946 1.20 14,59
16
3 Barito Utara 8.300 0 0 0
4 Murung Raya 23.700 0 0 0
5 Gunung Mas 10.804 2.048 0.04 0,19
6 Kapuas 14.999 736.679 15.86 49,12
7 Katingan 17.500 1.285.766 27.68 73,47
8 Kota Palangka Raya 2.400 170.254 3.67 70,94
9 Kotawaringin Barat 10.759 375.518 8.09 34,90
10 Kotawaringin Timur 16.796 448.298 9.65 26,69
11 Lamandau 6.414 1.528 0.03 0,24
12 Pulang Pisau 8.997 519.232 11.18 57,71
13 Seruyan 16.404 523.689 11.28 31,94
14 Sukamara 3.827 164.508 3.54 42,99
Jumlah 153.564 4.644.317 100%
Saat ini Kalimantan merupakan pulau dengan urutan terakhir penghasil
bahan baku minyak atsiri di Indonesia. Hal ini mempermudah untuk membentuk
business model yang ideal untuk mengatasi produksi minyak atsiri berkualitas
menganut prinsip traceability, sustainability dan organic dan sekaligus
mengembangkan pemberdayaan petani di Kalimantan Tengah.
1.4. KONSEP BISNIS
Konsep bisnis yang ditawarkan adalah multi-side platform untuk
minyak atsiri di Kalimantan Tengah. Bisnis model ini akan mempertemukan
petani dengan eksportir yang berusaha untuk memenuhi permintaan buyer dalam
menyediakan minyak atsiri dalam hal quality, traceability, sustainability dan
organic. Bisnis model ini mengadopsi social enterprise yang mengangkat petani
sebagai mitra bisnis yang harus diberdayakan. Untuk memenuhi hal tersebut maka
harus ada entitas yang mengontrol serta memastikan operasional pada tahap
production dan processing dari rantai nilai minyak atsiri.
17
1.5. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup SBMC minyak atsiri ini hanya meliputi tahap
production dan processing dari rantai nilai minyak atsiri nilam dan sereh wangi
dari Kalimantan Tengah, khususnya adalah DAS Barito yang meliputi 4 kabupaten
yaitu Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara dan Murung Raya. Dari segi
luasnya lahan kering keempat kabupaten ini sangat mungkin untuk dikelola serta
sarana infrastruktur yang sudah sangat memadai.
1.6. TUJUAN DAN MANFAAT
1.6.1. TUJUAN
Tujuan Umum:
Menyelesaikan penulisan tugas akhir / tesis dengan kriteria yang
terbaik sebagai pemenuhan syarat kelulusan program studi Magister
Manajemen Binus Business School.
Tujuan Khusus:
a. Menyediakan minyak atsiri yang memiliki kualitas tinggi yang konstan
serta memastikan ketersediaan bahan baku yang kontinu dan harga yang
stabil.
b. Membantu para petani yang ada di Kalimantan Tengah, khususnya yang
ada di daerah aliran sungai (DAS) Barito untuk memiliki sumber
pendapatan lainnya.
18
c. Menciptakan bisnis model yang inovatif dengan memperhatikan aspek-
aspek peluang dalam mendapatkan keuntungan pada industri minyak
atsiri di Indonesia.
d. Menciptakan bisnis model yang siap untuk dijalankan dan dipasarkan.
e. Menganalisa kelayakan bisnis untuk mengetahui apakah bisnis minyak
atsiri ini layak untuk dijalankan sehingga dapat menghasilkan
keuntungan bagi pemilik serta memiliki daya saing.
f. Menginspirasi serta menumbuhkan semangat kewirausahaan pada calon
pebisnis lokal khususnya para petani yang ada di Kalimantan Tengah.
1.6.2. MANFAAT
a. Menghasilkan minyak atsiri sesuai dengan permintaan pasar yang
memenuhi aspek kualitas, kuantitas, kontinuitas dan harga.
b. Dapat menghasilkan bisnis model yang dapat meningkatkan taraf hidup
petani di Kalimantan Tengah dengan membuka sumber pendapatan
baru yaitu produksi minyak atsiri berkualitas tinggi.
c. Membantu pemerintah untuk mengatasi kemiskinan yang ada di
Kalimantan Tengah khususnya bagi para petani yang ada di daerah
aliran sungai (DAS) Barito.
d. Menciptakan peluang bisnis yang menguntungkan bagi para investor
serta menambah lapangan pekerjaan.
19
1.7. SISTEMATIKA PENULISAN
1.7.1. LATAR BELAKANG
Bab ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemikiran utama yang
mendasari penulisan tesis serta business model creation ini. Bab ini tersusun
atas market overview, identifikasi masalah, potensi Kalimantan Tengah
sebagai sentra minyak atsiri baru, konsep bisnis, ruang lingkup, tujuan dan
manfaat serta sistematika penulisan.
1.7.2. VALUE PROPOSITION
Bab ini bertujuan untuk melihat keadaan pasar secara
keseluruhan serta menganalisa value proposition yang penulis tawarkan.
Oleh karena itu bab ini terdiri dari analisa industri, ukuran dan pertumbuhan
pasar, perilaku pemain minyak atsiri, peluang dan tantangan industri
minyak atsiri, competitor analysis, customer analysis, customer segment,
value proposition serta konsep bisnis “Ilau”.
1.7.3. BUSINESS MODEL CANVAS
Bab ini bertujuan untuk menjelaskan secara lebih mendalam dan
terperinci tentang implementasi Social Business Model Canvas (SBMC)
pada bisnis minyak atsiri rancangan penulis. SBMC yang digunakan
mengacu pada Osterwalder (2010) yang terdiri atas sebelas blok kanvas
yang dijabarkan yaitu segmentasi pelanggan (customer segments), proposisi
nilai (value propositions), saluran (channels), hubungan pelanggan
20
(customer relationship), sumber pendapatan (revenue stream), sumber daya
(key resources), aktivitas kunci (key activities), mitra utama (key
partnership), struktur biaya (cost structure), biaya sosial & lingkungan
(social & environmental costs) serta keuntungan sosial & lingkungan
(social & environmental costs). Selain itu untuk mengukur dampak sosial
dan lingkungan maka penulis menggunakan key metric sebagai acuan
(Yeoman & Moskovitz, 2013).
1.7.4. BUSINESS PLAN
Bab ini bertujuan menjabarkan rencana yang akan dilakukan
dalam pembuatan bisnis yang meliputi profil dan konsep perusahaan
(company profile), SWOT-TOWS analysis, blue ocean analysis, marketing
strategy, operational strategy, human resources strategy, perencanaan
keuangan, nilai dampak investasi, project timeline, resiko dan rencana
mitigasi, perencanaan bisnis serta prototype.
1.7.5. PENUTUP
Bab ini menjelaskan kesimpulan dari hasil penulisan tesis ini
yang melingkupi feasibility of the business model, pengembangan pasar dari
bisnis model kedepannya serta exit strategy.