Post on 04-Feb-2018
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Elektrokimia
2.1.1. Pengertian Elektrokimia
Definisi elektrokimia adalah ilmu yang mempelajari aksi antara sifat-sifat listrik
dengan reaksi kimia. Misalnya perubahan energi kimia menjadi energi listrik pada
elemen elektrokimia, reaksi oksidasi - reduksi secara spontan pada elemen yang
dijadikan sumber arus listrik, dan perpindahan elektron dalam larutan elektrolit
yang terjadi pada aki ( Crow,1988)
Elektrokimia berkaitan dengan situasi di mana oksidasi dan reduksi reaksi
dipisahkan dalam ruang atau waktu, dihubungkan oleh sebuah sirkuit listrik
eksternal. Elektrolisis dan korosi adalah contoh dari proses penting seperti yang
ada pada elektrokimia. Prinsip-prinsip dasar elektrokimia didasarkan pada rasio
tegangan antara dua zat yang memiliki kemampuan untuk bereaksi satu sama lain
(Crow, 1988).
2.1.2. Perbandingan reaksi kimia dan Elektrokimia
Reaksi elektroda merupakan suatu proses kenaikan dan penurunan bilangan
oksidasi, skemanya dapat dilihat sebagai berikut:
katoda + ne anoda
Perbedaan diantara reaksi kimia dengan elektrokima berpuncak daripada
sumber elektron yang berlainan. Sistem kenaikan dan penurunan kimia terdiri dari
dua sistem, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
Ox 1 + ne Red 1
Red2 - ne Ox2 ............................... (1)
Total = Ox1 + Red2 Red1 + Ox2
2.1.3. Potensial elektrode reversible
Suatu logam yang dicelupkan kedalam suatu larutan ionnya sendiri mempunyai
suatu keseimbangan seperti :
Mn+
+ ne M ................................ (2)
Keseimbangan diatas berlaku secara lambat,. Elektroda dari
keseimbangan diatas diambil dari salah satu potensial yang nilainya
merupakan fungsi dari kedudukan keseimbangan bagi reaksi. Dan jika
keseimbangan ditetapkan secara cepat, potensisl dapat ditentukan secara
potensiometer dengan membandingkannya dengan elektroda lain dan untuk
kesetimbangan termodinamik potensial dikenal sebagai potensial elektrode
reversible.
2.1.4. Potensial elektrode dan keaktifan persamaan Nernst
Persamaan reaksi van’t Hoff mengungkapkan perubahan energi bebas untuk
reaksi kimia dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
∆𝐺 = ∆Go + RT lnπ(keatifan hasil reaksi)
π(keaktifan bahan reaksi)
atau .............................. (3)
∆G = ∆𝐺𝑜 + RT ln 𝑎𝑀
𝑎𝑀𝑛+
Universitas Sumatera Utara
perubahan energi bebas bagi suatu reaksi elektroda reversible dapat dihubungkan
dengan potensial elektroda melalui :
∆𝐺 = −𝑛𝐸𝐹 ................................. (4)
Atau untuk keadaan standar
∆Go = -nE
oF .................................. (5)
∆Go adalah energi bebas dan E
o potensial elektroda standar. Hubungan didalam
persamaan (4) dan (5) dapat dihubungkan seperti berikut ini:
nEF = 𝑛𝐸𝑜𝐹 + RT 𝑙𝑛aMn +
𝑎𝑀
atau ................................ (6)
𝐸 = 𝐸𝑜 +𝑅𝑇
𝑛𝐹ln 𝑎𝑀𝑛+
disini aM dihilangkan karena keaktifan logam dianggap tetap, sehingga untuk
suatu elektroda redoks secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :
Eeq = 𝐸𝑜 +𝑅𝑇
𝑛𝐹 𝑙𝑛
[𝑂𝑥]
[𝑅𝑒𝑑 ] ................................. (7)
.
dimana Eeq adalah digunakan untuk menjelaskan bahwa suatu elektroda setimbang
pada kedudukan keseimbangan dinamik diantara bentuk oksida dan reduksi yang
ditetapkan secara cepat pada permukaan elektroda (Crow. 1988)
2.1.5. Potensial Elektroda Standar
Besarnya potensial oksidasi dan tandanya, berguna untuk penentuan
eksperimental dari potensi oksidasi. Potensi oksidasi diperoleh dengan mengukur
elektroda hidrogen standar (SHE), yang terdiri dari elektroda platinum yang
direndam dalam 1MHCl dengan melewatkan gas hidrogen pada tekanan 1
atmosfer sepert reaksi berikut :
2H+ (1M) + 2e
- H2 (1 atm ) E
o = 0 V
Universitas Sumatera Utara
Hidrogen elektroda dikenal sebagai standar hidrogen elektroda, dengan
potensial nol. Kita dapat menghubungkan elektroda zink dengan sistem elektoda
hidrogen standar, dengan jembatan garam, berikut diagram sel dari sistem zink
dengan hidrogen.
Zn(s l Zn2+
ll H+ l H2 l Pt
Dari diagram sel diatas zink sebagai anoda,
Zn Zn2+
+ 2e Oksidasi Eo = 0,76 V
dan platinum sebagai katoda
2H+ + 2e H2 Reduksi E
o = 0,0 V
Tabel 2.1. Potensial Elektroda Standar
Universitas Sumatera Utara
Nilai - nilai positif dari Potensial menunjukkan logam sukar teroksidasi
(mengalami reduksi), dan nilai-nilai negatif menunjukkan logam mudah
teroksidasi ( Sastri, 2011 ).
2.2. Korosi
2.2.1. Pengertian Korosi
Korosi artinya perusakan atau pengkaratan. Sehingga dapat diartikan bahwa
korosi adalah penurunan mutu suatu logam akibat reaksi yang terjadi dengan
lingkungan. Masalah korosi merupakan masalah yang cukup serius diberbagai
negara, baik di negara maju sekalipun. Karena kerusakan ekonomi yang luar biasa
dapat disebabkan oleh korosi, sehingga korosi menjadi subjek penelitian yang luas
terutama dengan pandangan untuk meminimalisasi korosi tersebut, agar bisa
diterima sebagai beban-ekonomi dan lingkungan (Trethewey,1991).
Sebagian besar yang menyebabkan kasus korosi adalah air, tetapi
pengecualian penting pada reaksi permukaan logam dengan udara pada suhu
tinggi dapat disebabkan karena pembentukan oksida, dan di lingkungan industri
akibat pembentukan sulfida, dan lain-lain. Korosi logam yang kontak dengan
larutan berair dapat ditunjukkan oleh setengah reaksi berikut:
M Mn+
(aq) + ne
Dalam lingkungan asam, reaksinya sebagai berikut:
O2 + 4H+ (aq) + 4e 2H2O atau
2H+ + 2e
- H2(g)
Dalam lingkungan Alkali, reaksinya sebagai berikut:
O2 + 2H2O 4OH- atau
Universitas Sumatera Utara
2H2O + 2e- H2(aq)
+ 2OH
–
Ion-ion logam dapat langsung bereaksi dengan OH membentuk oksida /
hidroksida yang menutupi permukaan logam. Reaksi yang terjadi tergantung pada
pH, dicatat bahwa pengurangan setengah-reaksi mengubah pH di daerah sekitar
permukaan logam. Dengan demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi laju
korosi pada dasarnya pH, tekanan parsial oksigen, dan konduktivitas larutan.
Dalam kasus-kasus tertentu reaksi katodik juga dapat berlangsung karena
pengurangan spesies sudah terjadi dalam larutan, seperti Fe3+
direduksi menjadi
Fe2+
(Christhoper, 1993).
2.2.2. Jenis – Jenis Korosi
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai korosi, dibawah ini dijelaskan mengenai
beberapa jenis-jenis korosi yaitu :
1. Jenis karat yang terjadi melalui proses elektrokimia adalah antara lain:
korosi atmosfer, korosi galvanis, korosi arus liar, korosi air laut, korosi
tanah , konsentrasi sel oksigen, dan lain-lain.
2. Jenis korosi yang terjadi melalui proses kimia adalah antara lain: korosi
pelarutan selektif, korosi merkuri, korosi asam, korosi titik, graftisasi, dan
lain-lain.
3. Jenis korosi yang terjadi melalui proses kombinasi elektrokimia, kimia dan
fisik adalah antara lain: korosi tegangan, korosi erosi, dan lain-lain.
Gambar 2.1. korosi tegangan
Universitas Sumatera Utara
4. Jenis korosi yang terjadi akibat kerusakan mekanis antara lain : korosi
gesekan, korosi kelelahan, serangan tumbukan partikel, kavitasi, erosi/
abrasi, dan lain-lain.
Gambar 2.2. korosi abrasi/erosi
5. Jenis korosi yang terjadi pada suhu tinggi misalnya antara lain : korosi
metal cair, dan lain-lain.
6. Jenis korosi yang diakibatkan oleh faktor biologis yakni korosi korosi
yang disebabkan oleh bakteri produksi sulfat.
7. Kerusakan metal lainnya yang diakibatkan oleh pencemaran zat kimia
sewaktu dioperasikan dalam kondisi lingkungan yang kaya dengan zat
pencemar tertentu, misalnya penetasan hidrogen, penetasan sulfur, dan
lain-lain.
8. Jenis korosi yang terjadi dibatas kristal metal yakni, korosi intergramular,
korosi interdendritic, dan lain-lain.
Kerusakan akibat serangan korosi dapat berupa sumur- sumuran kecil,
Keroposan, penetasan, keretakan dan perforasi yang merata dipermukaan logam,
hal ini terjadi karena terbentuknya selaput tipis kerak, terbentuknya kerak tebal
berlapis-lapis yang jika di kupas dibawahnya akan hilang sebagian permukaan
logam, berupa penipisan yang merata, berupa perapuhan / pelunakan metal karena
berubah sifat.
Jadi untuk menanggulangi kerusakan yang diakibatkan oleh serangan
korosi dapat berjalan dengan lancar, maka diperlukan persiapan-persiapan yang
matang yang antara lain adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Sumber daya manusia yang handal
2. Sistem dan prosedur kerja pegawasan/monitoing bahaya serangan korosi
yang baik dan baku.
3. Dukungan fasilitas perusahaan yang memadai (peralatan, sarana, dan lain-
lain).
4. Pimpinan perusahaan berupaya tanggap dan peduli atas masalah-masalah
kerusakan / kendala operasi yang disebabkan oleh serangan korosi,
misalnya berupa reaksi cepat atas laporan, penyediaan anggaran
pencegahan dan fasilitas pendidikan bagi para personil yang bergerak
dibidang pemantauan dan penanggulangan korosi (Widharto.2004 ).
2.3. Baja
2.3.1. Pengertian Baja
Baja dapat didefenisikan suatu campuran besi dan karbon, dimana unsur karbon
menjadi dasar campurannya. Disamping itu, mengandung unsur campuran lainnya
seperti sulfur (S), fosfor (P), silikon (Si), dan mangan (Mn) yang jumlahnya
dibatasi.
Baja paduan merupakan suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih
unsur campuran seperti nikel, kromium, molibdem, vanadium, mangan, dan
wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki (keras,
kuat,dan liat), tetapi unsur karbon tidak dianggap sebagai salah satu unsur
campuran. Suatu kombinasi antara dua atau lebih unsur campuran memberikan
sifat khas dibandingkan dengan menggunakan satu unsur campuran, misalnya baja
yang dicampur dengan unsur kromium dan nikel akan menghasilkan baja yang
mempunyai sifat keras dan kenyal (sifat logam ini membuat baja mudah dibentuk
dengan cara dipalu, ditempa, digiling, dan ditarik tanpa mengalami patah dan
retak-retak. Jika dicampur dengan kromium dan molibdem akan menghasilkan
baja yang mempunyai sifat keras yang baik dan sifat kenyal yang memuaskan
serta tahan terhadap panas ( Amanto, 2006 ).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Jenis – Jenis Baja Paduan
Berdasarkan unsur – unsur campuran dan sifat-sifat dari baja maka baja paduan
dapat digolongkan menjadi :
1. Baja dengan kekuatan tarik yang tinggi. Baja ini mengandung
mangan, nikel, kromium, dan sering juga mengandung vanadium.
2. Baja tahan pakai
3. Baja tahan karat. Baja ini sering disebut sebagai stainless steel yang
mempunyai seratus lebih jenis yang berbeda.
4. Baja tahan panas (Amanto, 2006)
2.3.3. Jenis – jenis baja tahan karat
a. Baja tahan karat Martensit
Baja tahan karat martensit memiliki komposisi adalah 12-13% Cr dan 0,1-0,3% C.
Kadar Cr sebanyak ini adalah batas terendah untuk ketahanan asam, karena itu
baja ini sukar berkarat diudara, tetapi ketahanan dalam suatu larutan juga cukup.
Sampai 500oC, baja ini banyak dipakai karena mempunyai ketahan panas
yang baik sekali, dan dengan pengerasan dapat diperoleh sifat-sifat mekanik yang
baik, oleh karena itu baja ini dapat dipakai untuk alat pemotong, perkakas, dan
sebagainya .
b. Baja tahan karat ferit
Baja tahan karat ferit adalah baja yang terutama mengandung Cr sekitar 16-185%
atau lebih. Kebanyakan komponen dibuat dari plat tipis, sebagai bahan untuk
bagian dalam dari suatu konstruksi, untuk peralatan dapur, untuk komponen trim
mobil bagian dalam, dan sebagainya. Perlu diperhatikan bahwa pada lingkungan
korosi ringan tidak terjadi karat, tetapi berada pada air larutan netral dapat terjadi
korosi lubang atau krevis kalau terdapat sedikit ion klor, atau kalau ada struktur
Universitas Sumatera Utara
berbentuk krevis. Plat tipis dari baja ini dapat menyebabkan tanda regangan
spesifik yang disebut ridging disebabkan oleh tarikan atau penarikan dalam, hal
ini yang memberikan permasalahan pada pembuatan peralatan dapur.
c. Baja tahan karat Austensit
Baja tahan karat autensit merupakan baja yang memilki komposisi 18% Cr dan
8% Ni, baja ini memiliki ketahan korosi yang baik dibandingkan kedua baja
diatas. Baja tahan karat austensit digunakan dalam berbagai industri kimia. Selain
itu dipakai untuk bahan kontruksi, prabot dapur, turbin, mesin jet, , bangunan
kapal, reaktor atom, dan sebagainya.
Dimulai dari lingkungan ringan sampai lingkungan korosif parah, tergantung
pada paduan baja tersebut dan dapat digunakan dalam lingkungan dengan suhu
mencapai 600ºC dan suhu rendah dalam kisaran karsinogenik. Kesulitan dalam
pengolahan batas baja tahan karat disebabkan karena meningkatnya konsentrasi
kromium.
Meskipun baja tahan karat austensit memiliki ketahanan korosi yang baik
tetapi harus berhati – hati juga pada penggunaannya karena memiliki kekurangan
seperti yang dikemukakan dibawah ini :
a. Korosi antar butir
Yaitu kerusakan yang disebabkan oleh presipitasi karbida pada batas butir,
yang menyebabkan daerah kekurangan Cr didekatnya, dari daerah tersebut
korosi dimulai.
b. Korosi lubang dan krevis
Korosi lubang disebabkan oleh retakan lapisan yang pasif. Bagian yang
pecah dari lapian menjadi rusak karena konsentrasi, yang membentuk
lubang.kerusakan pasif disebabkan oleh adanya ion klor. Dan korosi yang
menyebabkan pecahnya lapisan lapisan pasif setempat karena pengurangan
pH pada permukaan kontak dengan benda lain, disebut korosi krevis.
c. Retakan korosi regangan
Universitas Sumatera Utara
Retakan korosi regangan adalah retakan korosi lokal dari lapisan pasif
yang pecah karena tegangan tarik (Surdia.2006).
2.4. Metode Pengukuran Laju Korosi
Metode pengukuran laju korosi terdiri dari 3 metode yaitu :
1. Teknik elektrokimia
2. Metode pengurangan berat sampel
3. Metode pengukuran resistansi listrik ( Khatak, 2002 )
2.4.1. Teknik Elektrokimia
Teknik elektrokimia ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
a. Pengukuran tingkat korosi dengan Ekstrapolasi Tafel rapat arus
korosi
Teknik ini menggunakan data yang diperoleh dari pengukuran polarisasi katodik
atau anodik. Katodik data polarisasi lebih disukai, karena ini lebih mudah
digunakan untuk mengukur eksperimen. cara untuk mengukur icorr adalah dengan
ekstrapolasi pada segmen linier tertentu yang diukur saat potensi kurva
kepadatan. Rapat arus korosi dapat dikonversi ke laju korosi oleh hubungan :
R mm/y= 0,0033 x icorr x e/p .............................. (8)
Dimana : R mm/y = laju korosi (milimeter / tahun)
i, = rapat arus korosi (A/cm2)
e = Berat molekul dari logam,
p = kerapatan logam (g/cm3).
Universitas Sumatera Utara
Karena baja tahan karat terdiri dari sejumlah elemen paduan utama dengan
kepadatanyang berbeda dan bobot yang setara, perhitungan harus dibuat dari
distribusi parsial dari berbagai paduan elemen. Perhitungan tersebut dibuat untuk
baja tahan karat dan paduan yang lebih tinggi seperti yang tercantum pada Tabel1.
Faktor konversi K, untuk setiap paduan dikalikan dengan icorr menghasilkan laju
korosi yaitu:
Rmm/y = K x icorr ..................................... (9)
Table .2.2. Faktor konfersi paduan austenitik yang digunakan untuk
menghitung laju korosi.
Alloy Faktor konversi (K)
Type 304 0.01346
Type 316 0.01397
Alloy 800 0.01346
Alloy 600 0.01219
Alloy 625 0.01473
b. Pengukuran Tingkat Korosi oleh Linear (Resistance) Polarisasi
Nilai icor, juga dapat diukur dengan teknik lain, umumnya dikenal sebagai
"polarisasi linear". Teknik ini didasarkan pada kenyataan bahwa pada potensi
yang sangat dekat dengan Ecorr ± 10 mV, kemiringan potensial / kurva arus
diterapkan linier. Kemiringan (AE/Ai), memiliki unit perlawanan yang diberikan
dalam ohm (volt/ampere atau milivolt/milliamper). Sehingga dapat dibuat
persamaan (Stern Geary Persamaan) maka icorr :
icorr = K (∆E/∆i) ..................................... (10 )
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Metode pengurangan berat sampel
Laju korosi seragam dapat diukur dengan menggunakan tes kupon korosi dengan
penurunan berat sampel. Kupon pengujian korosi terutama dirancang untuk
menyelidiki korosi seragam.
Praktek ini menjelaskan prosedur yang berlaku, yang meliputi persiapan
spesimen, peralatan, kondisi pengujian, metode membersihkan spesimen, evaluasi
hasil, perhitungan dan pelaporan laju korosi. Ekspresi laju korosi yang baik harus
melibatkan :
i. unit yang umum
ii. perhitungan yang mudah dengan peluang minimum untuk
kesalahan
iii. konversi yang tahan dalam beberapa tahun,
iv. penetrasi, dan
v. bilangan bulat tanpa desimal yang rumit.
Laju korosi dapat ditentukan dalam berbagai cara dalam literatur, seperti berat
persen kerugian, miligram per sentimeter, persegi per hari, dan gram per inci,
persegi per jam. Namun mils per tahun adalah yang paling diinginkan untuk cara
mengungkapkan laju korosi.
Ungkapan ini mudah dihitung dari penurunan berat badan dari logam
atau spesimen paduan selama uji korosi. Konversi dari unit lain untuk
mendapatkan mils per tahun diberikan pada Tabel 2.3.
Sesuai ASTM G31 menghitung laju korosi memerlukan beberapa bidang
informasi dan beberapa asumsi:
1. penggunaan laju korosi menyiratkan bahwa semua kehilangan massa
karena telah terkorosi seragam dan bukan karena korosi lokal.
2. penggunaan laju korosi juga menyiratkan bahwa materi belum internal
diserang oleh desinifikasi atau korosi intergranular dan
Universitas Sumatera Utara
3. serangan internal dapat dinyatakan sebagai laju korosi jika
diinginkan.
Namun, dalam kasus seperti ini perhitungan tidak harus didasarkan
pada penurunan berat badan (kecuali dalam tes kualifikasi seperti praktik A (262),
yang biasanya kecil tapi pada microsections, yang menunjukkan kedalaman
serangan.
Table 2. 3. Konfersi dari unit laju korosi lain untuk satuan mils per year
Unit to be converted Multiplier
Inches per year 1000
Inches per month 12.1000
Millimeters per year 39.4
Micrometer per year 0.039
Milligrams per square
Decimeter per day (mdd) 1.44/density
Grams per square meter per day 14.4/ density
Dengan asumsi bahwa korosi lokal atau internal yang tidak hadir, laju
korosi rata-rata dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Laju korosi = (K x W) / (A x T x D) ............................................ (11)
dimana K = adalah konstanta,
T = sebagai waktu penghilangan berat,
W= hilangnya massa dalam g menjadi terdekat 1 mg,
A= sebagai luas permukaan sampel,dan
D= sebagai kerapatan g/cm3.
Banyak unit yang berbeda yang digunakan untuk mengekspresikan laju korosi.
Menggunakan unit untuk T, A, W dan D dari Tabel 2.2, laju korosi dapat dihitung
Universitas Sumatera Utara
dalam berbagai unit dengan nilai yang sesuai K diberikan dalam Tabel 2.3 sebagai
berikut :
Table.2.4. Unit Laju Korosi yang Disesuaikan dengan Nilai K
Unit yang Diinginkan Laju Korosi Konstanta (K) dalam Persamaan
Laju Korosi
Mils per year (mpy) 3.45 x 106
Inches per year(ipy) 3.45 x 103
Inches per month (ipm) 2.87 x 102
Milllimeter per year (mm/y) 8.76 x 104
Micrometer per year (𝜇m/y) 8.76 x 107
Picometres per second (pm/y) 2.78 x 106
Grams per square per hour (g/m2.h) 1.00 x 10
4 x D
A
Milligrams per square decimeter per
day (mdd)
2.40 x 106 x D
A
Micrograms per square metre per
second (𝜇g/m2.s)
2.78 x 106 x D
A
ADensity tidak diperlukan untuk menghitung laju korosi di unit-unit ini.
karena dibatalkan oleh K konstan dalam persamaan laju korosi (Khatak, 2002).
2.5. Sifat – Sifat Logam Yang Terkandung Dalam Baja SS304
2.5.1. Logam Besi (Fe)
Besi yang murni adalah logam berwarna putih-perak yang kukuh dan liat. Ia
melebur pada suhu 1535oC. Jarang terdapat besi komersial yang murni, biasanya
besi mengandung sejumlah kecil karbida, slisida, fosfida, dan sulfida dari besi,
serta sedikit grafit. Besi dapat larut dalam asam klorida encer atau pekat dan asam
sulfat encer, yang menghasilkan garam – garam besi (II) dan gas Hidrogen.
Fe(s) + 2H+
(aq) Fe
2+(aq) + H2(g)
Universitas Sumatera Utara
Fe (s) + 2HCl(aq) Fe2+
(aq) + Cl-(aq) + H2(g)
Asam sulfat yang pekat dan panas, menghasilkan ion-ion besi dan belerang
dioksida.
2Fe(s) + 3H2SO4(aq) + 6H+
(aq) 2Fe3+
(aq) + 3SO2(g) + 6H2O(aq)
Dengan asam nitrat encer dingin, terbentuk ion besi(II) dan amonia
4Fe(s) + 10 H+
(aq) + NO3-(aq) 4Fe
2+(aq) + NH4
+(aq) +3H2O(aq)
Asam nitrat pekat dingin, membuat besi menjadi pasif, dalam keadaan ini,
ia tak bereaksi dengan asam nitrat encer dan tidak pula mendesak tembaga dari
larutan air suatu garam tembaga. Asam nitrat 1+1 atau asam nitrat pekat yang
panas melarutkan besi dengan membentuk gas nitrogen dan oksida dan ion logam
besi(III) :
Fe(s) + HNO3(aq) + 3H+
(aq) Fe3+
(aq) + NO(g) + 2H2O(aq)
2.5.2. Logam Kromium (Cr)
Kromium adalah logam kristalin yang putih, tak begitu liat dan tak dapat ditempa.
Ia melebur pada suhu 1765oC. Logam ini larut dalam asam klorida encer atau
pekat. Jika tak terkena udara, akan terbentuk ion-ion kromium (II):
Cr(s) + 2H+
(aq) Cr2+
(aq) + H2(g)
Cr (s)+ 2HCl(aq) Cr2+
(aq) + 2Cl
-(aq) + H2(g)
Dengan adanya oksigen dari atmosfer, kromium sebagian atau
seluruhnya menjadi teroksidasi kekeadaan tiga valensi:
4Cr2+
(aq) + O2(g) + 4H
+(aq) 4Cr
3+(aq) + 2H2O(aq
Universitas Sumatera Utara
Asam sulfat encer menyerang kromium perlahan-lahan, dengan
membentuk hidrogen. Dalam asam sulfat pekat panas, kromium melarut dengan
mudah, dimana ion – ion kromium (III) dan belerang dioksida terbentuk:
2Cr(s) + 6H2SO4(aq) 2Cr3+
(aq) +3SO4
-2(aq) + 3SO2(g) + 6H2O(aq)
Asam nitrat baik yang encer maupun yang pekat membuat kromium
menjadi pasif, begitu pula asam sulfat pekat dingin dan air raja.
2.5.3. Logam Nikel (Ni)
Nikel adalah logam putih perak yang keras. Nikel bersifat liat, dapat ditempa dan
sangat kukuh. Logam ini melebur pada suhu 1455OC dan sedikit bersifat
magnetis.
Asam klorida encer maupun pekat dan asam sulfat encer, melarutkan nikel
dengan membentuk hidrogen.
Ni(s) + 2H+
(aq) Ni+
(aq) + H2(g)
Ni(s) +2HCl(aq) Ni2+
(aq) + 2Cl-(aq) + H2(g)
Reaksi – reaksi ini dipercepat jika larutan dipanaskan. Asam sulfat, panas,
melarutkan nikel dengan membentuk belerang dioksida :
Ni(s) + H2SO4(aq) + 6H+
(aq) 3Ni2+
(aq) + SO2(g) + 4H2O(aq)
(Vogel. 1985).
Universitas Sumatera Utara
2.6. Asam Sulfat
Dari semua asam anorganik, asam sulfat (H2SO4) digunakan dalam volume
terbesar dan umumnya dianggap menjadi salah satu bahan kimia yang paling
penting dalam industri. Banyak bahan logam dan paduan yang
terkorosi oleh asam sulfat karena pH yang rendah. Dalam rentang tengah asam
sulfat pekat memiliki konsentrasi tertinggi dari ion H +, sehingga korosi yang kuat
(0,5% H2SO4 dengan pH = 2.1, 5% H2SO4 dengan pH = 1.2, 50% H2SO4
dengan pH = 0,3). Tergantung pada konsentrasi dan suhu asam sulfat dapat berupa
asam atau mengurangi asam pengoksidasi. Jejak kotoran, misalnya udara oksigen,
Fe3+
garam, SO3 dll, benar-benar dapat mengubah karakter asam sulfat, mengubah
mengurangi solusi dalam oksidasi.
Baja austenitik Cr-Ni baja mencapai ketahanan korosi mereka dengan
pembentukan lapisan pasif permukaan mereka,. Lapisan ini juga dapat
berkembang di bawah kondisi asam sulfat pengoksidasi, dan terdiri dari oksida
besi dan kromium oksida, dengan dimasukkan sulfat dapat meningkatkan
stabilitas. Pada asam tinggi laju alir di bawah kondisi berkurang. pembentukan
lapisan pelindungnya hancur atau terhambat. Kadang-kadang, cukup banyak
peningkatan korosi terkait dengan situasi ini ( Khatak, 2002).
2.7. Spektrofotometri Serapan Atom
Metode Spektrofotometri Serapan Atom pertama kali dikembangkan oleh Walsh,
Alkamede, dan Melatz (1955) yang ditujukan untuk analisis renik dalam sampel
yang dianalisis. Pada Spektrofotometri Serapan Atom terjadi penyerapan sumber
radiasi (di luar nyala) oleh atom-atom netral dalam keadaan gas yang berada
dalam nyala. Radiasi yang diserap oleh atom-atom netral dalam keadaan gas tadi
biasanya radiasi sinar tampak atau ultraviolet (Mulja.1995)
Universitas Sumatera Utara
2.7.1. Prinsip Dasar Spektroskopi Serapan Atom
Jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi dilewatkan nyang mengandung
atom-atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu diserap dan jauhnya
penyerapan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada
dalam nyala. Proses terbentuknya uap yang mengandung atom-atom dalam nyala,
dapat diringkaskan sebagai berikut: bila suatu larutan yang mengandung senyawa
yang cocok dari yang akan diselidiki itu dilewatkan kedalam nyala, terjadilah
peristiwa berikut secara berurutan :
1. Penghilangan pelarut atau evaporasi yang meninggalkan residu padat.
2. Penguapan zat padat dilanjutkan denga disosiasi menjadi atom-atom
penyususn yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar.
(Vogel.1995)
2.7.2. Gangguan pada Spektroskopi Serapan Atom
Gangguan diartikan sebagai suatu factor kimia atau fisika yang akan
mempengaruhi jumlah atom pada anlit dalam keadaan dasar (ground state)
sehingga akan menyebabkan bertambah atau berkurangnya bacaan nilai serapan
atau unsur yang dianalisis.
Ada beberap faktor gangguan dalam menggunakan SSA :
1. Suhu yang sesuai, suhu gas pembakar harus sesuai dengan suhu
unsur yang akan dianalisis
2. Konsentrasi sampel tidak boleh melebihi kesensitifan dari alat
detector SSA. Ini akan menyebabkan gangguan terhadap garis
spectrum dan mengakibatkan kerusakan pada alat detector SSA.
3. Pengaruh penguapan pelarut dan bahan larutan jangan sampai
menurunkan suhu nyala gas pembakar, ini akan menyebabkan
bacaan nilai serapan atom menjadi rendah (Khopkar, 1990).
4. Laju aspirasi cuplikan ke dalam nyala. Ini tergantung pada tekanan
udara, ukuran kapiler dan viskositas larutan.
Universitas Sumatera Utara
5. Derajat dispersi atau atomisasi larutan; hanya tetesan lebih halus
tersedot dalam nyala, sedangkan tetesan lebih besar turun dan keluar
lewat pembuangan. Bagian tetesan halus tergantung dari tekanan
udara, suhu ‘nozzle’ tempat terjadinya atomisasi, dan tegangan
permukaan larutan.
6. Kedudukan berkas sinar dalam nyala. Populasi atom berubah
terhadap tinggi nyala dengan cara yang rumit. Jika penguraian
menjadi atom-atom lambat, populasi atom naik di bagian makin
tinggi dalam nyala sampai dekat ujung nyala dan populasi atom
berkurang ditempat nyala yang dingin. Jika penguraian berlangsung
cepat, populasi atom sesuai dengan tinggi suhu nyala.
7. Pengaruh antar unsur, yang paling nyata disebabkan oleh reaksi
kimia dalam nyala. Unsur yang dapat menyebabkan gangguan itu
berasal dari larutan itu sendiri.
8. Gangguan pada pengerjaan sampel, yaitu terjadinya pencampuran
bahan-bahan kimia lain.
2.7.3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Spektrofotometri Serapan Atom
(SSA)
Kelebihan yang dimiliki oleh metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA),
yaitu :
Menganalisis konsentrasi logam berat dalam sampel secara akurat karena
konsentrasi yang terbaca pada alat SSA berdasarkan banyaknya sinar yang
diserap yang berbanding lurus dengan kadar zat.
Menganalisis sampel sampai pada kadar rendah (‰), sedangkan pada metode
lain seperti volumetrik hanya dapat menganalisis pada kadar yang tinggi (%).
Analisis sampel dapat berlangsung lebih cepat.
Sedangkan kekurangan penggunaan metode SSA, yaitu :
Hanya dapat menganalisis logam berat dalam bentuk atom-atom. SSA
menganalisis logam berat dari atom-atom karena tidak berwarna.
Universitas Sumatera Utara
Sampel yang dianalisis harus dalam suasana asam, sehingga semua sampel
yang akan dianalisis harus dibuat dalam suasana asam dengan pH antara 2
sampai 3.
Biaya operasional lebih tinggi dan harga peralatan yang mahal.
2.8. Scanning Electron Microscopy
SEM merupakan suatu berkas insiden elektron yang sangat halus discan
menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam
tabung sinar katoda. Elektron – elektron yang terhambur digunakan untuk
memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang
memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan
yang yang hampir tiga dimensi. Dalam penelitian morfologi permukaan SEM
terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai
topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Ao. Aplikasi - aplikasi yang khas
mencakup penelitian dispersi – dispersi pigmen dalam cat, pelepuhan atau
peretakan koting, batas – batas fasa dalam polipaduan yang tak dapat dicampur,
struktur sel busa - busa polimer, dan kerusakan pada bahan perekat
(Steven,2001)
SEM dilakukan untuk menyelidiki struktur mikro permukaan material
(geopolimer) termasuk porositas dan pembentukan retakan,dan antar muka
(interrface) antar agregat – matriks. Salah satu jenis SEM yang banyak digunakan
diberbagai Laboratorium adalah jenis Philips XL-30 baik dengan scondary
electron detector maupun dengan backscattered electron detector (Subaer, 2008)
Universitas Sumatera Utara