Post on 25-Jun-2015
PROGRAM PENARIKAN KEMBALI (RECALL) HONDA CITY
TAHUN PRODUKSI 2007-2008 SEBAGAI BENTUK TANGGUNG
JAWAB PELAKU USAHA PT. MANDALATAMA ARMADA
MOTOR
Tugas ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Hukum Perlindungan Konsumen
Dosen Pengampu : Joko Purwoko. S.H., M.Hum.
NAMA KELOMPOK :
1. Wisnhu Adidharma1. Wisnhu Adidharma (08.20.0013)(08.20.0013)
2. T.L. Awang Asandi2. T.L. Awang Asandi (08.20.0031)(08.20.0031)
3. Bernard Yoel Masengi 3. Bernard Yoel Masengi (08.20.0037)(08.20.0037)
4. Denny Nugroho H.T4. Denny Nugroho H.T (08.20.0040)(08.20.0040)
5. Wisnu Ardhi S.P.5. Wisnu Ardhi S.P. (08.20.0053)(08.20.0053)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG 2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan ekonomi yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan
variasi dari masing – masing jenis barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi.
Barang dan/atau jasa tersebut pada umumnya merupakan barang dan/atau jasa yang
sejenis maupun yang bersifat komplementer satu terhadap yang lainya. Dengan
“diverifikasi” produk yang sedemikian luasnya dan dengan dukungan kemajuan
teknologi telekomunikasi dan informatika, di mana terjadi perluasan ruang gerak arus
transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas – batas suatu Negara, konsumen pada
akhirnya dihadapkan pada berbagai jenis barang dan/atau jasa yang ditawarkan secara
variatif, baik yang berasal dari produk domestik dimana konsumen berkediaman
maupun yang berasal dari luar negeri.
Kondisi seperti ini, pada suatu sisi memberikan manfaat bagi konsumen
karena kebutuhan akan barang dan/jasa yang diinginkan dapat terpenuhi, serta
semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang
dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Namun kondisi
dan fenomena tersebut, pada sisi lainnya dapat mengakibatkan kedudukan pelaku
usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang, di mana konsumen berada di posisi
lemah. Konsumen menjadi obyek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang
sebesar besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta
1
penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. Hal tersebut bukanlah
masalah regional saja, tetapi menjadi permasalahan yang mengglobal dan melanda
seluruh konsumen di dunia. Timbulnya kesadaran konsumen ini telah melahirkan
salah satu cabang baru ilmu hukum, yaitu perlindungan konsumen atau yang kadang
kala dikenal sebagai hukum konsumen.
Hukum perlindungan konsumen merupakan suatu hal yang “cukup baru”
dalam dunia peraturan perundang – undangan di Indonesia, meskipun “dengungan”
mengenai perlunya peraturan perundang – undangan yang komprehensif bagi
konsumen tersebut sudah digaungkan sejak lama. Praktek monopoli dan tidak ada
perlindungan konsumen telah meletakkan “posisi” konsumen dalam tingkat yang
terrendah dalam menghadapi pelaku usaha. Tidak ada alternatif yang dapat diambil
konsumen telah menjadi suatu “rahasia umum” dalam dunia atau industri atau usaha
di Indonesia.
Ketidakberdayaan konsumen dalam menghadapi pelaku usaha ini jelas sangat
merugikan kepentingan masyarakat. Pada umunya para pelaku usaha berlindung di
balik Standard Contract atau Perjanjian Baku yang telah ditandatangani oleh kedua
belah pihak (antara pelaku usaha dan konsumen), ataupun melalui berbagai informasi
“semu” yang diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen.1
Dan sebagaimana diketahui bahwa dalam dunia usaha tujuan utamanya adalah
untuk mencari keuntungan, maka banyak sekali industri yang kurang memahami arti
penting hubungan antara pengusaha, konsumen dan masyarakat akan berperilaku
“profit oriented” semata tanpa memperhatikan aspek-aspek yang lain tetapi lebih
mementingkan kepentingan sendiri tanpa menghiraukan kepentingan pihak-pihak
yang lain dan yang lebih mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut adalah
tersedianya konsumen yang menggunakan produk mereka. Sehingga banyak
1 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani.“Hukum Tentang Perlindungan Konsumen”.Jakarta;PT
Gramedia Pustaka Utama,2001. Hal 1.
2
konsumen yang dirugikan akibat tujuan produsen yang mencari keuntungan. Dalam
hal ini seharusnya produsen harus bertanggung jawab penuh terhadap barang yang
mereka perdagangka.
Dengan terbentuknya Undang – Undang perlindungan di Indonesia di
harapkan tindakan yang merugikan konsumen di Indonesia berkurang. Dan dalam
penjelasan Undang – Undang tentang Perlindungan Kosumen disebutkan bahwa
piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan
usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya, sebab perlindungan konsumen
dapat mendorong iklim berusaha yang sehat, serta lahirnya perusahaan yang tangguh
dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang
berkualitas. Undang – undang perlindungan konsumen ini mengacu pada filosofi
pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum
yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka
membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandasaskan pada falsafah
kenegaraan Republik Indonesia, yaitu dasar Negara Pancasila dan konstitusa Negara
Undang – undang Dasar 1945.
Dalam industri otomotif di Indonesia, masyarakat dihadapkan pada berbagai pilihan
transportasi khususnya mobil. Dimana alat transportasi mobil merupakan salah satu
alat transportasi yang digemari oleh masyrakat Indonesia dalam berkendara, Sehingga
muncul berbagai ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merk) lahir dan berkembang
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan transportasi. Salah satu ATPM yang
terkenal di kota semarang adalah PT. Mandalatama Armada Motor selaku main
dealer mobil honda. PT. Mandalatama Armada Motor bergerak dalam bidang
penjualan, perbaikan, dan komplain mengenai produk mobil honda apabila terjadi
kesalahan dalam produksi, dll. Pada umumnya kerusakan dalam produksi itu sangat
merugikan konsumen sebagai pengguna mobil Honda yang di akibatkan oleh
kesalahan produsen. konsumen produk mobil honda umumnya adalah masyarakat
luas yang meliputi tingkatan sosial masyarakat menengah dan masyarakat atas.
Untuk menciptakan kenyamanan dan keamanan setiap konsumen produk Honda
3
maka, PT Mandalatama Armada Motor bertanggung jawab terhadap kesalahan
produksi yang telah dilakukannya, Agar tercipta suatu iklim yang sehat bagi pelaku
usaha dan masyarakat umum sebagai konsumen, maka sudah seharusnya semua pihak
melaksanakan apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Hak dan kewajiban tersebut merupakan suatu tindakan yang
dilakukan konsumen maupun produsen dalam etika nperdagangan untuk menciptakan
persaingan yang sehat antar konsumen dan hubungan harmonis antara konsumen dan
produsen dalam melakukan transaksi perdagangan. Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan diatas. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul :
PROGRAM PENARIKAN KEMBALI (RECALL) HONDA CITY
TAHUN PRODUKSI 2007-2008 SEBAGAI BENTUK TANGGUNG
JAWAB PELAKU USAHA PT. MANDALATAMA ARMADA
MOTOR
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan
diambil dalam penelitian ini adalah :
1. Apa saja masalah pada Honda City tahun produksi 2008 sehingga mengalami
program penarikan kembali (recall)?
2. Bagaimana tanggung jawab PT. Mandalatama Armada Motor dalam
menangani kasus Honda City yang mengalami program penarikan kembali
(recall)?
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Perlindungan Konsumen
1. Pengertian Konsumen
Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-
Amerika), atau consument(Belanda). Secara harafiah arti kata consumer
adalah setiap orang yang menggunakan barang2.
Di Indonesia sudah banyak diselenggarakan studi, baik yang bersifat
akademis maupun untuk tujuan mempersiapkan dasar-dasar penerbitan
suatu peraturan perundang-undangan tentang perlindungan konsumen.
Dari naskah-naskah akademik itu yang patut mendapat perhatian, antara
lain:3
a. Badan Pembinaan Hukum Nasional – Departemen Kehakiman
(BPHN), menyusun batasan-batasan tentang konsumen akhir, yaitu
pemakai akhir dari barang, digunakan untuk keperluan sendiri atau
orang lain, dan tidak untuk diperjualbelikan.
b. Batasan konsumen dari yayasan lembaga konsumen Indonesia:
Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain dan tidak untuk
diperdagangkan kembali.
2 Celina T.S. Kristiyanti, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Malang:Sinar Grafika, hal. 22
3 Az. Nasution, 2001, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Diadit Media, hal.9-10
5
c. Sedang dalam naskah akademis yang dipersiapkan fakultas hukum
Universitas Indonesia bekerjasama dengan departemen perdagangan
RI berbunyi: konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang
mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan.
Sedangkan dalam undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan tidak sehat memuat definisi mengenai
konsumen, yaitu konsumen sebagai pemakai dan/atau pengguna barang
dan/atau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan orang
lain. Dalam pasal 1 ayat 2 undang-undang no 8 tahun 1999 tantang
perlindungan konsumen, yang dimaksud dengan pengertian konsumen
yaitu setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan diatas, dapat penulis
simpulkan bahwa yang dimaksud dengan istilah konsumen adalah setiap
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik yang
digunakan untuk kepentingan berssama maupun yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan tidak untuk diperdagangkan.
2. Hak dan Kewajiban Konsumen
Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen, yaitu:4
a. Hak untuk mendapatkan keamaanan (the right to safety)
b. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed)
c. Hak untuk memilih ( the right to choose)
d. Hak untuk didengar (the right to be heard)
Empat hak ini diakui secara internasional. Dalam perkembangannya,
organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International
Organization of Consumer Union (IOCU) menambahkan lagi beberapa
hak, seperti hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan
4 Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Grasindo, hlm. 16-27
6
ganti kerugian, dan hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat. Hak konsumen untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat tidak dimasukkan dalam UUPK ini, karena UUPK secara
khusus mengecualikan hak-hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dan
dibidang pengelolaan lingkungan. Langkah untuk meningkatkan martabat
dan kesadaran konsumen harus diawali dengan upaya untuk memahami
hak-hak pokok konsumen yang dapat dijadikan sebagai landasan
perjuangan untuk mewujudkan hak-hak tersebut. Hak konsumen
sebagaimana tertuang dalam pasal 4 UU No.8 than 1999 adalah sebagai
berikut
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan
lainnya.
7
Sedangkan empat kewajiban konsumen menurut pasal 5 UU perlindungan
konsumen adalah sebagai berikut:
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
3. Perlindungan Konsumen
Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang perlindungan konsumen adalah
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk member
perlindungan terhadap konsumen. Pasal 2 UU perlindungan konsumen
mengatur tentang asas perlindungan konsumen yaitu asas manfaat,
keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta
kepastian hukum.
Tujuan dari perlindungan konsumen diatur dalam pasal 3 UU
perlindungan konsumen yaitu:
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan
dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
8
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
B. Pelaku Usaha
1. Pengertian Pelaku Usaha.
Dalam pasal 1 ayat 3 UU perlindungan konsumen memuat tentang
pengertian pelaku usaha yaitu setiap orang perseorangan atau badan usaha,
baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah
hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama
melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi ditinjau dari Undang – Undang Nomer 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen.
2. Hak dan Kewajiban
Dalam pasal 6 UU perlindungan konsumen disebutkan bahwa hak
pelaku usaha adalah:
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik;
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
9
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan
lainnya.
Kewajiban pelaku usaha diatur dalam pasal 7 UU perlindungan
konsumen, kewajiban tersebut adalah:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
3. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Menurut Padmo Wahjono yang dimaksud dengan tanggung jawab adalah
kesanggupan seseorang menyeleesaikan pekerjaan yang diserahkan
kepadanya, dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani
memikul resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang
dilakukannya5.
5 Padmo Wahjono, 1987, Kamus Tata Hukum Indonesia, Jakarta: IND.HILL-CO, Hal. 271
10
Dalam hal pertanggung jawaban terhadap tindakan pelaku usaha yang
merugikan konsumen akan mendapatkan konsekuensi hukum dari
pelanggaran yang telah diberikan oleh Undang – undang tentang Perlindungan
Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, dan sifat perdata dari hubungan hukum
antara pelaku usaha dan konsumen, maka demi hukum, setiap pelanggaran
yang dilakukan oleh pelaku usaha ynag merugikan konsumen memberikan
hak kepada konsumen yang dirugikan tersebut untuk meminta pertanggung
jawaban dari pelaku usaha yang merugikannya, serta untuk menuntut ganti
rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen tersebut.
Prinsip-prinsip Tanggung Jawab
Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan
sebagai berikut6:
a. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan
Adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan
perdata, Dalam kitab Undang-undang Hukum perdata, khususnya pasal 1365,
1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan,
seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika
ada kesalahannya yang dilakukannya. Pasal 1365 KUHP perdata, yang lazim
dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan
terpenuhinya empat unsure pokok,yaitu:a, Adanya perbuatan,b, Adanya unsur
kesalahan,c, Adanya kerugian yang diderita,d, Adanya hubungan kausalitas
antara kesalahan dengan kerugian. Latar belakang penerapan prinsip ini
adalah konsumen hanya melihat semua di balik dinding suatu korporasi itu
sebagai suatu kesayuan. Ia tidak dapat membedakan mana yang berhubungan
secara organik dengan korporasi dan mana yang tidak. Doktrin yang terakhir
ini disebut ostensible agency, Maksudnya jika suatu korporasi(misalnya
rumah sakit) member kesan kepada masyarakat(pasien), orang yang bekerja
disitu(dokter, perawat dan lain-lain) adalah karyawan yang tunduk di bawah
6 Celina T.S. Kristiyanti, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Malang: Sinar Grafika, Hal. 92-98.
11
perintah/koordinasi korporasi tersebut, maka sudah cukup syarat bagi
korporasi itu untuk wajib bertanggung jawab secara Vicarious terhadap
konsumennya.
b. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab
sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Jadi. Beban pembuktian ada
pada si tergugat. Berkaitan dengan prinsip tanggung jawab ini, dalam doktrin
hukum pengangkitan khususnya, dikenal empat variasi:
1) Pengangkutan dapat membebaskan diri dari tanggung jawab kalau ia dapat
membuktikan, kerugian ditimbulkan oleh hal-hal di luar kekuasaannya.
2) Pengankut dapat membebaskan didri dari tanggung jawab jika ia dapat
membuktikan, ia mengambil sesuatu tindakan yang diperlukan untuk
menghindari timbulnya kerugian.
3) Penganghkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat
membuktikan, kerugiannya yang timbul bukan karena kesalahaanya.
4) Pengangkut tidak bertanggung jawab jika kerugian itu ditimbulkan oleh
kesalahan/kelalaian penumpang atau karena kualitas/mutu barang yang
diangkut tidak baik.
c. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua, Prinsip praduga untuk
tidak selalu bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen
yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense
dapat dibenarkan. Contoh dalam penerapan prinsip ini adalah dalam hukum
pengangkutan kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin , yang biasanya
dibawa dan diawasi oleh si penumpang(konsumen) adalah tanggung jawab dari
penumpang, Dalam hal ini pengangkut(pelaku usaha) tidak dapat diminta
pertanggung jawabannya.
d. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
12
Tanggung Jawab mutlak sering diidentifikasikan dengan prinsip tanggung
jawab absolute. Kendati demikian adapula para ahli yang membedakan
trimonologi diatas. Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum
perlindungan konsumen secara umum digunakan untuk menjerat pelaku usaha
khususnya produsen barang yang memasarkan produknya yang merugikan
konsumen. Asas tanggung jawab itu dikenal dengan nama product liability.
Menurut asas ini produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita konsumen atas penggunaan produk yang dipasarkannya.
e. Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan
Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan sangat disenangi oleh pelaku
usaha untuk dicantumkan sebagai klausal eksonerasi dalam perjanjian standar
yang dibuatnya dalam perjanjian cuci cetak film misalnya, ditentukan bila
film yang ingin dicuci atau dicetak itu hilang atau rusak, maka konsumen
hanya dibatasi ganti rugi sebesar sepuluh kali harga satu rol baru. Prinsip
tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara
sepihak oleh pelaku usaha dalam UU no 8 tahun 1999 seharusnya pelaku tidak
boleh menentukan klausal yang merugikan konsumen termasuk memebatasi
maksimal tanggung jawabnya, jika ada pembatasan mutlak harus berdasarkan
pada peraturan perundang-undangan yang jelas
Pertanggung jawaban pengusaha yang telah telah merugikan para konsumen
juga dapat dilihat dalam pasal 19 Undang – undang Perlindungan Konsumen,
yaitu :
1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis
atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian
13
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi.
4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan
pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
merupakan kesalahan konsumen.
Pasal 23 Undang-undang perlindungan konsumen mengemukakan bahwa :
Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak
memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan
penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di
tempat kedudukan konsumen.
Menurut pasal 27 Undang-undang perlindungan konsumen, Pelaku usaha
yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian
yang diderita konsumen, apabila :
a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan
untuk diedarkan;
b. cacat barang timbul pada kemudian hari;
c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau
lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.
BAB III
PEMBAHASAN
14
Alat transportasi pribadi baik berupa kendaraan roda empat(4) atau mobil dan
kendaraan roda dua(2) atau motor sangat dibutuhkan masyarakat baik di perkotaan
maupun pedesaan. Setiap manusia membutuhkan kendaraan untuk mobilisasinya dari
satu tempat ke tempat tujuannya. Pada perkembangannya, kendaraan pribadi tak
hanya berguna untuk pengangkutan barang ataupun orang, tetapi juga untuk
menunjukkan tingkat sosial orang tersebut yang dapat dilihat dari kendaraannya.
Mobil bukan lagi dianggap sebagai barang mewah, setiap orang dapat memilikinya
karena kemudahan yang diberikan pelaku usaha dalam hal ini ATPM (Agen Tunggal
Pemegang Merk) melalui fasilitas kredit. Konsumen dituntut berhati-hati dalam setiap
memilih mobil yang akan dibelinya, bahkan konsumen dituntut untuk berani
mengajukan tuntutan ganti rugi apabila produk yang dibeli tersebut kualitasnya tidak
sesuai seperti yang ditawarkan atau bahkan terdapat cacat produksi yang bukan
disebabkan karena kesalahan konsumen itu. Bila terdapat cacat produksi yang
semata-mata disebabkan kesalahan pelaku usaha, tentunya akan sangat merugikan
konsumen pemakai barang tersebut. Apalagi cacat produksi itu sewaktu-waktu bisa
membahayakan keselamatan konsumen.
Jakarta - PT Honda Prospect Motor, sebagai pemegang merek Honda di
Indonesia menyatakan semua tahun keluaran Honda Jazz aman dari recall. Akan
tetapi, sepertinya nasib tersebut tidak sama dengan Honda City. Honda berencana
untuk melakukan penarikan kembali (recall) Honda City yang terdapat di pasar
Indonesia, karena terjadi masalah yang sama (switch power window) seperti Honda
Jazz di pasar global.Hal tersebut diutarakan langsung Marketing and After Sales
Service Director PT HPM, Jonfis Fandy. Ia mengungkapkan, ada kemungkinan sedan
kelas menengah Honda itu akan direcall di Indonesia untuk mengantisipasi kejadian
yang sama. "Kalau Jazz aman semua, tapi kemungkinan kita justru akan merecall
Honda City di Indonesia," ujarnya kepada detikOto, Senin (1/2/2010). Penarikan
15
kembali Honda City di pasar Indonesia, karena ternyata sedan entry level Honda
tersebut menggunakan desain master switch power window yang sama dengan yang
digunakan Honda Jazz yang terkena recall di pasar global. Sampai sekarang, Honda
Prospect Motor masih terus melakukan pengecekan berapa banyak City yang akan
direcall terutama terhadap Honda City keluaran tahun 2007 sampai 2008, yang
diimpor langsung dari Thailand. Sebelumnya Honda akan merecall sekitar 646.000
unit Honda Jazz dan City di pasar global menyusul insiden kebakaran di Afsel. Meski
belum mengetahui penyebabnya, Honda menarik City dan Jazz karena switch power
window yang bermasalah. Jika terkena air, switch ini akan mengalami korslet.7
Kejadian seperti diatas sangat membahayakan masyarakat pemilik honda city
karena kesalahan produksi itu. masyarakat pemilik honda city khawatir kasus
kebakaran seperti di Afrika Selatan itu terjadi pada mobilnya.
A. Hasil Wawancara
Dari hasil wawancara dengan Bp. Asharyanto selaku Manajer Service
Regional / Regional Service Manager,didapati bahwa Honda City produksi
tahun 2007 sampai dengan 2008 yang menggunakan power window master
switch yang diproduksi OMRON mudah terjadi konslet (hubungan arus
pendek). Hal itu mengakibatkan terjadinya penarikan Honda City (recall). Dari
hasil wawancara tersebut ternyata kami mendapatkan bahwa penyebanya
terjadinya recall pada Honda City adalah Komponen Power Window Master Switch
terkena air dalam jumlah yang banyak dan waktu yang lama. Menurutnya hal ini lah
yang memungkinkan terjadi hubungan listrik arus pendek.
7 http://oto.detik.com/read/2010/02/01/154138/1290416/648/honda-akan-recall-city-di-indonesia.
16
Hubungan listrik arus pendek di dalam komponen tersebut dapat menyebabkan
kerusakan pada power window atau membuat komponen tersebut meleleh dan
mengeluarkan asap. Dan dari wawancara tersebut kami mendapatkan bahwa
tidak hanya Honda City saja yang mengalami masalah ini tetapi ini juga tedapat
di Honda Jazz, tetapi tidak direcall oleh pihak Honda karena di luar negeri
belum ada kasus serupa yang terjadi pada Honda City. Program penarikan
kembali (recall) tersebut dilakukan pada tanggal 1 Maret 2010 sampai 30
September 2010. Pihak Honda Semarang Center selaku ATPM resmi di
Semarang menerima dan memperbaiki semua pemilik Honda City tahun
produksi 2007-2008 yang akan memperbaiki mobilnya tanpa dipungut biaya
sepeserpun alias gratis. Karena kerusakan pada komponen power window
tersebut sepenuhnya merupakan tanggung jawab PT. Honda.
B. Hasil Penelitian
1. Kesalahan produksi pada Honda city tahun produksi 2007-2008.
Dari hasil penelitian yang kami lakukan pada PT. Mandalatama Armada
Motor, Honda City tahun produksi 2007-2008 mengalami cacat produksi
pada bagian power window yang sewaktu-waktu bisa membahayakan
keselamatan pengendara mobil tersebut karena teridentifikasi menyebabkan
konsleting (arus pendek) yang dapat menyebabkan kebakaran. Pada kasus
ini kami berpendapat bahwa pihak PT. Honda melanggar ketentuan pasal 7
UU perlindungan konsumen tentang kewajiban pelaku usaha yang
berbunyi : ‘’pelaku usaha berkewajiban menjamin mutu barang dan/atau
17
jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku”. Kami menilai recall
menunjukkan adanya kelemahan dalam pengawasan kualitas produk.
Seharusnya jika proses produksi dilakukan dengan baik dan melalui tahapan
yang ketat, cacat produksi tidak perlu terjadi. Uji kelaikan produk sebelum
dilepas ke pasar harus dilakukan secara ketat. Apalagi untuk sebuah
produksi massal seperti mobil yang banyak digunakan oleh masyarakat.
Apalagi kecacatan pada power window ini berdampak pada keselamatan
konsumen pengendara Honda City. Jaminan mutu barang tidak bias ditawar-
tawar, mutu barang yang baik dan berkualitas sudah seharusnya didapatkan
konsumen sesuai dengan janji pelaku usaha pada saat menawarkan
produknya di media massa
.
2. Tanggung Jawab PT. Mandalatama Armada Motor dalam menangani
recall Honda City tahun produksi 2007-2008.
Tanggung jawab merupakan hal paling utama dalam hukum perlindungan
konsumen, tanggung jawab pelaku usaha diatur dalam undang-undang
perlindungan konsumen pasal 19 yang menyebutkan bahwa pelaku usaha
bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsusmi barang dan/ atau jasa
yang dihasilkan atau diperdanggangkan. ganti rugi tersebut dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau
setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunnan
yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Dengan adanya aturan mengenai tanggung jawab pelaku usaha tersebut
seharusnya hak-hak konsumen lebih terlindungi karena pelaku usaha
bertanggung jawab terhadap kerugian konsumen yang memakai produk,
selama kerugian tersebut bukan kesalahan konsumen itu sendiri. Terkai
dengan penjelasan mengenai pelaku uasaha maka penulis dalam
18
pembahasan lebih lanjut mengenai bentuk-bentuk tanggung jawab yang
diberikan pelaku usaha terhadap kosumen.
PT Mandalatama armada motor sebagai main dealer honda Jawa tengah
mempunyai satu bagian yang bernama departemen Coorporate
Comunication (Public Relation) mempunyai tugas Untuk menangani
komplain-komplain konsumen mobil honda serta tanggung jawab dan
hubungan masyarakat. Adapun bentuk tanggug jawab yang dilakukan oleh
PT mandalatama armada motor menurut penuturan Bp. Asharyanto selaku
Manajer Service Regional / Regional Service Manager adalah menhubungi
konsumen Honda city tahun produksi 2007-2008 baik melalui telepon
ataupun sms untuk memberitahukan prihal recall honda city yang
dimilikinya. Pihak konsumen yang memiliki honda city produksi tahun
2007-2008 juga dapat menghubungi PT mandalatama armada motor untuk
mengkonfirmasi apakah mobilnya terkena recall atau tidak, di nomor
telepon 024-7498777 atau melalui fax 024-7470555. Pemilik honda city
tahun produksi 2007-2008 yang terkena program recall dapat membawa
mobilnya langsung ke honda semarang center untuk mendapatkan perbaikan
pada bagian power window mobil tersebut.
Komponen power window seperti gambar diatas yang teridentifikasi produk
buatan OMRON akan diperbaiki sehingga tidak lagi beresiko menimbulkan
19
konslet. Prinsip tanggung jawab merupakan hal yang penting dalam hukum
perlindungan konsumen, dimana tanggung jawab pelaku usaha ada lima
golongan yaitu Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan,
Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab, Prinsip Praduga Untuk
Tidak Selalu Bertanggung Jawab, Prinsip Tanggung Jawab Mutlak, dan
Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan. Dalam hal ini PT Mandalatama
Armada Motor seharusnya menganut prinsip tanggung jawab berdasarkan
unsur kesalahan sebagaimana yang dikemukakan oleh . Pelaku usaha
bertanggung jawab karena kesalahannya mengganti kerugian kepada
konsumen.
Tanggung jawab yang diberikan oleh PT Mandalatama Armada Motor sudah
sesuai dengan tanggung jawab yang diatur dalam ketentuan pasal 19 ayat 1
UU Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999 yang berbunyi : “Pelaku
usaha bertyanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. Dalam pemenuhan
tanggung jawabnya PT. Mandalatama Armada Motor sudah bersedia
melakukan perbaikan komponen power window yang bermasalah itu secara
gratis atau dengan kata lain tanpa di pungut biaya sepeserpun.
BAB IV
PENUTUP
20
A. Kesimpulan
1. Pada kasus diatas, kami berpendapat bahwa ATPM Honda sudah melakukan
pelanggaran UU Perlindungan Konsumen pasal 7 huruf b yang
menyebutkan bahwa pelaku usaha berkewajiban menjamin mutu barang
dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan standar
mutu barang/dan atau jasa yang berlaku. Dalam kasus penarikan kembali
(recall) Honda city tahun produksi 2007-2008 tersebut, didapati bahwa
pihak Honda selaku ATPM lemah dalam pengawasan kelaikan uji barang
yang diproduksi. Pihak Honda tidak melakukan pengecekan kualitas barang
secara menyeluruh terutama pada komponen-komponen mobil sehingga
terjadi masalah yang bisa berakibat fatal bagi pengguna mobil city yang
diproduksinya tersebut.
2. Pada kasus diatas, kami berpendapat bahwa PT. Mandalatama Armada
Motor sudah melakukan prinsip tanggung jawab mutlak sebagaimana yang
dibebankan pada ketentuan pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen
yang menyebutkan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan
ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
PT. Mandalatama Armada Motor sudah melakukan tanggung jawab yang
dibebankan kepadanya dengan bersedia memberikan pebaikan tanpa
dipungut biaya sepeserpun terhadap komponen switch power window yang
teridentifikasi bermasalah tersebut.
B. Saran
21
1. Kepada pelaku usaha semestinya dalam menciptakan sebuah produk lebih
diteliti dan melakukan pengujian produk sebelum produk tersebut di
pasarkan kepada konsumen, sehingga tidak mengecewakan konsumen
sebagai pemakai/pengguna.
2. Kepada pelaku usaha apabila terjadi kegagalan produksi harus bertanggung
jawab penuh terhadap produk yang mereka ciptakan untuk membuat
konsumen sebagai pemakai/pengguna produk tersebut bangga atas
palayanan yang di berikan oleh produsen.
3. Kepadada konsumen seharusnya berhati – hati dalam melakukan pemilihan
produk yang mereka gunakan/pakai sehingga dapat mendapat produk yang
baik.
4. Kepada konsumen apabila terjadi kerugian yang disebabkan oleh produsen
sebaiknya mereka berani mengajukan gugatan kepada produsen yang telah
merugikan mereka sebagai pengguna/ pemakai produk.s
Daftar Pustaka
22
Ahmad Miru dn Sutarman Yodo.”Hukum Perlindungan Konsumen”.Jakarta;PT Raja Grafindo Persada,2004
Az. Nasution, ”Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Penganta”, Jakarta: Diadit Media,2001.
Celina T.S. Kristiyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen”, Malang: Sinar Grafika,2008.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani.“Hukum tentang perlindungan konsumen”.Jakarta;PT Gramedia Pustaka Utama,2001.
Padmo Wahjono, “Kamus Tata Hukum Indonesia”, Jakarta: IND.HILL-CO,1987.
Shidarta, “Hukum Perlindungan Konsumen”, Jakarta: Grasindo,2000.
Sinar Grafika “Undang – Undang Nomor 2 Tentang Perlindungan Konsumen”
Sumber Internet
http://oto.detik.com/read/2010/02/01/154138/1290416/648/honda-akan-recall-city-di-
indonesia.
23