Post on 03-Mar-2019
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Dasar Teori
Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar dan air yang
membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah
campuran beton normal yaitu beton yang mempunyai berat isi 2200 - 2500 kg/m3 dan
menggunakan agregat alam yang dipecah atau tanpa dipecah dan tidak menggunakan
bahan tambahan (SK. SNI T-15-1990-03, p1).
Salah satu bahan utama penyusun beton adalah semen. Semen yang biasa
digunakan adalah semen portland yaitu semen hidrolik yang dihasilkan dengan
menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik dan bahan tambahan
berbentuk kalsium sulfat. Fungsi semen adalah untuk mempersatukan agregat kasar dan
agregat halus menjadi satu kesatuan yang kuat setelah semen berekasi dengan air.
Berdasarkan fungsinya semen portland dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:
a. Semen portland tipe I adalah semen portland yang umum digunakan tanpa
persyaratan khusus.
b. Semen portland tipe II adalah semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
c. Semen portland tipe III adalah semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan kekuatan awal yang tinggi.
d. Semen portland tipe IV adalah semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan panas hidrasi yang rendah.
6
e. Semen portland tipe V adalah semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat.
Bahan penyusun beton lainnya adalah agregat. Agregat yang digunakan terdiri
dari agregat halus dan agregat kasar. Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil
desintegrasi secara alami dari batu atau pasir yang mempunyai ukuran butir terbesar 4.75
mm sedangkan agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dari batu
atau berupa batu pecah yang mempunyai ukuran butir terbesar antara 4.75 - 38 mm.
Di Indonesia, perancangan campuran beton didasarkan pada perancangan
campuran beton cara Inggris (The British Mix Design Method) yang tercantum dalam
Design of Normal Mixes, dikenal dengan DOE (Departement of Environment, Building
Research Establishment Britania). Perancangan dengan cara DOE ini dipakai sebagai
standar perancangan beton normal Indonesia yang dimuat dalam buku Standar No. SK.
SNI. T-15-1990-03 dengan judul Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton
Normal.
7
2.2 Perhitungan Proporsi Beton
2.2.1 Kuat Tekan Rata-Rata Yang Ditargetkan
Kuat tekan beton yang disyaratkan (f’c) adalah kuat tekan yang ditetapkan oleh
perencana struktur sedangkan kuat tekan beton yang ditargetkan (f’cr) adalah kuat tekan
rata-rata yang diharapkan dapat tercapai dan nilainya lebih besar dari f’c.
Langkah untuk menentukan kuat tekan rata-rata yang ditargetkan adalah sebagai
berikut:
a. Menentukan deviasi standar
Nilai standar deviasi diperoleh dari hasil uji tekan beton dengan menggunakan rumus
berikut:
( )N
2c cr
1f - f
s = N - 1
∑ ........................................................................(2.1)
Dimana:
s = deviasi standar
fc = kuat tekan masing-masing hasil uji (MPa)
fcr = kuat tekan beton rata-rata (MPa)
N = jumlah hasil uji kuat tekan (minimum 30 benda uji)
Data hasil uji yang akan digunakan untuk menghitung standar deviasi harus:
• Mewakili bahan-bahan, prosedur pengawasan mutu, dan kondisi produksi yang
serupa dengan pekerjaan yang diusulkan.
• Mewakili kuat tekan beton yang disyaratkan f’c yang nilainya dalam batas ± 7
MPa dari nilai f’c yang ditentukan.
• Paling sedikit terdiri dari 30 hasil uji yang berurutan atau dua kelompok hasil uji
selama jangka waktu tidak kurang dari 45 hari.
8
• Bila suatu produksi beton tidak mempunyai 30 data hasil uji, tetapi hanya ada
sebanyak 15 sampai 29 hasil uji berurutan, maka nilai standar deviasi adalah
perkalian nilai deviasi standar yang dihitung dari data hasil uji tersebut dengan
faktor pengali dari Tabel 2.1.
• Bila data uji lapangan untuk menghitung nilai deviasi standar kurang dari 15,
maka kuat tekan rata-rata yang ditargetkan f’cr harus diambil tidak kurang dari
(f’c + 12) Mpa.
Tabel 2.1 Faktor Pengali Standar Deviasi
Jumlah Pengujian Faktor Pengali Deviasi Standar
15 20 25
30 atau lebih
1,16 1,08 1,03 1,00
Sumber: Tabel 1, SK.SNI.T-15-1990-03
b. Menentukan Nilai Tambah (Margin)
Nilai tambah ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:
M = k x s ....................................................................................(2.2)
Dimana:
M = nilai tambah (margin)
k =tetapan statistik yang nilainya tergantung pada persentase hasil uji yang lebih
rendah dari f’c, dalam hal ini diambil 5 % sehingga nilai k = 1,64
s = deviasi standar
c. Menentukan Kuat Tekan Rata-Rata Yang Ditargetkan
Kuat tekan rata-rata yang ditargetkan ditentukan dengan rumus berikut:
f’cr = f’c + M ........................................................................(2.3)
f’cr = f’c +1,64 . s ........................................................................(2.4)
9
2.2.2 Nilai Faktor Air Semen
Faktor air semen adalah angka perbandingan antara berat kadar air bebas dan
berat kadar semen dalam beton. Faktor air semen yang diperlukan untuk mencapai kuat
tekan rata-rata yang ditargetkan didasarkan pada:
a. Hubungan kuat tekan dan faktor air semen yang diperoleh dari penelitian lapangan
sesuai dengan bahan dan kondisi pekerjaan yang diusulkan.
Bila tidak tersedia data hasil penelitian sebagai pedoman dapat dipergunakan Tabel
2.2 dan Gambar 2.1, Gambar 2.2, Gambar 2.3 atau Gambar 2.4.
b. Untuk lingkungan khusus, faktor air semen maksimum harus memenuhi ketentuan
SK.SNI Spesifikasi Beton Tahan Sulfat dan Beton Kedap Air (Tabel 2.4 dan
Tabel 2. 5)
Tabel 2.2 Perkiraan Kuat Tekan (MPa) Beton Dengan Faktor Air Semen 0.5
Kekuatan Tekan (MPa) Jenis Semen Jenis Agregat Kasar
Umur (hari)
3 7 28 91
Bentuk benda
Uji
Batu tak dipecahkan
Batu pecah
17 23 33 40
19 27 37 45
Silinder Semen Portland
tipe I atau
Semen tahan
sulfat tipe II,V
Batu tak dipecahkan
Batu pecah
20 28 40 48
23 32 45 54
Kubus
Batu tak dipecahkan
Batu pecah
21 28 38 44
25 33 44 48
Silinder Semen Portland
tipe III
Batu tak dipecahkan
Batu pecah
21 31 46 53
30 40 53 60
Kubus
Sumber: Tabel 2, SK.SNI.T-15-1990-03
10
0
10
20
30
40
50
60
70
0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0
Faktor Air Semen
Kuat
Tek
an (M
Pa)
91 hr
28 hr
7 hr
3 hr
Gambar 2.1 Grafik Nilai Faktor Air Semen Untuk Benda Uji Berbentuk Silinder
Dan Jenis Semen Tipe I / II / V (Sumber: Grafik 1, SK.SNI.T-15-1990-03)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0
Faktor Air Semen
Kuat
Tek
an (M
Pa)
91 hr
28 hr
7 hr
3 hr
Gambar 2.2 Grafik Nilai Faktor Air Semen Untuk Benda Uji Berbentuk Silinder
Dan Jenis Semen Tipe III (Sumber: Grafik 1, SK.SNI.T-15-1990-03)
11
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
Faktor Air Semen
Kuat
Tek
an (k
g/m
2)
91 hr
28 hr
7 hr
3 hr
Gambar 2.3 Grafik Nilai Faktor Air Semen Untuk Benda Uji Berbentuk Kubus
Dan Jenis Semen Tipe I / II / V (Sumber: Grafik 2, SK.SNI.T-15-1990-03)
0
200
400
600
800
1000
1200
0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
Faktor Air Semen
Kuat
Tek
an (k
g/m
2)
91 hr
28 hr
7 hr
3 hr
Gambar 2.4 Grafik Nilai Faktor Air Semen Untuk Benda Uji Berbentuk Kubus
Dan Jenis Semen Tipe III (Sumber: Grafik 2, SK.SNI.T-15-1990-03)
12
Beton akan awet/tahan lama bila mempunyai ketahanan terhadap pengaruh
cuaca, zat-zat kimia dalam air, pengaruh reaksi kimia yang terjadi dalam betonnya
sendiri, keausan (abrasi) dan berkemampuan menahan beban. Selain itu beton akan jauh
lebih awet bila kedap air atau permeabilitasnya rendah, air di permukaan beton tidak
tembus ke dalam sehingga tidak terjadi reaksi kimia di dalam beton karena zat kimia
lebih reaktif bila terjadi larutan. Oleh karena itu, perlu adanya perencanaan yang lebih
teliti untuk kondisi beton pada lingkungan yang mengandung sulfat dan lingkungan yang
berhubungan dengan air.
13
Tabel 2.3 Jumlah Semen Minimum Dan Faktor Air Semen Maksimum Pada
Lingkungan Umum
Jumlah Semen Minimum per m3 Beton (kg)
Nilai Faktor Air Semen maksimum
Beton di dalam ruang Bangunan : a. keadaaan keliling non-korosif b. keadaan keliling korosif disebabkan oleh kondensasi atau uap air
275
325
0,60
0,52
Beton di luar ruangan bangunan : a. tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. terlindung dari hujan dan terik matahari langsung
325
275
0,60
0,60
Beton yang masuk ke dalam tanah : a. mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti b. mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah
325
0,55
lihat Tabel 2.4
Beton yang kontinue berhubungan : a. air tawar b. air laut
lihat Tabel 2.5
Sumber: Tabel 3, SK.SNI.T-15-1990-03
14
Tabel 2.4 Jumlah Semen Minimum Dan Faktor Air Semen Maksimum Pada
Lingkungan Yang Mengandung Sulfat Dan Alkali
Konsentrasi Sulfat dalam bentuk SO3
Kandungan Semen Min (kg/m3)
Dalam Tanah Ukuran Agregat Maks (mm)
Kadar Gangguan Sulfat
Total SO3 (%)
SO3 dalam Campuran Air : Tanah = 2 : 1 (g/l)
Sulfat (SO3) Dalam Air Tanah (g/l)
Tipe Semen
40 20 10
Faktor Air Semen
1 < 0.2 < 1.0 < 0.3 Tipe 1 dengan atau tanpa Pozolan (15-40 %)
80 300 350 0.50
Tipe 1 dengan atau tanpa Pozolan (15-40 %)
290 330 380 0.50
Tipe I + Pozolan (15-40 %) atau Semen Portland Pozolan
270 310 360 0.55
2 0.2 - 0.5 1.0 - 1.9 0.3 - 1.2
Tipe II / V 250 290 340 0.55 Tipe I + Pozolan (15-40 %) atau Semen Portland Pozolan
340 380 430 0.45 3 0.5 - 1 1.9 - 3.1 1.2 - 2.5
Tipe II / V 290 330 380 0.50 4 1.0 - 2.0 3.1 - 5.6 2.5 - 5.0 Tipe II / V 330 370 420 0.45 5 > 2.0 > 5.6 > 5.0 Tipe II / V
+ Lapisan Pelindung
330 370 420 0.45
Sumber: SK.SNI.T-15-1990-03
15
Tabel 2.5 Jumlah Semen Minimum Dan Faktor Air Semen Maksimum Pada
Lingkungan Yang Berhubungan Dengan Air
Kandungan Semen Min (kg/m3) Ukuran Agregat Maks (mm)
Jenis Beton
Kondisi Lingkungan Berhubungan dengan
Faktor Air Semen Maks
Tipe Semen
40 20 Air Tawar 0.50 Tipe I - V 280 300
0.45
Tipe I + pozolan (15-40 %) atau semen portland pozolan
340
380
Air Payau
0.50 Tipe II atau Tipe V 290 330
Bertulang atau Pratekan
Air Laut 0.45 Tipe II atau Tipe V 330 370 Sumber: Tabel 5, SK.SNI.T-15-1990-03
2.2.3 Nilai Slump
Penggunaan beton dewasa ini sangat populer digunakan untuk bermacam-macam
konstruksi seperti pembuatan plat lantai, kolom, pondasi, bendungan dan lain-lain. Di
dalam pelaksanaan, bagian-bagian tersebut mempunyai tingkat workability yang tidak
sama, oleh sebab itu adukan beton yang lebih encer sering digunakan untuk berbagai
konstruksi yang mempunyai jarak tulangan atau jarak antara acuan cetakan yang sempit,
dengan maksud agar adukan beton mengisi seluruh cetakan dengan padat atas bantuan
alat penggetar. Pada kondisi sebaliknya dapat digunakan adukan yang lebih kental.
Secara umum workability beton normal dipengaruhi faktor air semen. Jika faktor air
semen tinggi maka workability juga tinggi tetapi mutu beton berkurang, sedangkan bila
faktor air semen rendah maka workability menjadi rendah dengan mutu beton
bertambah.
Slump adalah ukuran kekentalan adukan beton yang dinyatakan dalam mm dan
ditentukan dengan menggunakan kerucut Abram. Slump ditetapkan sesuai dengan
16
kondisi pelaksanaan pekerjaan agar diperoleh beton yang mudah dituangkan, dipadatkan
dan diratakan (Mulyono 2004, p88). Selain itu slump juga sering digunakan sebagai
acuan dalam menentukan tingkat workability.
Besar nilai slump dalam perancangan dikelompokkan menjadi 4, yaitu:
a. 0 – 10 mm (workability sangat rendah)
b. 10 – 30 mm (workability rendah)
c. 30 – 60 mm (workability sedang)
d. 60 – 180 mm (workability tinggi)
Dalam perancangan campuran beton, besar nilai slump perlu direncanakan
dengan hati-hati karena mempengaruhi mutu beton juga kemudahan dalam pengerjaan
(workability). Penentuan nilai slump didasarkan pada pertimbangan pelaksanaan
pembuatan, cara pengangkutan, penuangan dan pemadatan beton.
2.2.4 Ukuran Agregat Maksimum
Ukuran agregat maksimum tidak boleh melebihi:
a. Seperlima jarak terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan.
b. Sepertiga dari tebal pelat.
c. Tiga per empat dari jarak bersih minimum diantara batang-batang atau berkas-berkas
tulangan.
Ukuran agregat maksimum dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
a. Ukuran agregat maksimum 10 mm.
b. Ukuran agregat maksimum 20 mm.
c. Ukuran agregat maksimum 40 mm.
17
2.2.5 Daerah Gradasi Agregat Halus
SK.SNI.T-15-1990-03 memberikan syarat-syarat gradasi untuk agregat halus
yang diadopsi dari British Standard (BS 812). Gradasi agregat halus dikelompokkan
menjadi 4 daerah gradasi yaitu daerah 1, daerah 2, daerah 3 dan daerah 4.
0 515
30
60
90100
1020
34
70
95 100 100
0
20
40
60
80
100
120
0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6
Ukuran Saringan (mm)
Pers
en B
utir
Lolo
s (%
)
Gambar 2.5 Kurva Gradasi Agregat Halus Daerah 1 (Sumber: Grafik 3,
SK.SNI.T-15-1990-03)
08
35
55
75
90100
10
30
59
90100 100 100
0
20
40
60
80
100
120
0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6
Ukuran Saringan (mm)
Pers
en B
utir
Lolo
s (%
)
Gambar 2.6 Kurva Gradasi Agregat Halus Daerah 2 (Sumber: Grafik 4,
SK.SNI.T-15-1990-03)
18
012
60
7585
90100
10
40
79
100 100 100 100
0
20
40
60
80
100
120
0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6
Ukuran Saringan (mm)
Pers
en B
utir
Lolo
s (%
)
Gambar 2.7 Kurva Gradasi Agregat Halus Daerah 3 (Sumber: Grafik 5,
SK.SNI.T-15-1990-03)
0
15
8090
95 95 100
15
50
100 100 100 100 100
0
20
40
60
80
100
120
0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6
Ukuran Saringan (mm)
Pers
en B
utir
Lolo
s (%
)
Gambar 2.8 Kurva Gradasi Agregat Halus Daerah 4 (Sumber: Grafik 6,
SK.SNI.T-15-1990-03)
19
2.2.6 Daerah Gradasi Agregat Kasar
British Standard (BS 812) memberikan syarat-syarat daerah gradasi untuk
agregat kasar yang dikelompokkan menjadi 3 daerah gradasi yaitu gradasi agregat kasar
untuk ukuran agregat maksimum 10 mm, 20 mm dan 40 mm. Syarat gradasi agregat
kasar ini digunakan sebagai panduan dalam pengujian kelayakan gradasi agregat kasar.
0
40
100 100
10
85
100 100
0
20
40
60
80
100
120
4,8 9,6 19,0 38,0
Ukuran Saringan (mm)
Pers
en B
utir
Lolo
s (%
)
Gambar 2.9 Kurva Gradasi Agregat Kasar Untuk Ukuran Agregat
Maksimum 10 mm (Sumber: BS 812)
0
25
95100
10
55
100 100
0
20
40
60
80
100
120
4,8 9,6 19,0 38,0
Ukuran Saringan (mm)
Pers
en B
utir
Lolo
s (%
)
Gambar 2.10 Kurva Gradasi Agregat Kasar Untuk Ukuran Agregat
Maksimum 20 mm (Sumber: BS 812)
20
010
30
95
5
35
70
100
0
20
40
60
80
100
120
4,8 9,6 19,0 38,0
Ukuran Saringan (mm)
Pers
en B
utir
Lolo
s (%
)
Gambar 2.11 Kurva Gradasi Agregat Kasar Untuk Ukuran Agregat
Maksimum 40 mm (Sumber: BS 812)
2.2.7 Daerah Gradasi Agregat Campuran
Daerah gradasi agregat campuran adalah daerah gradasi gabungan agregat halus
dan agregat kasar sesuai dengan ukuran agregat maksimumnya. Standar SK.SNI.T-15-
1990-03 memberikan syarat-syarat daerah gradasi untuk agregat campuran yang
diadopsi dari British Standard (BS 812). Daerah gradasi agregat campuran
dikelompokkan menjadi 3 daerah gradasi yaitu gradasi agregat campuran untuk ukuran
agregat maksimum 10 mm, 20 mm dan 40 mm.
21
6
20
34
46
60
75
100 100 100
3
14
2837
46
60
100 100 100
18
1926
33
45
100 100 100
04
1216
20
30
100 100 100
0
20
40
60
80
100
120
0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 19,0 38,0
Ukuran Saringan (mm)
Pers
en B
utir
Lolo
s (%
)
Kurva 4Kurva 3Kurva 2Kurva 1
Gambar 2.12 Kurva Gradasi Agregat Campuran Untuk Ukuran Agregat
Maksimum 10 mm (Sumber: Grafik 7, SK.SNI.T-15-1990-03)
2
12
2734
4248
75
100 100
05
2128
3542
65
100 100
0 3
1421
2835
55
100 100
0 29
1623
30
45
100 100
0
20
40
60
80
100
120
0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 19,0 38,0
Ukuran Saringan (mm)
Pers
en B
utir
Lolo
s (%
)
Kurva 4Kurva 3Kurva 2Kurva 1
Gambar 2.13 Kurva Gradasi Agregat Campuran Untuk Ukuran Agregat
Maksimum 20 mm (Sumber: Grafik 8, SK.SNI.T-15-1990-03)
22
5
1523
3038
47
60
75
100
211
1724
3140
52
67
100
07
1217
2532
44
59
100
0 37
1218
24
36
50
100
0
20
40
60
80
100
120
0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 19,0 38,0
Ukuran Saringan (mm)
Pers
en B
utir
Lolo
s (%
)
Kurva 4Kurva 3Kurva 2Kurva 1
Gambar 2.14 Kurva Gradasi Agregat Campuran Untuk Ukuran Agregat
Maksimum 40 mm (Sumber: Grafik 9, SK.SNI.T-15-1990-03)
2.2.8 Kadar Air Bebas
Kadar air bebas adalah jumlah air yang dicampurkan ke dalam beton untuk
mencapai konsistensi tertentu, tidak termasuk air yang diserap agregat. Kadar air bebas
ditentukan sebagai berikut:
a. Agregat tak dipecah dan agregat dipecah dipergunakan nilai-nilai pada Tabel 2.6.
b. Agregat campuran (tak dipecah dan dipecah), dihitung menurut rumus berikut:
ω = 32 ωh +
31 ωk ........................................................................(2.5)
Dimana:
ω = kadar air yang dibutuhkan agregat dalam 1 m3 beton.
ωh = kadar air yang dibutuhkan agregat halus dalam 1 m3 beton.
ωk = kadar air yang dibutuhkan agregat kasar dalam 1 m3 beton.
23
Tabel 2.6 Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3)
Slump (mm) 0 - 10 10 - 30 30 - 60 60 - 100
Ukuran besar butir
agregat Maksimum
Jenis
Agregat
10 mm Batu tak dipecahkan
Batu pecah
150
180
180
205
205
230
225
250
20 mm Batu tak dipecahkan
Batu pecah
135
170
160
190
180
210
195
225
40 mm
Batu tak dipecahkan
Batu pecah
115
155
140
175
160
190
175
205 Sumber: Tabel 6, SK.SNI.T-15-1990-03
2.2.9 Berat Jenis Relatif Agregat
Ada 2 metode yang dapat digunakan untuk menentukan berat jenis relatif
agregat, yaitu sebagai berikut:
a. Diperoleh dari data hasil uji atau bila tidak tersedia dapat dipakai nilai di bawah ini:
• Agregat tak dipecah = 2,6 gr/cm3
• Agregat dipecah = 2,7 gr/cm3
b. Berat jenis relatif agregat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
BBj.Ag = %Ah x Bj. Ah + % Ak x Bj. Ak ....................................(2.6)
Dimana :
BBj.Ag = berat jenis relatif agregat
% Ah = persentase agregat halus
% Ak = persentase agregat kasar
BBj.Ah = berat jenis agregat halus
BBj.Ak = berat jenis agregat kasar
24
2.2.10 Proporsi Agregat Halus Dalam Agregat Campuran
Proporsi agregat halus ditentukan berdasarkan besar ukuran agregat maksimum,
besar slump, nilai faktor air semen dan daerah gradasi agregat halus. Nilai-nilai tersebut
kemudian digunakan untuk menentukan persentase agregat halus dalam agregat
campuran dengan mengunakan grafik proporsi agregat halus dalam agregat campuran
(Gambar 2.15). Pada gambar ini dicantumkan nilai 1 sampai 4, angka-angka tersebut
menunjukkan daerah gradasi agregat halusnya. Bila daerah gradasi agregat halus
termasuk daerah 1 maka untuk menentukan proporsinya ditunjukkan pada bidang
gambar angka 1 (menunjukkan daerah gradasi agregat halus adalah daerah gradasi 1).
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0
Faktor Air Semen
% A
greg
at H
alus
dal
am A
greg
at C
ampu
ran
1
2
3
4
Gambar 2.15 Grafik Tipikal Proporsi Agregat Halus Dalam Agregat Campuran
(Sumber: Grafik 10 - 12, SK.SNI.T-15-1990-03)
25
2.2.11 Berat Jenis Beton
Berat jenis beton ditentukan berdasarkan nilai berta jenis relatif agregat
campuran dan kadar air bebas dengan menggunakan grafik nilai berat jenis beton yang
terdapat pada Gambar 2.16. Berat jenis beton adalah berat beton untuk 1 m3 volume
beton.
2100
2200
2300
2400
2500
2600
2700
2800
100 120 140 160 180 200 220 240 260
Kadar Air Bebas (kg/m3)
Ber
at J
enis
Bet
on B
asah
(kg/
m3)
BJ Relatif 2.9
BJ Relatif 2.8
BJ Relatif 2.7
BJ Relatif 2.6
BJ Relatif 2.5
BJ Relatif 2.4
Gambar 2.16 Grafik Berat Jenis Beton (Sumber: Grafik 13, SK.SNI.T-15-1990-03)
26
2.2.12 Koreksi Proporsi Campuran Beton
Apabila agregat tidak dalam keadaan jenuh kering permukaan, maka proporsi
campuran beton harus dikoreksi terhadap kandungan air dalam agregat. Koreksi proporsi
campuran harus dilakukan terhadap kadar air dalam agregat paling sedikit satu kali
dalam sehari.
Dalam perencanaan di atas, agregat halus dan agregat kasar dianggap dalam
keadaan jenuh kering permukaan (saturated surface dry), sehingga apabila agregatnya
tidak dalam keadaan jenuh kering permukaan, maka harus dalakukan koreksi terhadap
kebutuhan bahan.
Hitungan koreksi campuran dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:
a. Air = B - (Ck - Ca) x 100C - (Dk -Da) x
100D ........................(2.7)
b. Agregat Halus = C + (Ck - Ca) x 100C ................................................(2.8)
c. Agregat Kasar = D + (Dk - Da) x 100D ................................................(2.9)
Dimana:
B = jumlah air (kg/m3)
C = jumlah agregat halus (kg/m3)
D = jumlah kerikil (kg/m3)
Ca = absorpsi air pada agregat halus (%)
Da = absorpsi agregat kasar (%)
Ck = kandungan air dalam agregat halus (%)
Dk = kandungan air dalam agregat kasar (%)
27
2.3 Tata Cara Perancangan Proporsi Beton
Langkah-langkah pembuatan rencana campuran beton normal dilakukan sbb:
a. Ambil kuat tekan beton yang disyaratkan f’c pada umur 28 hari.
b. Hitung standar deviasi menurut persamaan (2.1).
c. Hitung nilai tambah menurut persamaan (2.2).
d. Hitung kuat tekan beton rata-rata yang ditargetkan f’cr menurut persamaan (2.3) atau
persamaan (2.4).
e. Tetapkan jenis semen yang digunakan.
f. Tentukan jenis agregat kasar dan agregat halus. Agregat ini dapat dalam bentuk
alami (pasir atau koral) atau batu pecah.
g. Tentukan nilai faktor air semen. Bila dipergunakan Gambar 2.1, Gambar 2.2,
Gambar 2.3, atau Gambar 2.4, maka ikuti langkah-langkah berikut:
• Tentukan nilai kuat tekan pada umur 28 hari dengan menggunakan Tabel 2.2,
sesuai dengan semen dan agregat yang akan dipakai.
• Lihat Gambar 2.1 atau 2.2 untuk benda uji berbentuk silinder atau Gambar 2.3
atau 2.4 untuk benda uji berbentuk kubus.
• Tarik garis tegak lurus ke atas melalui faktor air semen 0.5 sampai memotong
kurva kuat tekan yang ditentukan pada sub butir 2 di atas.
• Tarik garis mendatar melalui nilai kuat tekan yang ditargetkan sampai memotong
kurva yang ditentukan.
• Tarik garis tegak lurus ke bawah melalui titik potong tersebut untuk
mendapatkan faktor air semen yang diperlukan.
28
h. Tetapkan nilai faktor air semen maksimum menurut Tabel 2.3, Tabel 2.4 atau Tabel
2.5 (dapat ditetapkan sebelumnya atau tidak). Jika nilai faktor air semen yang
diperoleh dari lebih besar dari faktor air semen maksimum, maka nilai faktor air
semen yang digunakan adalah nilai faktor air semen maksimum.
i. Tetapkan nilai slump.
j. Tetapkan ukuran agregat maksimum.
k. Tentukan nilai kadar air bebas menurut Tabel 2.6 dan persamaan (2.5).
l. Hitung jumlah semen yang besarnya adalah kadar air bebas dibagi faktor air semen.
m. Jumlah semen maksimum jika tidak ditetapkan, dapat diabaikan.
n. Tentukan jumlah semen minimum menurut Tabel 2.3, Tabel 2.4 atau Tabel 2.5.
Kadar semen yang diperoleh dari perhitungan jika perlu disesuaikan.
o. Tentukan faktor air semen yang disesuaikan, jika jumlah semen berubah karena lebih
kecil dari jumlah semen minimum yang ditetapkan (atau lebih besar dari jumlah
semen maksimum yang disyaratkan), maka faktor air semen harus diperhitungkan
kembali.
p. Tentukan susunan besar butir agregat halus berdasarkan kurva-kurva yang tertera
dalam Gambar 2.5, Gambar 2.6, Gambar 2.7 atau Gambar 2.8.
q. Tentukan persentase pasir dengan menggunakan Gambar 2.15. Dengan
diketahuinya ukuran butir agregat maksimum, slump, faktor air semen dan daerah
gradasi agregat halus, maka jumlah persentase pasir yang diperlukan dapat dibaca
pada grafik. Jumlah ini adalah jumlah seluruhnya dari pasir atau fraksi agregat yang
lebih halus dari 5 mm. Dalam agregat kasar yang biasa dipakai di Indonesia
seringkali dijumpai bagian yang lebih halus dari 5 mm dalam jumlah lebih dari 5 %.
Dalam hal ini maka jumlah agregat halus yang diperlukan harus dikurangi.
29
r. Hitung berat jenis relatif agregat campuran menurut persamaan (2.6).
s. Tentukan berat jenis beton menurut grafik yang terdapat pada Gambar 2.16 sesuai
dengan kadar air bebas yang sudah ditentukan dan berat jenis relatif dari agregat
campuran.
t. Hitung kadar agregat campuran yang besarnya adalah berat jenis beton dikurangi
jumlah kadar semen dan kadar air bebas.
u. Hitung kadar agregat halus yang besarnya adalah hasil kali persentase agregat halus
dengan agregat campuran.
v. Hitung kadar agregat kasar yang besarnya adalah kadar agregat campuran dikurangi
kadar agregat halus. Dari langkah - langkah di atas telah dapat diketahui susunan
campuran bahan-bahan untuk 1 m3 beton.
w. Koreksi proporsi campuran menurut persamaan (2.7), persamaan (2.8) dan
persamaan (2.9).
x. Buatlah campuran uji, ukur dan catatlah besarnya slump serta kekuatan tekan yang
sesungguhnya, perhatikan hal berikut:
• Jika nilai yang di dapat sesuai dengan nilai yang diharapkan, maka susunan
campuran beton tersebut dikatakan baik. Jika tidak, maka campuran perlu
dibetulkan.
• Kalau slumpnya ternyata terlalu tinggi/rendah, maka kadar air perlu
dikurangi/ditambah (dengan demikian juga kadar semennya, karena faktor air
semen harus dijaga agar tetap tidak berubah).
• Jika kekuatan beton dari campuran uji ini terlalu tinggi atau rendah, maka faktor
air semen dapat disesuaikan.