Post on 29-Oct-2015
PENGARUH TERAPI RELAKSASI SENAM TERA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN
DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI KELURAHAN BARENG KOTA MALANG
Oleh :
Rizna Oktria Viaiudiana
NIM. 0910720080
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
BAB I
1.1 Latar Belakang
Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Hipertensi
menyerang lebih dari 700 juta penduduk dunia dengan angka mortalitas 7 juta
jiwa dan morbiditas 64 juta jiwa pertahun.
Sekitar 20% dari semua orang dewasa menderita hipertensi dan menurut
statistik angka ini terus meningkat. Dan Sekitar 40% dari semua kematian
dibawah usia 65 tahun adalah akibat hipertensi. (Wolff Peter Hanns.2006)
Prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 8.3%. Survei faktor risiko penyakit
kardiovaskular oleh WHO di Jakarta, menunjukkan angka prevalensi hipertensi
dengan tekanan darah 160/90 masing-masing pada pria 12,1% dan pada wanita,
angka prevalensi mencapai12,2%.
Hipertensi dapat menyebabkan komplikasi yang berbahaya jika tidak
ditangani dengan baik. Komplikasi hipertensi diantaranya: penyakit jantung
koroner (PJK), infark miokard, stroke, dan gagal ginjal, aneurisma dan retinopati
hipertensi. Hipertensi juga merupakan resiko utama terjadinya perdarahan otak,
yang merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia.
Stroke dan serangan jantung yang fatal mempunyai peluang dua kali lebih
besar pada orang yang menderita hipertensi yang tidak diobati dibandingkan pada
mereka yang memiliki tekanan darah normal di usia yang sama. Beberapa
penyebab hipertensi dikarnakan asupan makanan yang tinggi sodium,stress
psikilogi, kegelisahan dan hiperaktivitas. (Wolff Peter Hanns.2006)
Pengobatan hipertensi secara farmakoterapi dapat dilakukan dengan
pemberian diuretika, penyekat reseptor beta adrenergic, penyekat saluran
kalsium, inhibitor Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) atau penyekat reseptor
alfa adrenergic. Pengobatan tersebut bergantung pada pertimbangan klien
termasuk mengenai biaya, karakteristik demografik, penyakit penyerta, dan
kualitas hidup. Pengobatan hipertensi saat ini belum efektif karena hanya
menurunkan prevalensi sebesar 8%, harganya mahal, sering terjadi kekambuhan
dan menimbulkan efek samping yang lebih berbahaya (Price dan Wilson, 2005).
Tren pengobatan hipertensi saat ini yaitu dengan menggunakan terapi
alternatif dan komplementer, Pengobatan Komplementer dan Alternatif (CAM =
Complementary and Alternative Medicine) akhir-akhir ini menjadi lebih populer di
masyarakat dan mendapatkan kredibilitas dalam dunia Biomedis kesehatan.
Salah satu terapi yang dapat dilakukan untuk menurunkan hipertensi adalah
terapi relaksasi dengan pendekatan senam Tera. Senam tera merupakan latihan
fisik dan mental, memadukan gerakan bagian-bagian tubuh dengan teknik dan
irama pernapasan melalui pemusatan pemikiran yang dilaksanakan secara
teratur, serasi, benar dan berkesinambungan. Senam ini bersumber dari senam
pernapasan Tai Chi yaitu senam yang mepunyai dasar olah pernapasan yang
dipadukan seni bela diri, yang di Indonesia dikombinasikan dengan gerak
peregangan dan persendian jadilah sebagai olah raga kesehatan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menetapkan rumusan
masalah yaitu : Apakah Terapi Relaksasi Senam Tera Berpengaruh Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi di Kelurahan Bareng
Kota Malang?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh Terapi Relaksasi Senam Tera Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi di Kelurahan Bareng
Kota Malang
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi perubahan tekanan darah sebelum dan sesudah
dilakukan terapi senam tera di Kelurahan Bareng.
b. Mengidentifikasi pengaruh terapi senam tera terhadap perubahan
tekanan darah.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis.
a. Sebagai bahan literatur dalam kegiatan proses belajar mengajar
mengenai pengaruh terapi relaksasis tera terhadap penurunant darah
pada penderita hipertensi di kelurahan bareng kota malang
b. Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai
Pengobatan Hipertensi.
2. Manfaat Praktis.
a. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat atau petugas
kesehatan lainnya mengenai pengaruh terapi relaksasis tera terhadap
penurunant darah pada penderita hipertensi di kelurahan bareng kota
malang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Hipertensi
1.1 Pengertian
Hipertensi di definisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90
mmHg dapat di klasifikasikan sesuai derajat keparahnnya, mempunyai rentang dari
tekanan darah normal sampai hipertensi maligna. Keadaan ini di kategorikan
sebagai primer dan sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang
dapat di kenali, sering kali dapat di perbaiki. (Joint National Committee On
Detection, Evaluation and Treatment Of High Blood Plessure VI/JIVC VI, 2001)
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana dijumpai tekanan darah lebih dari
140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai
160/95 mmHg unutk usia diatas 50 tahun. Dan harus dilakukan pengukuran
tekanan darah minimal sebanyak dua kali unutk lebih memastikan keadaan
tersebut (WHO, 2001)
Hipertensi dapat di artikan sebagai tekanan darah persistem di mana tekanan
darahnya diatas 140/90 mmHg. Pada manula hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistoliknya 160 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 mmHg ( Brunner dan
Suddarth, 2001)
Hipertensi adalah keadaan dimana peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala yang akan berlanjut untuk suatu organ target seperti stroke pada otak,
penyakit jantung koroner pada pmbuluh darah jantung dan ventrikel kiri hipertensi
pada otot jantung (Guyton and Hall, 2007)
1.2 Klasifikasi Hipertensi
a. Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu :
Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan persisten tekanan
arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol
homeostatik normal, Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan
mencakup + 90% dari kasus.
Hipertensi sekunder Adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar
kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan
ini menyangkut + 10% dari kasus-kasus hipertensi. (Price,Wilson, 2005).
b. Berdasarkan bentuk hipertensi,yaitu hipertensi diastolic,campuran,dan sistolik.
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan
diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada
anak-anak dan dewasa muda.Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang
meninggi) yaitu peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol. Hipertensi
sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan sistolik
tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik. Umumnya ditemukan pada usia
lanjut. (Gunawan, 2001)
Klasifikasi hipertensi menurut JNC (Joint National Committee On Prevention, Detection, Evaluation, And The Treatment Of High
Blood Pressure)
Klasifikasi hipertensi menurut WHO dan ISHWG (International Society Of Hypertension Working Group)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal NormalHipertensi Ringan (stadium 1)Sub grup: perbatasanHipertensi Sedang (stadium 2)Hipertensi Berat (stadium 3)Hipertensi sistol terisolasiSub grup: perbatasan
< 120<130
140-159140-149160-179
180-209 mmHg> 140
140-149
< 80< 85
90-9990-94
100-109110-119 mmHg
> 90<90
1.3 Epidemiologi Hipertensi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit
jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini
telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia
maupun di beberapa negara yang ada di dunia (Armilawaty, 2007). Semakin
meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi
kemungkinan besar juga akan bertambah. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan
kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639
juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025
(Yogiantoro, 2006).
Di Indonesia sendiri hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah
stroke dan tuberkulosis, yakni 6,8% dari populasi kematian pada semua umur.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Balitbangkes) tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara
nasional mencapai 31,7% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Menurut Setiawan (2004), prevalensi hipertensi khususnya di Pulau Jawa
mencapai 41,9%, dengan kisaran di masing-masing provinsi 36,6%- 47,7%.
Prevalensi di perkotaan 39,9% (37,0%-45,8%) dan di perdesaan 44,1% (36,2%-
51,7%) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008).
1.4 Faktor Resiko
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul karena interaksi berbagai faktor
risiko. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan tingkat keparahan dari
faktor risiko yang dapat dikontrol seperti stres, obesitas, nutrisi serta gaya hidup;
serta faktor risiko yang tidak dapat dikontrol seperti genetik, usia, jenis kelamin dan
etnis.
1. Usia
Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh
karenainteraksi berbagai faktor risiko yang dialami seseorang. Pertambahan usia
mengakibatkan berbagai perubahan fisiologis dalam tubuh seperti penebalan
dinding arteri akibat penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga
pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku yang dimulai
pada usia 45 tahun. Selain itu juga terjadi peningkatan resistensi perifer dan
aktivitas simpatik serta kurangnya sensitivitas baroreseptor (pengatur tekanan
darah) dan peran ginjal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun
(Kumar, et al., 2005).
2. Keturunan
Orang-orang dengan riwayat keluarga yang mempunyai penyakit tidak
menular lebih sering menderita penyakit yang sama. Menurut Nurkhalida riwayat
keluarga dekat yang mempunyai riwayat hipertensi akan meningkatkan risiko
hipertensi sebesar 4 kali lipat. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang memiliki
kemungkinan lebih besar mendapatkan penyakit tidak menular jika orang tuanya
penderita PTM (Nurkhalida,2003). Jika seorang dari orang tua menderita PTM,
maka dimungkinkan sepanjang hidup keturunannya mempunyai peluang 25%
terserang penyakit tersebut. Jika kedua orang tua mempunyai penyakit tidak
menular maka kemungkinan mendapatkan penyakit tersebut sebesar 60%
(Gunawan-Lany,2005).
3. Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya penyakit tidak menular
tertentu, yang banyak dicetuskan oleh hipertensi dimana wanita lebih banyak
menderita hipertensi dibandingkan pria. Pria dan wanita menapouse berpengaruh
terhadap terjadinya hipertensi (Bustan, 2007).
4. Obesitas
Obesitas sangat erat kaitannya dengan pola makan yang tidak seimbang. Di
mana seseorang lebih banyak mengkonsumsi lemak dan protein tanpa
memperhatikan serat. Kelebihan berat badan meningkatkan risiko terjadinya
penyakit kardiovaskular karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin
banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan
tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi
meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri (Khomsan-
Ali,2003). Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan
kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan
natrium dan air (Hull-Alison,1996).
Penelitian Alison Hull menunjukkan adanya hubungan antara berat badan
dan hipertensi, bila berat badan meningkat diatas berat badan ideal maka risiko
hipertensi juga meningkat. Penyelidikan epidemiologi juga membuktikan bahwa
obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi(Hull-Alison,1996).
Pada penyelidikan dibuktikan bahwa curah jantung dan volume darah sirkulasi
pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita
yang mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang setara
(Suryono,2001). Obesitas mempunyai korelasi positif dengan hipertensi. Anak-
anak remaja yang mengalami kegemukan cenderung mengalami hipertensi. Ada
dugaan bahwa meningkatnya berat badan normal relatif sebesar 10 %
mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg. Pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih (Jan,2000).
5. Olahraga atau Aktifitas Fisik
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular,
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga
menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat
karena adanya kondisi tertentu (Slamet Suryono,2001). Olahraga juga dikaitkan
dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga
bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Orang yang tidak aktif juga
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot
jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan
sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada
arteri (Sheps,2005).
6. Kebiasaan Merokok
Selain dari lamanya merokok, risiko akibat merokok terbesar tergantung pada
jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari
menjadi 2 kali lebih rentan dari pada mereka yang tidak merokok (Bustan, 2007).
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui
rokok, masuk kedalam aliran darah dan merusak lapisan endotel pembuluh darah
arteri, mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi (Bustan, 2007).
7. Konsumsi Garam
Garam atau unsur natrium merupakan salah satu bahan pangan yang harus
dikurangi seseorang jika ingin terhindar dari hipertensi (darah tinggi). Kendati
masyarakat paham akan hal itu, konsumsi garam di masyarakat Indonesia masih
terbilang tinggi. Perhimpunan Hipertensi Indonesia mencatat, konsumsi garam
rata-rata orang Indonesia tiga kali lebih besar dari anjuran badan kesehatan dunia
(WHO,2004) yang maksimal 5 gram atau satu sendok teh seharian. Garam
merupakan faktor penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak
pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal.
Asupan garam kurang dari 3 gram/hari prevalensi hipertensinya rendah,
sedangkan asupan garam antara 5-15 gram/hari prevalensi hipertensi meningkat
menjadi 15-20% (Anggraini, 2008).
8. Stres
Stres adalah salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi. Berbagai cara
seperti duduk berdiam diri, membaca, berkebun, meditasi, yoga, hipnotis, dan
melakukan hobi, dapat menjadi alternatif untuk menciptakan keadaan relaks.
Menurut Sarafindo yang dikutip oleh Bart Smet, stres adalah suatu kondisi
disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan
persepsi jarak antara tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber
daya sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Stres adalah yang kita
rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tak mudah diatasi atau melebihi
daya dan kemampuan kita untuk mengatasinya dengan efektif. Namun harus
dipahami bahwa stres bukanlah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar itu.
Stres adalah respon kita terhadap pengaruh-pengaruh dari luar itu (Wahyudi,
2008).
Sudah lama diketahui bahwa stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan,
murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang
kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut
lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres
berlangsung cukup lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian
sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul
berupa hipertensi atau penyakit maag. Stress juga memiliki hubungan dengan
hipertensi. Hal ini diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan
darah secara intermiten. Apabila stress berlangsung lama dapat mengakibatkan
peninggian tekanan darah yang menetap (Slamet Suryono,2001). Stres dapat
meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stres sudah hilang
tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa yang mendadak yang menyebabkan
stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress berkelanjutan yang
dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan (Nurkhalida,2003).
1.5 Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial atau
hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai
penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab
hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi
sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat
disembuhkan secara potensial (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
2006).
Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang
dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal,
Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup ± 90% dari kasus
hipertensi. Pada umumnya hipertensi esensial tidak disebabkan oleh faktor
tunggal, melainkan karena berbagai faktor yang saling berkaitan. Salah
satu faktor yang paling mungkin berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi
esensial adalah faktor genetik karena hipertensi sering turun temurun
dalam suatu keluarga. (Price, 2005).
Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder. Prevalensinya hanya sekitar 5-8 % dari seluruh
penderita hipertensi. Hipertensi ini dapat disebabkan oleh penyakit ginjal
(hipertensi renal), penyakit endokrin (hipertensi endokrin), obat, dan lain-
lain.
Hipertensi renal dapat berupa:
a. Hipertensi renovaskular, adalah hipertensi akibat lesi pada
arteri ginjal sehingga menyebabkan hipoperfusi ginjal.
b. Hipertensi akibat lesi pada parenkim ginjal menimbulkan
gangguan fungsi ginjal.
Hipertensi endokrin terjadi misalnya akibat kelainan korteks adrenal,
tumor di medulla adrenal, akromegali, hipotiroidisme, hipertiroidisme,
hiperparatiroidisme, dan lain-lain.
Penyakit lain yang dapat menimbulkan hipertensi adalah koarktasio
aorta, kelainan neurogik, stres akut, polisitemia, dan lain-lain.
1.6 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor di hantarkan dalam bentuk implus yang bergerak ke bawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan melepaskannya norepinefrin mengakibatkan
kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak di
ketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Brunner & Suddart, 2001)
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagi respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal memsekresi
epineprin, yang menyebabkan vasokontriksi. Konteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokontriktor pembuluh
darah. Vasokontriktor merangsang pembentukkan angiostensin I yang kemudian di
ubah menjadi angiostensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, meyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan hipertensi. (Brunner
& Suddarth, 2001)
1.7 Manifestasi klinis
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala
sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan
vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada
ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam
hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin].
Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan
iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu
sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma,2000 ).
Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis
timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :Nyeri kepala saat
terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan
darah intrakranial,Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat
hipertensi,Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf
pusat,Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus,Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler.
Menurut Sylvia Anderson (2005) gejala hipertensi sebagai berikut:
a. Sakit kepala bagian belakang dan kaku kuduk.
b. Sulit tidur dan gelisah atau cemas dan kepala pusing.
c. Dada berdebar-debar.
d. Lemas, sesak nafas, berkeringat, dan pusing.
Gejala hipertensi yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis,
marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-
kunang, dan pusing (Mansjoer, 2001).
1.8 Pengobatan
Pengobatan farmako.
1) Diuretik thiazide biasaanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk
mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air,
yang akan mengurangi volume cairan diseluruh tubuh sehingga
menurutnkan tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan pelebaran
pembuluh darah. Diuretik menyebabkan hilangnya kalium melalui air,
sehingga harus diberikan tambahan kalium atau obat penahan kalium.
2) Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa-
blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang mengambat efek
system saraf simpatis. System saraf simpatis adalah system saraf yang
dengan segera akan memberikan respon terhadap stres, dengan cara
meningkatkan tekanan darah.
3) Angiotensin Conferting Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor) menyebabkan
penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
4) Angiotensin II Blocker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan
suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor.
5) Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan
mekanisme yang benar-benar berbeda.
6) Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Obat dari
golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat anti
hipertensi lainnya.
7) Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat yang
menurunkan tekanan darah tinggi dengan segara. Beberapa obat bisa
menurutnkan tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar diberikan
secara intravena:
a. Diazoxide
b. Nitroprusside
c. Nitroglycerin
d. Labetalol
Nifedipine merupakan kalsium antagonis dengan kerja yang sangat cepat
dan bisa diberikan per-oral, tetapi obat ini bisa menyebabkan hipotensi,
sehingg pemberiannya harus diawasi secara ketat.
Pengobatan Non-farmako
Hipertensi esensial tidak dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan
untuk mencegah terjadinya komplikasi. Langkah awal biasanya adalah
merubah gaya hidup penderita (Lim. 2009):
a. Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan
untuk menurutnkan berat badannya sampai batas ideal.
b. Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari
2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai
dengan asupan kalsium, magnesium dan kalium yang cukup) dan
mengurangi alkohol.
c. Olah raga teratur yang tidak terlalu berat. Penderita hipertensi esensial
tidak perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali.
Selain meningkatkanya perasaan sehat dan kemampuan untuk mengatasi
stress, keuntungan senam yang teratur adalah meningkatnya kadar HDL-
C, menurunnya kadar LDL_C, menurunnya tekanan darah, berkurangnya
obesitas, berkurangnya frekuensi denyut jantung saat istirahat dan
konsumsi oksigen miokardium (MVO2), dan menurunnya resistensi insulin
(Sylvia Price, 2005).
d. Berhenti merokok karena merokok dapat merusak jantung dan sirkulasi
darah dan meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
2. TEKHNIK RELAKSASI
Relaksasi merupakan salah satu cara untuk mengistirahatkan fungsi fisik dan
mental sehingga menjadi rileks (Suryani,2000).
Relaksasi adalah suatu jenis terapi untuk penanganan kegiatan mental dan
menjauhkan tubuh dan pikiran dari rangsangan luar untuk mempersiapkan
tercapainya hubungan yang lebih dalam dengan pencipta, yang dapat dicapai
dengan metode hypnosis, meditasi yoga, dan bentuk latihan-latihan yang ada
hubungannya dengan penjajakan pikiran ( Albert GO Sumapouw, 2003 )
Di dalam sistem saraf manusia terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf
otonom. Sistem saraf pusat berfungsi mengendalikan gerakan-gerakan yang
dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari. Sistem saraf
otonom berfungsi mengendalikan gerakan-gerakan yang otomatis, misalnya
fungsi digestif, proses kardiovaskuler dan gairah seksual. Sistem saraf otonom ini
terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatetis dan sistem saraf
parasimpatetis yang kerjanya saling berlawanan. Jika sistem saraf simpatetis
meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh, memacu
meningkatnya denyut jantung dan pernafasan, serta menimbulkan penyempitan
pembuluh darah tepi (peripheral) dan pembesaran pembuluh darah pusat, maka
sebaliknya sistem saraf parasimpatetis menstimulasi turunnya semua fungsi yang
dinaikkan oleh sistem saraf simpatetis dan menaikkan semua fungsi yang
diturunkan oleh sistem saraf simpatetis (Utami, 2002).
Pada saat individu mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja
adalah sistem saraf simpatetis, sedangkan saat rileks yang bekerja adalah sistem
saraf para simpatetis. Jadi relaksasi dapat menekan rasa tegang dan cemas
dengan cara resiprok, sehingga timbul counter conditioning dan penghilangan
(Prawitasari, 1988).
Teknik relaksasi berasal dari berbagai benua dan kebudayaan yang ada
sejak beberapa ribuan tahun yang lalu, seperti teknik pernafasan diafragma,
yoga, meditasi, terapi massase (pemijatan) yang dapat merileksasikan pikiran
dan organ – organ dalam tubuh (National safety council, 2003)
Tujuan pokok teknik relaksasi adalah untuk menahan terbentuknya respon
stres, terutama dalam sistem saraf dan hormon. Pada akhirnya, teknik relaksasi
dapat membantu mencegah atau meminimalkan gejala fisik akibat stres ketika
tubuh bekerja berlebihan dalam menyelesaikan masalah sehari-hari. (National
safety council, 2003)
Manfaat terapi relaksasi
Ada beberapa manfaat dari penggunaan teknik relaksasi. Burn (dikutip oleh
Beech dkk, 1982) melaporkan beberapa keuntungan yang diperoleh dari latihan
relaksasi, antara lain:
Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang
berlebihan karena adanya stress.
Masalah-masalah yang berhubungan dengan stress seperti hipertensi,
sakit kepala, insomnia dapat dikurangi atau diobati dengan relaksasi.
Mengurangi tingkat kecemasan.
Mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stress
dan mengontrol anticipatory anxiety sebelum situasi yang menimbulkan
kecemasan, seperti pada pertemuan penting, wawancara atau
sebagainya.
Meningkatkan penampilan kerja, sosial, dan penampilan fisik.
Kelelahan, aktivitas mental dan atau latihan fisik yang tertunda dapat
diatasi dengan menggunakan ketrampilan relaksasi.
Kesadaran diri tentang keadaan fisiologis seseorang dapat meningkat
sebagai hasil dari relaksasi, sehingga memungkinkan individu untuk
menggunakan ketrampilan relaksasi untuk timbulnya rangsangan fisiologis.
Relaksasi merupakan bantuan untuk menyembuhkan penyakit tertentu
dalam operasi, seperti pada persalinan yang alami, relaksasi tidak hanya
mengurangi kecemasan tetapi juga memudahkan pergerakan bayi melalui
cervix.
Konsekuensi fisiologis yang penting dari relaksasi adalah bahwa tingkat
harga diri dan keyakinan diri individu meningkat sebagai hasil kontrol yang
meningkat terhadap reaksi stress.
Meningkatkan hubungan antar personal.
Jenis Teknik Relaksasi
Ada bermacam-macam teknik relaksasi. Penelitian ini secara khusus akan
menitik beratkan pada relaksasi otot. Relaksasi otot bertujuan untuk mengurangi
ketegangan dan kecemasan dengan cara melemaskan otot-otot badan.
Termasuk dalam relaksasi otot adalah:
1. Relaxation via tension-Relaxation. Metode ini digunakan agar individu
dapat merasakan perbedaan antara saat-saat otot tubuhnya tegang dan
saat otot dalam keadaan lemas. Selain itu individu dilatih untuk
melemaskan otot-otot yang tegang tersebut sehingga dapat mencapai
keadaan rileks. Otot yang dilatih adalah otot lengan, tangan, biceps, bahu,
leher, wajah, perut, dan kaki.
2. Relaxation via Letting Go. Metode ini biasanya merupakan tahap
berikutnya dari pelatihan Relaxation via Tension-Relaxation yaitu latihan
untuk lebih memperdalam dan menyadari relaksasi. Pada metode ini
diharapkan individu dapat lebih peka terhadap ketegangan dan lebih ahli
dalam mengurangi ketegangan.
3. Differential Relaxation. Relaksasi diferensial merupakan salah satu
penerapan ketrampilan relaksasi progresif. Dalam pelatihan relaksasi
diferensial ini individu tidak hanya menyadari kelompok otot yang
diperlukan untuk melakukan aktivitas tertentu saja tetapi juga
mengidentifikasi dan lebih menyadari lagi otot-otot yang tidak perlu untuk
melakukan aktivitas tersebut.
Lichstein (1988), mengemukakan jenis-jenis teknik relaksai antara lain:
1. Autogenic Training yaitu suatu prosedur relaksasi dengan membayangkan
(imagery) sensasi-sensasi yang meyenagkan pada bagian-bagian tubuh
seperti kepala, dada, lengan, punggung, ibu jari kaki atau tangan, pantan,
pergelangan tangan. Sensasi-sensasi yang dibayangkan itu sepert rasa
hangat, lemas atau rileks pada bagian tubuh tertentu, juga rasa lega karena
nafas yang dalam dan pelan. Sensasi yang dirasakan ini diiringi dengan
imajinasi yang meyenangkan misalnya tentang pemandangan yang indah,
danau, yang tenang dan sebagainya.
2. Progressive Training adalah prosedur teknik relaksasi dengan melatih otot-
otot yang tegang agar lebih rileks, terasa lebih lemas dan tidak kaku. Efek
yang diharapkan adalah proses neurologis akan berjalan dengan lebih baik.
Karena ada beberapa pendapat yang melihat hubungan tegangan otot
dengan kecemasan, maka dengan mengendurkan otot-otot yang tegang
diharapkan tegangan emosi menurun dan demikian sebaliknya.
3. Meditation adalah prosedur klasik relaksasi dengan melatih konsentrasi atau
perhatian pada stimulus yang monoton dan berulang (memusatkan pikiran
pada kata/frase tertentu sebagai focus perhatiannya ), biasanya dilakukan
dengan menutup mata sambil duduk, mengambil posisi yang pasif dan
berkonsentrasi dengan pernafasan yang teratur dan dalam. Ketenangan diri
dan perasaan dalam kesunyian yang tercipta pada waktu meditasi harus
menyisakan suatu kesadaran diri ynag tetap terjaga, meskipun nampaknya
orang yang melakukan meditasi sedang berdiam diri/terlihat pasif dan tidak
bereaksi terhadap lingkungannya.Selain ketiga jenis di atas relaksasi juga
dapat menggunakan media aroma, suara, cita rasa makanan, minuman,
keindahan panorama alam dan air. Semua itu merupakan teknik relaksasi
fisik/tubuh.
3. SENAM TERA
Senam Tera Indonesia merupakan latihan fisik dan mental, memadukan
gerakan bagian-bagian tubuh dengan teknik dan irama pernapasan melalui
pemusatan pemikiran yang dilaksanakan secara teratur, serasi, benar dan
berkesinambungan. Senam ini bersumber dari senam pernapasan Tai Chi yaitu
senam yang mepunyai dasar olah pernapasan yang dipadukan seni bela diri,
yang di Indonesia dikombinasikan dengan gerak peregangan dan persendian
jadilah sebagai olah raga kesehatan. "Tera" berasal dari kata "terapi" yang
mempunyai arti penyembuhan/pengobatan.
Secara umum Senam Tera Indonesia akan meningkatkan derajat kesehatan
jasmani dan rohani tubuh manusia.
Secara khusus / jasmani bertujuan memperbaiki dan meningkatkan kondisi
dan fungsi : jantung dan peredaran darah ; sistem pernafasan, sistem susunan
syaraf, pencernakan makanan, kelenjar endokrin, kekuatan dan daya tahan otot,
kelenturan otot dan sendi, keseimbangan dan koordinasi dan proses
metabolisme.
Secara rohani : memelihara kestabilan penguasan diri, mengurangi dan
menghilangkan stress/ketegangan mengurangi/menghilangkan ketergantungan
obat, melatih konsentrasi, meningkat kepekaan, memupuk rasa kebersamaan
dan kekeluargaan.
Bagian dari senam Tera
Senam Tera Indonesia terdiri dari :
a. Gerakan Peregangan : 17 gerakan
b. Gerakan Persendian : 25 gerakan
c. Gerakan Pernapasan : 20 gerakan
1. Gerakan pereganggan
Gerakan Peregangan terdiri dari 17 gerakan, diawali dengan pemanasan
(lari di tempat) dan di akhiri pelemasan. Pemanasan sebagai penyesuaian
kondisi tubuh sebelum melakukan kegiatan latihan senam inti. Peregangan
bertujuan untuk meningkatkan kegiatan metabolisme, meningkatkan denyut
jantung secara bertahap sehingga jantung lebih siap menerima beban
latihan serta meningkatkan aliran darah ke otot-otot, meningkatkan suhu otot
secara bertahap untuk mencegah terjadinya cedera. Gerak Peregangan ini
kalau kita lakukan akan memakan waktu antara 4 – 5 menit
2. Gerakan persendian
Gerakan dari Senam persendian ini terdiri dari 25 macam gerakan
yang mempunyai nilai aerobik yang cukup tinggi yang sangat bermanfaat
bagi kesehatan mental atau semangat kerja.
3. Gerakkan pernafasan
Senam Pernafasan adalah inti dari Senam Tera Indonesia yaitu
gabungan gerakan tubuh, pernafasan dan konsentrasi yang dilakukan
secara berkesinambungan tidak terputus antara satu gerakan dengan
gerakan berikutnya, secara benar dan mengikuti aba-aba musik pengiring,
dilakukan dengan konsentrasi pada gerakan dan imajinasi sesuai gerakan
yang kita mainkan.
BAB III
KERANGKA KONSEP dan HIPOTESA
1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini menggambarkan yang akan diteliti adalah
pengaruh Terapi Relaksasi Senam Tera Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
Penderita Hipertensi di Kelurahan Bareng Kota Malang.
Gambar 3.1 kerangka konsep
2. Hipotesis
Sesuai dengan judul penelitian yang diambil yaitu Pengaruh terapi relaksasi
senam tera terhadap perubahan status mental penderita skizofrenia di RS A. Maka
hipotesa penelitian ini adalah :
Ada pengaruh Terapi Relaksasi Senam Tera Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Pada Penderita Hipertensi di Kelurahan Bareng Kota Malang.
HIPERTENSI
Pengobatan Dengan terapi Non Farmakologi : teknik
relaksasi Senam Tera
Pengobatan Farmakologi :
Diuretik ACE inhibitor Andregenik Blocker
Etiologi : Usia Genetik Obesitas Konsumsi garam
berlebihan Olah raga Merokok stres
Penurunan Tekanan Darah
Variabel Yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti