Post on 06-Dec-2015
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN CEDERA KEPALA
A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan
kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan
sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)
B. ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas
2 Kecelakaan kerja
3. Trauma pada olah raga
4. Kejatuhan benda
5. Luka tembak
C. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah cedera kepala. Ada
beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam
berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan
1. Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala
tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus
disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera
termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
1. Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara
umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala
a.Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia
retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma
b.Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c.Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat
mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.
Skala Koma Glasgow
No RESPON NILAI
1 Membuka Mata :
-Spontan
-Terhadap rangsangan suara
-Terhadap nyeri
-Tidak ada
4
3
2
1
2 Verbal :
-Orientasi baik
-Orientasi terganggu
5
4
3
-Kata-kata tidak jelas
-Suara tidak jelas
-Tidak ada respon
2
1
3 Motorik :
– Mampu bergerak
-Melokalisasi nyeri
-Fleksi menarik
-Fleksi abnormal
-Ekstensi
-Tidak ada respon
6
5
4
3
2
1
Total 3-15
3. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
a.Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula
terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis
frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan
pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
-Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
-Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
-Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
-Parese nervus facialis ( N VII )
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya
memeerlukan tindakan pembedahan.
b.Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
-Perdarahan Epidural
-Perdarahan Subdural
-Kontusio (perdarahan intra cerebral)
Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun keadaan klinis neurologis
penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma,
maka cedera otak difus dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).
1) Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon temporal atau
temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan
kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan
kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif
berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial.
Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan
menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri
perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung
2)Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30 % dari cedera kepala berat).
Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus
venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak.
Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih
berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.
3)Kontusio dan perdarahan intracerebral
Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian otak,
termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam
mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral. Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist
lebih lanjut
4)Cedera Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk
yang lebih sering terjadi pada cedera kepala.
Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu, namun terjadi disfungsi neurologist
yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan sering kali tidak
diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia
retrograd, amnesia integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera klasik
adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan
amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya
berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik penderita ini akan sadar kembali dalam
waktu kurang dari 6 jam. Banyak penderita dengan komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist,
namun pada beberapa penderita dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu misalnya :
kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta gejala lainnya. Gejala-gejala ini dikenal sebagai
sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat. Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana
penderita mengalami coma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau
serangan iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu,
penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat
berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi,
hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer.
D.PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA
E.MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala.
1.Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat dengan penggunaan
GCS ( Glascow Coma Scale)
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah;
papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.
F.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Pemeriksaan laboratorium
2.X-Ray, foto tengkorak 3 posisi
3.CT scan
4.Foto cervical bila ada tanda-tanda fraktur cervica
G.KOMPLIKASI
a.Perdarahan intra cranial
-Epidural
-Subdural
-Sub arachnoid
-Intraventrikuler
Malformasi faskuler
-Fstula karotiko-kavernosa
-Fistula cairan cerebrospinal
-Epilepsi
-Parese saraf cranial
-Meningitis atau abses otak
-Sinrom pasca trauma
b.Tindakan :
-infeksi
-Perdarahan ulang
-Edema cerebri
-Pembengkakan otak
H.PENATALAKSANAAN
1.Tindakan terhadap peningkatan TIK
a.Pemantauan TIK dengan ketat.
b.Oksigenasi adekuat
c.Pemberian manitol
d.Penggunaan steroid
e.Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala
f.Bedah neuro
1.Tindakan pendukung lain
a.Dukung ventilasi
b.Pencegahan kejang
c.Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
d.Terapi antikonvulsan
e.CPZ untuk menenangkan pasien
f.NGT
J.DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :
1.Nyeri akut b. d agen injuri fisik
2.Resiko infeksi b.d trauma, tindakan invasife, immunosupresif, kerusakan jaringan
3.Ketidak seimbangan nutrisi kurang kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan pemasukan makanan atau mencerna
makanan dan atau mengabsorbsi zat-zat gizi karena faktor biologis.
4.PK : Peningkatan TIK
5.Perfusi cerebral tidak efektif b/d Penekanan pembuluh darah & jaringan cerebral
6.Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi,
keterbatasan kognitif
7.Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya
RENPRA TRAUMA KEPALA
N
o
Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Nyeri akut b/d agen injuri fisik
Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jamtingkat kenyamanan klien meningkat, nyeri terkontrol dg KH:
-Klien
melaporkan nyeri
berkurang dg
scala nyeri 2-3
Manajemen nyeri :
-Kaji nyeri secara
komprehensif
( lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor
presipitasi )
-Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidak nyamanan.
-Ekspresi wajah
tenang
-klien dapat
istirahat dan tidur
-v/s dbn
-Gunakan teknik
komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui
pengalaman nyeri
klien sebelumnya.
-Kontrol faktor
lingkungan yang
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan.
-Kurangi faktor
presipitasi nyeri.
-Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
-Ajarkan teknik non
farmakologis
(relaksasi, distraksi
dll) untuk mengetasi
nyeri..
-Kolaborasi untuk
pemberian analgetik
-Evaluasi tindakan
pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
-Kolaborasi dengan
dokter bila ada
komplain tentang
pemberian analgetik
tidak berhasil.
Administrasi
analgetik :.
-Cek program
pemberian analgetik;
jenis, dosis, dan
frekuensi.
-Cek riwayat alergi.
-Tentukan analgetik
pilihan, rute
pemberian dan dosis
optimal.
-Monitor TV
-Berikan analgetik
tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
-Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda
gejala dan efek
samping.
2 Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive, adanya luka
Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jaminfeksi terdeteksi dg
Konrol infeksi :
-Bersihkan
lingkungan setelah
KH:
-Tdk ada tanda-
tanda infeksi
-AL normal
-Suhu normal
( 36-37 c )
dipakai pasien lain.
-Batasi pengunjung
bila perlu.
-Intruksikan kepada
pengunjung untuk
mencuci tangan saat
berkunjung dan
sesudahnya.
-Gunakan sabun anti
miroba untuk
mencuci tangan.
-Lakukan cuci tangan
sebelum dan sesudah
tindakan
keperawatan.
-Gunakan baju,
masker dan sarung
tangan sebagai alat
pelindung.
-Pertahankan
lingkungan yang
aseptik selama
pemasangan alat.
-Lakukan perawatan
luka, dainage,
dresing infus dan dan
kateter setiap hari,
jika ada
-Tingkatkan intake
nutrisi dan cairan
-Berikan antibiotik
sesuai program.
Proteksi terhadap
infeksi
-Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal.
-Monitor hitung
granulosit dan WBC.
-Monitor kerentanan
terhadap infeksi.
-Pertahankan teknik
aseptik untuk setiap
tindakan.
-Inspeksi kulit dan
mebran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase.
-Inspeksi kondisi
luka, insisi bedah.
-Ambil kultur, dan
laporkan bila hasil
positip jika perlu
-Dorong masukan
nutrisi dan cairan
yang adekuat.
-Anjurkan istirahat
yang cukup.
-Anjurkan dan
ajarkan mobilitas dan
latihan.
-Instruksikan klien
untuk minum
antibiotik sesuai
program.
-Ajarkan
keluarga/klien
tentang tanda dan
gejala infeksi.
-Laporkan
kecurigaan infeksi.
3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekuat k/ faktor biologis
Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:
-BB stabil,
-Nilai
laboratorium
terkait normal,
Manajemen Nutrisi
-Kaji adanya alergi
makanan.
-Kaji makanan yang
disukai oleh klien.
-Kolaborasi team gizi
untuk penyediaan
nutrisi terpilih sesuai
dengan kebutuhan
-Tingkat energi
adekuat
-Masukan nutrisi
adekuat
klien.
-Anjurkan klien
untuk meningkatkan
asupan nutrisinya.
-Yakinkan diet yang
dikonsumsi
mengandung cukup
serat untuk mencegah
konstipasi.
-Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori.
-Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi.
Monitor Nutrisi
-Monitor BB jika
memungkinkan
-Monitor respon
klien terhadap situasi
yang mengharuskan
klien makan.
-Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
bersamaan dengan
waktu klien makan.
-Monitor adanya
mual muntah.
-Monitor adanya
gangguan dalam
input makanan
misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
-Monitor intake
nutrisi dan kalori.
-Monitor kadar
energi, kelemahan
dan kelelahan.
4 PK: Peningkatan TIK
Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam perawat akan mengatasi dan mengurangi episode dari peningkatan TIK
-Pantau tanda gejala peningkatan TIK ( kaji GCS, TV, respon pupil,, muntah, sakit kepala, letargi, gelisah, nafas keras, gerakan tak bertujuan, perubahan mental)
-Atur posisi tidur
klien dengan tempat
tidur bagian kepala
lebuh tinggi (30-40
derajat) kecuali
dikontraindikasikan.
-Hindari massage,
fleksi / rotasi leher
berlebihan, stimulasi
anal dengan jari,
mengejan, perubahan
posisi yang cepat
-Ajarkan klien untuk
ekspirasi selama
perubahan posisi.
-Berikan lingkungan
yang tenang dan
tingkatkan istirahat
-Pantau V/S
-Pantau AGD
-Kolaborasi dengan
dokter untuk
terapinya
-Pantau status hidrasi
5 Perfusi cerebral tidak efektif b/d Penekanan pembuluh darah & jaringan cerebral
Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien menunjukan status cirkulasi dan tissue perfustion cerebral membaik dengan KH:
-TD dalam
rentang normal
(120/80 mmHg)
Monitoring tekanan intrakranium:
-Monitor tekanan
perfusi serebral
-Monitor balance
cairan
-Catat respon pasien
terhadap stimulasi
-Berikan informasi
kepada keluarga
-Tidak ada tanda
peningkatan TIK
-Klien mampu
bicara dengan
jelas,
menunjukkan
konsentrasi,
perhatian dan
orientasi baik
-Fungsi sensori
motorik cranial
utuh : kesadaran
membaik (GCS
15, tidak ada
gerakan
involunter)
-Monitor respon
neurology terhadap
aktivitas
-Monitor drainase
jika perlu
-Posisikan pasien
kepala lebih tinggi
dari badan (30-40
derajat)
-Minimalkan
stimulasi dari luar.
-Monitor v/s
-Monitor tanda-tanda
TIK
-Monitor adanya
parese
-Batasi gerakan leher
dan kepala
-Monitor adanya
tromboplebitis
-Diskusikan
mengenahi
perubahan sensasi.
6 Kurang pengetahuan
Setelah dilakukan askep …. Jam
Pendidikan kesehatan : proses
tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi, keterbatan kognitif
pengetahuan klien meningkat dg KH:
-Klien dapat
mengungkapkan
kembali yg
dijelaskan.
-Klien kooperatif
saat dilakukan
tindakan
penyakit
-Kaji pengetahuan
klien.
-Jelaskan proses
terjadinya penyakit,
tanda gejala serta
komplikasi yang
mungkin terjadi
-Berikan informasi
pada keluarga
tentang
perkembangan klien.
-Berikan informasi
pada klien dan
keluarga tentang
tindakan yang akan
dilakukan.
-Diskusikan pilihan
terapi
-Berikan penjelasan
tentang pentingnya
tirah baring
-Jelaskan komplikasi
kronik yang mungkin
akan muncul bila
klien tidak patuh
7 Sindrom defisit Setelah dilakukan Bantuan perawatan
self care b/d kelemahan, penyakitnya
askep … jam klien dan keluarga dapat merawat diri : dengan kritria :
-kebutuhan klien
sehari-hari
terpenuhi
(makan,
berpakaian,
toileting, berhias,
hygiene, oral
higiene)
-klien bersih dan
tidak bau.
diri
-Monitor
kemampuan pasien
terhadap perawatan
diri yang mandiri
-Monitor kebutuhan
akan personal
hygiene, berpakaian,
toileting dan makan,
berhias
-Beri bantuan sampai
klien mempunyai
kemapuan untuk
merawat diri
-Bantu klien dalam
memenuhi
kebutuhannya sehari-
hari.
-Anjurkan klien
untuk melakukan
aktivitas sehari-hari
sesuai
kemampuannya
-Pertahankan
aktivitas perawatan
diri secara rutin
-Dorong untuk
melakukan secara
mandiri tapi beri
bantuan ketika klien
tidak mampu
melakukannya.
-Berikan
reinforcement positif
atas usaha yang
dilakukan.