Post on 27-Jun-2015
Hal 1 dari 19
Strategic Asset Management: Kontribusi Pengelolaan Aset Negara
dalam Mewujudkan APBN yang Efektif dan Optimal
Oleh : Hadiyanto, Direktur Jenderal Kekayaan Negara
Sejak reformasi keuangan Negara bergulir pada awal tahun 2003, Pemerintah
Pusat telah membangun komitmen yang kuat untuk memenuhi prinsip-prinsip tata
kelola kepemerintahan yang baik (good governance) melalui pengelolaan keuangan
yang sehat dan modern (sound and modern)1. Lingkup perubahan yang terjadi sangat
mendasar dan bersifat menyeluruh, termasuk di dalamnya adalah pengelolaan aset
Negara. International best practices memperlihatkan peran strategis pengelolaan aset
negara sebagai salah satu indikator penting pengendali anggaran negara dan upaya
perwujudan akuntabilitas tata kelola suatu keuangan negara. Adalah sebuah cita-
cita bagi Pemerintah Pusat untuk segera mewujudkan strategic asset management,
yaitu integrasi fungsi perencanaan, penganggaran, pengelolaan, dan
pertanggungjawaban aset negara yang mengendepankan prinsip “3 Tertib” dan
“The highest and best use of assets”.
Tulisan ini berusaha menggambarkan secara umum sebuah rationale atas
skenario perubahan tata kelola aset negara, terhitung sejak berdirinya organisasi
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Beberapa hal penting yang akan
dideskripsikan antara lain gambaran singkat sejarah manajemen aset negara pada
Pemerintah Pusat, reformasi manajemen aset, roadmap strategic asset management,
desain peta strategi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), ukuran, dan
langkah-langkah strategis perubahan, serta tantangan ke depan.
Apakah Aset Negara?
1 Prinsip-prinsip tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) dalam hal ini khususnya keterbukaan dan transparansi (openness dan transparency), tanggung gugat (accountability), superemasi hukum (rule of law), profesionalisme dan kompetensi, daya tanggap (responsiveness), efisiensi dan efektivitas, dan kemitraan dengan dunia usaha swasta dan pemerintah (Disarikan dari 14 prinsip-prinsip tata kelola kepemerintah yang baik, Bappenas (2007).
Hal 2 dari 19
Terminologi “aset negara” dalam tulisan ini memiliki makna yang sama
dengan Barang Milik Negara2 sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah
Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, namun
memiliki makna yang lebih sempit dari “kekayaan negara3” dalam terminologi
hukum dan mengandung makna yang lebih luas dari “aset tetap4“ yang biasa
digunakan dalam terminologi akuntansi.
Penggunaan istilah “aset negara” dalam tulisan ini dimaksudkan untuk
mempermudah pengenalan konsep “strategic asset management” mengingat
subfungsi di dalam keuangan negara menggunakan peristilahan yang berbeda-beda
dari sistem penganggaran, sistem pengelolaan barang milik negara, dan sistem
akuntansi, sementara obyek asetnya adalah sama. Pertama, penganggaran
membaginya berdasarkan substansi peruntukan belanja, bukan jenis barang. Sebagai
ilustrasi, alokasi belanja untuk perolehan aset negara sekurang-kurangnya terdapat
pada alokasi “belanja modal”, “belanja barang”, “hibah”, dan “bantuan sosial”.
Alokasi lainnya yang masih dapat dimaknai sebagai alokasi untuk perolehan aset
negara adalah dana yang dibelanjakan untuk perolehan aset yang berasal dari dana
dekonsentrasi5, dana tugas pembantuan6, dan anggaran pembiayaan dan
perhitungan (BA APP)7.
Kedua, di dalam konteks manajemen aset, PP Nomor 6 tahun 2006
menggunakan istilah “Barang Milik Negara” (BMN), yaitu segala sesuatu barang
berwujud dan/atau tidak berwujud, sepanjang diperoleh dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau perolehan lain yang sah. Dengan
demikian, seluruh jenis alokasi anggaran yang menghasilkan aset, baik untuk
digunakan pihak Pemerintah, dikerjasamakan maupun untuk dipindahtangankan
kepada pihak lain, dikategorikan sebagai BMN.
2Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/APBD atau yang berasal dari
peroleh lainnya yang sah (Pasal 1 angka 1 dan 2, UU No. 1 Tahun 2004). 3 Kekayaan Negara dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu kekayaan yang dimiliki pemerintah (domein privat) dan kekayaan yang dikuasai negara (domein publik). Dalam landasan konstitusional kita mengacu pada Pasal 23 ayat 1 dan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 4 Aset Tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum (Sumber: PP Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan). 5 Dana dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang
mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah (Sumber: PP Nomor 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan). 6 Dana tugas pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan (Sumber: PP Nomor 7 tahun 2008). 7 Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan adalah dana APBN yang dialokasikan kepada Menteri Keuangan/Bendaraha
Umum Negara sebagai pengguna anggaran selain yang dialokasikan untuk Kementerian/Lembaga yang dalam pelaksanaannya dapat diserahkan kepada Kementerian/Lembaga/Pihak Lain sebagai Kuasa Pengguna Anggaran.
Hal 3 dari 19
Ketiga, di dalam konteks akuntansi dan pelaporan, BMN dikenal dengan
berbagai jenis akun akuntansi dan dapat berbentuk persediaan8, aset tetap, dan aset
lain-lain9. Dengan demikian, untuk mempermudah pemahaman pembaca dan
menampung 3 (tiga) sudut pandang yang berbeda, maka digunakan istilah “aset
negara” untuk menggambarkan barang milik negara atau aset yang diperoleh dari
berbagai jenis alokasi anggaran atau persediaan, aset tetap, atau aset lain-lain.
Sejarah Manajemen Aset : Potret pengelolaan aset “tempo doeloe”
Sejarah pengelolaan aset negara di Indonesia tidak dapat lepas dari konteks
peraturan perudang-undangan yang berlaku saat itu dan organisasi Pemerintah
Pusat selama lebih dari 4 (empat) dekade. Sejak berlangsungnya fungsi keuangan
dalam menjalankan roda pemerintahan, Pemerintah RI berpedoman pada aturan
lama peninggalan jaman kolonial, yaitu Undang-Undang Perbendaharaan/Indische
Comptabiliteitswet (ICW)10. Sampai dengan terbitnya 3 (tiga) paket Undang-Undang
bidang Keuangan Negara (2003-2004), praktik penatausahaan aset negara yang
berjalan sangat minim, seperti pencatatan secara terpisah antara arus uang dan arus
barang, belum menyajikan laporan posisi keuangan pemerintah (neraca), belum
menerapkan standar akuntasi pemerintahan, dan pencatatan dilakukan secara
manual.
Era Tahun 70-an s.d. Tahun 90-an adalah era menjamurnya kebijakan
pembangunan infrastruktur dimana fokus Pemerintah RI adalah membangun sarana
dan prasarana guna mendukung berlangsungnya roda pemerintahan saat itu.
Strategi “Trilogi Pembangunan”11 yang dikenal pada masa Orde Baru telah
memperlihatkan hasil pembangunan fisik sarana dan prasarana pemerintah dan
publik, seperti berdirinya batalyon s.d. komando daerah militer (Kodam), kantor-
kantor polisi, rumah-rumah tahanan, puskesmas-puskesmas, sekolah-sekolah
negeri, kantor agama, serta sarana prasarana kantor-kantor pemerintahan dan
fasilitas infrastruktur lainnya, seperti jalan, irigasi, dan jaringan.
8 Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan
operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. 9 Termasuk dalam kelompok aset lain-lain adalah aset tak berwujud, aset eks BPPN, aset barang sitaan, dan barang-barang rusak berat yang belum dihapuskan. 10 Undang-undang Perbendaharaan Indonesia/Indische Compabiliteitswet (staaatsblad Tahun 1925 Nomor 448) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan UU Nomor 9 tahun 1968). 11 Trilogi Pembangunan terdiri stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.
Hal 4 dari 19
Sayangnya, euforia tersebut terjadi pada masa dimana “transparansi dan
akuntabilitas” belum menjadi perhatian besar publik. Negara sibuk membangun,
namun belum memiliki pola pertanggungjawaban yang memadai. Hingga tahun
1990-an, Pemerintah hanya memiliki mekanisme Perhitungan Anggaran Negara
(PAN) yang merupakan satu-satunya alat pertanggungjawaban pelaksanaan
anggaran kepada DPR. Sebagai konsekuensi, seluruh aset yang dimiliki Pemerintah
pada masa itu belum mensyaratkan adanya pelaporan aset atau yang pada masa
tersebut dikenal sebagai inventaris kekayaan negara (IKN).
Pada awal tahun 1990-an, Pemerintah Pusat mulai memaknai pentingnya
akuntansi dan pelaporan pelaksanaan anggaran, tidak hanya dari aspek ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan (complience report), namun juga penyajian
laporan posisi keuangan (Neraca) dan laporan arus kas. Hal ini ditandai dengan
pembentukan organisasi Eselon I Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN)
yang mempunyai misi mewujudkan laporan keuangan Pemerintah Pusat.
Pendirian BAKUN telah mengenalkan adanya fungsi koordinator
penatausahaan inventaris kekayaan negara bagi seluruh kementerian/lembaga
dengan mekanisme penatausahaan yang masih sangat sederhana. Aset dikenal
dengan istilah “Inventaris Kekayaan Negara”/IKN, yang ditatausahakan oleh setiap
departemen melalui pencatatan IKN secara manual atau pembukuan tunggal 12
(single entry book keeping). Produk pertanggungjawaban yang dihasilkan berupa
Laporan Mutasi Barang Triwulan (LMBT) dan Laporan Tahunan (LT). Inilah satu-
satunya produk pertanggungjawaban penatausahaan aset saat itu, yang dikompilasi
dan dikoordinasikan oleh BAKUN.
Pada tahun 90-an terminologi yang dikenal adalah “Barang Milik/Kekayaan
Negara (BM/KN) yang menempatkan aset dalam lingkup yang lebih luas, yaitu
tidak terbatas pada barang-barang inventaris yang diperoleh dari sumber APBN,
namun/ juga kekayaan negara yang dikuasai oleh negara, seperti aset asing cina.
12 Pembukuan tunggal atau single entry book keeping adalah Sistem pembukuan yang sederhana dengan seluruh transaksi yang dicatat pada satu sisi, sehingga merupakan sistem pembukuan yang tidak terpadu. Pencatatan atas arus mutasi aset dilakukan secara terpisah dengan pencatatan arus keuangan, sehingga tidak dapat dibandingkan antara belanja yang telah dikeluarkan dengan aset diperoleh.
Hal 5 dari 19
Pada masa tersebut, Pemerintah (BAKUN) sedang dalam tahap membangun
sistem untuk menghasilkan Neraca (Sistem Akuntansi Pemerintah) . Saat itu telah
dirintis aplikasi BM/KN berupa Sistem Akuntansi Aset Tetap (SAAT). Sebagai
pionir, SAAT hanya sampai tahapan ujicoba dan belum sepenuhnya dapat
diterapkan pada Kementerian/Lembaga. Namun, SAAT merupakan sebuah
milestone penting bagi pengembangan aplikasi aset tetap selanjutnya, yaitu Sistem
Akuntansi Barang Milik Negara13 (SABMN). SABMN inilah yang kemudian menjadi
subsistem dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI)14 yang akhirnya mampu
menghasilkan neraca Pemerintah.Sementara itu, hal-hal terkait dengan perolehan
aset, pemanfaatan, dan penghapusan aset ditangani oleh Direkorat Pengelolaan
Kekayaan Negara pada Direkorat Jenderal Anggaran (Lihat Gambar 1 yang
menyajikan kronologi penatausahaan aset pada Pemerintah Pusat).
Gambar 1: Kronologi Penatausahaan Aset pada Pemerintah Pusat
13 Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN) adalah subsistem dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang merupakan serangkaian prosedur yang saling berhubungan untuk mengolah dokumen sumber dalam rangka menghasilkan informasi untuk penyusunan neraca dan laporan barang milik negara, serta laporan manajerial lainnya, sesuai ketentuan yang berlaku (Sumber: PMK No. 171/PMK.05/2007) 14
Sistem Akuntansi Instansi (SAI) adalah serangkaian prosedur manual maupun yang berkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga (Sumber: PMK No. 171/PMK.05/2007).
Hal 6 dari 19
Reformasi Manajemen Aset Negara
Lahirnya 3 (tiga) paket Undang-undang Bidang Keuangan Negara15 menjadi
lokomotif bagi perubahan paradigma manajemen aset negara. Pertama, Undang-
Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara merupakan payung
hukum tertinggi yang mengatur mengenai fungsi pengelolaan barang milik Negara
sebagai bagian dari lingkup perbendaharaan Negara. Hal ini bermakna bahwa di
dalam siklus keuangan Negara, yang bermula dari perencanaan, penganggaran,
perbendaharaan, dan pemeriksaan, maka subfungsi pengelolaan barang milik
Negara merupakan satu bagian yang saling mengait dengan subfungsi lainnya di
dalam fungsi perbendaharaan secara utuh.
Kedua, dengan lahirnya Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) yang diamanatkan oleh UU
No. 1 Tahun 2004, telah terjadi perubahan paradigma dari “penatausahaan barang
milik/kekayaan Negara” menjadi “pengelolaan barang milik Negara/daerah atau
BMN/D”16. Perubahan tersebut mencakup, antara lain:
a. Lingkup pengelolaan yang luas dimulai dari perencanaan kebutuhan dan
penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan
pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan,
dan pembinaan pengawasan dan pengendalian;
b. Para pejabat pengelolaan BMN/D dengan lebih mengenalkan peran baru
sebagai pengelola aset (asset manager) dalam rangka profesionalisme
pengelolaan BMN/D;
c. Pengintegrasian unsur manajerial dan pelaporan BMN/D di dalam laporan
keuangan sebagai bagian dari pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran
Negara/daerah.
15 Terdiri dari UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU nomor 15 tahun 2005 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. 16 PP No. 6 Tahun 2006 Pasal 3 ayat (2) telah mengatur bahwa lingkup pengelolaan barang milik Negara/Daerah mencakup
mulai dari perancanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan
pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, dan pembinaan pengawasan dan
pengendalian.
Hal 7 dari 19
Untuk dapat menjalankan business process pengelolaan BMN/D secara
memadai, PP No. 6 Tahun 2006 mengamanatkan terbitnya beberapa produk hukum
yang mengatur lebih lanjut aspek pengelolaan BMN/D, seperti (i) Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata cara Penggunaan, Pemanfaatan,
Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara, (ii) Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 97/PMK.06/2007 tentang Penggolongan dan Kodifikasi Barang
Milik Negara, (iii) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/2007 tentang
Penatausahaan Barang Milik Negara, dan (iv) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
02/PMK.06/2008 tentang Penilaian Barang Milik Negara.
Reformasi bidang hukum menimbulkan konsekuensi lebih lanjut di dalam
aspek organisasi dan ketatalaksanaan. Hingga tahun 2007, penataan ulang
organisasi secara menyeluruh di Departemen Keuangan telah berlangsung sebanyak
2 (dua) kali. Pertama, pada tahun 2004, terjadi peleburan dua unit Eselon II, yaitu
Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara (Dit.PKN)-Ditjen Anggaran dan Pusat
Akuntansi Barang Milik/Kekayaan Negara (Pusat Akbar)-BAKUN, menjadi satu
unit Eselon II baru, Direktorat Pengelolaan BMKN (Direktorat PBMKN) pada
Direktorat Jenderal Perbendaharaan17. Direktorat inilah yang menjadi cikal bakal
pengembangan organisasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang saat ini
melaksanakan peran selaku Pengelola Barang (asset manager).
Kedua, lahirnya unit eselon I baru, yaitu Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
atau DJKN, yang merupakan peleburan antara Direktorat Jenderal Piutang dan
Lelang Negara (DJPLN), Direktorat Pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara-
Ditjen Perbendaharaan, dan Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara pada Kanwil
Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Perubahan ini ditandai dengan terbitnya
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.01/2006, dan selanjutnya
disempurnakan menjadi Peraturan Menteri Keuangan No. 131/PMK.01/2006.
Skenario perubahan dilakukan dengan pendekatan fungsi. Merger antara eks
DJPLN dan eks Direktorat PBMKN bukan sekedar penyatuan SDM dua unit. Secara
substansi, kedua fungsi tersebut berubah komposisi, baik yang sifatnya penajaman
fungsi yang ada (penatausahaan KN), perampingan domain pengelolaan (piutang
Negara dan lelang), maupun fungsi baru (perencanaan, pemanfaatan, pengawasan,
penilaian, dll). Lihat Gambar 2 Transformasi fungsi pengelolaan kekayaan Negara.
17 Berdasarkan KMK No.302/KMK.01/2004 tentang Organisasi dan Tata Laksana Departemen Keuangan.
Hal 8 dari 19
Gambar 2: Transformasi Fungsi Pengelolaan Kekayaan Negara pada Dua Tahapan Reorganisasi
Sekretariat Ditjen
Dit. BMN I
Dit. Lelang
Dit. Piutang Negara
Ditl Kekayaan Negara Lainnya
Dit. BMN II
Dit. Penilaian KN (1)
Dit. Hukum & Informasi
Subdit. Dabantek
Subdit BMN I
Subdit Penatausahaan & Pelap.
Investasi Pemerintah
Subdit Pengelolaan & Pelaporan
BMN
Dit. Pengelolaan BMKN, DJPBN
Subdit. BMN II
Subdit BMN III
Sekretariat Ditjen
Dit. Piutang Neg. Perbankan
Dit. Informasi dan Hukum
Ditjen Piutang dan Lelang Negara
Dit. Piutang Neg.Non Perbankan
Dit. Lelang Negara
Ditjen Kekayaan Negara
Bidang Pembinaan Pengelolaan KN,
Kanwil DJPBN
Kanwil DJPLN
Kantor Pelayanaan Piutang&Lelang
Negara
Kanwil DJKN (2)
Kantor Pelayanan KN & Lelang (3)
Baru
Baru
Baru
Keterangan:
(1) merupakan fungsi baru
(2) & (3) merupakan merger antara fungsi baru KN
dan fungsi yang telah ada.
Subdit. PKN I
Subdit. PKN IV
Dit. Pengelolaan Kekayaan Negara, DJA
Subdit. PKN II
Subdit. PKN III
Bidang Akuntansi BM/KN I
Pusat Akuntansi BM/KN, BAKUN
Bidang Akuntansi BM/KN II
Bidang Akuntansi BM/KN III
Reorganisasi Tahap II
(KMK NO. 466/KMK.01/2006 dan PMK No. 131/PMK.01/2006)
Reorganisasi Tahap I
(KMK NO. 302/KMK.01/2004)Unit Penatausahaan BM/KN Sebelum Merger
BAGAN 1
TRANSFER FUNGSI UNIT PENGELOLAAN KEKAYAAN NEGARA DALAM DUA TAHAPAN REORGANISASI
Hal 9 dari 19
Apakah Strategic Asset Management
Di berbagai literatur, istilah Strategic Asset Management atau SAM digunakan
untuk menggambarkan sebuah siklus pengelolaan aset, yaitu mulai dari proses
perencanaan dan diakhiri dengan pertanggungjawaban/pelaporan aset.
Keberhasilan SAM sering kali dikaitkan dengan keberhasilan menghemat anggaran
sebagai dampak dari keberhasilan mengintegrasikan proses perencanaan dan
pengelolaan aset. SAM dalam konteks pengeloalan aset strategis pada Pemerintah
Pusat akan digambarkan dalam roadmap berikut ini.
Roadmap Strategic Asset Management pada Pemerintah Pusat
Sebagai sebuah organisasi yang melaksanakan fungsi Pengelola Barang,
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang dibentuk pada 7 Desember 2006
telah mengemban tugas berat untuk merapihkan manajeman aset negara yang telah
terbengkalai selama beberapa dekade pemerintahan. Sebagaian besar permasalahan
aset negara ini telah diangkat sebagai isu governance pada pemerintah pusat yang
dituangkan ke dalam Temuan Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas
Laporan Keuangan, temuan investigasi Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), dan
berbagai berita media massa yang mengkritisi tata kelola aset negara. Dengan tugas
berat itu, maka pendekatan konvensional pengelolaan aset negara tidaklah cukup.
Diperlukan sebuah gerakan masif dan menyeluruh untuk dapat menerapkan pola
baru manajemen aset negara. Roadmap Strategic Asset Management merupakan
kompas yang menjadi penunjuk arah dalam upaya mewujudkan manajemen aset
negara yang sehat dan modern (sound and modern). Lihat ilustrasi singkat Roadmap
Strategic Asset Management.
Hal 10 dari 19
Gambar 3 Ikhtisar Roadmap Strategic Management Asset
Untuk mewujudkan “Strategic Asset Management”, terdapat beberapa tahapan yang harus dicapai terlebih dahulu. Pertama, sebagai organisasi baru, tahun pertama merupakan kebutuhan mendesak bagi DJKN untuk terlebih dahulu melengkapi sekurang-kurangnya 3 (tiga) komponen utama sebuah organisasi, yaitu peraturan perundang-undangan, sistem dan prosedur kerja, sumber daya manusia, dan sarana teknologi informasi.
Kedua, merupakan syarat mutlak bagi fungsi Pengelola Barang untuk memiliki suatu database penatausahaan aset negara yang dapat diyakini keandalan dan kelengkapan datanya, tertib secara administratif dan secara hukum. Program Penertiban Barang Milik Negara, sebuah gerakan nasional untuk mewujudkan tertib adminstrasi, tertib hukum, dan tertib penggunaan/pemanfaatan, telah digulirkan pada pertengahan tahun 2007, dengan telah diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 2007 tentang Tim Penertiban Barang Milik Negara. Program ini merupakan langkah besar untuk menyelesaikan tugas berat yang telah lama tertunda.
Ketiga, apabila Program Penertiban BMN usai dilaksanakan, Pengelola Barang dan seluruh Kementerian/Lembaga selaku Pengguna Barang dapat berharap telah memiliki informasi/data aset negara yang lengkap dan andal untuk disajikan kepada publik. Data tersebut diharapkan tidak saja dapat dipertanggungjawabkan secara adminstratif, namun juga benar menurut kaidah standar akuntansi, aspek hukum, dan aspek teknis manajemen aset negara. Tidak kalah penting adalah bahwa keandalan (realibility) data base tersebut juga harus dipastikan penguasaannya secara fisik oleh Kementerian/Lembaga selaku pengguna Barang Milik Negara. Pada tahapan ini, Pemerintah Pusat telah siap
Hal 11 dari 19
untuk memasuki tahapan berikutnya, yaitu penguatan sistem pengendalian intern pengelolaan aset negara. Salah satu tantangan terbesar guna memperkuat sistem pengendalian tersebut adalah pengintegrasian data manajemen aset dan data akuntansi dan pelaporan. Ukuran keberhasilannya, antara lain kemampuan
Pemerintah Pusat menyelenggarakan suatu proses penyajian laporan aset negara (disebut Laporan Barang Milik Negara) secara berjenjang dan terkomputerisasi, melalui mekanisme rekonsiliasi dari satuan kerja terkecil hingga tingkat Kementerian/Lembaga untuk direkonsiliasi dengan data dari kantor vertikal hingga kantor pusat DJKN.
Keempat, dengan keandalan data dan sistem serta prosedur yang memadai, maka Pemerintah Pusat diharapkan telah siap masuk pada tahapan optimalisasi pengelolaan aset negara. Optimalisasi ini memiliki makna strategik pengelolaan aset Negara, yaitu utilisasi aset negara yang optimal, yaitu dengan tingkat nilai ekonomi dan sosial yang setingi-tingginya atau The Highest and Best Use (HBU). Hal ini mensyaratkan pada saat negara memerlukan aset, maka tidak berarti negara harus membangun baru, namun terlebih dahulu harus melihat penggunaan aset yang telah ada, apakah telah optimal, bila tidak apakah dapat dialihstatuskan sesuai kebutuhan. Demikian pula halnya aset yang telah ada, apabila tidak digunakan, maka aset tersebut harus dimanfaatkan untuk keperluan lain, seperti disewakan, dikerjasamakan, atau dipinjamkan18. Apabila aset tidak digunakan atau tidak dimanfaatkan, maka diserahkan kepada Pengelola Barang atau dipindahtangankan19 sesuai ketentuan. Alternatif apapun yang ditempuh, harus berorientasi pada keuntungan baik ekonomi maupun sosial bagi negara.
Keberhasilan mewujudkan prinsip “The highest and best use asset” kelak akan dilihat melalui kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dimana aset negara tidak lagi dipandang semata sebagai faktor belanja, namun secara lebih spesifik pengelolaan aset negara yang optimal merupakan faktor penting pengendali
APBN yang efektif dan efisien, melalui 3 (tiga) ukuran: (1) penghematan belanja modal dan belanja pemeliharaan, (2) peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui pemanfaatan aset, dan (3) pendukung pembiayaan APBN melalui jaminan aset (underlying asset) bagi instrumen Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
18 Menurut PP No. 6 tahun 2006, bentuk pemanfaatan aset negara berupa (i) sewa kepada pihak lain, dengan hasil sewa disetorkan ke kas negara, (ii) kerjasama manfaat, dengan kontribusi tetap dan profit sharing kepada negara, (iii) bangun serah guna/bangun guna serah, dengan cara kesepakatan membangun oleh dana pihak ketiga dan hak bagi pihak ketiga untuk menggunakan aset tersebut sampai jangka waktu tertentu, dan (iv) pinjam pakai, dengan cara dipinjamkan kepada Pemerintah Daerah tanpa punguntan sewa. 19 Menurut PP No. 6 tahun 2006, bentuk pemindahtanganan aset negara berupa (i) penjualan, (ii) tukar menukar, (iii) hibah, dan (Iv) penyertaan modal pemerintah.
Hal 12 dari 19
Gambar 4: Kontribusi Pengelolaan Aset Negara dalam Mewujudkan APBN yang Efektif dan Optimal
Untuk dapat mewujudkan hal ini, tantangan terbesar yang dihadapi adalah membangun sebuah sinergi antara fungsi perencanaan, penganggaran, pengelolaan, dan pertanggungjawaban aset. Gambar dibawah ini memperlihatkan peran setiap pihak dalam rangka mewujudkan strategic asset management di Indonesia.
Gambar 5: Hubungan dan Peran Pengguna Barang, Pengelola Barang, dan Stakeholders dalam mewujudkan Strategic Asset Management di Indonesia
Hal 13 dari 19
Desain Peta Strategi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Ukuran, dan
Tahapan Pelaksanaan
Roadmap strategic asset management merupakan arah jalan yang akan ditempuh
bagi masa depan tata kelola aset negara di Pemerintah Pusat. Oleh karenanya,
sebagai wujud pelaksanaan roadmap, paralel dengan kebutuhan internal DJKN
untuk menyusun langkah-langkah strategis bagi pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi DJKN, maka disusunlah Peta Strategi Direkorat Jenderal Kekayaan Negara,
yang mengacu pada visi DJKN.
Visi DJKN :
“Menjadi Pengelola Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Negara
yang Profesional dan Bertanggung Jawab untuk Sebesar-besar Kemakmuran
Rakyat”
Peta Strategi berisi serangkaian langkah-langkah strategi yang ditempuh oleh
DJKN dalam rangka mewujudkan tujuan strategis dan menuju arah pencapain visi
DJKN ke depan. Mengadopsi model balanced score-card, peta strategi ini didesain
oleh para pejabat di setiap unit strategis terkait di lingkungan DJKN. Peta strategi
mengidentifikasikan 11 (sebelas) sasaran strategis. Hubungan kausal sasaran
strategis dapat dilihat pada ilustrasi gambar 3 di bawah ini.
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa prioritas pertama DJKN, khusus di
area aset negara, sebagaimana kebutuhan roadmap adalah pelayanan kepada para
pemangku kepentingan (stakeholders). Pemangku kepentingan atas aset negara
sangatlah luas. Konstituennya berkaitan dengan DPR RI dan seluruh aparat
pengawas dan penegak hukum, dengan pemangku kepentingan dari berbagai
kelompok, seperti Instansi Pemerintah, BUMN dan perusahaan swasta,
publik/masyarakat langsung, para pemerhati dan masyarakat pers. Di masa
pemerintahan yang mengedepankan tata kelola kepemerintahan yang baik dan
sehat, DJKN dituntut untuk peka terhadap seluruh lini kelompok tersebut. Adapun
sasaran strategis terkait dengan Peningkatan Citra DJKN dalam melayani
stakeholders diukur melalui penyelenggaraan inventarisasi dan pemanfaatan
kekayaan negara secara optimal (SS DJKN-1.1), penilaian secara optimal (SS DJKN-
1.4), tersedianya data barang milik negara yang pemanfaatannya optimal (SS DJKN-
2.1), tersedianya database nilai aset yang andal (reliable), dan terciptanya hubungan
baik dengan pengguna jasa (SS DJKN-2.5).
Hal 14 dari 19
Pada dimensi kedua, orientasi sasaran strategis pada aspek proses internal
(internal process) meliputi identifikasi kebutuhan pengguna jasa (SS DJKN-4),
penyempurnaan dan pembuatan rumusan peraturan yang berkualitas di bidang
kekayaan negara (SS DJKN-5.1), penyediaan informasi nilai barang milik negara
sebagai underlying asset (SS DJKN-5.2), pengembangan pelayanan pengelolaan BMN
(SS DJKN-6.1. s.d. SS DJKN-6.10), dan implementasi kebijakan (SS DJKN-7.1 s.d. SS
DJKN-7.5).
Pada dimensi ketiga, peta strategi membagi aspek pertumbuhan dan
pembelajaran (learning and growth) ke dalam 3 (tiga) unsur intangible capital, yaitu
sumber daya manusia (human capital), organisasi (organizational capital), dan sistem
informasi (information capital), dengan penambahan satu sasaran strategis berupa
good governance. Memang, berbeda dengan dua dimensi lainnya, dimensi ini
memiliki tantangan terberat untuk diwujudkan karena merupakan landasan bagi
sukses tidaknya dua dimensi lainnya. Dimensi ini mengubah sumber daya yang
bersifat intangible menjadi hasil outcome yang tangible. Di dalam peta strategi
tranformasi ini dituangkan dalam 4 (empat) sasaran strategis, yaitu merekrut dan
mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi (SS DJKN-8),
membangun organisasi yang modern yang selaras dengan proses bisnis di bidang
pengelolaan keuangan dan kekayaan negara (SS DJKN-9), mewujudkan good
governance dalam pengelolaan keuangan negara (SS DJKN-10), dan membangun
sistem informasi yang terintegrasi dan andal (SS DJKN-11).
Hal 15 dari 19
Gambar 6 : Peta Strategi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara S
tra
teg
ic O
utc
om
eS
tra
teg
ic D
riv
er
Le
arn
ing
& G
row
th
SS DJKN-11: TIK
Membangun sistem
informasi yang
terintegrasi dan
handal (Information
Capital)
SS DJKN-8: SDM
Merekrut dan
mengembangkan SDM
yang berintegritas dan
berkompetensi tinggi
(human capital)
SS DJKN-10: Good
Governance
Mewujudkan good
governance Dl.
pengelolaan KN
(governance capital)
SS DJKN-9: Organisasi
Membangun orgn yg modern
yg selaras dg proses bisnis di
Bid. pengelolaan keuangan &
kekayaan negara
(organizational & leadership
capital)
VISI:
Menjadi pengelola kekayaan negara, piutang negara, dan lelang yang profesional dan bertanggung
jawab untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
TUJUAN STRATEGIS:
Terselenggaranya pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan piutang negara, dan
pelayanan lelang yang profesional, tertib, tepat guna, dan optimal serta mampu membangun citra baik
bagi stakeholder
SS DJKN-1:
Pengelolaan, Pengurusan, dan Pelayanan
Unggulan untuk Memuaskan Stakeholder
SS DJKN-1.1
Terinventarisasi dan termanfaatkannya
kekayaan negara secara optimal
SS DJKN-1.2
Terselesaikannya pengurusan piutang
negara yang optimal
SS DJKN-2:
Hubungan yang Baik dengan Pengguna Jasa
SS DJKN-3:
Citra DJKN yang Baik
SS DJKN-2.5
Terciptanya hubungan
yang baik dengan
pengguna jasaSS DJKN-1.4
Terselenggaranya pelayanan penilaian
yang optimal
SS DJKN-1.3
Terselenggaranya pelayanan lelang
yang optimal SS DJKN-2.3
Terwujudnya pelayanan
lelang yang transparan
dan akuntabel
SS DJKN-2.1
Tersedianya data BMN
yg pemanfaatannya
optimal
SS DJKN-2.4
Tersedianya database
nilai aset yang reliableSS DJKN-2.2
Tersedianya data
piutang negara yg
komprehensif
SS DJKN-7.1
Pengawasan &
pengendalian
pemanfaatan/
penggunaan aset scr
berkesinambungan
SS DJKN-4:
Identifikasi
Kebutuhan
Pengguna
Jasa
SS DJKN-7.2
Koord. perencanaan
pengadaan aset u
Mening. efisiensi &
efektivitas anggaran
SS DJKN-6.10
Inventarisasi &
penilaian aset Scr
berkesinambungan
SS DJKN-5.1
Penyempurnaan
& pembuatan
rumusan
peraturan yang
berkualitas di
bid. KN ,
penilaian, PN,&
lelang
SS DJKN-5.2
Penyediaan
informasi nilai
BMN sbg
underlying
asset
SS DJKN-5:
Analisis & Kajian
SS DJKN-6:Pengembangan Layanan
SS DJKN-6.1
Pengamanan &
pemeliharaan KN dg
meningkatkan
kepastian hukum
SS DJKN-6.2
Peningkatan
pelayanan
pengurusan PN
SS DJKN-6.3
Peningkatan
pelayanan lelang
SS DJKN-6.4
Penyusunan/
pemutakhiran
database nilai aset
SS DJKN-7:
Implementasi Kebijakan
SS DJKN-6.5
Optimalisasi
penggunaan &
pemanfaatan KN
SS DJKN-6.6
Optimalisasi
pengelolaan KN yg
dipisahkan
SS DJKN-6.7
Optimalisasi
pengelolaan KNL
SS DJKN-6.8
Optimalisasi
penghapusan dan
pemindahtanganan KN
prinsip transparansi
SS DJKN-6.9
Optimalisasi litigasi
dan non litigasi DJKN
SS DJKN-7.3
Monitoring, koord. &
pengawasan Plsn
pengurusan PN
SS DJKN-7.4
Pembinaan, koordinasi,
& pengawasan pelaks.
lelang
SS DJKN-7.5
Monitoring dan evaluasi
kualitas penilaian
Hal 16 dari 19
Suksesnya penerapan sebuah strategi ditempuh dalam 3 (tiga) tahapan
milestone. Milestone pertama terjadi manakala organisasi mampu
mendeskripsikan/mendesain peta strategi. Milestone kedua ditempuh apabila
organisasi mampu membuat ukuran/indikator kinerja atas peta strategi tersebut.
Kedua milestone di atas belum dapat menghasilkan output atau outcome apapun,
tetapi merupakan syarat untuk dapat menjalankan dan mengelola strategi dalam
bentuk tindakan (action)20, yang merupakan milestone ketiga.
Korelasi Antara Roadmap Strategic Asset Management dan Peta Strategi DJKN
Berdasarkan narasi di atas, dapat diperkirakan bahwa roadmap strategic asset management menjelaskan mengenai “what to achieve”, sedangkan Peta Strategi DJKN memuat penjelasan “how to achieve”. Keduanya saling berkorelasi dan saling mempengaruhi. Sementara Roadmap memuat sasaran akhir jangka panjang, Peta Strategi DJKN berorientasi pada sasaran antara yang bersifat jangka pendek dan menegah. Tak kalah penting untuk diingat adalah roadmap berisi target-target outcome yang merupakan ukuran sukses reformasi manajemen aset negara, sedangkan peta strategi DJKN berisi target-target output yang menjadi indikator kinerja keberhasilan DJKN.
Dalam tataran implementasi, baik roadmap maupun peta strategi dapat
mengalami perubahan akibat penyempurnaan yang harus dilakukan karena tuntutan berbagai faktor lingkungan internal dan eksternal. Dinamika ini merupakan tantangan bagi organisasi DJKN selaku Pengelola Barang untuk menjaga kesinambungan tahapan dan perubahan tahapan yang terjadi, dengan konsisten pada sasaran akhir untuk menjalankan strategic asset management.
20Sumber: Kaplan dan Norton, 2004.
Hal 17 dari 19
Penertiban Aset Negara: Starting Point Terwujudnya Tertib
Adminstrasi, Tertib Hukum, dan Tertib Pengelolaan Aset Negara
Pada hakikatnya, Penertiban Barang Milik Negara (BMN) adalah kegiatan yang berorientasi pada terwujudnya “3 Tertib”, yaitu tertib adminstrasi aset negara, tertib hukum kepemilikan aset negara, dan tertib pengelolaan aset Negara, yang meliputi pula pengamanan fisik aset negara. Penertiban BMN merupakan bagian awal dari pelaksanaan Roadmap Strategic Asset Management yang menjadi faktor
penting keberhasilan tahap-tahap berikutnya. Sebagaimana dijelaskan di bagian awal tulisan ini, selama lebih dari 4 (empat) dekade, Pemerintah Pusat sibuk dengan aktivitas membeli dan membangun aset namun tidak didukung dengan penatusahaan dan pengelolaan yang memenuhi kriteria good governance, penertiban BMN berusaha menyelesaikan pekerjaan yang telah lama tertunda.
Penertiban BMN merupakan amanat dari Keputusan Presiden RI no. 17 Tahun 2007 tentang Penertiban Barang Milik Negara yang mengambil periode waktu pelaksanaan di tahun 2007 s.d. 2008, dengan upaya ekstensi hingga tahun 2009. Penertiban BMN adalah kegiatan yang mencakup inventarisasi, penilaian, dan sertifikasi seluruh aset negara di Kementerian/Lembaga dalam rangka penertiban dan pengamanan BMN secara tertib, efektif, efisien, dan akuntabel.
Ada 4 (empat) tujuan utama penertiban BMN, yaitu (i) melakukan pemutakhiran pembukuan BMN pada Sistem Aplikasi Barang Milik Negara, (ii) mewujudkan penatausahaan BMN di seluruh satuan kerja instansi Pemerintah Pusat, (iii) menyajikan koreksi nilai aset tetap Neraca Awal 2004 pada Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga, dan (iv) melakukan tindak lanjut penatausahaan dan pengelolaan BMN yang tertib dan optimal
Adapun yang termasuk dalam obyek penertiban BMN adalah aset yang dikuasai Kementerian/Lembaga termasuk BLU, aset yang berasal dari Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (TP), aset yang berasal dari Bantuan Pemerintah Yang Belum ditentukan Statusnya (BPYBDS), aset eks BPPN, aset bekas milik Asing/Cina, aset eks Kepabeanan/Bea Cukai, aset Bank Dalam Likuidasi (BDL), aset eks Kontraktor Kontrak Kerja Sama (eks KKKS), barang rampasan, benda cagar budaya/benda berharga asal Muatan Kapal yang Tenggelam (BMKT), aset lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai BMN.
Penertiban BMN mengikuti mekanisme sesuai ketentuan yang berlaku, yang terdiri dari kegiatan inventarisasi, penilaian, pengolahan data dan penyusunan laporan, serta tindak lanjut hasil penertiban BMN. Sedangkan, tindak lanjut hasil Penertiban BMN bertujuan untuk (i) menyelesaikan tindak lanjut temuan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), (ii) mengoreksi nilai aset tetap pada Neraca Awal per 31 Desember 2004 pada setiap Laporan Keuangan K/L dan LKPP, (iii) Starting point data BMN yang lengkap dan andal untuk pelaksanaan
pengelolaan BMN sesuai amanat PP No. 6 Tahun 2006, serta (iv) penyelesaian berbagai permasalahan aset negara, termasuk sertifikasi.
Hal 18 dari 19
Tantangan Ke Depan Strategic Asset Management
Roadmap Strategic Asset Management dan Peta Strategi DJKN tidak absolut dan
dapat beradaptasi dengan perkembangan lingkungan strategis. Berikut adalah beberapa faktor yang sangat berpotensi menjadi tantangan ke depan untuk mewujudkan sukses strategic asset management di Indonesia. Pertama, adanya dinamika pertumbuhan dan kondisi ekonomi di tanah air. Gejolak ekonomi, seperti krisis global, merupakan faktor yang dapat mempengaruhi posisi keuangan dan APBN. Pada saat ekonomi surut, maka penghematan belanja menjadi kunci efisiensi, dan pembiayaan menjadi alternatif solusi. Peran Pengelola Barang dituntut agar mampu melaksanakan prinsip the highest and best use.
Kedua, adanya kondisi politik di dalam negeri yang sangat dinamis. Pesta demokrasi sering berdampak pada isu keamanan dan stabilitas nasional. Pasca pesta demokrasi, yang diikuti dnegan perubahan kepemimpinan negara berdampak pada penataan kembali organisasi pemerintah, yang mempengaruhi infrastruktur, sarana,
dan prasarananya. Misalnya, pembentukan instansi baru, baik merger, maupun sama sekali baru, begitu pula likuidasi/pembubaran instansi yang ada akan berdampak pada penambahan/perputaran/pengurangan aset negara dalam jumlah besar. Sebagai contoh, perubahan dari waktu ke waktu instansi yang melaksanakan fungsi komunikasi dan informatika berubah wujud organisasi dengan sangat cepat, mulai dari Departemen Penerangan, Badan Informasi dan Komunikasi Nasional (BIKN), Lembaga Informasi Nasional (LIN), dan terakhir Departemen Komunikasi dan Informatika. Likuidasi, pemunculan kembali, dan tranformasi yang terjadi hingga 4 (empat) kali ini mengakibatkan serah terima, mutasi, dan pengadaan aset yang bersifat masif. Pada masa transisi, banyak sekali aset yang tidak dapat dipantau dan tidak jelas keberadaannya. Banyak upaya dilakukan untuk memulihkan kembali keandalan data aset pada Departemen tersebut. Hal ini merupakan tantangan bagi para pengguna barang dan Pengelola Barang untuk dapat secara cepat dan responsif menyesuaikan dinamika politik dan pemerintahan di Indonesia.
Ketiga, bahkan jika tidak terjadi dinamika politik seperti pada butir kedua, dinamika organisasi dan kemampuan sumber daya manusia pada Pengguna Barang dan Pengelola Barang juga menjadi penting. Kemampuan membangun (capacity building) suatu tataran pengelolaan mikro pada tataran Kementerian/Lembaga sangat berpengaruh pada keberhasilan pengelolaan strategis pada tataran Pengelola Barang. Sinergi antara Pengguna dan Pengelola Barang dan bahkan pada lingkup Departemen Keuangan menjadi penting dan harus selalu ditingkatkan.
Keempat, trend atau kecenderungan tata kelola manajemen aset di berbagai negara maju dn berkembang kini mulai bergerak ke dalam pola outsourcing dan public-private partnership. Pemerintah Australia telah lama menerapkan prinsip landlord dalam mengelola aset negara, dimana Pemerintah sebisa mungkin tidak membangun, namun menyewa aset untuk digunakan bagi operasional pemerintahan. Demikian pula, Pemerintah Belanda menjalankan fungsi pengelola
Hal 19 dari 19
barang sebagaimana business as usual, dimana aset dijual dan dipertahankan sesuai dengan manfaatnya dengan sangat mudah. Pada saatnya nanti, Pemerintah Indonesia, yang saat ini sangat berkepentingan untuk mewujudkan kepentingan ekonomi dan sosial secara seimbang, akan semakin bergerak menuju trend
international practices mengingat sumber daya negara yang semakin terbatas.
Penutup
Paradigma baru manajemen aset negara telah diperkenalkan perubahan yang fundamental pada perangkat hukum manajemen aset, yaitu dengan lahirnya UU Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara dan PP Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, dan perubahan organisasi, dengan pembentukan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Untuk mengisi ruang kesenjangan antara sumber daya dan tuntutan perubahan tata kelola manajemen aset, diperlukan suatu perubahan kultur dan mindset. Perubahan kultur dan mindset tersebut adalah mengubah peran sumber daya manusia yang berasal dari unit lama, untuk berperan, berpikir, dan bertindak layaknya seorang asset manager.
Para "asset manager" dituntut untuk memiliki kapasitas yang memadai agar dapat menjalankan Peta Strategi DJKN dan pada gilirannya mewujudkan strategic asset management. Pada tingkatan tersebut, kita dapat berharap bahwa peran manajemen aset dapat menjadi alat pengendali APBN melalui penghematan belanja
aset negara, menambah kontribusi pendapatan bukan pajak melalui pemanfaatan dan pemindahtanganan aset Negara, serta sebagai alternatif pembiayaan dalam Negara melalui penerbitan sukuk dengan jaminan aset Negara. Layaknya sebuah idiom Negeri Paman Sam bahwa "success to plan is to plan a success" (berhasil merencanakan, berarti merencanakan keberhasilan), maka apabila strategic asset management dapat diwujudkan, kita berharap melihat sinergi positif yang
menguntungkan Negara sebagai dampak dari keberhasilan perencanaan aset dan pengelolaan aset. Semoga!
Referensi
BAPPENAS (2007) Indikator Good Public Governance: Penerapan tata kepemerintah yang baik.
Kaganova, Orga and McKellar, James (2006) Managing Goverment Property Assets: International experiences. Washington, D.C.: The Urban Institute Press.
Kaplan, Robert S dan Norton, David P (2004) Strategy Maps: Converting Intangible assets into Tangible Assets. Boston: Harvard Business School Press.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.01/2004 tentang Organisasi dan Tata Laksana Departemen Keuangan.
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Kekayaan Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007.
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.